Pagi esok harinya, ketika Alan dan Azzura sedang duduk berhadapan di meja makan sambil sarapan, Azzura tiba-tiba saja berdesis—menahan nyeri yang teramat dan menjalar di dadanya. "Aawwhh...." Azzura meringis sambil satu tangannya memegang dada kirinya.
"Astaga. Azzura, ada apa?" Dengan wajah panik, Alan bertanya pada Azzura. Lalu ia berdiri, dan duduk ke samping wanita tersebut.Pertanyaan Alan itu hanya dijawab Azzura dengan rintihan kecil, kala ia menahan dadanya yang berdenyut sakit tanpa sebab dan sangat mendadak."Apa kau sakit? Di mana yang sakit, Azzura?" Alan menatap wajah Azzura yang pucat dan berkeringat dingin, dengan sorot matanya yang penuh dengan kekhawatiran.Alih-alih menjawab rasa khawatir Alan, wanita yang kerap disapa Zura ini justru mencengkeram tangan Alan sembari mengatur napasnya guna menetralisir rasa sakit yang teramat di dadanya,"Dadaku ... sakit," ungkap Azzura akhirnya dengan suara lemah.Namun kemudian, Azzura yang saat itu sedang tak memakai kacamata hitamnya, tercekat kala netranya tak sengaja melihat bayangan hitam bak gumpalan asap yang sepekan terakhir ini selalu mengikuti dirinya ke mana pun ia pergi, berdiri di belakang dan di sampingnya setiap kali ia duduk dan tidur, kini perlahan menjauhinya dan berhenti di depan pintu seakan tengah mengawasinya.Melihat Azzura mematung, Alan pun menjentikkan jarinya di depan wajah wanita itu. "Hey, ada apa, Azzura? Kenapa diam saja? Apa dadamu sakit lagi?" cerca pria ini.Mendengar itu, Azzura lantas tersandar, berdeham, dan mengedipkan matanya. "Maaf ... aku baik-baik saja," jelas Azzura. Kemudian ia meraih kacamata hitamnya dari atas meja makan, dan memakainya dengan buru-buru.Saat melihat Azzura memakai kacamata hitam itu dengan cepat, Alan tentu merasa curiga. Kendati begitu, Alan hanya diam. Ia tidak menanyakan hal apa pun pada Azzura terkait sikapnya yang buru-buru saat mengenakan kacamata hitam. Kecuali satu...."Azzura, apa selama ini dada kirimu sering sakit?" tanya Alan penasaran. Sebenarnya, pria ini bukan hanya penasaran. Namun, ia juga mengkhawatirkan Azzura.Azzura pun menggeleng. "Yang tadi itu kali ketiga dada kiriku sakit. Pertama kali dada kiriku sakit itu sekitar dua minggu lalu. Dan yang kedua kalinya baru empat hari lalu," ungkap Azzura sambil memasang wajah bingung.Mengapa tidak Azzura bingung? Karena rasa sakit yang menyergap dada kirinya secara tiba-tiba ini, muncul setelah ia melakukan transplantasi jantung."Sepertinya, kalau bukan karena faktor kelelahan, mungkin ini adalah efek samping dari operasi jantung yang kulakukan satu bulan lalu." Azzura menatap Alan yang sejak tadi tidak pernah mengalihkan pandangannya darinya.Alan yang tak menaruh curiga tapi merasa seperti ada yang mengganjal di hatinya lantas mengangguk. "Aku pikir, sebaiknya kau memeriksakan jantung barumu itu ke dokter, untuk memastikan kenapa dia sering sakit akhir-akhir ini. Akan aku temani jika kau mau," ucap Alan."Ya, kau benar," tutur Azzura sembari mengangguk setuju. "Kebetulan dokter jantungku sudah pindah tugas ke sini. Jadi, aku akan menemuinya. Terima kasih, Lan," imbuh wanita ini. Kemudian ia bersama dengan Alan berjalan ke arah pintu keluar villa, untuk kemudian pergi bekerja.