Share

Taruhan

Penulis: 5Lluna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“WOI, GUYS. VANESSA BARU PUTUS!”

Padahal Vanessa berharap bisa merasakan ketenangan ketika sampai di rumah, tapi rupanya itu sangat salah. Dia baru saja membuka pintu, dan menegur sang adik yang sedang main judi online, tapi sekarang malah dirinya yang diteriaki.

"Dari mana kau mendapat informasih tidak masuk akal itu?" hardik Vanessa dengan mata yang sudah hampir keluar dari posisinya.

"Semua orang juga tahu ekspresimu ketika diputus pacar." Sang adik segera berlari, setelah mengatakan hal itu.

“Hei, brengsek!” Vanessa jelas saja akan mengejar, tapi dia jelas kalah. Tubuhnya lebih besar dari sang adik lelaki.

“Jangan kejar-kejaran di tangga.” Sang ibu ikut-ikutan berteriak entah dari mana.

“Dia duluan yang cari gara-gara,” hardik Vanessa dengan kesal. “Aku bahkan tidak bilang apa-apa, tapi dia sudah berteriak.”

“Dia masih kecil, Nes.” Sayangnya sang ibu malah membela sang adik.

“Kecil my ass. Dia sudah bisa bikin anak.” Vanessa hanya berani mengatakan hal itu dengan suara kecil saja. “Mana kerjanya cuma judi saja.”

“Kau juga cobalah bikin anak.” Seorang lelaki keluar dari dalam kamar di sisi kiri Vanessa.

“Mas kira aku ini kucing?” tanya Vanessa dengan mata yang senang sekali melotot. “Tinggal kawin saja dan langsung jadi setengah lusin anak.”

“Emang ada yang mau kawin sama kamu?” tanya kakak lelaki Vanessa dengan senyum lebar mengejek. “Ngaca dong, mana ada yang mau dengan cewek gendut.”

Vanessa membuang napas dengan kasar. Dia sungguh ingin sekali memaki, tapi tahu kalau itu akan percuma. Semua saudaranya akan senang kalau dia marah, jadi Vanessa tidak akan memberikan apa yang dia inginkan. Sayangnya, sang kakak tidak tinggal diam.

“Aku kasih uang deh kalau ada yang mau kawin denganmu. Kawin ya, bukan nikah.”

“Gila!” Tentu saja Vanessa akan menghardik, bahkan sudah akan melangkah pergi.

“Setidaknya, coba rasakan sekali saja surga dunia,” tambah sang kakak dengan cepat. “Setelah itu, kau bebas melakukan apa pun. Tidak mau menikah juga tidak masalah, nanti aku akan pergi cari uang.”

Mendengar kakak sulungnya ingin pergi cari uang, Vanessa langsung berbalik. Hal itu jauh lebih menggiurkan baginya, dibanding langsung diberikan uang tunai dalam jumlah besar. Dia sudah lelah menanggung hidup semua orang yang ada di rumah ini.

“Fine,” desis Vanessa kesal. “Kalau aku berhasil penuhi janjimu, atau akan kupotong belalai kesayanganmu.”

“Aku pasti akan menang.” Sang kakak berteriak dengan senyum lebar.

Vanessa tidak berniat untuk menjawab sang kakak lagi, dan memilih untuk memberikan jari tengah saja. Setelahnya, dia masuk ke dalam kamar dengan membanting pintu. Cukup keras, sampai membuat sang kakak terlonjak.

“Sialan!” Vanessa langsung mengumpat, ketika sudah mengunci diri di dalam kamar. “Dasar gila. Sekarang bagaimana aku harus melaksanakan taruhan tidak masuk akal itu?”

“Pacarku saja tidak pernah ada yang dapat jatah, masa sekarang aku harus mencari orang asing?” tanya Vanessa masih bicara pada diri sendiri.

Vanessa mondar-mandir di dalam kamarnya, memikirkan apa yang harus dia lakukan. Sesungguhnya, dia sudah punya ide akan mengajak siapa. Hanya saja ....”

“Kalau kau mengajak dokter mesum itu, namanya kau gila Vanessa.” Perempuan itu segera menggeleng. “Kalian baru bertemu tadi siang.”

“Tapi kan dia tadi sudah memanfaatkanku juga.” Vanessa mengingat bagaimana ketika Jovi tiba-tiba membuatnya menjadi pacar dadakan.

