Saat pagi menyapa, Alan dan Azzura yang bangun dari tidur mereka terlihat saling memandang dalam diam. Satu detik ... dua detik ... tiga detik berlalu hingga akhirnya keduanya tersadar dan....
"Aaaaaaaaaaa ...." Alan dan Azzura satu sama lain menjerit. Alan menjerit karena terkejut melihat wanita tak dikenal berada di ranjang bersamanya, sementara Azzura menjerit sebab ia terkejut mendengar teriakan Alan."Apa-apaan ini?!!" Alan terbelalak saat ia bersitatap dengan Azzura, dan kepalanya tidak menemukan ingatan visual mengenai permainan penuh gairah bersama Azzura tadi malam.Melihat Alan terkejut, Azzura refleks bangkit dari tidurnya sambil menarik selimut yang menutupi tubuhnya. Karena selimut yang ditarik sang fashion desainer terlalu banyak kearahnya, itu membuat bagian intim Alan terlihat jelas, dan membuat mereka satu sama lain kaget.Saking kagetnya, Azzura sampai menyembunyikan wajahnya di balik selimut. Lalu ia mengutip pakaiannya di lantai, berlari ke kamar mandi dan mengurung diri di sana. Di sisi lain, Alan yang berada di kamar, mengambil bantal untuk menutupi area intimnya yang berharga."Hey! Apa kau kira kau bisa lolos begitu saja?" Alan turun dari ranjangnya, dan berlari mengejar Azzura. "Buka pintunyaaaaa!!!" teriak Alan sambil mengetuk pintu kamar mandi dengan kuat dan tanpa henti. Namun Azzura hanya diam."Apa kau tuli?!" bentak Alan. Ia marah, sementara di kamar mandi Azzura gugup. "Cepat buka pintunya! Apa yang kau lakukan—""Tidak tahu! Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi kepada kita." Azzura memotong bicara Alan cepat. Wanita ini sangat bingung mengapa Alan sama sekali tidak bisa mengingat kejadian semalam, sedangkan ia bisa.Untungnya, dewa fortuna masih berpihak kepada Azzura. Buktinya, Alan yang berdiri di luar kamar mandi dan berhasil mengenakan pakaiannya, kini menemukan ingatan visual soal minum wine bersama, berbagi kamar tidur dan ranjang, dan pergulatan panas mereka."Astaga! Jadi, tadi malam, aku dan Azzura benar-benar melakukannya." Alan memijat pelipisnya. "Azzura, tolong keluarlah. Kita berdua harus bicara," ujarnya sambil menempelkan telinga pada pintu kamar mandi.Mendengar Alan bicara kepadanya dengan lembut, Azzura pun keluar kamar mandi. Setibanya ia di luar, Alan menarik tangannya kemudian menghempaskan tubuhnya di kasur dengan cepat."Kena kau wanita penggoda!" hardik Alan. "Jadi, ini rencanamu? Kau sengaja minum wine bersamaku agar bisa bercinta denganku. Iya kan?" Alan menatap Azzura nyalang.PLAK!!Azzura menampar Alan kuat karena tuduhan tidak berdasar yang ia layangkan kepadanya. Melalui tamparan itu berarti Azzura membatah keras segala tuduhan tidak masuk akal itu meski pun ia menikmati pergulatan panas antara dirinya dan Alan."Tuan Alan yang terhormat, tolong dengarkan aku baik-baik!" ujar Azzura tegas dan dingin sembari matanya menatap Alan tajam, yang meringis menahan sakit dan panas di wajahnya."Pertama, aku bisa mengingat semua yang terjadi dengan sangat baik meski aku minum wine. Pagi ini, saat aku bangun, aku ingat bagaimana aku bisa datang kemari dan bertemu denganmu," jelas Azzura dengan raut wajah marah."Kedua, aku bersedia minum wine bersamamu, itu karena aku sangat menyukai wine. Di rumahku di Beijing, aku punya lemari penyimpanan dengan berbagai jenis wine dari berbagai kilang anggur. Jadi, aku minum wine bersamamu bukan karena aku ingin bercinta denganmu," imbuh Azzura. Lalu ia mencoba melepaskan diri dari jerat badan kekar Alan."Maafkan aku...." Alan duduk di tepi kasur dengan raut wajah bersalah karena sudah menuduh Azzura yang bukan-bukan."It's okay," balas perancang busana 24 tahun ini singkat sambil tersenyum canggung. Lalu ia beringsut ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap-siap untuk bekerja. Sementara itu, Alan menunggu gilirannya dengan duduk di tepi ranjang.