Pria muda itu mendesah pelan. Dasar perempuan. Suka sekali membuat asumsi sendiri. Pantas saja, rata-rata wanita suka sakit sendiri. Ya begitulah. Mereka suka menyimpulkan sesuatu berdasar apa yang dilihat atau didengarnya selintas.
"Ah! Sebenarnya aku malas membahasnya. Tapi, melihatmu memandang rendah saya, saya jadi kesal," tambahnya lagi."Sebelumnya, saya tanya, apa yang membuatmu menanyakan tentang Deka?" selidiknya."Ya penasaran aja sih, pak. Bapak kan gak pernah cerita apa-apa sama saya.""Itu saja, bukan karena hal lain?" sorot Arjun membuat Niswah terintimidasi."Em, sebenarnya, dulu, sebelum saya menikah dengan bapak, ada wanita yang kesini."Alis Arjun bertaut. Sebelum menikah, berarti sudah lama."Lalu?""Ya saya pikir, dia pasti mamanya Deka. Tapi herannya, cuma sekali itu saja sih. Selepas itu, sampai sekarang gak pernah kesini lagi.""Kamu tidak mengenalnya?" Arjun bertanya heran. Sedang Niswah menggeleng."Jelas enggak toh,Niswah pikir Arjun sudah pergi. Nyatanya, ini masih setengah tujuh. Salah sendiri yang sembrono tidak melihat jam dulu, atau setidaknya mengunci pintu. Karena ternyata tadi Arjun sedang memasak di dapur. Dan pria itu kembali ke kamar untuk membangunkannya lagi karena takut kesiangan. Tapi, yang terjadi diluar dugaan. Kalau sudah begini, kepalang malu jadinya.Ruang makan terasa aneh. Lebih tepatnya, dua manusia dewasa itu menyantap makanan dengan saling gugup. Berbeda dengan Deka yang tak tahu apa-apa. Anak itu terus saja mengoceh. "Papa sama tante mama kenapa sih? Kok diam saja dari tadi?" Akhirnya anak itu tersulut juga rasa penasarannya."Papa ....""A ... Enggak ada apa-apa, kok, sayang. Tante cuma masih mengantuk. Hoam." Niswah berpura menguap. Lalu tersenyum canggung."Memang tante mama sama papa tadi malam tidur jam berapa?""Kita ... Em, malam. Hehe. Soalnya ngerjain tugas. Kuliah itu tugasnya banyak. Jadi, harus selesai. Kalau tidak, ya na
"Zul sudah ketemu Della."Dinda yang sedang menyiapkan makan siang, menoleh."Syukurlah kalau begitu. Della dimana sekarang?" "Dia ikut pamannya. Dan tidak tahunya, ternyata Zul dipindah tugas disana. Haha. Lucunya lagi, mereka tetangga. Seperti sinetron saja." Haidar menggelengkan kepalanya, mengulum tawa lebarnya."Tapi, kasihan juga Dellanya. Mas ngerasa enggak, Della sepertinya sudah lelah dengan mas Zul. Mungkin dia ingin menenangkan diri dengan cara menjauh. Tapi, usahanya justru gagal karena bertemu mas Zul lagi."Haidar manggut-manggut. Menerima suapan dari sang istri. Sebenarnya Haidar sudah melarang Dinda ke kantor. Bukan apa-apa, dia hanya takut istrinya kelelahan, sedangkan Dinda sedang hamil muda. Tapi perempuan itu bilang, justru dia yang tidak mau jauh-jauh dari suaminya. Entah bawaan bayi, atau hanya alasan saja. Apapun itu, akhirnya Haidar mengiyakan. Tapi, bukan untuk mengirim bekal makan siang seperti biasanya. Melainkan mereka berangkat
Arjun memeriksa ponselnya. Berkutat dengan benda pipih itu seraya bersandar di headboard. Rencananya sih tiduran sebentar, masih ada beberapa jam lagi sebelum sore. Namun, rupanya atensi Arjun terus tertarik ke arah kamar mandi. Dia penasaran. Kalau memang Niswah ada di dalam, kenapa tidak keluar-keluar juga? Bahkan tidak ada sekedar gemericik air. Dahi pria itu mengerut tipis. Ini bahkan sudah lebih dari lima belas menit sejak dia kembali ke kamar. Atau jangan-jangan ....Arjun terlonjak dari ranjangnya. Bergegas ke kamar mandi. Mendorong pintunya, yang ternyata terkunci."Nis! Nis! Kamu di dalam?" Tak ada sahutan.Dogh! Dogh! Dogh! "Niswah .... Kamu gak papa kan?" gedor Arjun panik. "Niswah, kamu ..."Dog!"Aw!" Arjun mematung. Mengerjapkan matanya seraya memandangi tangannya dan juga gadis di depannya yang meringis kesakitan karena kena getokannya. Ya, tepat sekali. Saat Arjun menggedor pintu, saat itu juga Niswah membuka pintunya. Akibatnya, di