Dengan bibir bawah yang tergigit, Vanessa bergerak pelan mencari kartu nama yang tadi diberikan oleh Jovi. Kartu nama yang diberikan untuk membuktikan kalau dia sungguh dokter. Awalnya Vanessa pikir itu tidak akan berguna, tapi pada akhirnya dia mencari juga.

“Jadi, apa yang harus kutulis?” Vanessa berpikir sesaat, sebelum mulai mengetik dengan cepat.

Tentu saja bukan hal mudah untuk meminta seseorang yang baru saja dia temui untuk tidur bersama, apalagi dirinya masih perawan. Vanessa sampai harus berulang kali mengumpat dan mengulangi ketikannya.

“Oke.” Vanessa mengangguk cukup yakin, sembari membaca ketikannya untuk yang kesekian kalinya. “Berdoalah untuk yang terbaik Vanessa. Demi masa depan yang lebih baik, tanpa keluargamu.” Vanessa pada akhirnya menekan tombol kirim.

[+628xxxxxxxx: Ayo kita tidur bersama. Anggap saja kau balas dendam pada mantanmu yang entah melakukan apa, dan aku balas dendam pada mantanku yang selingkuh.]

***To be continued***

Bab terkait

  • My Bad Doctor   Tawaran Menggiurkan

    [+628xxxxxxxx: Aku tahu permintaanku tadi sangat aneh, jadi tidak usah dipikirkan. Omong-omong ini Vanessa.] “Bagaimana mungkin aku tidak memikirkannya?” bisik Jovi dengan senyum jahil. “Ini terlalu menarik untuk dilewatkan begitu saja.” “Kau berbicara denganku?” Rekan kerja Jovi yang sejak tadi membaca buku, bertanya. “Ya.” Jovi dengan cepat mengangguk. “Aku ingin tahu jadwal jaga IGD hari ini. Apakah ada aku nanti sore?” “Tentu saja. Jadwalmu setelah ini sampai malam.” “Kalau begitu, bisa tolong gantikan aku? Aku punya urusan yang sangat mendesak sore nanti, mungkin sampai besok pagi.” Jovi bertanya dengan senyum lebar. *** [Dokter Mesum: Bagaimana kalau kita membicarakan ini setelah jam pulang kantor?] [Dokter Mesum: Kita bisa makan malam bersama, kemudian lanjut ke hotel mungkin?] Helaan napas disertai dengan geraman pelan terdengar dari balik salah satu kubikel. Pelakunya tidak lain dan tidak bukan adalah Vanessa Wijaya yang terlihat sangat putus asa sa

  • My Bad Doctor   Menikah

    “Apa yang kau lakukan di kamar hotel?” Pertanyaan itu, menyambut Jovi yang baru saja membuka pintu kamarnya, sepuluh menit setelah dia masuk ke dalam kamar hotel. Itu pun dia terpaksa membuka pintu, karena suara ketukan di pintu benar-benar mengganggu. Siapa yang sangka kalau Jovi akan kedatangan tamu tidak terduga. “Mama,” panggil Jovi dengan ekspresi syok. “Kenapa bisa ada di sini?” “Harusnya Mama yang tanya sama kamu,” hardik perempuan paruh baya yang tampak terkejut itu. “Kenapa kamu ada di sini, dan tadi Mama lihat kamu sama perempuan.” Sungguh, ingin sekali Jovi mengumpat. Padahal dia dan Vanessa baru saja masuk kamar, dan sedang berdiskusi ketika pintu kamar terketuk. Padahal tadi Jovi tidak melihat sang mama ada di sekitar restoran atau lobi hotel, tapi dia malah ketahuan. “Apa kamu mau menghamili perempuan itu untuk mendapat restu Mama?” “Bukan seperti itu, Ma. Tidak ada Manda di dalam.” Tahu apa maksud sang ibu, Jovi segera membantah. “Kalau begitu biar Mama masuk

  • My Bad Doctor   Melamar

    “Apa Mama gila?” hardik Jovi tidak peduli kalau itu kurang ajar. Padahal Jovi dan mamanya baru saja kembali dari mengantar Vanessa, dan mereka bahkan belum masuk ke rumah. Namun, lebih penting bagi Jovi untuk mengonfrontasi ibunya itu. “Justru kau yang gila, Jov.” Mama Cindy balas menghardik. “Kalau Mama tidak sengaja melihat kalian melintas saat keluar dari ruang meeting, kalian pasti sudah melakukan hal yang macam-macam.” “Kalau pun iya, memangnya kenapa?” tanya Jovi dengan mata melotot. “Zaman sudah berubah, Ma. Yang seperti itu bukan lagi sesuatu yang tabu, antar pasangan. Yang bukan pasangan saja banyak.” “Tapi Mama tidak mau kau begitu tanpa ikatan,” balas Cindy terus berjalan masuk ke dalam rumah mereka. “Lagi pula, menikah adalah hal yang paling bagus untukmu.” “Kenapa itu bisa menjadi bagus untukku?” tanya Jovi, tentu saja akan mengejar sang ibu. “Apa ini masih tentang Manda?” “Kalau kau sudah tahu, maka tidak perlu bertanya.” Cindy tiba-tiba saja berbalik d