***Sore harinya, sepulang bekerja, Alan dan Azzura terlihat sedang duduk bersebelahan di sofa di ruang tamu guna mengusir penat usai bekerja seharian. Pada waktu ini, Derick sebagai pemilik villa Garvi House datang untuk bertemu dengan Azzura dan Alan untuk menyelesaikan kekacauan yang terjadi di Garvi House.Melihat kedatangan Derick, Azzura yang awalnya diam dan duduk santai langsung berdiri cepat dengan dua tangan di pinggang. "Tuan Derick, kebetulan Anda di sini, jadi, saya ingin Anda tahu kalau saya hampir tidur di lantai semalam!" tukas Azzura ketus sembari memasang wajah kesal saat menatap Derick."Itu akan menjadi malam yang sangat buruk kalau sampai terjadi, Nona Azzura," balas Derick dengan raut wajah tanpa merasa bersalah dan menyesal setelah membuat Azzura terpaksa berbagi villa dengan pria asing."Sebenarnya, ada kesalahan dalam administrasi pesanan sewa villa akibat adanya dua orang yang berbeda yang menangani," ungkap Derick akhirnya."Istriku mengurus daftar pesanan sewa Garvi House. Selama ini dia melakukannya dengan baik. Bahkan, sekali pun dia tidak pernah keliru. Tapi, pacarku mengurus daftar pesanan sewa Harvi House. Dia memang kurang pintar. Dia keliru antara Garvi House dan Harvi House. Sehingga terjadilah kekacauan ini," bebernya.Sontak Azzura dan Alan pusing, kala mendengar perjelasan Derick itu. "Apa pun alasannya, yang terpenting sekarang adalah apa yang harus kita lakukan?" tanya Alan dengan harapan bahwa Derick telah menyiapkan solusi terbaik atas kekacauan yang ia buat."Mungkin kalian harus berbagi kamar dan ranjang," jawab Derick santai. Bahkan sambil tersenyum."WHAAAAATT?!!" Alan dan Azzura kontan menjerit serentak dengan wajah terkejut dan mata terbuka lebar."Akan saya beri diskon, Nona Azzura," balas Derick."Saya tidak ingin diskon. Saya menginginkan villa saya!" bentak Azzura. "Dan apa Anda bilang tadi, berbagi villa dengannya? Oh itu mimpi buruk," cicit Azzura. Ia lalu mengalihkan pandangannya ke luar jendela dengan raut wajah marah dan frustrasi."Atau mungkin inilah takdir," balas Derick sembari tersenyum tanpa dosa. "Seperti yang telah Saya katakan di situs dan aplikasi pemesanan sewa Garvi House bahwa cinta selalu menemukan jalan.""Omong kosong!" jawab Azzura ketus. "Apa Anda benar-benar tidak bisa mengusahakan sesuatu?" Azzura menatap Derick dengan wajah mengernyit.Derick pun menggeleng. "Percayalah Nona Azzura, semua selalu berjalan lancar di Shanghai dan Garvi House. Anda jangan khawatir." Derick tersenyum miring kepada Azzura lalu berjalan melewatinya, dan pergi ke arah pintu keluar."Jangan lupa beri saya rating bintang lima di situs Garvi House," pinta Derick. "Selamat bersenang-senang," imbuhnya sambil melambaikan tangan. Kemudian ia pergi meninggalkan Azzura dan Alan.Setelah Derick pergi, Azzura duduk di sofa dengan lemas dan wajah murung. Melihat itu, Alan lantas berjalan mendekatinya. "Hey, bersemangatlah! Aku tidak keberatan kita berbagi villa," ungkap Alan.Mendengar itu, Azzura kontan mengangkat wajah cantiknya, menatap Alan dengan mata berseri-seri