"Yuda, kamu tidak bisa seenaknya begitu mencampakkan Anisa!" Teriak Tante Mutiah."Mencampakkan? Mencampakkan bagaimana? Bahkan saya yang harus bertanggung jawab atas apa yang saya tidak lakukan.""Sudah Mi, jangan diperpanjang, ini kesalahan Anisa, jangan dibebankan sama nak Yuda.""Tapi bi, Yuda suaminya Anisa sekarang.""Sudah Mi, jangan menambah malu Abi.""Tapi Bi, Anisa.""Sudah Ummi, Anisa malu sama mas Yuda, sama tante Hilma juga." Sahut Anisa.Tante Mutiah akhirnya diam dan tak bersuara lagi. Akupun beranjak meninggalkan kediaman mama. Mama menatap sendu kepergianku, tak banyak yang mama ucapkan. Hanya kata maaf berkali-kali keluar dari mulut mama.Mobil melaju membelah jalanan pekat, hanya semak belukar dan pepohonan sawit menghiasi sepanjang jalan. Dua jam kemudian aku sudah sampai didepan rumah. Setelah mobil kuparkirakan digarasi, aku langsung membuka pintu utama, rumah sangat sepi tanpa Kanaya dan Dimas."Nay, apa kamu baik-baik saja?" Lirihku.Kukunci kembali pintu utama
"yaa Allah, Maya sudah jauh dan menghilang, bagaimana aku bisa menemukan Kanaya?""Pak, mari ikut kami ke kantor!""Sebentar pak, saya ambil helm dan pesanan soto saya, kasian pemilik warung, soalny belum saya bayar.""Baik kalau begitu, mari kami antar."Kedua polisi lalu lintas itu mengantarku mengambil helm dan soto yang kupesan tadi. "Maaf bu, soto saya dibungkus saja, saya buru-buru soalnya.""Oh, nggeh mas."Setelah membayar soto, kemudian aku mengikuti kedua polisi itu ke pos polantas terdekat. Seorang polisi membuat surat tilang untukku. Sementara polisi lainnya menanyaiku."Masnya ini dari mana?""Saya dari Bengkulu Pak, mau cari istri saya disini.""Istrinya kabur atau bagaimana?""Masalah rumah tangga pak.""Oh, sudah ada gambaran mau cari dimana?""Saya dengar dari mertua saya, dia disekitaran UGM.""Semoga lekas ketemu, ini surat tilangnya, minggu depan ikut sidang ya.""Iya Pak," jawabku singkat. Karena aku tak mau bertele-tele menghabiskan waktu. Nanti aku minta tolong
Yuda masih setia menunggu Kanaya, sudah satu hari pasca operasi, namun Kanaya belum juga sadar. Malam itu hanya Yuda dan Maya yang menunggu Kanaya, sementara orang tua Kanaya dan Dimas pulang ke kontrakan.Jemari kanaya bergerak pelan, disusul matanya yang perlahan terbuka. "Sayang, kamu sudah bangun?" Teriak Yuda, matanya berbinar. Wajahnya berubah berseri.Samar terdengar suara Yuda memanggil, tapi tak mungkin, Yuda tidak ada disini. Ini pasti halusinasi. Kanaya terbengong matanya memindai seluruh ruangan. Dalam hatinya seperti dia sedang berhalusinasi."May, Maya," Panggil Kanaya."Iya mbak, Maya disini." Maya mendekat, dia kemudian memgelus rambut Kanaya."Mbak dimana May?" Kanaya bingung. Sementara Yuda memdekat dari sisi kanan."Mbak dirumah sakit, kemarin mbak dioperasi, Alhamdulillah mbak sekarang sudah sadar.""Aku seperti halusinasi May, mbak dengar suara Yuda.""Dia ada disini mbak, tapi sebaiknya mbak istirahat, aku panggilkan dokter dulu ya.""May, kamu disini saja, aku
"Dimas!" Panggil Wira ketika yang dia lihat adalah Dimas--anaknya.Maya sengaja memgajak Dimas jalan-jalan ke mall agar Dimas bisa kembali ceria, karena semejak tiba di Jogja, terlebih ketika Kanaya pingsan hingga saat ini dia selalu murung. Celotehnya yang biasanya menggemaskan, kini seolah lenyap. Hanya doa-doa untuk Kanaya yang keluar dari mulut Dimas."Papa." Dimas mendekat dan memeluk Wira dengan erat."Kenapa kamu disini? Liburan?" tanya Wira."Mbak Nay sakit mas, dia operasi kemarin," jawab Maya."Sakit? Operasi? Kok kalian gak kabari aku?""Panjang ceritanya mas.""Ayo duduk dulu May," ajak Wira, Mayapun menurut, dia duduk diseberang kursi Wira."Sebentar, biar aku antar Dimas ke toilet dulu." Wira melangkah menuju toilet bersama Dimas.Sementara Lely sudah selesai dengan belanjaannya. Setelah membayar baju dikasir, dia menyusul Wira yang menunggu di cafe yang Wira tunjukkan tadi.Namun, betapa terkejutnya ketika Lely mendapati ada perempuan tengah duduk ditempat suaminya dudu
