Karena tak mau terlibat perdebatan panjang, dan tidak mau ketinggalan yang lain, mau tak mau, Della akhirnya mau saja. Dan, pria itu membawanya ke mobilnya. Tak lupa, senyum kemenangan tersungging lebar. Mengejek penuh pada Kevin yang tak bersalah. Justru Della yang merasa tak enak pada Kevin yang jauh-jauh datang menjemputnya.
"Sory, Vin ..." ujarnya tak enak hati.Pemuda yang lebih muda itu tersenyum."Gak papa, Mbak. Malah gak dingin kok." Fake sekali senyum itu. Pasti ada kecewa, meski sedikit."Sudah, biarkan saja. Coba saja kamu lebih dulu bilang padaku, pasti dia tidak perlu repot-repot kesini."Della mendengkus. Dasar egois. Padahal, rasanya dulu Zul tidak seegois ini. Kecuali untuk urusan kejelasan hubungan mereka. Sisanya, Zul tidak semenyebalkan ini.Della menoleh ke belakang. Ada Kevin yang mengikuti dari belakang. Pemuda itu bahkan tidak melajukan motornya dengan cepat. Seolah, masih menjaganya dari pria yang tiba-tiba datang mengaku-ng"Lo kenapa sih? Bisa gak enyah dari hadapan gue?" Ucapan yang ingin Della lontarkan setiap kali bayangan masalalu menyedihkan itu datang. Namun, mulutnya bungkam kalah dengan perasaannya sendiri. Nyatanya, Della malah semakin tak bisa menolak setiap ajakan pria itu. Meski diawali dengan omelan terlebih dahulu."Nduk."Lamunan Della buyar. Dia tengah menyiram bunga di depan. Mumpung libur, jadi dia manfaatkan untuk merefreshkan pikirannya. Salah satunya berkutat dengan bebungaan di pekarangan.Wanita itu menoleh, menampilkan raut tanya pada pamannya yang sudah berpenampilan rapi, lengkap dengan jaket. Pelengkap untuk mengendarai motor."Kata bulekmu, ibumu nelpon dari tadi malam, ndak kamu angkat."Della terdiam. Pasti itu lagi yang akan dibahas. Pertanyaan sama yang tak pernah berubah. Pertanyaan yang membuatnya muak untuk kesekian kalinya. 'Kapan nikah?' 'Umurmu sudah tua, mau jadi perawan tua?', 'Mbok jangan karir saja yang dipikirkan, pikir
"Ini mas Zul, polisi muda yang tinggal di samping rumah kita. Yang bapak ceritain itu, loh, Buk," jelas pak Yogi pada wanita disampingnya yang ternyata istrinya."Ooo ... Maaf ya, Mas Zul. Ibu ndak tahu. Kemarin kebetulan sedang pergi, ada urusan," sapa Wati, istri pak Yogi, menyalami ramah Zul."Tidak apa, Bu," sahutnya tak kalah ramah. Padahal aslinya dia sedang malu. Malu kepergok nongkrong di depan rumah yang notabene rumahnya kepala kampung. Mana cuma pakai kolor dan kaos oblong.Wanita lain yang sepertinya baru selesai urusan dengan tukang ojek itu ikut mendekat. Terlihat kesulitan membawa barang bawaannya. Perawakannya lebih tua dari bu Wati. Gurat lelah terlihat jelas di wajahnya yang mengeriput. Reflektifitas Zul langsung tergerak membantu, namun wanita itu melihatnya bingung."Itu siapa? Yang bantu-bantu di rumahmu, Ti?" tanyanya, setelah membiarkan tasnya dibawakan Zul. Sepertinya beliau ini tidak menyimak pembicaraan pak Yogi dan bu Wati. Dalam
Di dalam kamarnya, tangis Della benar-benar meledak. Bukan sekedar penumpahan emosi, melainkan juga perasaan bersalah. Seumur-umur, tidak pernah dia membantah apalagi membentak orang tuanya. Ternyata rasanya lebih menyakitkan daripada rasa sakit itu sendiri.Suara ketukan di pintu, dia abaikan. Pintunya memang tidak dia kunci, tapi jika itu bibinya, maka pintu itu tetap tidak akan dibuka tanpa izin darinya. Nyatanya, terdengar pintu didorong pelan, Della menutup wajahnya dengan bantal. Bayangkan betapa engapnya disaat dada terasa sesak menahan emosi yang menguras, juga hidung mampet karena menangis. Tapi, peduli apa dengan engap. Dia hanya tak mau memperlihatkan wajah sembabnya."Nduk ..."Salah! Ini bibinya. Bibi nya tetap masuk meski belum dua izinkan."Maafkan bulek, karena masuk tanpa permisi."Della tak menyahut. Menahan isaknya supaya tidak terlalu keras. Belain lembut terasa di lengannya."Bulek tahu, bagaimana perasaanmu."Hembusan napas