sambil bibirnya tersenyum. "Kau tidak masalah kalau tinggal bersama orang yang belum 24 jam kau temui?" tanya Azzura. Yang ditanya diam tapi mengangguk sambil mengulas senyumnya yang memesona.Namun kemudian, Alan menjelaskan. "Aku akan sering berada di luar karena pekerjaan. Dan kalau kita beruntung, kita tidak akan saling bertemu atau setidaknya jarang bertemu," jelas Alan. Lalu ia bangkit dari duduknya.Malam hari, Alan yang bekerja sebagai pemandu wisata mendapat telepon dari temannya yakni Sage, yang menyelidiki kematian mendiang kekasihnya. Usai menerima telepon tersebut, Alan bergegas pergi ke suatu kafe dan resto untuk bertemu Sage, untuk membicarakan tentang siapa dalang dibalik kematian sang kekasih."Hey...." Alan menyapa Sage yang telah duduk dan menunggunya di sebuah meja persegi dengan dua buah kursi yang saling berhadapan di lantai dua Arion Cafe and Resto."Hey, Lan...." balas Sage pada Alan yang duduk di depannya. "Maaf kalau aku menganggu waktu santaimu," kata pria ini dengan wajah bersalah.Dengan cepat Alan menggeleng. "Bagaimana, Ge? Ada kabar baru apa?" tanya Alan cepat."Hhh ...." Sage mendengus lemas. "Lan ... setelah sekian lama, akhirnya kita mendapat informasi dari kantor, bahwa sebenarnya Odette tewas karena jantung, hati, dan matanya dicabut," ungkap Sage, yang seketika membuat suasana menjadi tegang. Bahkan, Alan pun terbelalak dan terkejut setengah mati, k
Pagi esok harinya, ketika Alan dan Azzura sedang duduk berhadapan di meja makan sambil sarapan, Azzura tiba-tiba saja berdesis—menahan nyeri yang teramat dan menjalar di dadanya. "Aawwhh...." Azzura meringis sambil satu tangannya memegang dada kirinya."Astaga. Azzura, ada apa?" Dengan wajah panik, Alan bertanya pada Azzura. Lalu ia berdiri, dan duduk ke samping wanita tersebut.Pertanyaan Alan itu hanya dijawab Azzura dengan rintihan kecil, kala ia menahan dadanya yang berdenyut sakit tanpa sebab dan sangat mendadak. "Apa kau sakit? Di mana yang sakit, Azzura?" Alan menatap wajah Azzura yang pucat dan berkeringat dingin, dengan sorot matanya yang penuh dengan kekhawatiran.Alih-alih menjawab rasa khawatir Alan, wanita yang kerap disapa Zura ini justru mencengkeram tangan Alan sembari mengatur napasnya guna menetralisir rasa sakit yang teramat di dadanya, "Dadaku ... sakit," ungkap Azzura akhirnya dengan suara lemah. Namun kemudian, Azzura yang saat itu sedang tak memakai kacamata
Di rumah sakit, Azzura ditemani oleh Alan bertemu dengan seorang dokter ahli jantung pria yang menangani penyakit jantung Azzura selama ini, sekaligus juga dokter yang mengoperasi jantungnya satu bulan lalu."Zura, jantungmu baik-baik saja," ucap sang dokter sambil meletakkan stetoskop di dada Azzura yang duduk di atas ranjang pasien. Mendengar itu, sontak saja Azzura mengulas senyum tipis, sementara Alan tersenyum lega. Ya ... Azzura tampak tak percaya kala mendengar pernyataan sang dokter bahwa jantungnya baik-baik saja. Mengapa tidak? Karena ia sudah tiga kali merasakan sakit di jantungnya, dan secara tiba-tiba hingga beberapa menit. "Kalau kau masih tidak percaya, kau bisa mendengar suara jantungmu yang baru." Dokter pria bertubuh gempal yang tidak begitu tinggi tersebut memasangkan stetoskop miliknya di telinga Azzura. "Dug ... dug ... dug ...." detak jantung baru Azzura terdengar sangat normal. Azzura pun tersenyum lebar dan wajahnya tampak senang, kala mendengar suara jantun