  • My Bad Doctor   Kebetulan

    “Bagaimana bisa ibumu datang ke rumahku, Brengsek?” Vanessa langsung memaki, begitu teleponnya tersambung. “Maaf, tapi siapa ini?” Suara maskulin di seberang sambungan telepon bertanya. “Ini aku Vanessa.” Perempuan bertubuh gempal yang masih berdiri di luar kantornya berdesis pelan, karena ada rekan kerja yang lewat. Dia tentu tidak ingin dipelototi rekan kerjanya. “Jangan pura-pura melupakanku, Dokter Cabul, lanjutnya masih dalam suara pelan. Vanessa sebenarnya ingin sekali mengikuti orang tuanya dan Cindy pergi sarapan, tapi itu tidak mungkin. Dia harus pergi bekerja, jika tidak ingin mendapat makian dari team leadernya. Kebetulan ada nasabah besar yang harus dikunjungi hari ini. “Apa maksud kalimatmu itu?” Jovi tampak begitu terkejut. “Kalimat yang mana yang kau maksud?” Vanessa balas bertanya. “Tentu saja bagian yang cabul itu,” geram Jovi terdengar begitu kesal. “Astaga! Apakah kau tuli atau bagaimana?” Bukannya memberikan klarifikasi, Vanessa malah makin in

  • My Bad Doctor   Jalan Keluar

    “Ya, aku rasa kau terlalu beruntung.” Meghan segera mengangguk yakin, ketika tadi mendengar omongan Vanessa. “Kalau tidak, mana mungkin kau bisa merayu banyak lelaki.” Vanessa melirik perempuan yang baru saja berbicara itu. Tentu saja yang barusan bicara adalah bos Meghan, yang tampak kesal karena lagi-lagi Vanessa yang berhasil meyakinkan pihak rumah sakit untuk mengambil kredit pada mereka dan harus Vanessa yang mengurus. “Ucapan Bu Meghan tidak salah kok. Aku memang pandai merayu nasabah, untuk menjadi nasabah kita.” Vanessa dengan mudahnya memperbaiki kalimat atasan langsungnya itu. “Kebetulan saja, pengusaha yang butuh modal kerja itu kebanyakan lelaki. Karena itu marketing kebanyakan perempuan kan?” lanjut Vanessa dalam nada tanya dan senyum mengejek. “Bu Meghan juga perempuan kan?” Perkataan itu tentu saja membuat Meghan menjadi makin kesal saja, karena apa yang dikatakan Vanessa tidak salah. Sebagian besar yang mengambil modal kerja memang pengusaha lelaki, dan mark

  • My Bad Doctor   Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah

    “Apa kau janda?” tanya Jovi dengan hati-hati. “APA KAU INGIN MATI?” Suara teriakan Vanessa bukan hanya membuat Jovi terkejut, tapi juga seisi kantin. Hal yang membuat perempuan itu malu sendiri ketika tersadar, dan hanya bisa memberikan senyum canggung pada semua orang yang melihatnya. “Bisa kecilkan suaramu?” desis sang dokter yang ikut merasa malu. “Aku tidak akan berteriak, kalau mulutmu bisa dijaga,” hardik Vanessa dalam desisan pelan. “Aku kan hanya bertanya, memangnya tidak boleh?” “Bertanya boleh, tapi yang masuk akal sedikit,” balas Vanessa masih dengan suara kecil. “Aku bahkan belum pernah menikah, tapi sudah disebut janda. Apa kau mendoakan pernikahanku kelak berumur pendek?” “Sebelum aku lebih banyak bicara, bagaimana kalau kita pindah tempat saja?” tanya Jovi melirik ke sekelilingnya. “Terlalu banyak orang yang melihat kita, dan sebagian besar adalah kolegaku.” Vanessa ikut melirik ke sekelilingnya, dan benar saja. Masih ada cukup banyak orang yang menatap ke ara