Tempat bicara paling nyaman masih la dipegang oleh caffe. Dimana tempatnya tidak terlalu ramai, juga bukan tempat yang sepi. Ditambah ditemani alunan musik syahdu. Dan, begitu pula yang menjadi tujuan Zul dan Haidar. Meski Zul harus menempuh perjalanan yang lumayan demi menuju tempat tujuan.Sampai di lokasi, netra Zul bergerilya mencari lokasi duduk Haidar. Tadi katanya Haidar sudah datang lebih dulu. Sudah memesan tempat untuk mereka. Dirinya tinggal datang saja. Yup! Itu dia. Sudut bibirnya terangkat menangkap keberadaan Haidar diantara pengunjung caffe yang lain. Namun, ada yang membuat alis Zul berkerut. Haidar tidak datang sendiri. Melainkan dengan anak kecil. Bocah yang dia tahu adalah anak dari suami Niswah."Sory, bawa bocil," sambut Haidar begitu melihat kedatangan sahabatnya, tersenyum tipis. Zul mengangguk. Berhigh five dengan Haidar, juga mengusak kepala bocah anteng itu. Deka hanya mendongak selintas, dan menoleh bingung."Om Zul. Lupa?" tukas Hai
"Btw, thanks. Perasaan gue udah mendingan sekarang.""Hem. Jangan cuma didengarkan. Tapi jalankan juga misinya."Zul mengangguk. "Pasti. Gue udah sadar. Gue emang gak bisa jauh dari Della. Gue benar-benar menginginkan dia yang menjadi pasangan hidup gue."Gantian Haidar yang menahan tawa. Tapi tidak sampai lolos. Rasanya memang lucu mendengar orang bucin bicara. Persislah, sepertinya dirinya. Kata-katanya mendadak bijak."Oh, ya ... Berapa hari Niswah sama suaminya pergi?"Haidar menyesap minumannya. "Seminggu. Suaminya dapat tugas mewakili kampus untuk studi banding di kampus tetangga." Zul mengangguk paham. Tuh kan, Niswah saja bisa hidup bahagia dengan pilihannya, kenapa dulu dia sempat berharap coba? Ah, dari awal juga perasaannya memang salah. Dia memang terlambat menyadarinya, tapi tak ada kata terlambat untuk memperbaikinya bukan?Mereka berada disana untuk beberapa saat lagi. Mengalihkan obrolan pada tema pembahasan yang lebih ringan. T
Kamar hotel yang mereka sewa adalah double bed, dua ranjang berbeda dalam satu kamar. Beruntung, Arjun dari kampus berangkat sendiri. Jadi, tidak akan ada masalah dengan yang lain. Sengaja juga dia membuat mereka satu kamar untuk memudahkan mengawasi gadis itu. Bagaimanapun juga, dia khawatir membiarkan gadis itu berada di kamar sendiri.Pulang dari tempat tugasnya, pria itu membuka pintu. Mendapati masih ada sosok di dalam. "Loh, gak jadi keluar?" terang saja Arjun bertanya seperti itu, karena jarak dia memberi izin dan kepulangan tidak lama. Maka melihat Niswah yang malah rebahan di kasur membuatnya terheran. "Males ah. Disuruh keluar, tapi gak dikasih duit. Emang mau ngiler aja gitu, gak beli apa-apa?" sahutnya malas."Ah! Iya ... Sory, aku lupa," kekeh Arjun. Meletakkan tas kerjanya di atas meja. Melonggarkan dasi dari kerahnya. Sedangkan Niswah malah hanya memandangi gerak gerik si pria."Bagaimana kalau nanti malam saja, kita keluar?" tawar Arjun.