"Nona Azzura ... ayo bangun. Apa malam ini Nona akan menginap di sini?" Asisten Azzura, Alexa, menepuk tangan Azzura pelan. Ia mencoba membangunkan Azzura yang masih tertidur pulas di kursi kerjanya sementara hari sudah gelap."Haaahh ...." suara nafas Azzura setelah mendegar suara Alexa yang begitu familiar berdengung di telinganya, kala membangunkannya. Nafas Azzura terdengar pendek dengan mata terbelalak dan wajahnya yang terkejut."Ada apa, Nona? Apa Nona mimpi buruk lagi?" cerca Alexa panik.Azzura pun mengangguk sambil melihat perutnya yang rata. "Aku bermimpi aku hamil, Alexa," ungkapnya. Ia lalu menatap Alexa di sampingnya dengan wajah cemas. Namun hal berbeda justru ditunjukkan oleh Alexa. Ia tampak tersenyum dan kemudian menjelaskan: "Nona, konon katanya mimpi hamil menandakan bahwa si pemimpi akan mendapatkan sesuatu yang diinginkan."Mendengar itu, Azzura lantas mengernyit sembari menatap Alexa tak percaya. "Benarkah?" t
"Azzura ... jika kau ingin tahu siapa pemilik jantung, hati dan mata barumu, pergilah ke Rumah Sakit Venus," ungkap seorang anonim melalui pesan singkat yang ia kirim kepada Azzura. Kontan Azzura terbelalak saat membaca isi pesan si anonim di ponselnya pagi itu. "Aku harus ke rumah sakit ini sekarang juga," kata Azzura dengan bergumam. Ia lalu bergegas kembali masuk ke kamar tidur, dan pergi mandi tanpa menutup pintu ke arah balkon.Saat Azzura mandi, satu per satu kucing liar yang kelaparan dan setiap harinya selalu berada di sekitar Garvi House, naik ke atas balkon dan masuk ke kamar tidur Azzura dan Alan dengan harapan mereka akan mendapat makanan. Namun, bukan makanan yang didapat, tetapi Alan yang tengah tertidur pulas di kasur. Alhasil, kucing-kucing liar tersebut naik ke atas kasur, kemudian mengerubungi Alan dan menjilati wajah, kaki, dan tangannya. Alan yang tengah tertidur tetapi merasa tubuhnya dijilati lantas membuka matanya perlaha
Sekian detik setelah pemuda yang tak diketahui identitasnya itu pergi, Azzura yang masih terlihat kaget seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, kembali ke villa.Sesampainya di Villa, Azzura yang sedang duduk di sofa sambil memijat pelipisnya pelan, tiba-tiba teringat dengan pakaiannya di tempat laundry. Karena itu, wanita ini akhirnya menghubungi staf laundry. "Apa katamu?" Dengan dahi yang berkerut, Azzura bangkit dari duduknya cepat. "Kau memberikan pakaianku ke anak yatim? Kenapa kau berikan pada mereka?!" tanya Azzura kepada staf laundry, kesal."Ya, Nona. Katanya kau dimasukkan di rumah sakit jiwa di Beijing. Teman sekamarmu yang bilang kepadaku pagi ini. Katanya kau ingin pakaianmu disumbangkan ke panti asuhan," beber si staf laundry."Dia memang sangat spesifik soal itu. Baiklah, aku mengerti sekarang. Terima kasih," balas Azzura pada pria tersebut. Lalu, ia dengan wajahnya yang marah menutup teleponnya. "Baiklah, Alan. Ru
Azzura tampak terbelalak kala mendengar sebuah suara menyuruhnya pergi dari Garvi House. Namun, yang membuat Azzura kian terkejut adalah saat listrik tiba-tiba dan ia tak melihat wujud dari suara tersebut."Sepertinya aku hanya berhalusinasi," kata Azzura ragu-ragu. Ia kemudian mencoba menyalakan senter pada ponselnya. Akan tetapi, belum sempet senter di ponselnya menyala, tiba-tiba saja.... "Siapa bilang kau sedang berhalusinasi?" celetuk sebuah suara dalam kegelapan yang berkata pelan tetapi juga dingin dan tegas. Ini suara yang sama dengan suara yang menyuruh Azzura meninggalkan villa. Suara mematikan di tengah kegelapan itu berhasil membuat ponsel Azzura terjatuh dari tangannya. Setelah itu, ia menoleh ke arah sumber suara di belakangnya.Dan, betapa kagetnya Azzura tatkala melihat Alan sedang berdiri di ambang pintu masuk villa dengan senter ponselnya yang menyala di depan wajahnya. "A ... Alan?" ucap Azzura terbata-bata. "Ke ... napa kau hanya berdiri di sana?" tanya sang pera
