Malam hari, Alan yang bekerja sebagai pemandu wisata mendapat telepon dari temannya yakni Sage, yang menyelidiki kematian mendiang kekasihnya. Usai menerima telepon tersebut, Alan bergegas pergi ke suatu kafe dan resto untuk bertemu Sage, untuk membicarakan tentang siapa dalang dibalik kematian sang kekasih.
"Hey...." Alan menyapa Sage yang telah duduk dan menunggunya di sebuah meja persegi dengan dua buah kursi yang saling berhadapan di lantai dua Arion Cafe and Resto."Hey, Lan...." balas Sage pada Alan yang duduk di depannya. "Maaf kalau aku menganggu waktu santaimu," kata pria ini dengan wajah bersalah.Dengan cepat Alan menggeleng. "Bagaimana, Ge? Ada kabar baru apa?" tanya Alan cepat."Hhh ...." Sage mendengus lemas. "Lan ... setelah sekian lama, akhirnya kita mendapat informasi dari kantor, bahwa sebenarnya Odette tewas karena jantung, hati, dan matanya dicabut," ungkap Sage, yang seketika membuat suasana menjadi tegang.Bahkan, Alan pun terbelalak dan terkejut setengah mati, kala mendengar pernyataan Sage itu. "Ke ... kenapa mata, hati, dan jantung Odette dicabut, Ge?" tanya Alan terbata-bata. "Aku tidak paham," imbuhnya dengan suara gemetar."Alasannya tidak banyak, Lan," jawab Sage dengan wajah serius. "Mereka mungkin anggota sekte. Kau tahu, ritual setan. Atau perdagangan organ," jelasnya."Apa?!" Alan memajukan tubuhnya lebih dekat dengan bibir meja. "Perdagangan organ?" tanyanya. Yang ditanya mengangguk tegas."Memang jarang terdengar. Tapi itu ada, Lan," aku Sage. "Itu bisnis yang sangat menguntungkan bagi mafia teroganisasi," bebernya, membuat Alan seketika pusing."Pasokan rendah, permintaan tinggi. Organ paling berharga biasanya ginjal, tapi di pasar gelap juga menjual hati, kornea, paru-paru, dan pastinya jantung, Lan," beber Sage.Alan pun mengangguk mengerti. "Jadi, maksudmu mereka sengaja menculik Odette dan mengambil jantung, hati, dan korneanya agar orang lain dapat hidup, begitu?" tanya Alan yang memasang wajah kesal."Mungkin saja begitu," jawab Sage. "Lan, itu artinya calon istrimu tidak dipilih secara acak," tegas pria ini.Penuturan Sage itu kontan membuat Alan semakin terkejut lantas tercekat dan meneteskan air mata. Namun kemudian, ia menyeka air matanya, sementara rahangnya mengeras, tatapan matanya dingin dan tajam, serta wajah tampannya merah padam karena marah."Ge, sekarang aku hanya ingin mengetahui dua hal. Siapa orang yang telah membunuh Odette, dan siapa yang memiliki jantung, hati, dan korneanya," tukas Alan dengan raut wajah penuh dendam, kala bersitatap dengan Sage."Aku bersumpah aku tak akan pernah membiarkan mereka hidup dengan tenang, sementara Odette dibunuh agar orang lain bisa hidup," kecam Alan dingin."Lan, membuat mereka semua bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan kepada Odette, itu bagus. Tapi, balas dendam itu buruk," tutur Sage pelan.Sayangnya, Alan tak sependapat dengan Sage. "Ge, aku tidak pernah pandai berbisnis. Jadi, lebih baik terus seperti itu," tegasnya. "Kalau benar kau temanku, dan kau tahu sesuatu tentang mereka, tolong beritahu aku, Ge,""Perempuan yang memiliki jantung, hati, dan mata Odette baru saja membuka butik keduanya di kota ini," beber Sage, sebelum ia dan Alan meninggalkan Arion Cafe and Resto.