"yaa Allah, Maya sudah jauh dan menghilang, bagaimana aku bisa menemukan Kanaya?""Pak, mari ikut kami ke kantor!""Sebentar pak, saya ambil helm dan pesanan soto saya, kasian pemilik warung, soalny belum saya bayar.""Baik kalau begitu, mari kami antar."Kedua polisi lalu lintas itu mengantarku mengambil helm dan soto yang kupesan tadi. "Maaf bu, soto saya dibungkus saja, saya buru-buru soalnya.""Oh, nggeh mas."Setelah membayar soto, kemudian aku mengikuti kedua polisi itu ke pos polantas terdekat. Seorang polisi membuat surat tilang untukku. Sementara polisi lainnya menanyaiku."Masnya ini dari mana?""Saya dari Bengkulu Pak, mau cari istri saya disini.""Istrinya kabur atau bagaimana?""Masalah rumah tangga pak.""Oh, sudah ada gambaran mau cari dimana?""Saya dengar dari mertua saya, dia disekitaran UGM.""Semoga lekas ketemu, ini surat tilangnya, minggu depan ikut sidang ya.""Iya Pak," jawabku singkat. Karena aku tak mau bertele-tele menghabiskan waktu. Nanti aku minta tolong
Yuda masih setia menunggu Kanaya, sudah satu hari pasca operasi, namun Kanaya belum juga sadar. Malam itu hanya Yuda dan Maya yang menunggu Kanaya, sementara orang tua Kanaya dan Dimas pulang ke kontrakan.Jemari kanaya bergerak pelan, disusul matanya yang perlahan terbuka. "Sayang, kamu sudah bangun?" Teriak Yuda, matanya berbinar. Wajahnya berubah berseri.Samar terdengar suara Yuda memanggil, tapi tak mungkin, Yuda tidak ada disini. Ini pasti halusinasi. Kanaya terbengong matanya memindai seluruh ruangan. Dalam hatinya seperti dia sedang berhalusinasi."May, Maya," Panggil Kanaya."Iya mbak, Maya disini." Maya mendekat, dia kemudian memgelus rambut Kanaya."Mbak dimana May?" Kanaya bingung. Sementara Yuda memdekat dari sisi kanan."Mbak dirumah sakit, kemarin mbak dioperasi, Alhamdulillah mbak sekarang sudah sadar.""Aku seperti halusinasi May, mbak dengar suara Yuda.""Dia ada disini mbak, tapi sebaiknya mbak istirahat, aku panggilkan dokter dulu ya.""May, kamu disini saja, aku
"Dimas!" Panggil Wira ketika yang dia lihat adalah Dimas--anaknya.Maya sengaja memgajak Dimas jalan-jalan ke mall agar Dimas bisa kembali ceria, karena semejak tiba di Jogja, terlebih ketika Kanaya pingsan hingga saat ini dia selalu murung. Celotehnya yang biasanya menggemaskan, kini seolah lenyap. Hanya doa-doa untuk Kanaya yang keluar dari mulut Dimas."Papa." Dimas mendekat dan memeluk Wira dengan erat."Kenapa kamu disini? Liburan?" tanya Wira."Mbak Nay sakit mas, dia operasi kemarin," jawab Maya."Sakit? Operasi? Kok kalian gak kabari aku?""Panjang ceritanya mas.""Ayo duduk dulu May," ajak Wira, Mayapun menurut, dia duduk diseberang kursi Wira."Sebentar, biar aku antar Dimas ke toilet dulu." Wira melangkah menuju toilet bersama Dimas.Sementara Lely sudah selesai dengan belanjaannya. Setelah membayar baju dikasir, dia menyusul Wira yang menunggu di cafe yang Wira tunjukkan tadi.Namun, betapa terkejutnya ketika Lely mendapati ada perempuan tengah duduk ditempat suaminya dudu