"Hhhhhhh ...." Wanita misterius tersebut menghela nafas panjangnya yang terasa berat. Ia kemudian berbalik menghadap ke arah Danau Dishui yang sangat tenang dan menenangkan jiwa-jiwa yang memandangnya."Nurani memang sangat menyebalkan," kata Rubi. Ya ... nama wanita misterius tersebut adalah Rubi."Lalu apa yang berubah?" Dengan rasa penasaran yang kian membara di dalam dirinya, Azzura melangkah maju mendekati Rubi diikuti dengan Alexa dan Tommy di belakangnya. Kini, mereka berdiri tepat di sisi kanan dan kiri Rubi."Mereka membakar rumahku, dengan ayah, ibu dan adik bungsuku di dalamnya. Karena itu, aku dan laki-laki keduaku terpaksa menjalani hidup baru. Kami meninggalkan pekerjaan yang kami cintai dan tinggal di tempat kumuh," beber Rubi dengan suara gemetar, seperti sedang menahan tangis. "Ya ... pemuda yang kau temui di Rumah Sakit Venus kemarin pagi adalah, adik keduaku," jelasnya. Azzura kontan terkejut usai mendengar panuturan Rubi saat
Suasana yang tenang seolah mendukung hasrat Alan pada Azzura saat itu. Alan benar-benar terangsang, iblis dalam dirinya seolah tidak memikirkan fakta bahwa kini Azzura adalah seorang pasien. "Mmhhhh ...." desahan kecil keluar dari mulut sang fashion desainer saat Alan meremas gunung kembarnya yang berpakaian dengan gerakan sensual. "Alan... I'm so wet. Do you want to taste me?" ucap Azzura saat ia menarik bibirnya dari Alan sementara dada bulat dan padatnya bergerak naik dan turun dengan cepat. Ia terengah-engah. Mendengar itu, Alan lantas menyeringai, matanya menyala tanda bahwa ia semakin terbakar gairah dan juga bersemangat. "Tentu saja, Azzura. Besides the heart, your pussy is mine," jawab Alan, berbisik di depan wajah sang kekasih. "Sayang...." Alan dengan jarinya membelai wajah Azzura hingga ke bibirnya. "Kau tahu, menjilati vaginamu adalah favoritku. Aku akan menjilatinya sampai kau cum, atau memohon kepadaku atau menyemprotkan jusmu ke wajahku. Bahkan, setelah kau orgasme,
"Meski cerita dan mimpi itu mengerikan, aku tidak akan berani menyakitimu, Azzura," kata Alan pelan meski nada bicaranya terdengar dingin.Mendengar itu, Azzura lantas mengangkat wajah cantiknya yang pucat, dan kemudian menatap Alan nanar sementara keningnya berkerut. "Hhhhhh ...." Alan mengehela napas panjang guna menetralisir perasaan sesak yang memenuhi dadanya."Azzura, bahkan sepanjang kau bercerita tadi, tak sedetik atau sekali pun aku berpikir kapan kau mulai memutuskan mencampuri hidupku dengan rencana yang kacau. Entah mengapa hatiku percaya bahwa kau mana mungkin akan begitu. Kau tak mungkin harus sakit untuk mengacaukan hidupku, dan membuat aku percaya untuk mencintaimu," kata Alan dengan tenang. "Alan, saat aku bertemu denganmu aku tidak tahu apa-apa. Dan, saat aku tahu apa yang menghubungkan kita, aku coba memberitahumu ribuan kali," balas sang fashion desainer yang baru menyeka air matanya dengan tangan kosongnya ini. "Aku percaya padamu, Azzura. Sumpah!" tegas si pem
