Yuda masih setia menunggu Kanaya, sudah satu hari pasca operasi, namun Kanaya belum juga sadar. Malam itu hanya Yuda dan Maya yang menunggu Kanaya, sementara orang tua Kanaya dan Dimas pulang ke kontrakan.Jemari kanaya bergerak pelan, disusul matanya yang perlahan terbuka. "Sayang, kamu sudah bangun?" Teriak Yuda, matanya berbinar. Wajahnya berubah berseri.Samar terdengar suara Yuda memanggil, tapi tak mungkin, Yuda tidak ada disini. Ini pasti halusinasi. Kanaya terbengong matanya memindai seluruh ruangan. Dalam hatinya seperti dia sedang berhalusinasi."May, Maya," Panggil Kanaya."Iya mbak, Maya disini." Maya mendekat, dia kemudian memgelus rambut Kanaya."Mbak dimana May?" Kanaya bingung. Sementara Yuda memdekat dari sisi kanan."Mbak dirumah sakit, kemarin mbak dioperasi, Alhamdulillah mbak sekarang sudah sadar.""Aku seperti halusinasi May, mbak dengar suara Yuda.""Dia ada disini mbak, tapi sebaiknya mbak istirahat, aku panggilkan dokter dulu ya.""May, kamu disini saja, aku
"Dimas!" Panggil Wira ketika yang dia lihat adalah Dimas--anaknya.Maya sengaja memgajak Dimas jalan-jalan ke mall agar Dimas bisa kembali ceria, karena semejak tiba di Jogja, terlebih ketika Kanaya pingsan hingga saat ini dia selalu murung. Celotehnya yang biasanya menggemaskan, kini seolah lenyap. Hanya doa-doa untuk Kanaya yang keluar dari mulut Dimas."Papa." Dimas mendekat dan memeluk Wira dengan erat."Kenapa kamu disini? Liburan?" tanya Wira."Mbak Nay sakit mas, dia operasi kemarin," jawab Maya."Sakit? Operasi? Kok kalian gak kabari aku?""Panjang ceritanya mas.""Ayo duduk dulu May," ajak Wira, Mayapun menurut, dia duduk diseberang kursi Wira."Sebentar, biar aku antar Dimas ke toilet dulu." Wira melangkah menuju toilet bersama Dimas.Sementara Lely sudah selesai dengan belanjaannya. Setelah membayar baju dikasir, dia menyusul Wira yang menunggu di cafe yang Wira tunjukkan tadi.Namun, betapa terkejutnya ketika Lely mendapati ada perempuan tengah duduk ditempat suaminya dudu
"Sayang, please! Maaf." Wira mencekal tangan Lely dan duduk berlutut. Kemudian dia mengeluarkan bunga dari dalam bajunya dan memberikannya pada istrinya."Kamu cantik sekali malam ini, baju ini sangat cocok buat kamu." sambung Wira. Lely memperhatikan baju yang dia kenakan, lingerie warna merah yang dia beli tadi masih sudah menempel ditubuhnya.Lely terpana, tak menyangka jika Wira bisa seromantis ini. Diambinya bunga mawar merah, kemudian dia hirup aromanya dalam-dalam.Wira bangkit, "kamu suka?" Wira mendekati wajahnya dipundak istrinya."Suka banget mas." Selanjutnya hanya mereka yang tahu dan merasakan apa yang terjadi di kamar itu. Lely tersenyum puas. Akhirnya dia bisa menaklukkan hati Wira. ----Di rumah sakit, Yuda termenung, tindakannya serba salah. Ingin tetap tinggal, namun penerimaan Kanaya tidak hangat, bahkan dia histeris melihat Yuda. Sedalam itukah luka hati Kanaya. Atau ini hanya karena efek dia setelah operasi. Jadi fikirkannya kacau."Yuda, aku mohon, pergi dari
[Sayang, akhirnya kamu menghubungiku, aku sangat, sangat merindukanmu]Pesan itu cukup lama tak terbaca, akhirnya Yuda melakukan panggilan telepon. Namun Kanaya tidak merespon."Assalamualaikum." sapa suara merdu dari sebrang."Wa'alaikumsalam, MasyaaAllah Nay, aku sangat merindukan suaramu." Wajah Yuda kian berseri, senyumnya yang hilang hampir tiga bulan lamamnya. Kok ni"Maafkan aku Bi!""Aku yang seharusnya minta maaf Nay." "Aku ingin bertemu mama," ucap Kanaya."Yang benar Yang? Mama sangat senang mendengar berita ini, sudah sangat lama mama ingin mengunjungimu,Besok aku akan bawa mama kesna Nay," sambung Yuda."Iya Bi, aku tunggu."Hari ini Yuda izin pulang cepat, karena dia akan pulang ke rumah Hilma untuk memberitahu berita bahagia. Sebelumnya Yuda sudah memesan tiga tiket pesawat, satu untuknya dan dua lagi untuk Hilma dan Heru.Namun sayang, atasan Yuda tidak mengizinkan Yuda pulang cepat, karena tugasnya belum selesai. Dengan berat hati akhirnya Yuda berangkat kerumah Hil