***Di sisi lain, Azzura yang cantik, seksi, dan identik dengan kacamata hitam berjalan keluar bar sendirian dengan melewati kerumunan orang. Di waktu ini, Azzura mulai merasa mual, dan kepalanya berputar tidak nyaman. Bahkan, kakinya lebih goyah dari biasanya.Sesampainya di luar bar, Azzura yang menghirup udara malam yang dingin di tempat parkir sadar betapa mabuknya ia saat itu. Buktinya, pandangan Azzura mulai terpengaruh. Azzura melihat segala sesuatu menjadi dua seperti di film kartun. Selain itu, wanita ini juga berpikir ia akan muntah."Azzura...." Entah sejak kapan dan bagaimana pula caranya, mantan kekasih Azzura bergabung dengannya. "Kau baik-baik saja?" tanya pria itu sembari meletakkan tangannya di pundak Azzura."Sepertinya aku terlalu banyak minum," aku Azzura. Lalu ia yang mabuk tersenyum lemah pada mantannya itu."Aku juga," balas pria tersebut berbisik, dan mata gelapnya mengamati Azzura dengan penuh perhatian. “Apa kau perlu bantuan?" Ia melangkah lebih dekat pada Azzura dan menempatkan lengannya di tubuh wanita itu.“Aku baik-baik saja. Aku bisa berdiri." Azzura mencoba mendorong pria itu dengan agak lemah."Azzura ... ayolah," bisik mantan kekasih Azzura itu lagi.. Dan sekarang, ia dengan berani membawa Azzura ke dalam pelukannya, menariknya lebih dekat kepadanya.Merasakan tubuhnya dipeluk erat oleh sang mantan, Azzura lantas terkejut bukan kepalang. "Apa yang kau—""Ssssttt...." jari telunjuk pria itu membungkam mulut Azzura cepat. Kemudian tangan kanannya berada di punggung Azzura, sementara tangan kirinya di dagunya—mendongakkan kepalanya.“Aku pikir wanita itu mengatakan tidak!" Sebuah suara dalam kegelapan berkata pelan tapi dingin dan juga tegas, sehingga berhasil membuat Azzura dan mantannya tersentak.Kemudian detik berikutnya mantan kekasih Azzura menjauh dari Azzura. Setelah itu, ia dan Azzura menoleh ke belakang Dan, betapa terkejutnya Azzura saat melihat Alan di hadapannya."Aku Alan...." Alan memperkenalkan dirinya secara singkat kepada mantan kekasih Azzura tersebut tanpa saling berjabat tangan.Sementara itu, Azzura melirik cemas ke arah Alan, pria yang menatap tajam mantan kekasihnya, dan terlihat marah. Di waktu ini pula Azzura merasa kalau perutnya bergejolak. Karena itu, ia segera membungkuk, dan muntah dengan hebat ke tanah."Ugh...." Levi melompat mundur sambil memasang raut wajah jijik. Tetapi tidak dengan Alan. Ia justru meraih rambut Azzura ke belakang dan kemudian menarik dirinya keluar dari jalur semburan. Alan dengan lembut menuntun wanita itu ke tepi tempat parkir yang relatif gelap."Kalau kau mau muntah lagi, lakukan di sini. Aku akan memegangimu," kata Alan dengan satu lengannya di bahu Azzura, sementara yang lainnya memegang rambut wanita itu dengan ekor kuda darurat ke punggungnya."No Alan ... tidak perlu." Azzura menolak dengan canggung tetapi sopan, kala mendorong Alan untuk pergi. Namun, belum sempat Alan pergi, ia muntah lagi dan lagi. Hingga perutnya kosong dan tak ada lagi muntahan basah yang keluar.Selesai muntah, Azzura lemas. Dan Alan yang saat itu melihatnya goyah, lantas meraihnya sebelum ia jatuh. Alan menarik Azzura dalam pelukannya, dan memeluknya dengan erat. Buktinya, tubuh wanita ini menempel sangat dekat dengan dada bidang Alan."Ayo kita pulang," bisik Alan lembut. Kemudian pria ini menggendong Azzura di punggungnya.Sementara itu, Azzura yang digendong Alan dalam keadaan mabuk, terus bernyanyi sambil menjambak rambut Alan hingga mereka tiba di villa, lalu Alan membawanya ke kamar tidur, dan menghempaskannya di atas kasur."Ah ... otakku terpental. Siapa yang membuatnya terpental begini? Bagaimana kalau otakku bergeser dari tempatnya semula? Apa kau mau bertanggung jawab?" Dengan matanya terpejam, Azzura meracau sembari dua tangannya memegang kepalanyaDi sisi lain, Alan tampak masih terduduk di lantai dengan napas tersengal-sengal usai menjatuhkan Azzura di kasur. "Astaga!! Kau berat sekali. Punggungku sampai sakit," dumel Alan sambil memegangi punggungnya. Lalu ia berdiri dan tidur di samping Azzura.Pagi esok harinya, ketika Alan dan Azzura sedang duduk berhadapan di meja makan sambil sarapan, Azzura tiba-tiba saja berdesis—menahan nyeri yang teramat dan menjalar di dadanya. "Aawwhh...." Azzura meringis sambil satu tangannya memegang