"Sayang, please! Maaf." Wira mencekal tangan Lely dan duduk berlutut. Kemudian dia mengeluarkan bunga dari dalam bajunya dan memberikannya pada istrinya."Kamu cantik sekali malam ini, baju ini sangat cocok buat kamu." sambung Wira. Lely memperhatikan baju yang dia kenakan, lingerie warna merah yang dia beli tadi masih sudah menempel ditubuhnya.Lely terpana, tak menyangka jika Wira bisa seromantis ini. Diambinya bunga mawar merah, kemudian dia hirup aromanya dalam-dalam.Wira bangkit, "kamu suka?" Wira mendekati wajahnya dipundak istrinya."Suka banget mas." Selanjutnya hanya mereka yang tahu dan merasakan apa yang terjadi di kamar itu. Lely tersenyum puas. Akhirnya dia bisa menaklukkan hati Wira. ----Di rumah sakit, Yuda termenung, tindakannya serba salah. Ingin tetap tinggal, namun penerimaan Kanaya tidak hangat, bahkan dia histeris melihat Yuda. Sedalam itukah luka hati Kanaya. Atau ini hanya karena efek dia setelah operasi. Jadi fikirkannya kacau."Yuda, aku mohon, pergi dari
[Sayang, akhirnya kamu menghubungiku, aku sangat, sangat merindukanmu]Pesan itu cukup lama tak terbaca, akhirnya Yuda melakukan panggilan telepon. Namun Kanaya tidak merespon."Assalamualaikum." sapa suara merdu dari sebrang."Wa'alaikumsalam, MasyaaAllah Nay, aku sangat merindukan suaramu." Wajah Yuda kian berseri, senyumnya yang hilang hampir tiga bulan lamamnya. Kok ni"Maafkan aku Bi!""Aku yang seharusnya minta maaf Nay." "Aku ingin bertemu mama," ucap Kanaya."Yang benar Yang? Mama sangat senang mendengar berita ini, sudah sangat lama mama ingin mengunjungimu,Besok aku akan bawa mama kesna Nay," sambung Yuda."Iya Bi, aku tunggu."Hari ini Yuda izin pulang cepat, karena dia akan pulang ke rumah Hilma untuk memberitahu berita bahagia. Sebelumnya Yuda sudah memesan tiga tiket pesawat, satu untuknya dan dua lagi untuk Hilma dan Heru.Namun sayang, atasan Yuda tidak mengizinkan Yuda pulang cepat, karena tugasnya belum selesai. Dengan berat hati akhirnya Yuda berangkat kerumah Hil
Yuda telah melewati mada kritisnya. Keadaannya sudah stabil, namun Yuda belum sadar. Semua yang ada dirumah sakit sangat lega mendengar informasi dari dokter.Dokter hanya mengizinkan satu orang untuk masuk kedalam ruangan. Heru kemudian mnyuruh Kanaya masuk kedalam ruangan Yuda dirawat. Heru sadar selama ini Yuda sangat kacau hidup tanpa Kanaya.Kanaya masuk kedalam ruangan Yuda dengan menggunaka baju khusus, kemudian dia duduk disamping Yuda. Menggenggam tangan yang selama ini menjadi penguatnya. Tak bisa dipungkiri jika selama berada di Jogja, Kanaya tak mampu sedikitpun tak memikirkan Yuda. Namun ucapan Hilma sangat membayangi. "Sayang, bangun! Aku disini, bersamamu, bangunlah!" ucap Kanaya sambil terisak."Maafkan aku yang selama ini egois, bisakah kita hidup bersama-sama lagi? Dirumah kita?""Sayang, aku punya anak angkat disana, dia lucu, namany Letisya, sekarang sementara aku titipkan sama bunda Halimah, dia menjadi semangatku ketika aku menyerah.""Sayang, bangunlah!"Gengga
Yuda tak mampu menahan air matanya, ketika melihat keadaan Kanaya yang sangat memprihatikan. Rambutnya yang dulu panjang hitam dan berkilau, kini semakin menipis. Badannya yang dulu berisi, kini kurus hingga dibeberapa tempat, tulangnya terlihat menonjol.Proses kemoterapi pasca operasi yang membuat keadaannya seperti sekarang. Rambut ya rontok bahkan sakrang sudah nyaris botak.Kedua tangan Yuda membingkai wajah Kanaya yang masih terlihat ayu, walaupun keadaannya tak sesehat dulu.Kanaya tak mampu