Share

Kebetulan

Penulis: 5Lluna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-17 18:44:43

“Bagaimana bisa ibumu datang ke rumahku, Brengsek?” Vanessa langsung memaki, begitu teleponnya tersambung.

“Maaf, tapi siapa ini?” Suara maskulin di seberang sambungan telepon bertanya.

“Ini aku Vanessa.” Perempuan bertubuh gempal yang masih berdiri di luar kantornya berdesis pelan, karena ada rekan kerja yang lewat. Dia tentu tidak ingin dipelototi rekan kerjanya.

“Jangan pura-pura melupakanku, Dokter Cabul, lanjutnya masih dalam suara pelan.

Vanessa sebenarnya ingin sekali mengikuti orang tuanya dan Cindy pergi sarapan, tapi itu tidak mungkin. Dia harus pergi bekerja, jika tidak ingin mendapat makian dari team leadernya. Kebetulan ada nasabah besar yang harus dikunjungi hari ini.

“Apa maksud kalimatmu itu?” Jovi tampak begitu terkejut.

“Kalimat yang mana yang kau maksud?” Vanessa balas bertanya.

“Tentu saja bagian yang cabul itu,” geram Jovi terdengar begitu kesal.

“Astaga! Apakah kau tuli atau bagaimana?” Bukannya memberikan klarifikasi, Vanessa malah makin ingin marah-marah. “Sebelum kalimat itu, aku menanyakan tentang ibumu yang tiba-tiba datang ke rumahku.”

“Itu tidak mungkin.” Jovi langsung menampik. “Untuk apa pula dia datang ke rumahmu?”

“Dia meminta bertemu dengan orang tuaku, dan coba tebak apa yang dia katakan?”

Ada jeda sesaat setelah Vanessa memberikan pertanyaan. Jovi tentu saja perlu waktu sepersekian detik, untuk memikirkan jawaban pertanyaan itu. Hal yang membuat sang dokter merasakan horor.

“Jangan katakan, kalau dia membicarakan pernikahan dengan orang tuamu?” tanya Jovi dengan nada tidak percaya.

“Rupanya kau masih punya otak, aku pikir kau dokter gadungan.” Vanessa tidak segan untuk memaki.

“Kau masih bisa memaki di saat seperti ini?” Entah bagaimana, Vanessa yakin Jovi tengah melotot setelah mengatakan hal barusan.

“Menurutmu?” Vanessa balik bertanya. “Bagaimana mungkin aku tidak memaki, ketika kau dan orang tuamu yang memulai semua ini?”

“Kenapa malah aku?” Jovi balas bertanya dengan nada yang sedikit lebih tinggi. “Ini kan semua bermula karena permintaan bodohmu, hanya karena takut kalah taruhan.”

“Tapi kan kau yang memberi ide untuk pura-pura.” Vanessa pun tidak mau kalah. “Lagi pula, kau juga sudah memanfaatkanku untuk memutuskan pacarmu. Aku tentu saja tidak mau rugi.”

Suasana tiba-tiba saja menjadi hening, setelah Vanessa berbicara. Tidak benar-benar hening karena ada suara geraman Jovi yang terdengar. Jelas saja lelaki itu merasa kesal, karena apa yang dikatakan Vanessa sangat masuk akal.

Sebenarnya, Jovi masih bisa membatah. Tapi itu juga tidak bisa dilakukan, karena pertemuan awal mereka jelas hanya sebuah kebetulan yang tidak masuk akal.

“Hei, Vanessa.”

Baru juga yang empunya nama ingin memaki Jovi lagi, tapi seseorang memanggil dengan nada yang cukup keras. Itu membuat Vanessa makin emosi, dan ingin memaki siapa pun yang memanggilnya barusan. Sayangnya, dia tidak bisa melakukannya.

“Apa yang kau lakukan di sana?” tanya seorang perempuan dengan pakaian rapi dan mata menyipit, memandangi Vanessa.

“Bu Meghan.” Vanessa memanggil dengan sungkan. Bukan sungkan karena menghormati perempuan itu, tapi karena malu kedapatan berteriak di telepon.

“Ngapain coba kamu seperti orang gila di depan kantor kita?” Meghan bertanya dengan nada dan ekspresi tidak suka.

