Beranda / Young Adult / Miss Lazy / 3. Selalu Ada

Share

3. Selalu Ada

Penulis: Nana Poh
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-30 12:24:41

Menjelang pukul 5 sore, Luna dan Opet memutuskan untuk pulang. Tapi dipertengahan jalan, tak ada angin tak ada hujan Jenie tiba-tiba ngambek, alias mogok. Memaksa keduanya mau tak mau mendorong benda itu sepanjang sisa perjalanan.

"Motor jelek. Nyusahin aja bisanya!" hardik Luna. Kakinya menendang ban motor Opet kesal, setelahnya mengaduh kesakitan.

"Mampus lo," cerca Opet tersenyum puas.

Luna lantas melepas helm dikepalanya brutal, rambutnya yang berantakan tak berniat ia rapikan. "Sial, sial, sial! Semuanya gara-gara lo! Andai aja tadi gue gak ikut."

"Terus, salahin aja gue." Opet ikut geram.

Gadis itu menatap nyalang sahabatnya. "Emang salah!" bentaknya, kemudian berlalu begitu saja melewati Opet.

"Eh, eh, mau kemana? Bantuin dorong ini woyyy!" seru Opet. Luna memutar tubuhnya ogah-ogahan. Penampakannya lusuh, tapi siapa peduli.

"Males! Gue mau cari ojek aja!" pungkasnya sembari mengedarkan pandangan.

Opet mendengus kasar, agaknya lelah menghadapi makhluk spesies macam Luna. "Gak perlu, nanggung bentar lagi juga nyampe. Gak usah manja!"

"Ikhh... capek Opet!" keluh gadis itu sembari menghentak-hentakkan kakinya. Selanjutnya ia mendudukkam pantatnya ditrotoar tanpa ambil peduli. Persis seperti anak kecil yang sedang ngambek. Tolong, Opet jadi malu!

Opet mendesah pelan, Luna jauh lebih merepotkan daripada Jenie.

Beberapa pengendara yang melintas menatap keduanya bergantian. Mengulum bibir menduga spekulasi-spekulasi apa yang terjadi diantara mereka.

"Jangan lesehan disitu. Nanti orang ngira lo gembel beneran. Yuk pulang, bentar lagi udah mau magrib nih." Ajak Opet begitu berdiri dihadapan Luna.

"Gue gak mau jalan lagi, pegel."

Mencoba lebih bersabar, Opet ikut mendudukkan dirinya disamping Luna. Semburat Orange yang mulai menghiasi langit Jakarta tampak indah sore itu, begitu pula lampu-lampu jalan yang mulai menyala disepanjang jalan. Tapi berbagai kegiatan rupanya masih berjalan seolah mereka tak peduli akan waktu dan hari yang akan segera berakhir.

"Opet."

"Hmmm..." Opet bergumam membalas panggilan gadis itu. Pandangannya asik mengedar pada segala kegiatan disekitar, begitu juga Luna.

Gadis itu menghela nafasnya panjang, dagunya bertopang pada kedua telapak tangan yang bertumpu pada lututnya. "Tau kenapa gue gak suka jadi sibuk ataupun suka sama orang-orang sibuk?"

Opet disampingnya bergeming, menatapnya sekilas, membiarkan Luna berbicara lebih dulu.

"Mereka itu munafik. Kayak ayah yang jarang banget dirumah dan terus-terusan kerja. Entah dia lupa atau gak tau letak kebahagiaan anak-anaknya itu bukan sekedar bisa dibeliin apapun.  Tapi dengan adanya mereka disamping kita itu udah bisa bikin mereka senang," ungkap Luna dengan lugas tanpa ragu mengatakannya pada Opet.

Opet hanya mengagguk-anggukan kepalanya pelan. Ia paham apa yang selalu Luna rasakan dengan kondisi keluarga yang tak lagi utuh. Luna kesepian. Dan kesibukan orang-orang disekitarnya kerap kali membuat kesendirian dan sunyi dalam jiwanya itu hinggap.