dada kirinya."Astaga. Azzura, ada apa?" Dengan wajah panik, Alan bertanya pada Azzura. Lalu ia berdiri, dan duduk ke samping wanita tersebut.Pertanyaan Alan itu hanya dijawab Azzura dengan rintihan kecil, kala ia menahan dadanya yang berdenyut sakit tanpa sebab dan sangat mendadak. "Apa kau sakit? Di mana yang sakit, Azzura?" Alan menatap wajah Azzura yang pucat dan berkeringat dingin, dengan sorot matanya yang penuh dengan kekhawatiran.Alih-alih menjawab rasa khawatir Alan, wanita yang kerap disapa Zura ini justru mencengkeram tangan Alan sembari mengatur napasnya guna menetralisir rasa sakit yang teramat di dadanya, "Dadaku ... sakit," ungkap Azzura akhirnya dengan suara lemah. Namun kemudian, Azzura yang saat itu sedang tak memakai kacamata
Di rumah sakit, Azzura ditemani oleh Alan bertemu dengan seorang dokter ahli jantung pria yang menangani penyakit jantung Azzura selama ini, sekaligus juga dokter yang mengoperasi jantungnya satu bulan lalu."Zura, jantungmu baik-baik saja," ucap sang dokter sambil meletakkan stetoskop di dada Azzura yang duduk di atas ranjang pasien. Mendengar itu, sontak saja Azzura mengulas senyum tipis, sementara Alan tersenyum lega. Ya ... Azzura tampak tak percaya kala mendengar pernyataan sang dokter bahwa jantungnya baik-baik saja. Mengapa tidak? Karena ia sudah tiga kali merasakan sakit di jantungnya, dan secara tiba-tiba hingga beberapa menit. "Kalau kau masih tidak percaya, kau bisa mendengar suara jantungmu yang baru." Dokter pria bertubuh gempal yang tidak begitu tinggi tersebut memasangkan stetoskop miliknya di telinga Azzura. "Dug ... dug ... dug ...." detak jantung baru Azzura terdengar sangat normal. Azzura pun tersenyum lebar dan wajahnya tampak senang, kala mendengar suara jantun
"Nona Azzura ... ayo bangun. Apa malam ini Nona akan menginap di sini?" Asisten Azzura, Alexa, menepuk tangan Azzura pelan. Ia mencoba membangunkan Azzura yang masih tertidur pulas di kursi kerjanya sementara hari sudah gelap."Haaahh ...." suara nafas Azzura setelah mendegar suara Alexa yang begitu familiar berdengung di telinganya, kala membangunkannya. Nafas Azzura terdengar pendek dengan mata terbelalak dan wajahnya yang terkejut."Ada apa, Nona? Apa Nona mimpi buruk lagi?" cerca Alexa panik.Azzura pun mengangguk sambil melihat perutnya yang rata. "Aku bermimpi aku hamil, Alexa," ungkapnya. Ia lalu menatap Alexa di sampingnya dengan wajah cemas. Namun hal berbeda justru ditunjukkan oleh Alexa. Ia tampak tersenyum dan kemudian menjelaskan: "Nona, konon katanya mimpi hamil menandakan bahwa si pemimpi akan mendapatkan sesuatu yang diinginkan."Mendengar itu, Azzura lantas mengernyit sembari menatap Alexa tak percaya. "Benarkah?" t
"Azzura ... jika kau ingin tahu siapa pemilik jantung, hati dan mata barumu, pergilah ke Rumah Sakit Venus," ungkap seorang anonim melalui pesan singkat yang ia kirim kepada Azzura. Kontan Azzura terbelalak saat membaca isi pesan si anonim di ponselnya pagi itu. "Aku harus ke rumah sakit ini sekarang juga," kata Azzura dengan bergumam. Ia lalu bergegas kembali masuk ke kamar tidur, dan pergi mandi tanpa menutup pintu ke arah balkon.Saat Azzura mandi, satu per satu kucing liar yang kelaparan dan setiap harinya selalu berada di sekitar Garvi House, naik ke atas balkon dan masuk ke kamar tidur Azzura dan Alan dengan harapan mereka akan mendapat makanan. Namun, bukan makanan yang didapat, tetapi Alan yang tengah tertidur pulas di kasur. Alhasil, kucing-kucing liar tersebut naik ke atas kasur, kemudian mengerubungi Alan dan menjilati wajah, kaki, dan tangannya. Alan yang tengah tertidur tetapi merasa tubuhnya dijilati lantas membuka matanya perlaha