***Setelah tidak ada lagi pekerjaan di butik keduanya yang baru dua hari buka di Shanghai, Azzura pulang ke Garvi House. Sesampainya di sana, Azzura langsung pergi ke kamar mandi di kamar tidur, untuk membersihkan diri.Sementara itu, Alan yang ternyata sudah sampai di villa satu jam lebih cepat dari Azzura, kini terlihat sedang minum wine di ruang tamu. Ketika Alan hendak meneguk wine-nya, tiba-tiba...."Aaaaaaaaa ...." Azzura yang sedang berendam air hangat di dalam bathub refleks berteriak karena saat itu listrik mendadak mati di villa.Suara Azzura yang melengking kala berteriak tentu membuat Alan khawatir. "Astaga ... Azzura!" gumam Alan. Ia kemudian bergegas bangkit dari duduknya, dan pergi ke kamar tidur untuk mencari Azzura dan melihat kondisinya.Selagi Alan berjalan dalam kegelapan menuju ke kamar tidur, Azzura di kamar mandi dan panik keluar dari bathtub kemudian mengambil handuknya, melilitkannya ke tubuh, dan meninggalkan kamar mandi dengan terburu-buru hingga akhirnya...."Buuugghhh ...." Azzura jatuh karena tidak sengaja tersandung meja. "Aaawwwhh ...." Wanita ini berdesis dan meringis kesakitan.Bersama dengan itu, Alan tiba di kamar tidur dan mendengar rintihan Azzura. "Azzura, di mana kau?" tanya Alan panik. Saking paniknya, ia sampai tersandung robot vacuum cleaner. Hingga akhirnya, Alan sangat kebetulan jatuh menimpa tubuh Azzura."A ... aku di bawahmu," ucap Azzura terbata-bata. Lalu detik berikutnya, listrik menyala. Hal tersebut kontan membuat Azzura dan Alan satu sama lain terkejut dan terdiam."Sepertinya tadi mati lampu," terang Alan sembari menahan perasaan gugup yang menyergap hatinya, kala menemukan Azzura di bawahnya hanya memakai handuk. Yang diajak bicara hanya diam sambil menahan malu."Kau terluka?" Alan memandang lembut ke dalam inti mata Azzura tanpa berkedip. Ia juga memperhatikan setiap inchi dari wajah polos Azzura, yang di matanya terlihat sangat cantik tanpa polesan makeup dan kacamata hitam.Azzura dengan wajah yang bersemu merah karena ditatap Alan, mengangguk. "Kakiku tersandung. Tapi, aku baik-baik saja," jawabnya. "Kau?" wanita ini balik bertanya."Aku juga baik-baik saja," kata Alan lembut. Sekian detik berikutnya, pria ini bangkit dari atas tubuh Azzura. Ia lalu menggendong Azzura ala bridal style, dan membawa wanita itu menuju sofa yang ada di sana."Terima kasih," ucap Azzura setelah Alan berhasil mendudukkannya di sofa. Yang diajak bicara hanya diam dan mengangguk, lalu melihat dan menyentuh kaki Azzura yang tersandung meja.Saat Alan menyentuh kulit putih, mulus dan bersih kakinya, seketika saja libido Azzura bergejolak. Dan begitu pula dengan Alan.Karena itu, Alan akhirnya merebahkan Azzura di sofa. Lalu ia menghimpit tubuhnya. Selanjutnya, keduanya berciuman sembari tangan Alan menanggalkan handuk Azzura dari tubuhnya."Your thighs are beautiful to gaze, Azzura. Dan itu membuatku sangat ingin menidurimu," cetus Alan, kontan membuat Azzura yang mendengarnya terkejut dan gugup."Kalau begitu ... ki ... kita akan bercinta malam ini," balas Azzura dengan terbata-bata, dengan dadanya yang bergerak naik-turun cepat.Pernyataan Azzura itu sontak membuat seringai muncul dan tercetak jelas di wajah Alan. "Aku bersumpah, malam ini, kau akan banjir seperti sungai Nil," tegasnya."Dan aku berjanji, kau akan menimbulkan tsunami di wajahku." Azzura membelai rahang Alan mesra.Sentuhan sensual Azzura di rahang Alan tersebut, seketika saja membuat libido Alan meledak hebat. Saking hebatnya, Alan langsung menanggalkan kancutnya. Lalu ia tanpa aba-aba menyerang Azzura bak seekor binatang yang kelaparan.Buktinya, dengan cepat Alan naik ke atas tubuh Azzura dan menembaknya dengan pistolnya yang gagah. Hingga akhirnya, terdengar desahan dan erangan panjang dari mulut Azzura dan Alan, tanda bahwa mereka berhasil mencapai klimaks yang sempurna.Selesai bercinta, Alan dan Azzura membersihkan diri mereka. Setelah itu, keduanya tidur di ranjang yang sama dengan Alan mendekap tubuh Azzura erat.Di rumah sakit, Azzura ditemani oleh Alan bertemu dengan seorang dokter ahli jantung pria yang menangani penyakit jantung Azzura selama ini, sekaligus juga dokter yang mengoperasi jantungnya satu bulan lalu."Zura, jantungmu baik-baik saja," ucap sang dokter sambil meletakkan stetoskop