"Waktu bunda milih pergi, Ayah jadi sombong. Berlagak nyaman dengan apa yang ia lakukan, padahal sebaliknya dia capek lakuin itu. Tapi didepan orang lain dia seolah bangga. Munafik' kan."

Tercipta hening diantara keduanya untuk beberapa saat selain dari bising suara kendaraan yang berlalu lalang didepan mata.

"Namanya juga hidup Lun. Semua manusia dituntut kerja keras buat memenuhi hidupnya. Begitu pula mengesamping kebahagiaan."

Luna melirik Opet lewat sudut matanya, mencerna setiap ucapan laki-laki itu dengan baik.

"Contohnya kayak kakek itu, gue tebak dari pagi dia udah dorong-dorong gerobak penuh sampah itu." Dagunya menunjuk seorang pria tua yang berdiri dekat tiang lampu jalan, disampingnya terdapat gerobak penuh kardus-kardus bekas dan beberapa kantong sampah. Luna menatapnya nanar.

"Sekarang dia bisa senyum karena bisa pulang dan dapetin beberapa peser uang buat kebutuhan keluarganya barangkali." Lanjut Opet.

"Seharusnya kakek itu gak layak buat kerja," Luna menimpali, suaranya berubah lirih.

Opet tersenyum tipis tanpa sebab. "Situasi yang menuntut mereka buat kerja keras Lun. Sama kayak ayah lo, dia mau yang terbaik buat lo walaupun caranya bikin lo kesepian. Seandainya ayah lo gak mampu lagi buat kerja, lo mau apa?"

Luna bungkam. Ia kehilangan kata-kata, tatapan matanya sepenuhnya mengarah pada Opet yang tersenyum, menunggu jawabannya.

"Ayah bilang, hartanya cukup buat tujuh turunan. Apalagi kalo gue numpang hidup sama lo, otomatis gue bisa tambah kaya dari hasil morotin lo."

Tawa renyah Opet sukses mengundang beberapa pasang mata disekitarnya. Laki-laki itu menatap Luna geli setelah mendengar jawabannya. "Yeuuu... dasar matre lo!"

Luna hanya diam dengan senyuman dibibirnya. Namun sedetik ucapan selanjutnya yang ia keluarkan berhasil membuat Opet tertegun.

"Makasih pet. Lo mau selalu ada buat gue. Makasih juga lo selalu mengesampingkan kesibukan lo biar bikin hidup gue gak gabut. Gue akui lo... sahabat terbaik gue."

Pfffttt...

Luna spontan menutup hidungnya. "Buset, polusi apa nih baunya kayak gini, busuk!"

Opet terkikik sembari menegakkan tubuhnya. "Ini pertanda kita harus buru-buru pulang."

"Opet! Kentut lo bau!" rengek Luna menampol keras pantat Opet hingga membuat laki-laki itu terjingkat.

Ditengah adegan itu berlangsung, sebuah pengendara motor yang berlalu tiba-tiba saja membunyikan klakson nyaring dengan sengaja.

Tittttt...

Luna terperanjat. "Kampret! Semprul lo!" celanya.

Si pengendara motor lantas menghentikan laju motornya tak jauh dari tempat Luan beridiri. Menurunkan kaca helm full facenya guna membalas tatapan tajam Luna.

"Kasian, mogok ya?" tanyanya dengan nada mengejek. Menyeringai dibalik helmnya.

Luna bersedekap dada, berdecih kesal menatap laki-laki itu.

"Iya! Apa urusannya sama lo!"

Laki-laki itu menatap Opet sekilas yang memasang wajah datar, beralih pada Luna yang wajahnya sudah merah padam.

"Yang sabar Lun. Dorong terus sampe rumah. Gue cuma mau bilang, Mam-pus!"

Luna marah, tangannya terkepal kuat.

"Rega! Gue doain lo nyungsep!" Teriak Luna kemudian, gadis itu meraih kaleng bekas dipinggir trotoar yang tak sengaja ia temukan.

