"Stop ...." Anisa berteriak.Dengan reflek Andi menghentikan mobilnya, "ada apa Nis?" Tanyanya khawatir."Kalau kamu tidak mau berhenti membicarakan hal itu, aku turun disini." Ancamnya dengan gigi gemeletuk."Oke, oke aku minta maaf."Anisa pernah melakukan kesalahan bersama Andi, waktu itu Anisa menghadiri reunian kelas disebuah hotel berbintang, Anisapun tak menyangka jika dalam acara itu ada teman-temannya membawa minuman beralkohol, dan tanpa sengaja Anisa meminum minuman haram itu dan membuat dirinya hilang kesadaran, begitupun dengan Andi, mereka berdua melakukan hubungan terlarang tanpa mereka sadari."Apa yang terjadi padaku?" Teriak Anisa ketika mendapati dirinya tengah tidur satu selimut dengan Andi. "Apa? Ada apa?" Tanya Andi yang sama terkejut menyadari penampilan dirinya dan Anisa.Gegas Anisa menari selimut untuk menutupi dirinya. Berkali-kali Andi meminta maaf dan bersedia menikahi Anisa, walaupun Anisa nantinya tidak hamil karena kekhilafan mereka. Namun Anisa menolak
Yuda bergeming, enggan rasanya dia beranjak dari tempatnya. Ingin menghabiskan malam ditempat itu. Namun hari makin beranjak keperaduan, meninggakan Yuda yang masih mematung."Yang, aku jemput Dimas dulua ya.""Ini sudah malam, biar aku antar, kamu jangan nyetir sendiri.""Oke, aku aja Nisa dulu, kasian dia dirumah sendiri."Kanaya beranjak mengetuk pintu kamar madunya, yang sedari tadi terkunci rapat. Entah apa yang dilakukan perempuan itu didalam kamar."Nis, kami mau jemput Dimas, kamu mau ikut?" "Aku dirumah saja Mbak, mau istirahat, capai.""Oh oke, kamu mau dibelikan apa untuk mak malam nanti?"Tak ada jawaban dari kamar Anisa, setelah menunggu hampir lima menit. Kanaya akhirnya beranjak. "Nis." Namun tak ada jawaban.Clek ... Suara gagang pintu, "ini Mbak." Anisa menyodorkan kertas berisi tulisan yang membuat Kanaya syok. 1. Bakso komplit 2. Roti bakar isi coklat 3. Dolgona boba 4. Kripik kuah sate"Nis, kamu gak lagi nyidam kan? Gak salah ini pesanan sebanyak ini?"Anisa
Aku masih mencerna omongan mbak Jum barusan, ingin bertanya lebih lanjut namun mbak Jum sepertinya buru-buru. Sebenarnya apa maksud dari pembicaraannya tadi?Aku sempat berfikir bahwa Anisa tengah hamil dan itu anak dari Yuda. Astaghfirullah, aku tak mampu berspesifikasi leboh jauh, akupun tak mau nantinya aku membayangkan bagaimana merekan melakukan. Oh ... Tidak.Gegas aku masuk ke kamar Anisa, ternyata maduku itu sedang melamun menatap langit-langit."Gimana? Sudah enakkan?""Sedikit.""Kamu kapan ....?" "Apa Mbak?""Oh gak, mau sarapan sekarang?" "Nanti saja Mbak, Mbak jadi kerumah Mama?""Kalau keadaanmu masih seperti ini, kayaknya sih gak jadi.""Gak apa-apa kalau kalian mau pergi, aku nanti biar kerumah Ummi aja.""Nanti aku bicara sama Yuda dulu, aku mau ke toko, kamu aku tinggal gak apa-apa?""Gak apa-apa mbak."Menjelang siang sepertinya Anisa sudah mulai membaik, dia tidak lagi muntah-muntah setelah diurut mbak Jum. Setelah pekerjaan rumah selesai, aku bersiap untuk ke kl
"Keterlaluan kamu Nay." Teriak mama ketika aku baru saja diambang pintu.Mama menunjukku dengan raut wajah tang mengerikan, tak oernah aku melihat mama semarah ini. "Ma, udah jangan marah-marah." Mbak Risma berusaha menenangkan mama."Ada apa Ma?" Aku tak mengerti apa yang terjadi."Anisa sedang sakit, kamu malah kelayapan gak jelas.""Ma, Kanaya banyak urusan yang harus Naya diselesaikan, sedangkan Anisa sudah dewasa, tadi Naya sudah panggilkan tukang urut, makananpun sudah siap. Tidak mungkin Kanaya nungguin dia sepanjang waktu.""Halah, urusan apa kamu, sok sibuk bener.""Ma, sudah! Tidak baik ribut-ribut seperti ini." Potong mbak Risma."Ayo Ris, antar Anisa berobat!""Nisa sudah sembuh Ma, Nisa cuma kecapean saja." Ucap Nisa yang keluar dari kamarnya."Kamu pucat begitu.""Gak apa-apa Ma, Nisa memang ada riwayat darah rendah.""Beneran gak mau berobat?""Iya Ma, beneran, Nisa mau istirahat aja, nanti juga pulih sendiri.""Yaudah kamu istirahat sana, jangan lupa minum susu biar p