“Saya sedang menelepon, Bu,” jawab Vanessa jujur, sambil memperlihatkan ponselnya. Kebetulan sambungan telepon itu masih tersambung.

Tentu saja Vanessa hanya memperlihatkan ponselnya sekejap saja. Biar bagaimana, nama yang tertulis di sana cukup memalukan.

“Semua orang juga tahu kalau kau menelepon.” Suara lain tiba-tiba saja terdengar. “Masalahnya, kau tampak seperti orang gila. Paling parah, kau melakukannya di depan kantormu.”

“Itu bukan urusanmu.” Vanessa langsung menghardik lelaki yang baru saja datang dan merangkul atasan langsungnya itu.

“Itu menjadi urusan Rocky, karena dia sekarang pacarku dan aku bekerja di tempat ini.” Meghan menunjuk gedung kantor mereka. “Lagi pula, aku ini bosmu.”

Vanessa mendengus pelan mendengar nada suara sombong itu. Padahal dua orang di depannya ini hanya tukang selingkuh saja, tapi sombongnya bukan main. Sayangnya, Vanessa tidak bisa memukul mereka karena masih butuh pekerjaan.

“Saya hanya bertengkar dengan pacar saya.” Pada akhirnya, Vanessa mengalah dengan membuat kebohongan. “Maaf kalau itu mengganggu.”

“Kau bilang apa?” tanya Rocky tampak begitu terkejut. “Kau sudah punya pacar baru?”

Sayang sekali, Vanessa enggan sekali menjawab mantan brengseknya itu. Dia lebih memilih untuk pamit masuk ke dalam kantor, karena sebentar lagi jam kantor akan dimulai dan Vanessa belum absen.

“Bagaimana bisa dia sudah punya pacar baru dengan tubuh dan sifat seperti itu.” Rocky masih mengeluh. “Dia sama sekali tidak sebanding dengan pacarku yang sekarang.”

“Kalau tidak sebanding, maka berhentilah memperhatikan dia.” Meghan menyikut perut kekasihnya dengan keras, sebelum mengikuti Vanessa masuk ke kantor.

Vanessa yang sudah duluan masuk, kini membanting tasnya ke atas meja yang dia tempati bekerja. Hal yang tentu saja membuat semua rekan kerjanya yang lain terlonjak, tapi enggan juga bertanya kenapa. Vanessa yang marah adalah berbahaya.

"Siapa lagi sih ini?" geram Vanessa ketika melihat ponselnya berkedip, lupa dengan panggilan telepon tadi.

Dengan gerakan malas, Vanessa mengambil ponselnya dan menatap pesan yang masuk. Dia bahkan sama sekali tidak peduli, ketika Meghan memelototinya dari meja kerjanya yang tepat berada di bagian ujung.

“Bu Meghan melotot padamu tuh.” Rekan kerja lelaki yang duduk di belakang Vanessa berbisik. “Dia kayaknya dendam banget deh, emang ada apa?

“Hari ini, bukankah kita akan mengunjungi rumah sakit?” Alih-alih menjawab, Vanessa malah balas bertanya.

“Ya.” Rekan kerja yang tadi mengangguk dengan sangat yakin, walau anggukan itu tidak bisa dilihat Vanessa “Katanya ada rumah sakit yang tertarik dengan program pendanaan dari bank kita. Hal yang sangat langka.”

“Rumah sakit yang mana?” tanya Vanessa lagi.

“Hospitalia. Rumah sakit umum, yang lebih terkenal dengan program kehamilannya itu.” Masih lelaki yang tadi yang berbicara.

Vanessa hanya mengangguk sebagai jawaban, tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya. Dia masih saja membaca ulang pesan yang dikirim Jovi.

[Dokter Mesum: Kita perlu bicara. Kunjungi aku di Hospitalia antara jam sembilan pagi sampai jam tiga sore. Aku akan ada di IGD]

“Kenapa bisa kebetulan seperti ini?” gumam Vanessa dengan kening berkerut.