"Udah lah Lun. Gak usah diladenin." Tahan Opet mencekal lengan Luna sebelum benda itu benar-benar dilemparnya yang ditakutkan malah salah sasaran.

"Lagian gak ada kerjaan amat ledekin orang!"

💤💤💤

Luna melempar kantong berisi buku yang dibelikan Opet ke atas kasur asal, disusul tubuhnya yang ikut terlentang begitu saja.

Kakinya yang menggantung bergerak-gerak kecil. Sudut bibirnya tertarik ke atas tanpa sebab. Mengingat hari minggu yang dilewatinya kali ini dengan Opet cukup berkesan. Walaupun beberapa kali ia sempat kesal.

Ting!

Suara notifikasi pesan masuk.

Abang Kampret

| Lun nyalain lampu-lampu depan

| Gue pulang agak malemam

Me

| Gak usah pulang sekalian

Luna memutar bola matanya jengah. Mengingat ucapan Alvian tadi bukankah akan pulang sore, tapi nyatanya lebih dari sore.

Abang Kampret

| Adek biadap

Luna tak lagi membalas pesan Alvian. Gadis itu memilih melangkahkan kakinya ke balkon kamar dan bukannya segera melakukan hal yang diperintahkan sang kakak.

Kepalanya celingukan membidij pada kamar Opet yang bersebrangan dengannya. Gorden jendalanya sedikit terbuka. Tak sengaja Luna mengintip Opet yang hendak membuka bajunya. Sontak Luna menutup mata dengan telapak tangannya cepat, begitu pula Opet yang menyadarinya buru-buru mengenakan baju.

Suara jendela dibuka. Opet melangkahkan kakinya keluar. "Ngintip gue lo ya?"

"Gak sengaja!" elak Luna.

"Heleh, memangnya selama ini gue gak tau apa. Otak lo mesum kan?" selidiknya sembari bersedekap dada.

"Dih, fitnah! Apa buktinya?" Luna tak terima.

"Buktinya tadi lo nepuk-nepuk pantat gue. Terus barusan intip gue lagi buka baju."

Luna geram, bisa-bisanya Opet menuduhnya yang tidak-tidak.

"Heh Opet! Gak usah sok suci deh. Lo bahkan pernah cuma pake bokser lari-lari sama gue waktu bocah."

Opet tersenyum kikuk, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "I-itu kan bocah. Sekarang kita udah gede."

"Anu lo gede juga gak?"

Pertanyaan ambigu itu membuat Opet melotot. "Heh Markonah! Gue aduin abang lo ya!"

"Aduin apaan? Gue buat salah apa? Nah kan, sekarang siapa yang otaknya mesum!"

Disisi lain, seseorang berdiri tak jauh memperhatikan keduanya tanpa Luna ataupun Opet sadari. Ia berdecih menangkap gelak tawa Luna yang menggema.


To Be Continue...

Bab terkait

  • Miss Lazy   4. Hari Senin

    Hari Senin, katakan saja ini hari yang hampir semua orang benci. Pasalnya segala kegiatan dimulai kembali, harapnya ingin cepat-cepat hari minggu lagi. Dan siapapun tak bisa menghindar dari segala kesibukan yang ada, termasuk si pemalas sekalipun.Barisan siswa dipinggir lapangan itu mulai tak enak dipandang. Beberapa dari mereka mendesah gerah kepanasan, mencibir sang kepala sekolah yang tak berhenti berbicara diatas mimbar, padahal isinya sama seperti senin-senin sebelumnya."Telen aja sekalian itu mic.""Dia emang niat siksa kita biar jadi ikan asin.""Ketek gue udah banjir keringat ini.""Andai upacara bisa bawa payung.""Mengadi-ngadi kau!""Mending kalo liat Oppa yang glowing mar kinclong, lah ini tua-tua keladi haus perhatian.""Jangan kenceng-kenceng ngomongnya nanti kedengeran!"Kira-kira seperti itulah gerutuan yang keluar dari setiap mulut murid-murid yang mana lebih didominasi perempuan, sisanya pasrah menunggu kuasa