  • My Bad Doctor   Batal Nikah

    “Mama barusan bilang apa?” tanya Vanessa dengan mata melotot. “Kami sudah setuju dengan pernikahannya, dan katanya kita juga tidak perlu keluar uang untuk barang hantaran. Katanya pestanya akan sederhana saja, dan kita juga dikasih uang.” Vanessa makin melotot mendengar apa yang dikatakan mamanya itu. Hal yang sebenarnya sudah bisa ditebak, kecuali bagian yang paling terakhir. Sungguh, Vanessa tidak pernah berpikir orang tuanya akan meminta uang. “Kalian yang minta kan?” tanya Vanessa makin melotot saja. “Mama ngaku saja, pasti Bapak yang minta uang kan? Terus Mama setuju begitu saja kan?” “Mereka kan gak mau pesta besar, jadi harus ada kompensasi buat kita dong. Lagian tidak banyak kok, hanya lima juta saja. Mereka sepertinya tidak terlalu kaya, tapi cukuplah untuk biaya listrik, air dan wifi.” Mata Vanessa melotot mendengar nominal yang disebutkan ibunya. Itu adalah jumlah yang sangat besar bagi Vanessa, apalagi bagi keluarga Jovi bukan? Memang Jovi terlihat seperti

  • My Bad Doctor   Tamu di Malam Pertama

    “Aku sama sekali tidak tahu kalau seleramu sudah berubah drastis.” Seorang perempuan muda, mendekat ke meja yang ditempati Jovi dan Vanessa. “Vanessa kenalkan.” Alih-alih membalas perempuan di depannya, Jovi memilih untuk memperkenalkan istrinya. “Ini adalah sepupuku dari pihak papa. Sekedar informasi, aku punya sangat banyak sepupu.” “Aku lihat istrimu juga punya banyak saudara,” tambah sepupu Jovi dengan wajah mencibir. “Halo salam kenal.” Vanessa mengulurkan tangan dengan baik hati. “Aku Vanessa.” Bukannya mendapat balasan, tangan Vanessa malah tidak disambut sama sekali. Hal yang membuat mempelai wanita itu, memilih untuk menarik tangannya lagi. “Setelah perempuan emo, sekarang perempuan gendut yang jelek?” Jovi dan Vanessa serentak mendelik ke arah si sepupu perempuan tadi. Hal yang jelas membuat sepupu Jovi itu tertawa cukup keras, sampai beberapa orang sampai berbalik menatap mereka. “Aku tidak tahu apa yang salah denganmu, tapi kenapa pilihanmu selalu jelek?” “Dengar.

Bab terbaru

  • My Bad Doctor   78. Berkelahi

    “Kau bertengkar dengan suamimu? Kalau benar begitu, jangan coba-coba pulang ke rumah.” Kening Vanessa berkerut ketika mendengar suara sang ibu dari balik sambungan telepon. Padahal dia sudah berada di depan rumah, tapi sekarang malah diusir? Yang benar saja. “Apa aku pencet bel saja ya?” gumam Vanessa, menatap bel yang ada di depannya. “Tapi kan ini sudah jam sebelas malam. Anak-anak nanti malah terbangun karena ribut.” Vanessa dengan cepat menggeleng. “Mending aku pergi ke rumah teman-temanku saja.” Vanessa sudah mengambil ponsel, kemudian menghela napas. Dia sempat lupa jika teman-temannya pun sudah berkeluarga dan hari sudah malam. Tentu saja Vanessa tidak mungkin mengganggu keluarga orang lain bukan? Keluarganya sendiri tidak ingin diganggu, apalagi keluarga orang lain kan? Teman-temannya tidak hidup sendirian saja. “Menghubungi Kak Ben saja?” Jemari Vanessa melayang di atas nama sang kakak, yang tertera pada ponselnya. “Tapi sepertinya dia pergi tugas luar kota. Rasanya k