Bab terkait

  • My Bad Doctor   Jalan Keluar

    “Ya, aku rasa kau terlalu beruntung.” Meghan segera mengangguk yakin, ketika tadi mendengar omongan Vanessa. “Kalau tidak, mana mungkin kau bisa merayu banyak lelaki.” Vanessa melirik perempuan yang baru saja berbicara itu. Tentu saja yang barusan bicara adalah bos Meghan, yang tampak kesal karena lagi-lagi Vanessa yang berhasil meyakinkan pihak rumah sakit untuk mengambil kredit pada mereka dan harus Vanessa yang mengurus. “Ucapan Bu Meghan tidak salah kok. Aku memang pandai merayu nasabah, untuk menjadi nasabah kita.” Vanessa dengan mudahnya memperbaiki kalimat atasan langsungnya itu. “Kebetulan saja, pengusaha yang butuh modal kerja itu kebanyakan lelaki. Karena itu marketing kebanyakan perempuan kan?” lanjut Vanessa dalam nada tanya dan senyum mengejek. “Bu Meghan juga perempuan kan?” Perkataan itu tentu saja membuat Meghan menjadi makin kesal saja, karena apa yang dikatakan Vanessa tidak salah. Sebagian besar yang mengambil modal kerja memang pengusaha lelaki, dan mark

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-19
  • My Bad Doctor   Menyelesaikan Masalah Tanpa Masalah

    “Apa kau janda?” tanya Jovi dengan hati-hati. “APA KAU INGIN MATI?” Suara teriakan Vanessa bukan hanya membuat Jovi terkejut, tapi juga seisi kantin. Hal yang membuat perempuan itu malu sendiri ketika tersadar, dan hanya bisa memberikan senyum canggung pada semua orang yang melihatnya. “Bisa kecilkan suaramu?” desis sang dokter yang ikut merasa malu. “Aku tidak akan berteriak, kalau mulutmu bisa dijaga,” hardik Vanessa dalam desisan pelan. “Aku kan hanya bertanya, memangnya tidak boleh?” “Bertanya boleh, tapi yang masuk akal sedikit,” balas Vanessa masih dengan suara kecil. “Aku bahkan belum pernah menikah, tapi sudah disebut janda. Apa kau mendoakan pernikahanku kelak berumur pendek?” “Sebelum aku lebih banyak bicara, bagaimana kalau kita pindah tempat saja?” tanya Jovi melirik ke sekelilingnya. “Terlalu banyak orang yang melihat kita, dan sebagian besar adalah kolegaku.” Vanessa ikut melirik ke sekelilingnya, dan benar saja. Masih ada cukup banyak orang yang menatap ke ara

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-20
  • My Bad Doctor   Batal Nikah

    “Mama barusan bilang apa?” tanya Vanessa dengan mata melotot. “Kami sudah setuju dengan pernikahannya, dan katanya kita juga tidak perlu keluar uang untuk barang hantaran. Katanya pestanya akan sederhana saja, dan kita juga dikasih uang.” Vanessa makin melotot mendengar apa yang dikatakan mamanya itu. Hal yang sebenarnya sudah bisa ditebak, kecuali bagian yang paling terakhir. Sungguh, Vanessa tidak pernah berpikir orang tuanya akan meminta uang. “Kalian yang minta kan?” tanya Vanessa makin melotot saja. “Mama ngaku saja, pasti Bapak yang minta uang kan? Terus Mama setuju begitu saja kan?” “Mereka kan gak mau pesta besar, jadi harus ada kompensasi buat kita dong. Lagian tidak banyak kok, hanya lima juta saja. Mereka sepertinya tidak terlalu kaya, tapi cukuplah untuk biaya listrik, air dan wifi.” Mata Vanessa melotot mendengar nominal yang disebutkan ibunya. Itu adalah jumlah yang sangat besar bagi Vanessa, apalagi bagi keluarga Jovi bukan? Memang Jovi terlihat seperti

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-24
  • My Bad Doctor   Tamu di Malam Pertama

    “Aku sama sekali tidak tahu kalau seleramu sudah berubah drastis.” Seorang perempuan muda, mendekat ke meja yang ditempati Jovi dan Vanessa. “Vanessa kenalkan.” Alih-alih membalas perempuan di depannya, Jovi memilih untuk memperkenalkan istrinya. “Ini adalah sepupuku dari pihak papa. Sekedar informasi, aku punya sangat banyak sepupu.” “Aku lihat istrimu juga punya banyak saudara,” tambah sepupu Jovi dengan wajah mencibir. “Halo salam kenal.” Vanessa mengulurkan tangan dengan baik hati. “Aku Vanessa.” Bukannya mendapat balasan, tangan Vanessa malah tidak disambut sama sekali. Hal yang membuat mempelai wanita itu, memilih untuk menarik tangannya lagi. “Setelah perempuan emo, sekarang perempuan gendut yang jelek?” Jovi dan Vanessa serentak mendelik ke arah si sepupu perempuan tadi. Hal yang jelas membuat sepupu Jovi itu tertawa cukup keras, sampai beberapa orang sampai berbalik menatap mereka. “Aku tidak tahu apa yang salah denganmu, tapi kenapa pilihanmu selalu jelek?” “Dengar.