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-30
  • Miss Lazy   5. Barra Si Ketua Osis

    Ada yang aneh saat Barra Savian Rahardi si Ketua OSIS SMA Taruna Bangsa atau lebih dikenal kulkas berjalan lengkap dengan wajah datarnya tiba-tiba meminta Luna mengikutinya.Dahi Luna mengerut samar, menatap Barra disampingnya seolah bertanya kemana laki-laki itu akan membawanya. Tapi respon yang didapat hanya tampang datar yang menyebalkan. Tangan Luna rasanya gatal, bawaannya pengen nyakar!"Setidaknya lo ngomong dulu mau bawa gue kemana?" tanya Luna pada akhirnya. Dia menghentikan langkahnya, begitu pun Barra."Lo disuruh datengin Pak Juan. Mending lo jalan buruan," titah Barra mendorong bahu Luna pelan agar berjalan lebih dulu, sebuah perlakuan yang cukup membuatnya terkejut.Luna mencibir sembari meniup poninya yang sedikit lepek. Melangkah menyusuri koridor yang cukup sepi sebab ini masih jam pelajaran dan para guru pastinya sedang mengajar.Barra melirik sepatu Luna yang talinya tidak diikat, salah satu kebiasaannya sejak dulu yang ta

    Terakhir Diperbarui : 2021-05-30
  • Miss Lazy   6. Tak Ada Harapan

    Tiga orang itu saling melirik satu sama lain. Suasananya berubah kaku, Luna beberapa kali diam-diam menarik ujung seragam Opet disampingnya, bermaksud meminta bantuan. Wajahnya mulai terlihat gelisah, tapi entah kenapa Opet sama sekali tidak menyadarinya. Sejatinya Opet juga bingung harus berbuat apa, apalagi mendapat tatapan intens dari Pak Juan seperti ini.Rasanya seperti tengah diintrogasi guna mendapat izin dari mertua."Jika sekali dua kali setidaknya masih bisa saya toleransi."Opet meneguk ludahnya sendiri, sebelumnya ia juga sudah menduga hal ini akan terjadi. Ditatapnya Pak Juan setenang mungkin."Tapi jika terus-terusan seperti ini, artinya semua nilai-nilai kamu itu tidak murni, Aluna." Pria berkaca mata itu lantas menatap Luna prihatin."Tapi saya yang kerjain kok pak," sambar Luna dengan nada memelas.Pak Juan mengernyit bingung, tak yakin dengan pernyataan Luna barusan. "Jadi yang benar, kamu yang kerjain apa Rio yang kerjain?

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-02
  • Miss Lazy   7. Segala Kesialan Luna

    Drtt... drtt... drtt...Getaran yang bersumber dari saku roknya membuat Luna tersentak ditengah kantuknya yang semakin merajalela. Gadis itu menguap lebar engan menutup mulut. Melirik sekilas pada guru yang sedang menjelaskan materi didepan kelas sebelum mengecek siapa yang mengiriminya pesan.Opet💩| Abis bel pulang, gue ada kumpulan osis dulu| Lo tungguin bentar ya| Kalo kelamaan, duluan jg gppMe|Gue tungguin deh dikelasOpet💩| WokehLuna menghela nafas panjang. 1 jam lagi bel pulang berbunyi, sejak tadi yang menjadi perhatiannya adalah memastikan jarum jam terus bergerak yang entah mengapa berjalan begitu lambat."Yang dibelakang bisa perhatikan ke depan?"Luna masih tak sadar ketika guru didepan kelas berbicara padanya. Gadis itu malah menatap keluar jendela, kelewat malas untuk menyimak segala materi. Omongan Luna tadi nyatanya tak benar-benar dapat ia pegang."Lun... Pak Yogi ngomong sama kamu,"

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-03
  • Miss Lazy   8. Tentang Rega