menatap mata tajam suaminya. Pandangannya memindai ujung jilbabnya yang sudah dilepas Yuda."Apa karena ini kamu tak mau bertemu denganku sayang?"Kanaya mengangguk, kemudian menunduk semakin dalam, "aku takau kamu repot mengurusku! Setiap hari harus berjibaku dengan cariran yang keluar dari dalam perutku akibat obat-obatan itu.""Nay, aku tidak sepicik itu, taukah kamu betapa menderitanya aku jauh darimu, bahkan ketika aku menemuimu kesana, kamu tak mau bertemu dengaku, aku dekat denganmu
Yuda mengingat-ingat, ada masalah apa dia dengan Andi? Selama ini dia tak oernah ounya masalah apapun, bahakn bertemupun jarang."Andi? Bukannya dia ayah dari bayi yang dikandung Anisa Tam?" celetuk Hilma."Anisa? Siapa Anisa pak Yuda?" tanya Darma. Informsi baru, sekecil apapun sangat berguna untuk proses penyelidikan."Anisa itu istri saya yang lain pak Darma, tetapi saya menikah dengan dia karena dipaksa mama saya, namun baru satu bulan saya menikah dengannya, dia sudah mengandung salama 6 minggu, bahkan saya belum pernah menyentuhnya sama sekali, karena janji sapa sama Kanaya." jelas Yuda, yang membuat Hikma menunduk malu."Jadi status pernikahan anda sekarang bagaimana?" Tanya Darma lagi."Status pernikahan kami memang siri, tidak tercatat di KUA, dan sekarang kami pisah, karena orang tuanya membawa Anisa pulang. Setelah bayinya lahir nanti, jatuh talak saya padanya pak.""Baik, mungkin saja ada hubungannya dengan ibu Anisa.""Sekarang mereka pindah, saya tidak tahu kemana, karen
Beberapa bulan kemudian, setelah kegagalan Maya ber-taaruf dengan Kahfi, pemuda itu di kembalikan ke Palembang, ke tempat asalnya. Kiayi Abdurrahman sangat syok dan kecewa dengan perilaku Kahfi. Beliau tak menyangka jika anak asuhnya mempunyai prilaku seperti itu.Hatiku merasa lega, karena Lia akhirnya angakat suara tentang latar belakang Kahfi yang sebenarnya. Hampir saja Maya tertajuh ke dalam Pelukan laki-laki berprilaku menyimpang itu. Tidak bisa dibayangkan jika Lia sebagai mantan istirnya dulu tidak oernah menceritakan kisah kelamnya, sudah oasti Maya akan menjadi korban ke dua.Siang itu aku akan melakukan check di laboratorium mengenai penyakitku. Menurut dokter, pengobatan yang aku lakukan selama ini menunjukkan perkembangan yang begitu besar. Dan kemungkinan sel kanker itu sudah tidak ada di dalam tubuhku.Dengan harinyang sedikit cemas, aku mwnunggu Yuda mengantre untuk memgambil hasil cek laboratorium, setelah setengah jam memunggu, Yuda berlari tergopoh-gopoh mendekatik
Maya tak menghiraukan keberakan ustadz Kahfi disana. Gadis itu masih begitu saja menuju ruang tengah bersama Gina dan juga Dimas. Sementara Wira ikut duduk dengan Abdul Gani di ruang tamu.Harni tak melepaskan Dimas sedikitpun hingga mereka sampai di ruang tengah."Kangen beratkah, Oma?" ledek Dimas, laki-laki kecil itu mencium pipi omamya yang sudah mulai mengeriput."Tentu saja, anak baik." Harni menjawil hidung bangir milik Dimas."Sama aku gak rindukah?" Maya merajuk, bibirnya dimajukannya cukup panjang."Dikit," kata hari sambi membuat gerakan pada telunjuk dan jempolnya."Ih, ibu." Maya makin merajuk."MasyaaAllah, ada Gina." Harni baru sadar jika da sepasang mata yang memperhatikannya."Hehehe ... Ibu sehat?" ucao Gina kemudian."Alhamdulillah. Sini duduk dulu. Ibu buatkan teh hangat dulu ya."Harni bergegas ke belakang untuk membuatkan tamunya minuman hangat. Gina dan Maya mengekor wanita setengah baya itu. Sementara Dimas sudah sibuk dengan Cimoi--kucing kesayangan Kanaya."B