Yuda telah melewati mada kritisnya. Keadaannya sudah stabil, namun Yuda belum sadar. Semua yang ada dirumah sakit sangat lega mendengar informasi dari dokter.Dokter hanya mengizinkan satu orang untuk masuk kedalam ruangan. Heru kemudian mnyuruh Kanaya masuk kedalam ruangan Yuda dirawat. Heru sadar selama ini Yuda sangat kacau hidup tanpa Kanaya.Kanaya masuk kedalam ruangan Yuda dengan menggunaka baju khusus, kemudian dia duduk disamping Yuda. Menggenggam tangan yang selama ini menjadi penguatnya. Tak bisa dipungkiri jika selama berada di Jogja, Kanaya tak mampu sedikitpun tak memikirkan Yuda. Namun ucapan Hilma sangat membayangi. "Sayang, bangun! Aku disini, bersamamu, bangunlah!" ucap Kanaya sambil terisak."Maafkan aku yang selama ini egois, bisakah kita hidup bersama-sama lagi? Dirumah kita?""Sayang, aku punya anak angkat disana, dia lucu, namany Letisya, sekarang sementara aku titipkan sama bunda Halimah, dia menjadi semangatku ketika aku menyerah.""Sayang, bangunlah!"Gengga
Yuda tak mampu menahan air matanya, ketika melihat keadaan Kanaya yang sangat memprihatikan. Rambutnya yang dulu panjang hitam dan berkilau, kini semakin menipis. Badannya yang dulu berisi, kini kurus hingga dibeberapa tempat, tulangnya terlihat menonjol.Proses kemoterapi pasca operasi yang membuat keadaannya seperti sekarang. Rambut ya rontok bahkan sakrang sudah nyaris botak.Kedua tangan Yuda membingkai wajah Kanaya yang masih terlihat ayu, walaupun keadaannya tak sesehat dulu.Kanaya tak mampu menatap mata tajam suaminya. Pandangannya memindai ujung jilbabnya yang sudah dilepas Yuda."Apa karena ini kamu tak mau bertemu denganku sayang?"Kanaya mengangguk, kemudian menunduk semakin dalam, "aku takau kamu repot mengurusku! Setiap hari harus berjibaku dengan cariran yang keluar dari dalam perutku akibat obat-obatan itu.""Nay, aku tidak sepicik itu, taukah kamu betapa menderitanya aku jauh darimu, bahkan ketika aku menemuimu kesana, kamu tak mau bertemu dengaku, aku dekat denganmu
Yuda mengingat-ingat, ada masalah apa dia dengan Andi? Selama ini dia tak oernah ounya masalah apapun, bahakn bertemupun jarang."Andi? Bukannya dia ayah dari bayi yang dikandung Anisa Tam?" celetuk Hilma."Anisa? Siapa Anisa pak Yuda?" tanya Darma. Informsi baru, sekecil apapun sangat berguna untuk proses penyelidikan."Anisa itu istri saya yang lain pak Darma, tetapi saya menikah dengan dia karena dipaksa mama saya, namun baru satu bulan saya menikah dengannya, dia sudah mengandung salama 6 minggu, bahkan saya belum pernah menyentuhnya sama sekali, karena janji sapa sama Kanaya." jelas Yuda, yang membuat Hikma menunduk malu."Jadi status pernikahan anda sekarang bagaimana?" Tanya Darma lagi."Status pernikahan kami memang siri, tidak tercatat di KUA, dan sekarang kami pisah, karena orang tuanya membawa Anisa pulang. Setelah bayinya lahir nanti, jatuh talak saya padanya pak.""Baik, mungkin saja ada hubungannya dengan ibu Anisa.""Sekarang mereka pindah, saya tidak tahu kemana, karen
Yuda dan Kanaya memulai kehidupan baru di Jogja. Yuda memutuskan untuk resign dari kantornya agar bisa fokus dengan kesembuhan Kanaya.Kanaya melamun disudut kamar, tatapannya lurus keluar jendela kaca dihadapannya. Pesan dari dokter Maria dia abaikan, semangatnya untuk sembuh luntur ketika sederet pesan dari seseorang yang membuat mentalnya down.[Kamu tak perlu sembuh, relakan Yuda untukku]Nomor tak dikenal tiba-tiba masuk tanpa permisi, hati Kanaya sempat membenarkan apa yang isi pesan dikirim nomor itu.Bagi penderita kanker sepertinya, tidak pantas menyandang sebagai istri Yuda, laki-laki gagah, tampan dan mapan. Terlebih dirinya kini sudah tak memiliki rahim. Bagaimana dia bisa melengkapi kebahagiaan Yuda jika dia tak mampu menghadirkan buah dalam pernikahannya.Hari ini jadwal kemoterapi Kanaya yang lakukan sebelumnya setelah beberapa minggu dia behenti kemo.Rasa enggan menyapa dirinya, namun Yuda tak oatah semngat, dia membujuk Kanaya untuk melanjutkan pengobatannya."Apa M