    Baru saja kakinya melangkah pada undakan tangga ke-3. Suara mengintrupsi dari belakang menghentikan gerakan Rega. Laki-laki itu memejamkan matanya sebentar sebelum akhirnya memutar tubuh menatap sosok pria yang masih mengenakan setelan kerjanya. Gurat wajah lelah tercetak jelas disana, meski kini pria itu menatapnya tajam.Berharap mendapat sambutan hangat? Menginjakkan kakinya dirumah ini saja Rega sudah cukup muak.Ini baru pukul 8, Rega pikir Papanya belum pulang. Biasanya pria itu sampai dirumah pukul 9 atau bahkan tengah malam."Baru pulang kamu? Kenapa sekalian aja gak usah pulang?!"Rega hanya diam kala ucapan dengan nada tinggi itu menelusup masuk gendang telinganya. Menciptakan gema yang entah mengapa mendengung cukup lama. Seolah sengaja diulang-ulang, dan rasanya menghantarkan sesak yang perlahan menjelma menjadi luka baru yang menghiasi relung hatinya."Saya sekolahin kamu bukan buat jadi berandalan. Hobinya kelayapan, disekolah bisanya

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-04
  • Miss Lazy   9. Regondok

    Dibalik tembok, bersama kepulan asap rokok yang mengepul. Laki-laki itu duduk dengan nyaman, tersenyum sembari mendongakkan kepalanya, menatap rembulan yang menyinarinya wajahnya yang sekilas terlihat baik-baik saja meski pada beberapa tempat tampak lebam, tapi rupanya ia tak cukup peduli. Selain karena terbiasa, ia tak tahu harus bagaimana."Aaaa... sakit! Pelan-pelan dong!"Laki-laki itu tersenyum geli mendengar keributan dari sebuah kamar. Bagaimana setiap jeritan yang melengking dari salah satu diantara mereka mampu membuatnya tertawa dalam diam. Sejenak, ia seolah lupa perihal kejadian beberapa saat lalu."Lo gak tau rasanya gimana! Aaaa... Kampret! Gue bilang pelan-pelan!" jeritnya lagi.Rega, laki-laki itu kembali menghisap benda bernikotin yang terselip diantara dua ruas jarinya. Ini sudah puntung ke-3, tapi seolah lupa diri Rega tak tahu kapan akan berhenti.Untuk malam ini saja, ia ingin semua berlalu sebagaimana mustinya. Tak ada bentakan, pe

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-07
  • Miss Lazy   10. Iva dan Masalahnya

    Dikelasnya, Opet bertopang dagu menatap lurus papan tulis. Tak biasanya, kali ini ia tak dapat fokus menyimak pelajaran. Entah apa yang dipikirkannya kala itu, yang pasti ia ingin segera pulang, demikian penasaran dengan apa yang Luna lakukan dirumahnya. Walaupun ia sudah cukup tahu apa yang akan dilakukan gadis itu selain rebahan dikasur sembari memakan cemilan yang bercecer dan laptop yang menampilkan anime atau drakor kesukaannya."Ngelamun aja lo, Pet." Banyu disampingnya yang sejak tadi sibuk konser tanpa suara menyentak Opet. Membuat Laki-laki itu kelabakan lantas mengusap wajahnya dengan kedua tangan."Mikirin apa, sih lo?" Opet mengelang pelan, mendapat respon seperti itu Banyu hanya dapat mendengus pelan."Kayaknya gue perlu ke toilet dulu deh," ujar Opet."Mau boker lo?" Banyu mendelik. "Yaudah sono, jan lupa cebok.""Yeuu... si kampret!" Opet menonyor pelan kepala Banyu sebelum menegakkan tubuhnya.Begitu Opet meminta izin lantas setela

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-08
  • Miss Lazy   11. Bertemu di Minimarket

