Raut wajah Kanaya berubah cemas mendengar dokter Prita mengucap istighfar. Beberapa kali dokter Prita menangkap gambar hasil USG. Kemudian memgeprinnya menjadi semcam foto kecil.Setelah selesai, Kanaya dipersilahkan turun dari dan duduk didepan meja dokter Prita. Berkali-kali dokter Prita menghela nafas panjang."Ada apa dokter?" Tanya Kanaya cemas. Kentara sekali dari wajahnya yang sedari tadi.tidak tenang."Dari hasil USG, ada sesuatu diperutmu Nay, ada masalah di ovarium, sejenis kanker, aku kasih surat rujukan, kamu langsung cek lab ya Nay, nanti aku resepkan obat penahan nyeri, biar sakit diperutmu berkurang."Terang dokter Prita."Maksud Dokter, bukannya rahimku sudah diangkat?""Iya betul, tetapi hanya rahim dan leher rahim, sementara ovarium atau indung telur tidak diangkat." Jelas dokter Prita. Tangannya dengan lincah membuat surat rujukan dan menulis resep dan menyerahkan pada Kanaya.Tak kuasa Kanaya menahan tangis, diusapnya buliran bening yang membasahi pipinya."insyaAl
Yuda terbangun pukul 04.45, dilirik istri mudanya diatas ranjang, sementara dia tidur lesehan dilantai. Berat rasanya tidur dengan wanita lain selain Kanaya.Dibukanya gawainya ada pesan dari nomor Kanaya, namun pesan itu Dimas yang mengirimkan. Yuda terperanjat ketika membaca pesan itu."Jam sebelas? Berarti aku semalam ketiduran, Yaa Allah Kanaya." Lirihnya.Tanpa membangunkan istri mudanya, Yuda bergegas kekamar mandi untuk cuci muka, kemudian dia menyiapkan mobilnya untuk segera pulang, dia sangat khawatir dengan keadaan Kanaya. "Adzan subuh masih 15 menit lagi, sebaiknya aku shalat dijalan saja nanti.""Tam, kok sudah mau berangkat? Gak nunggu siang dulu?" Tanya Heru yang sedang menghangatkan badan didepan tungku."Ada meeting pagi Pa, persiapan meeting belum Tama siapkan, laptop dirumah soalnya." Jawab Yuda sedikit berbohong, jika dia pulang karena Kanaya, pasti jika Hilma mendengar dia tidak akan mengizinkan."Yasudah hati-hati, gak usah ngebut-ngebut.""Iya Pa, nanti tolong b
"kenapa kamu Nis?" Tanya Risma, karena Anisa terlihat aneh ketika Hilma menyuruhnya mengisi pengajian."Eh, gak apa-apa kok mbak," jawab nisa gugup, pasalnya sebenarnya dia tak pernah lulus pesantren.Waktu SMA dulu, Anisa sempat masuk pesantren namun hanya tiga bulan, dia kabur karena tidak betah, akhirnya dia sekolah diluar daerah karena Mutiah malu. Mutiah sudah membanggakan Anisa pada tetangganya jika Anisa anak yamg soleha dan nantinya akan kuliah di Kairo.Pada akhirnya para tetangga tahu jika Anisa tidaklah sekolah di pesantren, karena malu, akhirnya Mutiah pindah didekat lingkungan yang sekarang dibangun pesantren oleh Yuda.Disitulah Mutiah selalu cari muka pada Yuda dan kiayi Abdurrahman, meninggikan Anisa, seolah Anisa kuliah di Kairo. Padahal Anisa kuliah di STIA, itupun lulus dengan nilai-nilai pas-pasan, bahkan skripsinyapun dia membayar jasa pembuatan skripsi.Dipesantren Anisa hanya mengajari anak-anak yang masih iqro atau juz ama. Bahkan untuk berbicara didepan umum m
Hasil patologi Anatomi menjukkan kanker ovarium dengan tingkat kepaharan 3, tindakan harus segera dioperasi.Tubuh Kanaya mendadak lunglai, tak mampu di tahan gejolak kekhawatiran. Ditariknya nafas dalam, dan kembali dia hembuskan, berulangkali dia lakukan itu, dari mulutnya terdengar lantunan istighfar."Ibu baik-baik saja?" Tegur petugas laboratorium ketika melihat Kanaya dengan wajah pucat."Iya Mbak, saya baik-baik saja, terimakasih."Dimasukan kembali kertas itu kedalam amplopnya, kemudian dia masukan kedalam bagian terkekecil tas tangannya, agar Yuda tak bisa menemukan hasil pemeriksaan itu.Diayunkan dengan berat langkah kakinya menuju penjualan es kelapa muda. Dia duduk dan memesan satu gelas kelapa muda tanpa es batu dan tiga bungkus kelapa muda murni tanpa batu es. Setelah pesanan datang, diteguknya air menyegarkan itu hingga tanda setengan."Yang, aku cari-cari kamu dari tadi." Sapa pemilik suara berat dari belakang.Lantas Kanaya menoleh, disana sudah berdiri gagah suaminy