"Ayah." "Kalian mau pergi kemana?""Oh ini, Dimas mau ngajak nginap di toko weekend nanti.""Boleh Yah?" Tanya Dimas memohon."Eemmm ... Boleh gak ya?" Yuda menimbang-nimbang, membuat Dimas semakin gemas.Boleh deh, tapi Ayah ikut ya.""Eemmm ... Boleh gak ya? Bagaimana tuan putri?" Dimas menaikan kedua alisnya. Akupun mengangguk."Bisa diatur." Sambungnya lagi. Kamipun tertawa bersama melihat ringkah Dimas yang masih menggemaskan, walaupun sudah tidak balita lagi."Tam, Mama mau bicara!" Panggil mama dengan nada yang tinggi."Sebentar ya." Yuda bergegas menemui mama.Ba'da Magrib kami makan malam bersama, semua terdiam menikmati masakan yang kami masak tadi, hanya mama dan Anisa yang terdengar kasak kusuk. Dimaspun begitu, yang biasanya banyak celoteh, sekarang dia hanya fokus menikmati makanannya."Tam, mama sudah putuskan jika Kanaya harus pindah dari sini, biar Anisa tidak stres dan kalian bisa promil." Ucap mama penuh penekanan."Ma, apa-apaan ini?" Yuda terperangah mendengar pe
"May, tolong carikan sekolah untuk Dimas!" Pintaku kepada Maya setelah telfonku diangkat olehnya."Lho mbak, ada apa? Kok mendadak gitu?""Carikan saja, yang dekat sekitaran Mlati, nanti mbak cerita.""Oh iya mbak." Tanpa banyak bertanya Maya langsung menyanggupi permintaanku.Maya sendiri kuliah di UGM Jogja, dia mengambil jurusan kedokteran. Ya ... aku memutuskan untuk melakukan pengobatan di Jogjakarta karena bisa dekat dengan Maya, yang notabene sudah faham daerah Jogja.[Mbak, mau pilih yang mana] Maya mengirimkan beberapa brosur sekolah. Akupun memilih sekolahan yang paling dekat dengan rumah sakit, rencananya aku juga akan mencari kontrakan didekat situ."May, bisa gak sekali cari kontrakan yang dekat sama sekolahannya.""Mbak, sebenarnya ada apa? Kenapa mbak cari kontrakan?""Sudah cari saja, nanti mbak cerita, tapi kamu jangan bilang sama bapak dan ibu ataupun Yuda dulu ya.""Lho kenapa?""Udah turuti saja.""Iya mbak." Akhirnya gadis itu menurut."Mbak, kenapa gak tinggal d
Sakit yang paling sakit ketika mencintai, namun tak mampu mendampingi. Itulah yang terjadi padaku saat ini bertahun-tahun aku menunggu gadis pujaanku, Kanaya Amelia. Namun aku harus menelah pahit kenyataan ketika aku tahu dia telah menikah dengan pria lain. Salahku memang, aku tak pernah mengungkapkan perasaan itu.Rumah impiannya sudah aku bangun, cinta inipun selalu aku pupuk setiap saat untuknya. Tak pernah aku berikan setitikpun cintaku untuk wanita lain. Hingga akhirnya Allah menakdirkan wanita itu untukku.Penantianku berakhir, aku bisa merengkuh tubuhnya kedalam pelukkanku. Tapi ternyata tidak, hanya beberapa tahun saja, wanita itu kembali pergi. Dia kini pergi karena terluka oleh perkataan mama. Semenjak wanitaku itu mengalami keguguran dan harus rela rahimnya diangkat, sikap mama berubah dan paling menyakitkan, mama menghadirkan dengan paksa madu untuknya."Li, Kanaya ada?" Namun Lia tampak bingung."Em ... Mbak Nay pergi Kak.""Kemana?""Gak tahu, tadi cuma pamit mau perg
"Tam, Nisa pingsan, ayo bawa dia kerumah sakit."Aku bergeming, kubuang jauh-jauh pandanganku dari perempuan itu."Ada apa ini Ma?" Kak Risma mematung dipintu."Ris, ayo bantu Nisa, dia pingsan.""Tam, kenapa kamu diam aja? Ayo bantuin." "Udah, ambil bantal saja, biarkan dia terbaring disini.""Iya ma,""Sekalian minyak angin Ris." Teriak mama.Sementara aku masih mematung melihat mama dan kak Risma berusaha membangun Anisa. Namun sudah hampir tiga puluh menit, Nisa belum juga sadar, demi kemanusiaan, akhirnya aku angkat tubuh Nisa kemobil dan membawanya kerumah sakit."Tam, sebenarnya ada apa?" Kak Risma mulai mengintrogasiku."Dia hamil.""Hah? Kamu katanya.""Cukup kak, aku tidak pernah menyentuhnya, tanya saja sama Mama, 'kan perempuan itu bawaan mama."Kak Risma melirik mama yang memangku Nisa dibelakang."Kok mama, mana mama tahu." Dari spion terlihat Mama mengedihkan bahunya."Ya harusnya mama kalau apa-apa difikir dulu, sekarang Kanaya pergi karena ucapan mama, mama sudah men