"Eih! Hati-hati!" Arjun takut sendiri kalau gadis itu tersandung. Tapi sayangnya tidak berlaku untuk Niswah. Dia menghiraukan teriakan Arjun, dan sampai di lokasi lebih dulu. Tertawa lebar."Yeay! Bapak kalah. Saya duluan yang nyampek."Manis. Arjun mengulum senyum seraya menggelengkan melihat tingkah gadis itu. Ah, memang benar. Tak peduli berapapun usianya, wanita adalah makhluk manja yang menggemaskan. Eh! Apa dia bilang tadi? Gadis itu menggemaskan? Huft... Sepertinya otaknya tidak beres akhir-akhir ini.Arjun meletakkan bobot tubuhnya, duduk di samping gadis itu. Sebelah tangannya membawa cup americano pesanannya."Kenapa harus disini, hmm? Bukannya di dalam sana lebih hangat?" Arjun tak menampik rasa penasarannya akan alasan gadis itu lebih memilih halte."Gak papa. Seru aja disini. Vibesnya mirip drakor. Kayak pasangan romantis.""Memangnya kita pasangan?""Iyalah. Bapak suaminya dan saya istri."Arjun menoleh. Tap
"Wah, ini kenapa kebetulan sekali ya? Bisa bertemu bapak disini. Haha."Niswah menatap risih pada perempuan muda yang nampak akrab dengan suaminya itu. Suami? Ya, memang itu kenyataannya 'kan? Dan, yang membuat dia semakin kesal, mereka terlihat akrab sekali, Arjun juga tersenyum lebar, menyambut baik kedatangan perempuan itu. Bahkan, Niswah yang nyaris seperti obat nyamuk disini. Gimana enggak, perempuan itu begitu turun dari mobil, tanpa basa basi membuatnya menyingkir di pojokan. Berasa menjadi anak buangan aja dia."Pak Arjun kenapa kok disini? Halte ini sudah lama tidak dipakai lo.""Oh, saya menemani dia." Akhirnya, kehadirannya dianggap juga. Setelah obrolan lama dua manusia itu, kehadirannya dipertanyakan juga. Perempuan muda itu menoleh pada Niswah, hanya sekilas. Sebenarnya sedari tadi juga melirik Niswah dengan tatapan curiganya. Tapi, entah kenapa dia seperti tidak berminat untuk membahas keberadaan Niswah disini. Kalau saja Arjun tidak menunjuknya,
Zul dan Della rencananya akan tinggal sendiri. Sekarang, mereka masih bulan madu sambil menikmati Winter di Osaka. Setelah pulang, mereka tinggal di apartemen. Zul tengah menyiapkan rumah yang akan mereka tinggali nanti. Della sendiri, kembali bekerja di perusahaan Dinda. Tentu saja setelah Dinda memintanya dengan teramat. Lagipula, potensi Della di perusahaan memang besar. Jadi, tak bukan hanya atas dasar persahabatan semata. Zul juga sudah menceritakan sesuatu yang membuatnya mengganjal dulu. Tentang dia yang pernah tertarik ape Niswah. Awalnya Zul tidak mau cerita, karena takut Della cemburu. Tapi wanita itu memaksanya. Daripada memicu perang dunia di tengah pernikahan seumur jagung mereka, Zul mengalah. Della sempat kaget dan cemburu, tapi Zul berhasil meyakinkan bahwa itu hanya perasaan lewat. Cintanya pada Della lebih besar dan segalanya. Della masih cemburu, tapi dia percaya Zul. Zul sudah membuktikan bahwa perasaan pria itu sudah sepenuhnya tertuju padanya.Hari ini, mereka m