  • My Bad Doctor   77. Menginap Di Luar

    “Aku rasa, sebentar lagi aku akan menjadi istri Jovi.” Manda yang baru keluar dari rumah sakit, mengatakan hal itu sambil menempelkan ponsel di telinganya. "Setelah itu mungkin akan sulit untuk mencari lebih dari satu sumber pendapatan, tapi aku akan bekerja keras untuk Jovi.” “Itu sudah benar, Sayang.” Suara lelaki yang terdengar di balik sambungan telepon terdengar sangat puas. “Kita bisa memaksimalkan pendapatan dari satu orang saja dulu, setelah itu nanti baru dipikir lagi.” “Kalau begitu, mungkin aku harus menghapus beberapa tato dulu?” tanya Manda menatap tato pada pergelangan tangannya. “Calon mertuaku mungkin tidak akan terlalu menyukainya.” “Tapi aku sangat menyukainya,” keluh suara di ujung sambungan telepon. “Terutama yang ada di pangkal pahamu itu dan di bawah payudara. Itu seksi.” “Aku tidak akan menghapus bagian yang itu, jadi kau tenang saja.” Manda tertawa mendengarnya. “Aku hanya akan menghapus beberapa yang terlihat saja.” “Kalau itu demi masa depan kita, ak

  • My Bad Doctor   76. Dua Mantan

     “Kenalin, ini anakku satu-satunya loh.” Cindy tersenyum ceria, ketika memperkenalkan perempuan muda di sebelahnya pada sang putra.  “Halo.” Perempuan tadi mengulurkan tangan dengan senyum yang sama cerahnya. “Kenalin aku ....”  “Ma. Aku sedang sibuk.” Jovi memilih untuk menyela, sebelum perkenalan barusan selesai diucapkan. “Sudah ada pasien yang mengantri.”  “Ah, alasan.” Cindy mengibaskan tangan dengan santainya. “Mama tahu kau selalu cari alasan jika sedang ingin dijodohkan. Padahal kalau sama dua mantanmu yang lain, kau pasti mengizinkan mereka masuk ruanganmu, walau ada pasien.”  “Dua mantan?” tanya Jovi dengan sebelah alis yang terangkat.  “Manda dan Vanessa.”  “Ma.” Mendengar nama istrinya disebut, tentu saja Jovi akan menegur. “Vanessa bukan ....”  “Akan segera menjadi mantan. Kau menjanjikan Mama seperti itu.” Giliran Cindy yang menyel

  • My Bad Doctor   75. Undangan Ibu Mertua

     “Apa kita cerai saja ya?”  “Ya?” Jovi yang baru saja pulang dan masih membuka sepatu di sebelah rak sepatu langsung membulatkan mata dan menghentikan gerakannya.  “Buka saja dulu sepatumu.” Vanessa mengembuskan napas dengan berat. “Kalau sudah kita makan saja sambil bicara serius.”  Jovi pun melepas sepatunya dengan cepat. Meletakkan kunci mobil secara sembarangan dan bergegas untuk bergabung dengan sang istri.   “Sebelum kau mengatakan apa pun, aku ingin makan sedikit dulu.” Jovi segera memberi tahu, agar nanti dia tidak sakit perut.   “Makan saja.” Vanessa memberikan sepiring penuh nasi dan lauk. “Hari ini aku memasak nasi karena berpikir kita mungkin perlu tenaga ekstra.”  “Oh, aku suka dengan pemikiranmu.” Jovi mengangguk, sembari menyuap dengan lahap. Dia memang lapar.   “Tolong jangan menyimpulkan yang tidak-tidak, karena yang aku maksud

  • My Bad Doctor   74. Menjijikkan

     “Apa Mama sudah gila?” tanya Jovi dengan mata melotot.  “Sama sekali tidak,” jawab Cindy dari balik sambungan telepon.  “Aku ini sudah punya istri loh, Ma. Masa mau dikenalkan pada perempuan lain lagi?”  Apa yang dikatakan Jovi membuat mata Ezra-sang sahabat nyaris menyemburkan kopinya. Siapa pun akan terkejut mendengar hal yang baru saja dikatakan sahabatnya. Apalagi istri Jovi adalah sahabat dari istrinya.  “Istrimu itu sama sekali tidak berguna,” cibir Cindy. “Lagi pula, setelah kau menemukan perempuan yang tepat, kau pasti mau punya anak yang banyak.”  “Dengan siapa pun itu, aku tetap tidak mau,” balas Jovi yang kini menyugar rambutnya dengan sangat pelan, saking lelahnya dia berbicara dengan sang ibu. “Itu keputusanku juga, Ma. Bukan hanya keputusan Vanessa.”  “Kau pasti dihasut oleh dia.” Suara Cindy cukup keras, sampai sang putra perlu menjauhkan ponsel. Ez