    "Maksud lo apa kayak gini sama Iva?" Opet menatap tajam gadis dihadapannya yang seketika mati kutu. Melirik gadis disampingnya yang tampak berantakan, memungut kaca matanya yang sudah retak sebagian. "Lo gak apa-apa kan?" Iva mengangguk pelan sebagai jawaban sembari menerima kacamatanya kembali. Karina berdecak tak suka. Mendelik kesal pada Iva yang berusaha menyeka air matanya yang tanpa henti mengalir begitu saja. "Drama!" hardiknya dengan nada rendah. "Jadi gini kelakuan anak kepala sekolah yang terhormat itu?" Laki-laki itu kembali menatap Karina tajam, suaranya dingin namun terdengar mencekam. Kedua antek-antek Karina menunduk gentar tak berani menatap Opet. "Gue cuma-" "Cuma apa?" sela Opet cepat. Karina lagi-lagi dibuat diam. "Ternyata selama ini begini kelakuan lo. Berbuat semena-mena dan menindas orang-orang kayak Iva barusan." Karina bersedap dada, gadis itu menyelipkan anak rambut yang menghalangi wajahnya. "Udahlah, l

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-16

Bab terbaru

  • Miss Lazy   18. Pura-pura

    Kenyataannya, Luna tidak benar-benar pingsan. Sebelumnya gadis itu hanya ingin beristirahat sejenak dengan membaringkan tubuhnya dipinggir lapangan setelah menyelesaikan hukuman. Namun hal itu justru menimbulkan prasangka bahwa dirinya tak sadarkan diri.Luna tak bisa berkutik saat banyak orang-orang mulai mengerumuni dan mengira dirinya pingsan. Tak ingin menanggung malu, maka Luna melanjutkan aksinya. Ia sedikit terkejut saat seseorang membopongnya pergi dari lapangan. Lantas tersenyum dalam diam saat tahu orang itu adalah Opet. Opet datang diwaktu yang tepat."Jadi lo gak pingsan?" tanya Opet, terperangah begitu melihat Luna tersenyum lebar tanpa rasa bersalah sedikitpun diatas ranjang ruang kesehatan."Gak, gue cuma lemes." Luna mengelang singkat. "Jadi barusan itu apa?" Opet berkacak pinggang, menuntut pengakuan Luna."Orang lain ngira gue pingsan. Mana pipi gue udah digebuk-gebuk. Daripada nanggung malu gue lanjut pura-pura pingsan aja kan?"

  • Miss Lazy   17. Pingsan

    Pagi selalu jadi waktu paling memuakkan bagi Luna. Selain kedua matanya yang terasa berat dan sulit untuk sepenuhnya terbuka, ia tidak suka dilibatkaan dalam setiap hal yang mendorongnya untuk banyak melakukan kegiatan. Sesederhana apapun hal yang ia lakukan, selalu saja ada keluhan yang terlontar. Luna sadar kelak sikapnya tersebut akan menjadi bumerang atas setiap ketertinggalannya dalam hal apapun, lantas membuatnya dituntut lebih keras untuk bergerak maju. Luna hanya merasa ia belum menemukan momentum yang tepat untuk berubah. Entah kapan, namun suatu saat Luna tahu ia harus berubah."Kemana si, perasaan gue taro disini. Gak mungkin kan kaos kaki gue bisa jalan-jalan sendiri buat ngumpet?"Gadis yang sepertinya lupa menyisir rambut itu duduk lesehan didepan rak sepatu. Matanya menyisir setiap rak, mencari sebelah kaos kakinya yang entah kemana.“Bang, kaos kaki gue yang sebelahnya lagi kemana?” Luna menghampiri Alvian didapur yang sibuk denga

  • Miss Lazy   16. Maaf

    "Aku minta putus.""Putus? Kenapa?""Kamu pikir aku gak tahu berapa banyak cewek simpanan kamu!""Harusnya tau si.""Aku kira aku bisa jadi cewek yang lebih spesial buat kamu. Jadi satu-satunya yang bisa tahan lama. Tapi ternyata bener kata meraka, kamu tuh berengsek.""Salah sendiri gak mau dengerin mereka.""Aku gak tahan lagi sama kamu, pokoknya aku minta putus.""Oke, kita putus.""Kamu berengsek, Alvi!"PlakkkAlvian melirik pipinya yang dihiasi ruam kemerahan yang tak begitu kentara lewat kaca spion motornya. Bersyukur wajah tampannya tidak dicakar gadis beberapa saat lalu yang menemuinya hanya untuk mengatakan kata putus diantara keduanya.Tadinya, jika tahu seperti ini Alvian tidak akan repot-repot pergi keluar untuk menemuinya. Bahkan tanpa kata putus sekalipun, hubungan mereka bisa berakhir begitu saja tanpa kata-kata. Betina memang merepotkan, batin Alvian.Mata elang laki-laki