Sekian detik setelah pemuda yang tak diketahui identitasnya itu pergi, Azzura yang masih terlihat kaget seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, kembali ke villa.Sesampainya di Villa, Azzura yang sedang duduk di sofa sambil memijat pelipisnya pelan, tiba-tiba teringat dengan pakaiannya di tempat laundry. Karena itu, wanita ini akhirnya menghubungi staf laundry. "Apa katamu?" Dengan dahi yang berkerut, Azzura bangkit dari duduknya cepat. "Kau memberikan pakaianku ke anak yatim? Kenapa kau berikan pada mereka?!" tanya Azzura kepada staf laundry, kesal."Ya, Nona. Katanya kau dimasukkan di rumah sakit jiwa di Beijing. Teman sekamarmu yang bilang kepadaku pagi ini. Katanya kau ingin pakaianmu disumbangkan ke panti asuhan," beber si staf laundry."Dia memang sangat spesifik soal itu. Baiklah, aku mengerti sekarang. Terima kasih," balas Azzura pada pria tersebut. Lalu, ia dengan wajahnya yang marah menutup teleponnya. "Baiklah, Alan. Ru
Azzura tampak terbelalak kala mendengar sebuah suara menyuruhnya pergi dari Garvi House. Namun, yang membuat Azzura kian terkejut adalah saat listrik tiba-tiba dan ia tak melihat wujud dari suara tersebut."Sepertinya aku hanya berhalusinasi," kata Azzura ragu-ragu. Ia kemudian mencoba menyalakan senter pada ponselnya. Akan tetapi, belum sempet senter di ponselnya menyala, tiba-tiba saja.... "Siapa bilang kau sedang berhalusinasi?" celetuk sebuah suara dalam kegelapan yang berkata pelan tetapi juga dingin dan tegas. Ini suara yang sama dengan suara yang menyuruh Azzura meninggalkan villa. Suara mematikan di tengah kegelapan itu berhasil membuat ponsel Azzura terjatuh dari tangannya. Setelah itu, ia menoleh ke arah sumber suara di belakangnya.Dan, betapa kagetnya Azzura tatkala melihat Alan sedang berdiri di ambang pintu masuk villa dengan senter ponselnya yang menyala di depan wajahnya. "A ... Alan?" ucap Azzura terbata-bata. "Ke ... napa kau hanya berdiri di sana?" tanya sang pera
"Hhhhhhh ...." Wanita misterius tersebut menghela nafas panjangnya yang terasa berat. Ia kemudian berbalik menghadap ke arah Danau Dishui yang sangat tenang dan menenangkan jiwa-jiwa yang memandangnya."Nurani memang sangat menyebalkan," kata Rubi. Ya ... nama wanita misterius tersebut adalah Rubi."Lalu apa yang berubah?" Dengan rasa penasaran yang kian membara di dalam dirinya, Azzura melangkah maju mendekati Rubi diikuti dengan Alexa dan Tommy di belakangnya. Kini, mereka berdiri tepat di sisi kanan dan kiri Rubi."Mereka membakar rumahku, dengan ayah, ibu dan adik bungsuku di dalamnya. Karena itu, aku dan laki-laki keduaku terpaksa menjalani hidup baru. Kami meninggalkan pekerjaan yang kami cintai dan tinggal di tempat kumuh," beber Rubi dengan suara gemetar, seperti sedang menahan tangis. "Ya ... pemuda yang kau temui di Rumah Sakit Venus kemarin pagi adalah, adik keduaku," jelasnya. Azzura kontan terkejut usai mendengar panuturan Rubi saat
Usai bertemu dengan Rubi di Danau Dishui, Azzura dan Alexa pergi ke Butik Ruella untuk bekerja, sementara Tommy bertemu dengan rekan-rekannya di kafe.Namun, ketika Azzura dan Alexa hendak masuk ke butik, keduanya melihat para pengunjung butik sedang berkerumun di depan pintu masuk butik."Permisi ... ada apa ramai-ramai di sini?" ucap Azzura dengan wajahnya yang bingung tatkala berdiri di belakang kerumunan bersama Alexa.Suara lembut Azzura itu akhirnya memecah belah kerumunan di depan butik. "Astaga, itu dia ... Azzura," seru salah pengunjung butik pada teman di samping ya."Azzura ... kasihan sekali. Tapi kau terlalu berharga untuk pria seperti Levi," kata seorang wanita dengan mata sipit dan berambut hitam pendek keriting. Azzura dan Alexa yang dibuat bingung oleh semua orang yang berkumpul di depan pintu masuk butik terlihat saling beradu pandangan.Melihat pemilik Butik Ruella tersebut bingung, satu per satu pengunjung butik a