di dada Azzura yang duduk di atas ranjang pasien. Mendengar itu, sontak saja Azzura mengulas senyum tipis, sementara Alan tersenyum lega. Ya ... Azzura tampak tak percaya kala mendengar pernyataan sang dokter bahwa jantungnya baik-baik saja. Mengapa tidak? Karena ia sudah tiga kali merasakan sakit di jantungnya, dan secara tiba-tiba hingga beberapa menit. "Kalau kau masih tidak percaya, kau bisa mendengar suara jantungmu yang baru." Dokter pria bertubuh gempal yang tidak begitu tinggi tersebut memasangkan stetoskop miliknya di telinga Azzura. "Dug ... dug ... dug ...." detak jantung baru Azzura terdengar sangat normal. Azzura pun tersenyum lebar dan wajahnya tampak senang, kala mendengar suara jantun
"Nona Azzura ... ayo bangun. Apa malam ini Nona akan menginap di sini?" Asisten Azzura, Alexa, menepuk tangan Azzura pelan. Ia mencoba membangunkan Azzura yang masih tertidur pulas di kursi kerjanya sementara hari sudah gelap."Haaahh ...." suara nafas Azzura setelah mendegar suara Alexa yang begitu familiar berdengung di telinganya, kala membangunkannya. Nafas Azzura terdengar pendek dengan mata terbelalak dan wajahnya yang terkejut."Ada apa, Nona? Apa Nona mimpi buruk lagi?" cerca Alexa panik.Azzura pun mengangguk sambil melihat perutnya yang rata. "Aku bermimpi aku hamil, Alexa," ungkapnya. Ia lalu menatap Alexa di sampingnya dengan wajah cemas. Namun hal berbeda justru ditunjukkan oleh Alexa. Ia tampak tersenyum dan kemudian menjelaskan: "Nona, konon katanya mimpi hamil menandakan bahwa si pemimpi akan mendapatkan sesuatu yang diinginkan."Mendengar itu, Azzura lantas mengernyit sembari menatap Alexa tak percaya. "Benarkah?" t
"Azzura ... jika kau ingin tahu siapa pemilik jantung, hati dan mata barumu, pergilah ke Rumah Sakit Venus," ungkap seorang anonim melalui pesan singkat yang ia kirim kepada Azzura. Kontan Azzura terbelalak saat membaca isi pesan si anonim di ponselnya pagi itu. "Aku harus ke rumah sakit ini sekarang juga," kata Azzura dengan bergumam. Ia lalu bergegas kembali masuk ke kamar tidur, dan pergi mandi tanpa menutup pintu ke arah balkon.Saat Azzura mandi, satu per satu kucing liar yang kelaparan dan setiap harinya selalu berada di sekitar Garvi House, naik ke atas balkon dan masuk ke kamar tidur Azzura dan Alan dengan harapan mereka akan mendapat makanan. Namun, bukan makanan yang didapat, tetapi Alan yang tengah tertidur pulas di kasur. Alhasil, kucing-kucing liar tersebut naik ke atas kasur, kemudian mengerubungi Alan dan menjilati wajah, kaki, dan tangannya. Alan yang tengah tertidur tetapi merasa tubuhnya dijilati lantas membuka matanya perlaha
Sekian detik setelah pemuda yang tak diketahui identitasnya itu pergi, Azzura yang masih terlihat kaget seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, kembali ke villa.Sesampainya di Villa, Azzura yang sedang duduk di sofa sambil memijat pelipisnya pelan, tiba-tiba teringat dengan pakaiannya di tempat laundry. Karena itu, wanita ini akhirnya menghubungi staf laundry. "Apa katamu?" Dengan dahi yang berkerut, Azzura bangkit dari duduknya cepat. "Kau memberikan pakaianku ke anak yatim? Kenapa kau berikan pada mereka?!" tanya Azzura kepada staf laundry, kesal."Ya, Nona. Katanya kau dimasukkan di rumah sakit jiwa di Beijing. Teman sekamarmu yang bilang kepadaku pagi ini. Katanya kau ingin pakaianmu disumbangkan ke panti asuhan," beber si staf laundry."Dia memang sangat spesifik soal itu. Baiklah, aku mengerti sekarang. Terima kasih," balas Azzura pada pria tersebut. Lalu, ia dengan wajahnya yang marah menutup teleponnya. "Baiklah, Alan. Ru