Kanaya menarik tangan Lely yang hendak turun dari pelaminan. "Berbahagialah, kami akan segera pulang." Ucap kanaya sambil menatap Lely.Kemudian Kanaya beralih ke Wira, mengucapkan selamat."Kami pamit mas, semoga jodoh sampai surga.""Aamiin," balas Wira."Dimas mau tetap disini atau ikut pulang, itu ada tante Gina sama nenek dan juga kakek.""Disini boleh Ma?""Tentu boleh sayang." Kanaya melambaikan tangan pada Gina yang baru saja terlihat. Tanpa menunggu lama, gadis itu langsung mendekati Kanaya dan memeluknya."Kok udah mau pulang sih Mbak?""Mbak udah dari tadi Gin, cari-cari kamu, tapi gak nongol-nongol, dari mana?""Huff ... Itu si nenek lampir, nyuruh ini, nyuruh itu, kesal Mbak, dari tadi pagi ada aja yang minta diambilkan, minta diambilkan permenlah, tisulah, handphone, duh ... Gedek aku sama dia." Keluh Gina oada Kanaya."Sssttt ... Tidak baik ngomong gitu, didenger orang nanti gak enak.""Habis ngeselin banget sih.""Sayang, aku kesana dulu ya, ada temen lama." Yuda ber
"Stop ...." Anisa berteriak.Dengan reflek Andi menghentikan mobilnya, "ada apa Nis?" Tanyanya khawatir."Kalau kamu tidak mau berhenti membicarakan hal itu, aku turun disini." Ancamnya dengan gigi gemeletuk."Oke, oke aku minta maaf."Anisa pernah melakukan kesalahan bersama Andi, waktu itu Anisa menghadiri reunian kelas disebuah hotel berbintang, Anisapun tak menyangka jika dalam acara itu ada teman-temannya membawa minuman beralkohol, dan tanpa sengaja Anisa meminum minuman haram itu dan membuat dirinya hilang kesadaran, begitupun dengan Andi, mereka berdua melakukan hubungan terlarang tanpa mereka sadari."Apa yang terjadi padaku?" Teriak Anisa ketika mendapati dirinya tengah tidur satu selimut dengan Andi. "Apa? Ada apa?" Tanya Andi yang sama terkejut menyadari penampilan dirinya dan Anisa.Gegas Anisa menari selimut untuk menutupi dirinya. Berkali-kali Andi meminta maaf dan bersedia menikahi Anisa, walaupun Anisa nantinya tidak hamil karena kekhilafan mereka. Namun Anisa menolak
Yuda bergeming, enggan rasanya dia beranjak dari tempatnya. Ingin menghabiskan malam ditempat itu. Namun hari makin beranjak keperaduan, meninggakan Yuda yang masih mematung."Yang, aku jemput Dimas dulua ya.""Ini sudah malam, biar aku antar, kamu jangan nyetir sendiri.""Oke, aku aja Nisa dulu, kasian dia dirumah sendiri."Kanaya beranjak mengetuk pintu kamar madunya, yang sedari tadi terkunci rapat. Entah apa yang dilakukan perempuan itu didalam kamar."Nis, kami mau jemput Dimas, kamu mau ikut?" "Aku dirumah saja Mbak, mau istirahat, capai.""Oh oke, kamu mau dibelikan apa untuk mak malam nanti?"Tak ada jawaban dari kamar Anisa, setelah menunggu hampir lima menit. Kanaya akhirnya beranjak. "Nis." Namun tak ada jawaban.Clek ... Suara gagang pintu, "ini Mbak." Anisa menyodorkan kertas berisi tulisan yang membuat Kanaya syok. 1. Bakso komplit 2. Roti bakar isi coklat 3. Dolgona boba 4. Kripik kuah sate"Nis, kamu gak lagi nyidam kan? Gak salah ini pesanan sebanyak ini?"Anisa
Aku masih mencerna omongan mbak Jum barusan, ingin bertanya lebih lanjut namun mbak Jum sepertinya buru-buru. Sebenarnya apa maksud dari pembicaraannya tadi?Aku sempat berfikir bahwa Anisa tengah hamil dan itu anak dari Yuda. Astaghfirullah, aku tak mampu berspesifikasi leboh jauh, akupun tak mau nantinya aku membayangkan bagaimana merekan melakukan. Oh ... Tidak.Gegas aku masuk ke kamar Anisa, ternyata maduku itu sedang melamun menatap langit-langit."Gimana? Sudah enakkan?""Sedikit.""Kamu kapan ....?" "Apa Mbak?""Oh gak, mau sarapan sekarang?" "Nanti saja Mbak, Mbak jadi kerumah Mama?""Kalau keadaanmu masih seperti ini, kayaknya sih gak jadi.""Gak apa-apa kalau kalian mau pergi, aku nanti biar kerumah Ummi aja.""Nanti aku bicara sama Yuda dulu, aku mau ke toko, kamu aku tinggal gak apa-apa?""Gak apa-apa mbak."Menjelang siang sepertinya Anisa sudah mulai membaik, dia tidak lagi muntah-muntah setelah diurut mbak Jum. Setelah pekerjaan rumah selesai, aku bersiap untuk ke kl