  • Miss Lazy   15. Opet Ngambek

    "Opet liat gue, dong! Lo kenapa sih. Tadi istirahat juga gak ajak gue ke kantin. Gue belum makan tau, gue laper!" rengek Luna, mulai geram mendapati sikap Opet yang engan berbincang atau bahkan sekedar menatapnya lewat kaca spion. Beberapa kali laki-laki itu membuang mukanya seolah-oleh sengaja menghindari tatapan Luna.Gadis itu memukul bahu Opet cukup keres sebagai bentuk kekesalannya. Bagaimanapun Luna butuh penjelasan atas sikap Opet yang tiba-tiba seperti ini, setidaknya Opet mengatakan apa yang salah darinya. Bukan diam seribu bahasa dan membuat Luna dirundung ribuan pertanyaan tanpa jawaban dan merasa bersalah tanpa alasan."Gue lagi nyetir, Lun!" sahut Opet akhirnya meski dengan nada ketus.Luna mencebik kesal, menarik keatas kaca helmnya. Kepalanya menjulur lebih dekat agar Opet bisa mendengar suaranya dengan jelas. "Setidaknya ngomong apa kek. Jangan cuma hmm... doang. Bilang kalo gue punya salah sama lo!" cetusnya berapi-api kemudian setelahnya

  • Miss Lazy   14. Mulai menyadari?

    Rega luar biasa terkejut saat mendapati laki-laki yang tetiba saja berdiri mencegat laju motornya, memaksanya mengerem secara mendadak. Seandainya tidak tepat waktu, Rega pastikan ban motornya akan melukai kaki laki-laki itu. Menghela nafas lega, Rega melirik wajah si biang kerok yang tampak temaram disinari cahaya bulan. "Cari mati lo?" tanyanya dengan intonasi dalam meredam kesal. Apalagi mendapati wajah laki-laki itu yang tetap kelem, seolah hal barusan bukanlah masalah besar. "Lo yang cari mati, mau kemana lagi habis ini?" laki-laki pemilik wajah datar itu menatap Rega mengintimadasi, terlebih plaster dipelipis yang menarik perhatiannya. Apa itu salah satu ulah Prahardi? begitu pikirnya. "Loncat dari atas jembatan. Ngapain nanya? Sok perhatian amat." Rega melengos tak ramah. Ralat, selalunya seperti itu jika berhadapan dengan Bara. "Bokap lo gak ada dirumah," kata Bara sesaat sebelum melangkahkan kakinya melewati Rega yang tercenung mencerna

  • Miss Lazy   13. Kecamuk Dalam Benak

    Hening, dua orang yang berjalan beriringan itu hanya bungkam, tenggelam dengan pikiran mereka masing-masing. Rega melirik Iva sekilas, cewek kaku itu hanya menunduk.Rencananya ia akan mengantarkan Iva pulang, namun sebelumnya ia harus pergi ke rumah Adit untuk mengambil motornya yang tinggalkannya disana semalam. Selain itu ia juga harus berpamitan dan berterima kasih pada Adit telah bersedia menampungnya untuk semalam. Walau laki-laki itu selalu mengatakan Rega bebas ingin menginap berapa lama pun tak masalah."Padahal lo bisa nunggu dirumah Luna," gumam Rega memecah sunyi.Cowok yang kini berhiaskan plaster dipelipisnya itu mendongak. Memandang semburat orange yang mulai menghiasi angkasa, tanpa awan yang beberapa waktu lalu membuatnya tampak abu-abu.Iva tak menjawab, bingung harus mengatakan apa. Ia gugup saat mata elang Rega kini menatapnya intens. Jika diingat-ingat lagi, mungkin ini pertama kalinya Rega berbicara padanya wa