  • My Bad Doctor   73. Dijodohkan

     “Ini apa?” tanya Meghan melempar setumpuk kertas pada perempuan gempal yang berdiri di depannya.  “Laporan, Bu. Juga berkas nasabah,” jawab Vanessa dengan kening berkerut. Dia sudah mengerjakan benda itu sejak pagi untuk disetor, tapi kenapa malah dikembalikan dengan kasar?  “Coba kau cek itu semua.” Meghan kembali membentak. “Menurutmu kenapa bagian reviewer mengembalikan semua hasil kerjamu? Pikirkan juga kenapa aku mengembalikan laporan mingguanmu.”  Walau tidak mengerti apa yang terjadi, Vanessa memungut kertas-kertas yang berserakan. Tidak terlalu banyak, karena sebagian besar sudah tidak perlu dicetak dan cukup dilihat pada komputer saja.  “Oh, sialan!” Vanessa berbisik sepelan mungkin, ketika dengan mudah menemukan kesalahannya. Bagian yang salah sudah dilingkari dengan spidol merah.  “Maaf, Bu. Sepertinya saya salah menulis angka.” Tentu saja Vanessa harus meminta maaf. “Untu

  • My Bad Doctor   72. Dibenci

     “Kalian berdua itu sebenarnya kenapa sih?” tanya Cindy terlihat sangat kesal. “Sebenarnya ingin punya anak atau tidak?”  Vanessa dan Jovi saling melirik satu sama lain, dengan kepala yang sedikit menunduk. Mereka berdua sama sekali tidak bisa melihat perempuan paruh baya di depan mereka dengan benar.   “Kalau ingin menunda, seharusnya bilang dari awal.” Cindy kembali menghardik  “Kami sudah sempat ....”  “Berikan alasan yang jelas.” Cindy memotong kalimat putranya dengan hardikan keras dan pelototan mata. “Memangnya kalian ada menjelaskan secara detail?”  “Maaf, Ma.” Vanessa melirik ke arah mertuanya dengan takut-takut, seraya mengangkat tangan.  “Apa?”  Vanessa tersentak mendengar suara keras sang ibu mertua. Bukannya dia bermental setipis tisu, tapi rasanya baru kali ini Vanessa melihat ibu mertuanya benar-benar marah dan itu menyeramkan. Unt

  • My Bad Doctor   71. Firasat Buruk

     “Jadi Bu Meghan menilaiku seperti itu ya?” Vanessa mengangguk pelan.   “Memang kenyataannya seperti itu, Vanessa. Itu bukan hanya sekedar penilaianku,” balas Meghan dengan sombongnya.  “Tapi lebih rendah yang mana?” Tiba-tiba saja Vanessa berdiri dan tersenyum dengan lebar. “Tidur dengan pacar sendiri, atau tidur dengan pacar orang? Leher Bu Meghan punya lebih banyak bekas merah loh waktu itu. Mau saya tunjukkan fotonya?”  “Apa maksudmu dengan itu?” Meghan memukul meja dengan wajah yang memerah karena marah dan bercampur sedikit malu.  “Semua orang di sini juga tahu faktanya, Bu.” Vanessa menantang dengan melipat tangan di depan dada. “Rocky itu awalnya pacarku yang Bu Meghan tikung entah dengan cara apa. Mungkin dengan membuka kaki di depannya.”  “Kau ....”   Meghan menunjuk perempuan gempal di depannya menggunakan jari telunjuk berkuku panjang. Bahkan kuku itu n

  • My Bad Doctor   70. Fitnah

     “Sebentar malam, kalian berdua harus bicara sama Mama dan Papa.”  Vanessa mengembuskan napas pelan, ketika mengingat apa yang dikatakan ibu mertuanya. Kejadian tadi pagi, tentu saja merupakan kejadian yang sangat memalukan sepanjang sejarah kehidupan Vanessa.  “Bagaimana bisa Mama Cindy malah menemukan karet pengaman bekas pakai Jovi?” desis Vanessa dengan suara sekecil mungkin. “Dasar dokter mesum sialan.”  “Kak Vanessa kenapa?” Putri yang baru saja berbalik, bertanya.  “Sedang banyak pikiran,” jawab Vanessa tanpa ragu.   “Apa yang membuatmu banyak pikiran?” Ardy ikut menimpali. “Apa karena pacarmu ....”  “Jaga mulutmu, Ardy.” Vanessa tentu saja akan melotot pada rekan kerja lelaki itu. “Jangan menyumpahiku dengan hal yang tidak-tidak.”  “Aku bahkan belum mengatakan apa-apa.” Ardy mengedikkan bahu, seolah tidak bersalah.  “

DMCA.com Protection Status