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-28
  • My Bad Doctor   11. Tidak Bisa Menikah

    “Halo, maaf kalau aku mungkin mengganggu.” Sang tamu menyapa dengan ramah. “Mungkin?” tanya Jovi dengan kedua alis yang terangkat. “Kau masih mengatakan mungkin, ketika mengganggu malam pertama pengantin baru?” “Sekali lagi, maaf.” Kali ini si tamu sedikit menunduk. “Lagi pula, ini belum cukup malam untuk memulai kan?” “Jovi sudah.” Sebelum suaminya mengatakan sesuatu, Vanessa segera menghentikan. “Tidak usah semarah itu, dia ini kakakku.” “Kakak katamu?” tanya Jovi makin melotot saja. “Perkenalkan namaku Benigno, panggil saja Ben. Salah satu kakaknya Vanessa.” Yang empunya nama mengulurkan tangan dengan ekspresi ramah. “Panggil saja Jovi.” Mau tidak mau, sang dokter ikut mengulurkan tangan. Dia tidak mungkin kurang ajar pada kakak ipar kan? “Kak Ben kok baru datang sekarang?” Vanessa bertanya dengan senyum lebar yang terlihat tulus. “Padahal acara sudah selesai.” “Maaf.” Ben meringis pelan. “Pesawatnya delay, dan jalanan macet. Mungkin terdengar seperti alasan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-01
  • My Bad Doctor   12. Proyek Gagal

    “Ke mana saja kau tiba-tiba cuti?” Vanessa menoleh menatap atasan langsungnya dengan ekspresi lesu. Padahal dia hanya cuti sehari saja untuk menikah kilat, tapi coba lihat reaksi Meghan itu? Seolah Vanessa cuti mendadak selama sebulan saja. “Saya ada urusan keluarga, Bu.” Vanessa menjawab seadanya saja. “Kebetulan tiba-tiba juga.” “Urusan keluarga apa yang bisa tiba-tiba?” tanya Meghan dengan mata menyipit. “Kau tidak sedang mengada-ada kan?” “Ya banyaklah, Bu. Misalnya orang tua sakit, ada keluarga yang meninggal, ada nikahan tiba-tiba. Yang namanya urusan keluarga ya banyak.” Meghan melotot mendengar pernyataan blak-blakan Vanessa barusan. Bahkan bisa dibilang, perempuan gempal itu menyumpahi ada keluarganya yang meninggal. “Yang jelas, tidak mungkin kau yang menikah,” gumam Meghan, sebelum beranjak ke tempat duduknya. Vanessa hanya bisa mengedikkan bahu, kemudian dia pergi duduk di tempatnya. Inginnya sih mengatakan kalau sekarang dia sudah jadi istri orang, tap

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-02
  • My Bad Doctor   13. Perlakuan Tidak Adil

    “Loh, tidak bisa begitu dong Bu Meghan.” Vanessa langsung protes, sampai berdiri dari kursinya. “Dari awal kan aku yang mengurusi Hospitalia, bahkan aku juga yang meyakinkan mereka untuk mengambil kredit di kita.” “Tapi kau cuti, ketika mereka sedang buru-buru. Memangnya aku bisa apa kalau begitu?” tanya Meghan dengan kedua alis yang menjungkit naik. Vanessa menggeram kesal mendengar apa yang dikatakan oleh atasan langsungnya itu. Hal yang sebenarnya cukup masuk akal, dan membuat Vanessa tidak bisa banyak membalas. Tapi tetap saja hal itu membuatnya sakit hati. “Nah, sekarang duduklah dengan tenang dan mulailah mencari nasabah baru,” ucap Meghan dengan senyum lebar. Setelah yakin Vanessa sudah duduk dengan baik, dan tidak menatapnya. Barulah Meghan mengetik cepat di ponselnya, sambil melirik Vanessa. [Marketing 1: Ambil alih berkas kredit rumah sakit itu dari Vanessa sekarang juga.] *** “Kenapa kau ada di sini?” Jovi mendongak mendengar suara yang dikenali itu, hanya untuk mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-03
  • My Bad Doctor   14. Sugar Daddy