"Apa yang terjadi?" tanya seorang petugas medis wanita yang rambut coklat gelap dan panjangnya dikuncir kuda pada Alan yang belum lama tiba di IGD rumah sakit. Alan yang tampak cemas dan bingung kemudian menjelaskan: "Dia kalut, dan tiba-tiba pingsan."Petugas medis wanita itu mengangguk mengerti. "Baiklah... Dokter akan periksa sekarang. Tolong tunggu di luar," katanya pada Alan. Alan pun mengangguk menuruti perintahnya. Dan setelah beberapa saat, seorang dokter wanita yang berambut hitam pendek sebahu keluar dan bertemu Alan."Dok, apa kondisinya stabil?" tanya Alan dengan perasaan tak sabar yang menggerogoti dirinya. "Ya, kondisinya stabil. Tadi, dia mengalami syok. Tapi kami butuh rekam medisnya. Ada bekas luka di dadanya. Saya kira dia telah melakukan transplantasi hati dan jantung. Dan, apa yang baru saja terjadi mungkin terkait dengan operasi yang dia jalani. Tolong segera hubungi dokter jantungnya. Kami butuh informasi rekam medisnya untuk memastikan bahwa dia tidak menola
Malam harinya—setelah bertemu dengan Tommy dan Alexa, Azzura yang telah membatalkan acara makan malam bersama orangtuanya kembali ke apartemen Alan. Di apartemen itu, ia duduk di meja makan sembari membuka tutup botol anggur. Setelah itu, wanita seksi ini menuang segelas anggur untuk dirinya sendiri, kemudian menyesapnya. Tidak berapa lama, Azzura mendengar suara pintu berdecit dan derap langkah kaki seseorang. Siapa lagi jika bukan sang penguasa apartemen, Alan. Mendengar Alan pulang, Azzura bergegas bangkit dari duduknya dan menghampiri Alan yang masih berdiri di depan pintu masuk. "Sayang, kau di sini?" Alan tersenyum pada Azzura. Dengan cepat Azzura mengangguk lalu ia dengan sopan mengatakan bahwa ia datang ke apartemen untuk makan malam bersama kekasihnya. "Tapi, bukankah seharusnya sekarang kau sedang makan malam bersama orangtuamu?" Alan mengernyit saat menatap Azzura. Ia bingung. "Aku sangat merindukanmu, jadi, aku datang kemari. Yah... Aku ingin makan malam bersamamu,
"Hhhhh ..." Ayah Azzura menghela napas panjang, dan memijat pelipisnya pelan tatkala ia menatap putrinya heran. "Jadi, sebenarnya... Apa maksudmu, Azzura?" pria paruh baya ini bertanya dengan nada bingung. "Shit!" Azzura menggeram. Dan kemudian wanita seksi ini memajukan duduknya, lebih dekat dengan coffee table yang memisahkannya dengan orangtuanya. "Selama ini Ayah dan Ibu berbohong padaku!" ujar Azzura melotot pada orangtuanya. "Ayah... Tolong akhiri semua kebohongan ini. Aku tahu bahwa tidak pernah ada donor yang mengalami kecelakaan atau keluarga yang dengan senang hati ingin mendonasikan jantung, hati, dan matanya padaku!" ungkap Azzura, sinis. Sementara, yang diajak bicara membisu. "Dia dibunuh. Nyawanya diambil secara sengaja. Ada yang membunuhnya. Wanita dengan kondisi sehat dan bahagia, memiliki orang tua, kekasih, dan kehidupan!" imbuh Azzura, marah. Sekarang katakan padaku, apakah Ayah terlibat dalam hal ini?" tanyanya dengan menekan setiap kata dalam kalimatnya. "Apa—
"What do you need now, Alan?" tanya Azzura. Yang ditanya kemudian menyeringai. Seringai liciknya tersebut tampak jelas di wajahnya yang tampan itu. "I want you under me, Azzura," jawab Alan, terdengar sangat sensual.Mendengar itu, Azzura lantas tersenyum. "Mr. Alan, you will get what you expect from me," balas sang fashion desainer seksi ini dengan begitu tegas."I must say once again that you never fail to please me, Baby." Alan membelai pipi sebelah kiri Azzura dengan gerakan sensual. Sehingga, membuat hati Azzura berdesir sangat hebat."Astaga, Azzura... Kau semakin terlihat seperti... Wanita jalang. Aku tak pernah menduga bahwa kau akan melangkah sejauh ini," ujar dewi batin Azzura, menggerutu kesal pada Azzura yang tak tahu malu. "Tapi, yah... Kau juga merasa sangat senang ketika kau bisa bercinta dengan Alan, bukan?" sahut sel-sel liar Azzura. "Sungguh! Kau benar-benar tidak bisa menolak tubuh Alan," timpal dewi batin Azzura. Sekian detik berikutnya, Azzura memberanikan diri