"Kan ... Apa aku bilang ... Kamu sih, ngeyel," ujar Dinda, berbisik. Terang saja dia malu. Apalagi dengan posisi mereka yang kelewat dekat tadi. Haidar malah tertawa. Seakan bukan masalah besar baginya. Menyambut pasangan yang entah sejak kapan datang itu. "Wah, romantis sekali pasangan lama ini," celetuk Arjun. Dia menggandeng tangan Niswah, meski mendapat tatapan kaget dari sang gadis. "Haha. Pastinya dong. Kalian sendiri bagaimana? Pasangan muda, pastinya lebih romantis 'kan?" Arjun tertawa kecil. Meletakkan plastik berisi kotak pizza ke atas meja. Huh! Pembahasan macam apa ini? Niswah langsung melepas tautan jemari Arjun. Mengambil tempat duduk paling pojok, bersama Deka."Maaf, Mas. Bukannya bertamu ke rumah, malah ke kantor," basa basinya."Iya, kalian ini memang sok sibuk sekali. Lupa ya, kalau punya kakak?"Niswah memalingkan wajahnya. Dia tahu, Haidar menyindirnya. Tapi, yah memang begitulah. Niswah masih ngambek perkara perjodohan paksa itu. Dia
Nasib sial bagi Della. Pamannya meminta padanya supaya numpang pada Zul setiap berangkat kerja. Dan Zul juga iya-iya saja. Setuju tanpa penolakan. Ini gara-gara Della pernah jatuh dari motor, dia trauma. Sampai sekarang tidak berani naik motor. Berangkat kerja pun dia memilih memesan grab atau dengan Kevin, kalau kebetulan anak itu menjemputnya tiba-tiba. Dan, gara-gara itu pula pamannya, menceletukkan permintaan konyol itu. Ah, tahu begini, mobilnya tidak dia jual. Tapi sudah terlanjur. Mau tak mau, terpaksa harus mau."Kenapa sih, lo kudu muncul lagi," decaknya kesal. Mereka dalam perjalanan ke tempat kerja. Della dengan seragam kerjanya, sedangkan Zul, menutupi seragamnya dengan jaket. Itulah kenapa di rumah makan kemarin tidak ada yang tahu kalau dia anggota polisi.Zul menoleh tipis, tersenyum."Aku dipindah tugaskan disini."Della mendengkus. Sayangnya, itu benar. Pertanyaannya yang konyol. "Lagipula, aku tidak pernah pergi. Jadi, rasanya kurang pas k
"Besok aku libur. Bagaimana kalau kita jalan?"Della menatap dengan lirikan aneh. Tidak salahkah dia dengar? Zul mengajaknya jalan, setelah hubungan mereka yang gak jelas itu tidak ada titik terang."Gue sibuk," sahutnya ketus, membuka pintu mobil."Tapi, kata pak Yogi, setiap hari minggu, kamu jatah libur?"Pria ini, keras kepala sekali. Della mengurungkan gerakannya."Libur atau tidak, bukan urusan lo, 'kan? Gue mau istirahat."Zul mengulas senyum tipis. Memandangi gadis yang melangkah menjauh. Oke. Tidak masalah. Masih ada hari lain. Mungkin, dia harus berusaha lebih keras lagi. Katanya, mengembalikan kepercayaan yang terlanjur rusak itu memang sulit.Zul melajukan mobilnya beberapa meter lajuan lagi. Dan berhenti tepat di halamannya. Pria muda berbadan tegap itu melirik sebentar ke rumah samping. Barulah membuka kunci rumah. Kembali ke tempat ternyamannya...Malam menjelang. Zul tengah berkutat dengan ponselnya. Tepatnya, ada yang t
Karena tak mau terlibat perdebatan panjang, dan tidak mau ketinggalan yang lain, mau tak mau, Della akhirnya mau saja. Dan, pria itu membawanya ke mobilnya. Tak lupa, senyum kemenangan tersungging lebar. Mengejek penuh pada Kevin yang tak bersalah. Justru Della yang merasa tak enak pada Kevin yang jauh-jauh datang menjemputnya."Sory, Vin ..." ujarnya tak enak hati.Pemuda yang lebih muda itu tersenyum."Gak papa, Mbak. Malah gak dingin kok." Fake sekali senyum itu. Pasti ada kecewa, meski sedikit."Sudah, biarkan saja. Coba saja kamu lebih dulu bilang padaku, pasti dia tidak perlu repot-repot kesini."Della mendengkus. Dasar egois. Padahal, rasanya dulu Zul tidak seegois ini. Kecuali untuk urusan kejelasan hubungan mereka. Sisanya, Zul tidak semenyebalkan ini.Della menoleh ke belakang. Ada Kevin yang mengikuti dari belakang. Pemuda itu bahkan tidak melajukan motornya dengan cepat. Seolah, masih menjaganya dari pria yang tiba-tiba datang mengaku-ng
"Lo kenapa sih? Bisa gak enyah dari hadapan gue?" Ucapan yang ingin Della lontarkan setiap kali bayangan masalalu menyedihkan itu datang. Namun, mulutnya bungkam kalah dengan perasaannya sendiri. Nyatanya, Della malah semakin tak bisa menolak setiap ajakan pria itu. Meski diawali dengan omelan terlebih dahulu."Nduk."Lamunan Della buyar. Dia tengah menyiram bunga di depan. Mumpung libur, jadi dia manfaatkan untuk merefreshkan pikirannya. Salah satunya berkutat dengan bebungaan di pekarangan.Wanita itu menoleh, menampilkan raut tanya pada pamannya yang sudah berpenampilan rapi, lengkap dengan jaket. Pelengkap untuk mengendarai motor."Kata bulekmu, ibumu nelpon dari tadi malam, ndak kamu angkat."Della terdiam. Pasti itu lagi yang akan dibahas. Pertanyaan sama yang tak pernah berubah. Pertanyaan yang membuatnya muak untuk kesekian kalinya. 'Kapan nikah?' 'Umurmu sudah tua, mau jadi perawan tua?', 'Mbok jangan karir saja yang dipikirkan, pikir