    “Vanessa, ada yang mencarimu di bawah.” Seseorang berteriak. “Hah? Siapa?” Vanessa yang baru saja ingin duduk, mengerutkan kening. “Gak tahu, tapi orangnya bapak-bapak. Tipikal om-om ganteng yang bisa jadi sugar dady gitu.” “Hei, bisakah kau mengatakannya dengan lebih baik?” Vanessa jelas saja akan menegur, karena apa yang dikatakan temannya bisa menggiring opini negatif. “Maaf, soalnya dia tampan. Aku jadi ingin mendekatinya.” Bukannya menyesal, rekan kerjanya itu malah tertawa mesum. Vanessa hanya bisa menghela napas lelah. Padahal masalahnya tentang pekerjaan belum selesai, kini datang lagi masalah lain. Untung saja Vanessa mengingat kalau dia ada janji dengan ayah mertuanya. “Aku akan pergi makan siang di luar. Apa ada yang mau menitip?” tanya Vanessa dengan baik hati. “Titip salam saja untuk papa gulamu,” sahut Meghan dengan senyum mencemooh. “Mungkin aku bisa kecipratan dapat tas mahal.” “Bermimpilah setinggi langit,” desis Vanessa tentu hanya berani dalam suara kecil,

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04

Bab terbaru

  • My Bad Doctor   121. Kecelakaan

    Kaki Vanessa tidak berhenti bergerak di bawah meja. Saking cepatnya gerakan kakinya yang mengetuk lantai, meja itu sampai bergetar. Tentu saja, Vanessa bahkan tidak menyadari hal itu. "Kenapa mejanya bergetar ya?" Seseorang bertanya. "Mungkin ada seseorang yang sudah tidak sabar ingin pulang." Seseorang yang lain melemparkan candaan dan membuat semua orang tertawa. Tentu saja Cindy dan Vanessa juga ikut tertawa pelan, tapi mereka berdua tahu siapa pelakunya. Hal yang membuat Cindy memegang kaki sang menantu dengan cukup keras. "Sayang, yang sabar sedikit ya." Cindy berbisik pelan. "Kita tunggu papamu mengatakan bagiannya dan kita bisa turun ke bawah." "Aku sedang mencoba, Ma." Mau tidak mau, Vanessa harus mengangguk. "Tapi ini tidak akan berlangsung lama kan?" "Kalau kau begitu merindukan Jovi, kirim saja pesan padanya. Minta dia yang datang menjemputmu." Cindy mengatakan itu, sembari mengedipkan sebelah mata untuk me

  • My Bad Doctor   120. Perasaan Aneh

    "Bukankah kita seharusnya tidak datang ke rumah sakit?" tanya Vanessa dengan kedua alis terangkat. "Kata Mama kita akan pergi ke perkumpulan?" "Benar." Cindy mengangguk dengan tenang. "Perkumpulan para istri dokter. Sejenis perkumpulan rutin yang kami lakukan, setelah rapat umum pemegang saham." "Rapat umum pemegang saham?" Vanessa masih bertanya dengan kedua alis terangkat. "Apakah maksudnya Mama juga akan ikut rapat?" "Tidak." Cindy kini menggeleng. "Yang ikut hanya papamu dan Jovi saja. Aku rasa sudah waktunya Jovi diperkenalkan dengan lebih intens pada semua orang, tentu saja bersama dengan dirimu yang mungkin akan mewarisi itu semua." Kini bukan hanya kedua alis Vanessa yang terangkat, tapi juga mulutnya terbuka. Dia tentu tidak akan menyangka kalau hari liburnya akan diisi dengan hal yang sangat bermanfaat, seperti yang dikatakan ibu mertuanya. "Tapi, Ma." Setelah cukup menenangkan diri, Vanessa langsung protes. "Aku dan J