Niswah dan Arjun yang merencanakannya. Sepasang suami istri itu tidak tahan melihat hubungan dingin dua manusia dewasa itu. Satunya terlalu tinggi ego, dan satunya yang cenderung pasrah. Dan sangat kebetulan, bertepatan dengan itu, Zul mendapat promosi. Masa mutasinya dipercepat. Dia kembali mengabdi di kantor pusat. Kinerjanya memang bagus. Hanya sempat lalai karena patah hatinya.Sebenarnya, Zul mau berpamitan pada Della. Tapi Niswah melarangnya. Wanita yang sempat singgah di hatinya itu bilang, Zul harus tegas. Sesekali Della harus disentil egonya. Dengan cara menjauhinya. Seolah Zul sudah menyerah pada perasaannya. Awalnya Zul tidak setuju. Dia takut, Della justru semakin jauh darinya. Tapi Niswah juga tak kalah memaksa. Bagaimanapun juga, dia sesama wanita. Dia tahu, apa yang ditakutkan oleh kaum wanita keras kepala. Dia cinta, hanya saja ego tinggi mengalahkan perasaannya sendiri. Niswah bahkan berani menjamin, akan menebusnya seandainya rencananya gagal. Karena Niswah juga yak
"Jangan pergi...."Jantung Della terasa berdegup kencang. Dia juga tidak ingin pergi. Tapi, keadaan sudah berbeda. Zul sudah bertunangan dengan wanitanya. Harusnya dia tak ada disini. Ini acara pentingnya.Della melepas pelukan Zul darinya. Menghindarkan wajahnya dari pandangan Zul."Pergilah," ucapnya lirih. Menahan isakan yang sebentar lagi kembali pecah."Kenapa? Kau tidak suka aku mendatangimu?" ucap Zul tanpa penekanan.Della menggeleng. Dia tidak berani menatap pandang Zul. Dia takut perasaannya semakin hancur saat sadar pria itu tidak bisa dia harapkan lagi."Kembalilah. Itu acaramu. Tak seharusnya kamu malah disini."Zul mengerutkan dahinya. Mencerna perkataan Della."Acaraku? Ini acara ki ..." Zul menghentikan ucapannya. Berdehem kecil. Lantas menarik tangan Della. Memaksa mengikuti langkah lebarnya."Zul, lepas. Kau mau membawaku kemana?" tolak Della. Zul bergeming. Dia justru mengeratkan genggamannya. Tak akan membiarkan wanita ini kabur lagi."Niatmu datang kesini untuk me
Perjalanan ke kota cukup menyita waktu. Terutama karena Della hanya menggunakan angkutan umum. Dari satu bis ke bis yang lain. Pikirannya kacau. Dia tak bisa berfikir jernih lagi. Di pikirannya hanya satu. Dia tak mau terlambat. Berharap perjodohan itu belum dilaksanakan.Sepanjang jalan Della menangis. Membuat penumpang lain melihatnya heran. Penampilannya lebih mirip gadis yang kabur dari rumah. Karena dia membawa ransel ukuran sedang untuk pakaiannya. Tak ada yang menanyainya, sungkan terlebih dahulu.Jika dipikir, Della seperti tak punya malu. Dulu, dia yang menarik ulur perasaan Zul. Sampai pria itu hanya bisa memendam lukanya dalam senyum perjuangan. Memang, Della berhak marah karena Zul yang dulu. Tapi, bukankah Zul sudah meminta maaf? Bukan hanya sekali dua kali. Bahkan sering. Zul juga menunjukkan tekad yang kuat. Bahwa dia serius dengan lamarannya untuk menikahi dirinya. Tapi egonya terlalu besar untuk memaafkan Zul. Membiarkan pria itu tersiksa dengan perasaannya. Sekarang,
Della tidak tahu, entah sampai kapan dia bisa bertahan dengan hubungan aneh ini. Dia cemburu setiap kali melihat kedekatan Zul dan Ika. Tapi dia sendiri sadar diri, yang juga dekat dengan Kevin. Egonya memang keterlaluan besarnya. Dan, ternyata itu tidak hanya berlaku untuk Ika semata. Nyatanya Della juga cemburu saat Zul dekat dengan para mahasiswi itu. Dia kesal hanya dengan melihat Zul tertawa renyah pada mereka. "Wow! Bang Zul keren!"Della mendecak. Hanya karena Zul mengangkat dua galon isi penuh secara bersamaan. Para mahasiswi itu tampak kagum. Padahal, wajar saja Zul kuat. Dia polisi yang terlatih secara fisik dan mentalnya.Della malas berada di situ. Beringsut ke belakang. Duduk di kursi kayu dekat kolam ikan. Melempar kerikil ke kolam. Yang langsung disambut para ikan, karena mengira itu makanan yang diberikan pada mereka. Yah, tipuan yang menyebalkan bagi kaum ikan."Kau tidak bermaksud membunuh mereka kan?"Della tersentak. Spontan menoleh. Kembali membuang wajah saat t