  • Miss Lazy   12. Nonton Bareng

    "Arghhh... lo gendong gue yang bener dong. Segitu gak terimanya menderita bentar!" Luna mendorong Rega geram begitu laki-laki itu menurunkan tubuhnya tanpa aba-aba, padahal jarak menuju rumahnya masih cukup jauh. "Kalo aja lo gak teriak-teriak dikuping, gue gak masalah!" omel laki-laki itu sembari mengusap-usap telinganya yang memerah. "Ck, dasarnya tukang onar tuh ya gini," geram Luna. "Gak tau diri!" Rega menepis lengan Luna yang memegangi bahunya guna menyesuaikan keseimbangan. Gadis itu mendesis lantas berjalan tergopoh setengah terpincang mendahuluinya menghampiri Opet dan Iva. Dua orang itu terheran menatap kedatangan Luna dari arah belakang yang terengah-engah. "Kalian habis dari mana?" tanya Opet pada Luna. Disisi lain Luna menghela napas lega saat gadis yang dibonceng Opet ternyata Iva yang mana sudah berjanji akan kerumahnya kala itu. Entah mengapa ia sedikit tidak rela jika seandainya itu orang lain. Ehm... mungkin lebih tepatnya ji

  • Miss Lazy   11. Bertemu di Minimarket

    "Maksud lo apa kayak gini sama Iva?" Opet menatap tajam gadis dihadapannya yang seketika mati kutu. Melirik gadis disampingnya yang tampak berantakan, memungut kaca matanya yang sudah retak sebagian. "Lo gak apa-apa kan?" Iva mengangguk pelan sebagai jawaban sembari menerima kacamatanya kembali. Karina berdecak tak suka. Mendelik kesal pada Iva yang berusaha menyeka air matanya yang tanpa henti mengalir begitu saja. "Drama!" hardiknya dengan nada rendah. "Jadi gini kelakuan anak kepala sekolah yang terhormat itu?" Laki-laki itu kembali menatap Karina tajam, suaranya dingin namun terdengar mencekam. Kedua antek-antek Karina menunduk gentar tak berani menatap Opet. "Gue cuma-" "Cuma apa?" sela Opet cepat. Karina lagi-lagi dibuat diam. "Ternyata selama ini begini kelakuan lo. Berbuat semena-mena dan menindas orang-orang kayak Iva barusan." Karina bersedap dada, gadis itu menyelipkan anak rambut yang menghalangi wajahnya. "Udahlah, l

  • Miss Lazy   10. Iva dan Masalahnya

    Dikelasnya, Opet bertopang dagu menatap lurus papan tulis. Tak biasanya, kali ini ia tak dapat fokus menyimak pelajaran. Entah apa yang dipikirkannya kala itu, yang pasti ia ingin segera pulang, demikian penasaran dengan apa yang Luna lakukan dirumahnya. Walaupun ia sudah cukup tahu apa yang akan dilakukan gadis itu selain rebahan dikasur sembari memakan cemilan yang bercecer dan laptop yang menampilkan anime atau drakor kesukaannya."Ngelamun aja lo, Pet." Banyu disampingnya yang sejak tadi sibuk konser tanpa suara menyentak Opet. Membuat Laki-laki itu kelabakan lantas mengusap wajahnya dengan kedua tangan."Mikirin apa, sih lo?" Opet mengelang pelan, mendapat respon seperti itu Banyu hanya dapat mendengus pelan."Kayaknya gue perlu ke toilet dulu deh," ujar Opet."Mau boker lo?" Banyu mendelik. "Yaudah sono, jan lupa cebok.""Yeuu... si kampret!" Opet menonyor pelan kepala Banyu sebelum menegakkan tubuhnya.Begitu Opet meminta izin lantas setela

DMCA.com Protection Status