  • My Bad Doctor   119. Hadiah

    "Mbak, Vanessa ada kiriman." "Hah? Kiriman apa pak? Perasaan saya tidak beli barang." tanya Vanessa pada petugas keamanan yang menghentikan langkahnya. "Ini, Bu." Si satpam mengeluarkan sebuket kecil bunga mawar merah. "Baru saja diantarkan sebelum Bu Vanessa datang. Kedua mata Vanessa berkedip cepat, sesaat sebelum menerima buket bunga itu. Memang buketnya tidak besar, tapi tetap saja sangat mencolok. Apalagi benda itu dikirimkan ke kantornya. "Cieh, yang dapat kiriman buket dari suami tercinta." Putri yang baru datang, langsung mengganggu seniornya. "Bisa tidak usah berisik?" desis Vanessa sudah mulai merasa malu. "Kenapa harus malu, Kak?" Putri makin terkekeh. "Toh, itu dari suami sendiri kan?" "Aku juga tidak tahu." Vanessa menggeleng, sembari memeriksa apakah ada kartu ucapan di sana dan ternyata memang ada. "Aku harap, harimu penuh dengan kebahagiaan. From Jovi." Vanessa membaca pesan itu dengan kening berkerut. "Ini sungguh dari Jovi? Tapi tadi dia tidak mengata

  • My Bad Doctor   118. Warisan

    "Mama pasti salah ngomong kan?" tanya Vanessa dengan tawa yang terdengar sedikit bergetar karena gugup. "Aku tidak mungkin bekerja di rumah sakit." "Sebenarnya Papa ingin kau saja yang menggantikan papa nantinya." Danapati malah menambahkan kalimat yang membuat Vanessa makin sakit kepala. "Tapi itu tentu saja butuh banyak waktu dan kau harus belajar lagi dari awal. Mengurus rumah sakit, tentu berbeda dengan perbankan," lanjut lelaki paruh baya itu, secara tidak langsung mengiyakan ucapan sang istri. Sungguh, Vanessa tercengang mendengar apa yang dikatakan oleh mertuanya. Dia sama sekali tidak pernah menyangka kalau dirinya akan diminta untuk bekerja di perusahaan keluarga, apalagi sebuah rumah sakit. "Tapi bukankah Mama tidak suka denganku?" Vanessa bertanya dengan refleks. "Lalu kenapa tiba-tiba mengusulkan pindah ke rumah sakit?" "Ah, soal itu...." Cindy jadi meringis mendengar pertanyaan sang menantu. "Mama melakukan kesalaha

  • My Bad Doctor   117. Pekerjaan Baru

    "Apa yang kau lakukan di sini?" Vanessa mengerutkan kening, ketika dia ada di lantai satu gedung kantornya dan melihat Jovi duduk di salah satu kursi sembari bermain ponsel. "Menjemputmu tentu saja." Jovi dengan cepat mengantongi ponselnya. "Kita akan pulang ke rumah Mama kan?" "Kita?" Vanessa menaikkan sebelah alis, tapi langsung memperbaiki ekspresinya. Walau sudah melewati jam kerja, tapi Vanessa masih di kantor dan ada cukup banyak orang yang lembur. Dia tidak mungkin memarahi Jovi yang datang tanpa izin di depan umum kan? Alhasil, Vanessa memilih untuk menyeret suaminya itu keluar dari kantor. Akan jauh lebih aman untuk berbicara berdua di dalam mobil. "Kenapa kau bisa datang ke sini?" Vanessa mengulangi pertanyaannya, setelah berhasil duduk tenang di dalam mobil sang suami. "Aku tadi sudah menjawab, tapi aku tidak keberatan mengulang. Aku datang untuk menjemputmu, karena kita akan menginap di rumah orang tuaku,"

  • My Bad Doctor   116. Ide untuk Vanessa

    "Maaf, Vanessanya ada?" Cindy bertanya pada petugas keamanan yang berjaga di gedung perkantoran yang dia datangi. "Sepertinya tadi sedang keluar sih, tapi coba saya pastikan ulang ya. Ibu boleh duduk dulu." Si petugas keamanan, menuntun Cindy ke tempat yang dimaksud. Ini bukan kali pertama perempuan paruh baya itu berkunjung, tapi Cindy menatap sekitarnya seolah itu yang pertama. Pemandangan bank juga bukan sesuatu yang asing baginya, tapi kali ini Cindy ingin merekam sekitarnya dengan lebih baik. "Ternyata tempat kerja Vanessa tidak terlalu besar ya," gumam Cindy setelah cukup puas melihat. "Apa karena ini hanya kantor cabang pembantu?" "Permisi, Bu." Baru juga Cindy selesai mengoceh sendiri, satpam sudah datang menghampirinya lagi. "Bu Vanessa benar sedang keluar mengunjungi nasabah, apa perlu bantuan?" "Tidak, Pak. Saya menunggu saja di sini, mumpung jam makan siang sudah dekat. Saya cuma mau mengajak mantu saya makan siang."