"Nay, Yuda ...." Wira menjeda ucapannya, dia mengatur nafas berkali-kali."Wira ada apa?" Yuda mengambil alih kamera."Tadi di toko bakery, kami ketemu dengan Anisa. Dia mengatakan hal buruk tentg Kanaya, yang membuat Dimas ketakutan.""Astaghfirullah," Kanaya membekap mulutnya."Terus gimana Wir?" Sambung Yuda tak kalah khawatir."Tadi Dimas sedikit ketakutan, tapi sekarang sudah ceria lagi." "Wir, tolong kalau Dimas audah di pesantren, sering-sering kamu jenguk ya." Ada rasa nyeri dalam hari Wira ketika mendengar perhatian Yuda yang begitu dalam terhadap Dimas, seandainya Lely pun begitu terhadap Dimas, mungkin Dimas tidak akan ketakutan seperti tadi, ketika bertemu dengan Lely."Sudah pasti, "ucap Wira."Anisa dan ibunya itu bisa dikatakan berhabaya Wir, beberapa kali Anisa mengirimkan oesan untuk Kanaya yang berisi ancaman.""Sampai separah itu?" Wira menanggapi."Aku tak tahu pasti bagaimana mereka, tapi dari cara ibunya Anisa membujuk ibuku agar aku bisa menikah dengan Anisa,
Dimas semakin dakam bersembunyi dibalik tubuh Gina yang tinggi. Sementara Wira membawa istrinya masuk kedalam kamar. Laki-laki yang selalu rapi itu tak habis pikir dengan tikah istrinya yang keterlaluan."Kamu bisa gak, jangan ngomong kasar begitu. Dari awal sebelum kita menikah, aku sudah kasih tahu kamu status aku. Aku punya anak, dan kamu setuju untuk mengganggap Dimas sebagai anak kamu sendiri, tapi kenapa sekarang begini?" ujar Wira dengan nada tinggi."Mas, itu dulu sebelum aku melihat wajah Kanaya, tapi setelah melohat wajah Kanaya, aku jadi merasa kalau kamu menikahiku karena aku mirip dengan Kanaya." Suara Lely tak kalah tinggi."Jadi apa mau kamu, hah?" Wira tak mampu menahan emosi."Aku mau bocah itu tidak pernah datang kesini, aku anggap kamu duda tanpa anak!""Lely ...." Wira mengangkat tangannya dan hampir menampar waja Lely, namun dengan sekuat tenaga dia menahan amarahnya."Apa mas? Mau nampar aku? Tapar aja!""Oke, aku akan bawa Dimas pergi, tapi jangan harap kamu aka
Maya masih syok dengan pengakuan Lia, dia kini terbaring didalam kamar yang ada di toko Kanaya. Lia kembali turun untuk bergabung dengan karyawan lainnya.Pemandangan aneh terlihat ketika Lia sampai di anak tangga dituruninya satu persatu. Dimas yang tengah merajuk sedang dibujuk olelh Wira."Mas Wira," panggil Lia seraya mendekat."Eh ... Lia. Mana Maya?" tanya Wira."Istirahat diatas Mas, mas Wira mau ngajak Dimas keluar?" "Iya, mau aku ajak nginap di rumah, tapi sepertinya dia sedang merajuk karena aku telat jemputnya," ucap WiraSebenarnya Wira sempat ke bandara, tetapi sampai disana Dimas dan Maya sudah tidak ada. Ternyata dari tadi dia mengabaikan pesan Kanaya, jika Dimas dan Maya sudah dijemput Lia."Papa ingkar janji!" desis Dimas. Mukannya ditekuk. Wira kembali mendekati Dimas yang duduk di sofa."Maaf ya sayang, tadi kerjaan papa gak bisa ditinggal," bujuk Wira."Dimas mau popcorn?" Sepertinya pertahanan Dimas mulai runtuh ketika mendengar makanan kesukaannya disebut."