Azzura tampak terbelalak kala mendengar sebuah suara menyuruhnya pergi dari Garvi House. Namun, yang membuat Azzura kian terkejut adalah saat listrik tiba-tiba dan ia tak melihat wujud dari suara tersebut."Sepertinya aku hanya berhalusinasi," kata Azzura ragu-ragu. Ia kemudian mencoba menyalakan senter pada ponselnya. Akan tetapi, belum sempet senter di ponselnya menyala, tiba-tiba saja.... "Siapa bilang kau sedang berhalusinasi?" celetuk sebuah suara dalam kegelapan yang berkata pelan tetapi juga dingin dan tegas. Ini suara yang sama dengan suara yang menyuruh Azzura meninggalkan villa. Suara mematikan di tengah kegelapan itu berhasil membuat ponsel Azzura terjatuh dari tangannya. Setelah itu, ia menoleh ke arah sumber suara di belakangnya.Dan, betapa kagetnya Azzura tatkala melihat Alan sedang berdiri di ambang pintu masuk villa dengan senter ponselnya yang menyala di depan wajahnya. "A ... Alan?" ucap Azzura terbata-bata. "Ke ... napa kau hanya berdiri di sana?" tanya sang pera
"Hhhhhhh ...." Wanita misterius tersebut menghela nafas panjangnya yang terasa berat. Ia kemudian berbalik menghadap ke arah Danau Dishui yang sangat tenang dan menenangkan jiwa-jiwa yang memandangnya."Nurani memang sangat menyebalkan," kata Rubi. Ya ... nama wanita misterius tersebut adalah Rubi."Lalu apa yang berubah?" Dengan rasa penasaran yang kian membara di dalam dirinya, Azzura melangkah maju mendekati Rubi diikuti dengan Alexa dan Tommy di belakangnya. Kini, mereka berdiri tepat di sisi kanan dan kiri Rubi."Mereka membakar rumahku, dengan ayah, ibu dan adik bungsuku di dalamnya. Karena itu, aku dan laki-laki keduaku terpaksa menjalani hidup baru. Kami meninggalkan pekerjaan yang kami cintai dan tinggal di tempat kumuh," beber Rubi dengan suara gemetar, seperti sedang menahan tangis. "Ya ... pemuda yang kau temui di Rumah Sakit Venus kemarin pagi adalah, adik keduaku," jelasnya. Azzura kontan terkejut usai mendengar panuturan Rubi saat
Usai bertemu dengan Rubi di Danau Dishui, Azzura dan Alexa pergi ke Butik Ruella untuk bekerja, sementara Tommy bertemu dengan rekan-rekannya di kafe.Namun, ketika Azzura dan Alexa hendak masuk ke butik, keduanya melihat para pengunjung butik sedang berkerumun di depan pintu masuk butik."Permisi ... ada apa ramai-ramai di sini?" ucap Azzura dengan wajahnya yang bingung tatkala berdiri di belakang kerumunan bersama Alexa.Suara lembut Azzura itu akhirnya memecah belah kerumunan di depan butik. "Astaga, itu dia ... Azzura," seru salah pengunjung butik pada teman di samping ya."Azzura ... kasihan sekali. Tapi kau terlalu berharga untuk pria seperti Levi," kata seorang wanita dengan mata sipit dan berambut hitam pendek keriting. Azzura dan Alexa yang dibuat bingung oleh semua orang yang berkumpul di depan pintu masuk butik terlihat saling beradu pandangan.Melihat pemilik Butik Ruella tersebut bingung, satu per satu pengunjung butik a
Sementara Azzura sedang makan siang bersama rekan-rekannya, di sisi lain, Alan pergi ke kantor Dr. Leon setelah mendapatkan alamat kantornya dari Johnny. "Maaf Tuan, hari ini Dr. Leon tidak ada," ujar wanita berambut hitam dan digulung ke atas, yang duduk di balik meja resepsionis kepada Alan yang berdiri di hadapannya. "Bagaimana aku bisa bertemu dengannya?" tanya Alan dengan tenang dan sopan. "Ini darurat," terangnya."Hm ...." Wanita tersebut mengalihkan pandangannya dari Alan kepada komputer di depannya, dan melihat jadwal kegiatan Dr. Leon."Besok Dr. Leon ada dua operasi. Tapi, jujur, beliau tak akan mau menemui Anda tanpa membuat janji temu," beber wanita ini ramah. Alan pun mengangguk mengerti. "Bisa minta nomor Dr. Leon? Ini sangat penting," balas pria ini. "Tentu saja," ucap wanita yang memakai seragam perawat tersebut. Ia lalu mengambil sebuah kartu nama dari dalam laci mejanya. "Ini nomor kantor kami," katanya sambil menyerahkan kartu nama di tangannya pada Alan. "Anda