  • My Bad Doctor   115. Mulai Suka

    "Loh, Jovi? Tumben datang malam-malam begini?" Cindy mengerutkan kening, ketika dia melihat sang putra berjalan dengan gontai. "Malam, Ma," gumam Jovi tanpa menatap ibunya dan terus saja berjalan. Cindy yang sudah menggunakan piyama, makin mengerutkan kening. Padahal tadi dia sudah bersiap untuk tidur, tapi batal karena bisa mendengar suara mobil putranya. Tapi coba lihat sekarang, Jovi bahkan tidak peduli padanya. "Kau itu kenapa sih?" tanya Cindy setelah berhasil mengejar sang putra yang baru mau masuk ke kamar. "Kau habis minum?" "Hanya sedikit saja," jawab Jovi dengan jujur dan senyum lebar. "Aku masih belum mabuk karena tadi bisa menyetir sendiri." "Tapi jelas otakmu sudah tidak pada tempatnya." Cindy hanya bisa geleng-geleng kepala dan kini memilih untuk membantu sang putra sampai ke atas ranjang. "Apa ada masalah di rumah sakit?" "Masalah di rumah sakit?" Bukannya menjawab, Jovi malah bertanya. "Tidak terlalu b

  • My Bad Doctor   114. Tidak Ada Kesempatan

    "Aku tidak terlambat kan?" Jovi langsung bertanya, ketika dia sudah sampai di tempat janjian. Lebih tepatnya, saat sudah berada di depan sang istri. "Terlambat," balas Vanessa yang melihat jam tangannya. "Kau terlambat dua menit." "Maaf untuk itu." Jovi meringis pelan. Sesungguhnya, Jovi ingin protes. Dua menit jelas bukan waktu menunggu yang membuatnya harus sampai dicap terlambat, tapi untuk kali ini sang dokter memilih untuk meminta maaf saja. Jauh lebih aman. "Aku tadi dapat pasien di menit-menit terakhir." Sang dokter mencoba untuk menjelaskan. "Padahal aku sudah meminta untuk tidak menerima pasien tiga puluh menit terakhir, agar aku bisa menyelesaikan catatanku dan tidak terlambat datang." "Jujur saja, aku tidak terlalu percaya." Vanessa mengedikkan bahu dengan santai. "Tapi untuk mempersingkat waktu, anggap saja begitu." "Mau pesan makanan dulu?" tanya Jovi masih meringis. "Aku sedikit lapar, karena tadi tidak

  • My Bad Doctor   113. Penyelesaian

    "Bagaimana kau bisa gagal?" "Aku juga tidak tahu, Gery." Manda ikut terlihat kesal pada lelaki di depannya. "Semuanya sudah berjalan baik, tapi tiba-tiba saja Jovi dan temannya datang. Untung aku cepat melarikan diri, selagi mereka semua berkelahi." "Bodoh." Lelaki yang dipanggil Gery, tak segan memaki. Dia bahkan menjambak rambut Manda. "Seharusnya tidak ada kesalahan seperti ini, Manda. Kau tahu kalau aku tidak suka dengan yang namanya kegagalan, apalagi kegagalan karena kau bodoh." Gery melempar tubuh Manda ke atas sofa buntut dengan kasar. Hal yang tentu saja membuat Manda sedikit menjerit, tapi tidak dengan ekspresi takut atau sedih. Dia malah terlihat senang dengan perlakuan lelaki itu. "Apakah aku harus gagal terus agar kau memperlakukanku dengan sedikit kasar?" tanya Manda masih tersenyum. "Rasanya sudah lama juga kita tidak bermain seperti ini." "Kau memang gila." Gery tidak segan untuk mencibir. "Tapi kalau kau menging

DMCA.com Protection Status