"Sayang, please! Maaf." Wira mencekal tangan Lely dan duduk berlutut. Kemudian dia mengeluarkan bunga dari dalam bajunya dan memberikannya pada istrinya."Kamu cantik sekali malam ini, baju ini sangat cocok buat kamu." sambung Wira. Lely memperhatikan baju yang dia kenakan, lingerie warna merah yang dia beli tadi masih sudah menempel ditubuhnya.Lely terpana, tak menyangka jika Wira bisa seromantis ini. Diambinya bunga mawar merah, kemudian dia hirup aromanya dalam-dalam.Wira bangkit, "kamu suka?" Wira mendekati wajahnya dipundak istrinya."Suka banget mas." Selanjutnya hanya mereka yang tahu dan merasakan apa yang terjadi di kamar itu. Lely tersenyum puas. Akhirnya dia bisa menaklukkan hati Wira. ----Di rumah sakit, Yuda termenung, tindakannya serba salah. Ingin tetap tinggal, namun penerimaan Kanaya tidak hangat, bahkan dia histeris melihat Yuda. Sedalam itukah luka hati Kanaya. Atau ini hanya karena efek dia setelah operasi. Jadi fikirkannya kacau."Yuda, aku mohon, pergi dari
[Sayang, akhirnya kamu menghubungiku, aku sangat, sangat merindukanmu]Pesan itu cukup lama tak terbaca, akhirnya Yuda melakukan panggilan telepon. Namun Kanaya tidak merespon."Assalamualaikum." sapa suara merdu dari sebrang."Wa'alaikumsalam, MasyaaAllah Nay, aku sangat merindukan suaramu." Wajah Yuda kian berseri, senyumnya yang hilang hampir tiga bulan lamamnya. Kok ni"Maafkan aku Bi!""Aku yang seharusnya minta maaf Nay." "Aku ingin bertemu mama," ucap Kanaya."Yang benar Yang? Mama sangat senang mendengar berita ini, sudah sangat lama mama ingin mengunjungimu,Besok aku akan bawa mama kesna Nay," sambung Yuda."Iya Bi, aku tunggu."Hari ini Yuda izin pulang cepat, karena dia akan pulang ke rumah Hilma untuk memberitahu berita bahagia. Sebelumnya Yuda sudah memesan tiga tiket pesawat, satu untuknya dan dua lagi untuk Hilma dan Heru.Namun sayang, atasan Yuda tidak mengizinkan Yuda pulang cepat, karena tugasnya belum selesai. Dengan berat hati akhirnya Yuda berangkat kerumah Hil
Yuda telah melewati mada kritisnya. Keadaannya sudah stabil, namun Yuda belum sadar. Semua yang ada dirumah sakit sangat lega mendengar informasi dari dokter.Dokter hanya mengizinkan satu orang untuk masuk kedalam ruangan. Heru kemudian mnyuruh Kanaya masuk kedalam ruangan Yuda dirawat. Heru sadar selama ini Yuda sangat kacau hidup tanpa Kanaya.Kanaya masuk kedalam ruangan Yuda dengan menggunaka baju khusus, kemudian dia duduk disamping Yuda. Menggenggam tangan yang selama ini menjadi penguatnya. Tak bisa dipungkiri jika selama berada di Jogja, Kanaya tak mampu sedikitpun tak memikirkan Yuda. Namun ucapan Hilma sangat membayangi. "Sayang, bangun! Aku disini, bersamamu, bangunlah!" ucap Kanaya sambil terisak."Maafkan aku yang selama ini egois, bisakah kita hidup bersama-sama lagi? Dirumah kita?""Sayang, aku punya anak angkat disana, dia lucu, namany Letisya, sekarang sementara aku titipkan sama bunda Halimah, dia menjadi semangatku ketika aku menyerah.""Sayang, bangunlah!"Gengga
Yuda tak mampu menahan air matanya, ketika melihat keadaan Kanaya yang sangat memprihatikan. Rambutnya yang dulu panjang hitam dan berkilau, kini semakin menipis. Badannya yang dulu berisi, kini kurus hingga dibeberapa tempat, tulangnya terlihat menonjol.Proses kemoterapi pasca operasi yang membuat keadaannya seperti sekarang. Rambut ya rontok bahkan sakrang sudah nyaris botak.Kedua tangan Yuda membingkai wajah Kanaya yang masih terlihat ayu, walaupun keadaannya tak sesehat dulu.Kanaya tak mampu menatap mata tajam suaminya. Pandangannya memindai ujung jilbabnya yang sudah dilepas Yuda."Apa karena ini kamu tak mau bertemu denganku sayang?"Kanaya mengangguk, kemudian menunduk semakin dalam, "aku takau kamu repot mengurusku! Setiap hari harus berjibaku dengan cariran yang keluar dari dalam perutku akibat obat-obatan itu.""Nay, aku tidak sepicik itu, taukah kamu betapa menderitanya aku jauh darimu, bahkan ketika aku menemuimu kesana, kamu tak mau bertemu dengaku, aku dekat denganmu