Lianita alnama yang diberikan kedua orang tuaku, aku asli Palembang, dan merantau ke Bengkulu karena suatu hal yang mengharuskanku menjauh dari tempat yang sudah menorehkan luka menganga dihatiku. Luka itu bahkan hingga saat ini masih terasa sakit Aku menghubungi ayuk Gita--kerabat jauh mama, untuk mencari informasi pekerjaan di Bengkulu. Ayuk merupakan panggilan seperti mbak bagi orang Sumatra.Ayuk Gita sudah lama tinggal di Bengkulu ikut suaminya. Nasib baik tengah menghampiriku, ayuk Gita mempunyai sahabat bernama mbak Kanaya. Mbak Kanaya mempunyai toko baju yang sedang membutuhkan karyawan untuk tokonya.Dulu toko itu jaga sendiri oleh mbak Kanaya, karena semkain hari tokonya semakin ramai, makan dia memutuskan untuk mencari karyawan. Bukan karyawan sebenarnya, patner kerja kebih tepatnya. Karena mbak Kanaya tidak memperlakukan karyawannya seperti karyawan, tetapi seperti teman kerja. Tak segan-segan mbak Kanaya meminta pendapat kami jika mengalami masalah.Berkat rekomendasi da
Dimas berkali-kali menoleh kebelakang demi melihat Kanaya yang masih melambaikan tangan. Bocah yang kini sudah beranjak besar itu rasanya tak ingin lagi pisah dari Kanaya--ibunya, namun apalah daya, Kanaya harus menjalani pengobatan secara rutin karena sel kanker yang kemarin sudah diangkat, kini tumbuh lagi dan harus dilakukan kemoterapi.Kini Dimas dan Maya memasuki bandara, mwnuju pintu masuk pesawat, Dimas menggenggam erat tangan Maya, seoalh takut terpisah diataran ratusan orang yang tengah berdesakan."Tante, apa di pesantren Al Mukmin akan sama kayak di pesantren yang kemarin?" Dimas merasa cemas dan trauma atas apa yang menimpa diririnya beberapa bulan terakhir. Awalnya Dimas memang sekolah di SD berbasis Islam, namun karena keterbatasan penjagaan akhirnya Dimas dimasukkan ke pesantren, selain bisa belajar agama lebih dalam, tentunya Kanaya merasa aman karena tinggal di pesantren, ada yg mengawasinya.Sungguh malang yang menimpa Dimas, anak baik itu harus menerima perundungan
Tangisku kembali pecah ketika mendengar pengakuannya selama di pesantren. Hal yang paling menyedihkan ketika Dimas bilang dia tidak diizinkan tidur dikasur.Jadi selama ini Dimas hanya tidur dilantai beralaskan kain sarung. Bisa dibayangkan bagaimana dinginnya cuaca disana. Kembali kupeluk erat tubuh kurus anak baikku ini, aku baru sadar jika tubuhnya kini kurus. Aku terlalu memikirkan diriku sendiri. "Kenapa Dimas tidak cerita?""Karena Dimas tidak mau Mama sedih, apalagi Mama sedang saki," jawabnya polos."Sayang, maafin Mama ya! Besok mama sama ayah ke pesantren untuk mengurus kepindah Dimas. Untuk sementara Dimas sekolah didekat oma gak apa-apa kan?""Iya Ma, Dimas lebih senang dekat dengan oma.""Atau mau sekolah dekat papa?" tanyaku memberi pilihan. Bagaimanapun Dimas sudah besar, dia sudah mampu berpikir mana yang baik mana yang tidak.Dimas menggeleng, "deket sama oma aja Ma, Dimas gak tinggal sama tante Lely.""Iya gak apa-apa, besok kalau tante Maya pulang, Dimas sekalian
"Jangan ngaco May, Lia tahu darimana?""Aku juga gak tahu mbak, kemarin kan aku telfon mbak Lia, mau kasih tau dia kalau minggu depan aku mau pulang, terus minta tolong jemput di bandara, terus dia kan nanya-nanya tu, mau apa pulang. Ya Kau ceritakan kalau mau ketmeu ustat Kahfi. Terus tiba-tiba dia nanya, di cv ustadz kahfi statusnya apa? Gitu, y aaku jawab single." Maya manaruk nafas panjang dan membenarkan posisi duduknya."Terus apa lagi kata Lia?" Aku makin penasaran dengan cerita Maya tetang ustadz Kahfi."Mbak Lia bilang kalau sebenarnya ustadz kahfi udah pernah menikah.""Kamu percaya begitu aja dengan Lia?""Lho, bukannya selama ini Mbak Lia jadi orang kepercayaan Mbak dalam ngurusin toko, mada iya dia bohong mbak. Apa motivasinya coba dia bohongin aku."Kau berfikir sejenak, "iya juga ya May, atau mungkin kerabatnya Lia kenal siapa ustadz Kahfi. Tapi kan dia putranya kiayi Abdurrahman."Aku bingun sendiri dengan penuturan Maya. Kiyai Abdurrahman setahuku mempunyai empat anak