"Ehem ...." Azzura berdeham dan berkedip. "Alan... Apakah aku boleh bertanya sesuatu kepadamu?" tanyanya pelan dan hati-hati saat bertatapan dengan kekasihnya itu. Tanpa ragu, Alan pun mengangguk. "Ya, tentu saja boleh," jawab pria memesona ini. "Selama pertanyaanmu itu tak melewati batas, aku juga akan menjawabnya." Alan tertawa. Ia lalu merangkul Azzura selagi mereka duduk bersebalahan di bathtub.Pelukan seperti ini digunakan oleh Alan pada sang kekasih untuk menunjukkan dukungannya, rasa cinta dan sayangnya kepada Azzura."Hmm... Apa tidak masalah jika kau membawaku pindah apartemen ini? Maksudku, kau dan Odette—""Cup." Dengan cepat, Alan memotong bicara sang kekasih dengan membungkam mulutnya dengan kecupan kilat. Kecupan kilat di bibirnya detik itu kontan membuat Azzura cukup terkejut. Matanya melebar saat bersitatap dengan Alan, seolah ia bertanya, "Apa yang kau lakukan? Aku sedang bicara!" "Sayang...." Alan dengan lembut berucap sembari jari-jarinya membelai pipi Azzura se
Bathtub yang terdapat di kamar mandi Alan cukup untuk jumlah dua orang saja. Kemudian bathtub ini juga dilengkapi dengan dek kayu jati.Bukan hanya itu, terdapat juga sandaran di masing-masing sisi, sehingga Alan dan Azzura bisa merasa lebih santai usai pergulatan mereka yang panas, menyakitkan, namun sangat menyenangkan.Sayangnya, alih-alih merasa rileks karena pijatan alami yang diberikan oleh air hangat di dalam bathtub, ruang memori di kepala Azzura justru kembali berputar bak gulungan film. Ya, gulungan film yang sangat siap menampilkan potongan-potongan visual di dalamnya. Hal ini tentu saja kembali mematik rasa takut Azzura dan tercetak jelas di wajah cantiknya. Karena itulah tangan Azzura jadi gemetar. Bahkan, tubuhnya menjadi lemas alih-alih segar karena berendam di air hangat yang menenangkan. Azzura tercekat lantas membeku di samping Alan. Sementara, di waktu ini, ruang memori di kepala Azzura mulai menampilkan beberapa adegan visual yang membuat wanita seksi satu ini m
Tanpa perlu menunggu lebih lama, Azzura lantas menjawab Alan dengan tersenyum malu-malu kepadanya. Sehingga, Alan merasa bahwa wanita di hadapannya ini terlihat semakin cantik dan menggemaskan.Sementara itu, di bawah sana tampak Alan Junior yang bertipe Burrito sudah sangat siap untuk melakukan pekerjaannya, memasuki liang senggama Azzura yang berkedut dan basah.Saat Mr. Burrito milik Alan akan memasuki honey pot nya, Azzura membuka kedua kakinya lebar-lebar. Dan setelah itu, baru lah Mr. Burrito sang kekasih perlahan memasuki arena permainannya. "Aagghhh..." Azzura terperanjat saat Mr. Burrito si pemandu wisata dan selam scuba memesona favoritnya itu memenuhi liang senggamanya, dan memberi tekanan serta rangsangan di semua area intimnya.Dan, agar penetrasi semakin dalam, Azzura terlihat melingkarkan kedua kakinya pada pingang Alan. "Mmhh ... ooohh ...." Azzura dan Alan mengerang dengan lembut. Melalui erangan lembut itu, Azzura dan Alan dapat saling mengetahui bahwa mereka satu