Sungguh menarik perhatian. Itulah yang Niswah dan Arjun pikirkan melihat kejadian ganjil tadi pagi. Bagaimana bisa, Della dan Zul yang mereka kenal sebagai sepasang kekasih, tapi malah berangkat kerjanya dengan pasangan yang berbeda?"Lihat kan tadi?"Arjun mengangguk. Mereka sedang menghabiskan waktu berdua. Tidak ada yang protes. Ya kali mereka mau mendemo dosen sendiri. Taruhannya nilai, uy. Yah, meskipun Arjun juga tidak akan melakukan hal selicik itu."Aneh deh. Masak kalau cuma alesan tempat kerja yang beda, mereka berangkatnya pisah sih? Mana yang dibonceng lawan jenis lagi.""Perempuan tadi bukan polisi, Nis. Dari seragamnya dia karyawan biasa.""Iya, maksudku itulah, pokoknya. Aneh aja gitu. Apa, mereka lagi ada masalah ya? dilihat juga, bang Zul sama mbak Della kayak lagi jaga jarak kan?""Mereka emang lagi ada masalah. Cuma, aku kira sudah baikan. Ternyata belum toh.""Ih, jadi pengen deketin mereka lagi loh. Mereka kan pasangan serasi. Pacaran juga udah lama. Sayang kalau
Sampai di rumah, para mahasiswa itu sudah di depan. Ada yang menyapu, ada pula yang mencabuti rumput. Zul jadi malu sendiri dengan keadaan rumahnya yang memang tidak terawat. Tidak ada waktu, juga malas. Biasalah, pria lajang yang hidup sendiri, biasanya begitu. Zul ikut bergabung bersama mereka. Hari ini, dia berangkat agak siang saja.Selesai berberes, sarapan diadakan di rumah pak lurah. Tentunya sarapan kali ini lebih ramai dengan mereka yang baru datang...Pukul setengah delapan kurang sepuluh menit, Kevin datang menjemput. Merasa heran dengan keadaan ramai rumah Della. Dia sampai bengong dan tak berani memanggil. Mahasiswi muda yang sedang berkumpul di teras. Sepertinya mereka sedang musyawarah. Tapi, demi mendengar suara motor, mereka sontak menoleh. Membuat Kevin salah tingkah karena menjadi pusat perhatian."Cari siapa, Mas?" tanya mahasiswi berjilbab krem."Oh? S-saya? Saya nyari ... Em ... Mbak Della.""Oh. Mbak Della."Gadis berjilbab krem itu menjawil temannya. "Panggil
Jika pagi yang kemarin Zul hanya sendiri, maka pagi ini dia disambut dengan keriuhan. Para mahasiswa yang antre di kamar mandinya dengan wajah kusut khas bangun tidur."Pagi, Bang."Zul mengangguk. Duduk di salah satu kursi, ikut mengantri."Duluan saja, Bang."Zul mengibaskan tangannya, pertanda tidak perlu. Nertanya tak menangkap keberadaan Arjun diantara para mahasiswa itu."Dimana dosenmu?" tanya Zul dengan suara serak parau."Oh, pak Arjun sudah bangun dari tadi, bang. Kayaknya keluar tadi. Mungkin ke masjid," terang salah satu mahasiswa dengan dagu lancip. Yang kalau tidak salah namanya Ilham.Zul tertegun. Sangat berbeda dengan dirinya. Yang hanya ke masjid jika sempat saja. Zul menyadari, dibanding dirinya, Arjun memang lebih baik. Dan sangat cocok untuk Niswah yang mempunyai background agama kuat.Tidak Zul. Ingat dengan tekadmu. Cinta lama itu sudah hilang. Kini yang terpenting adalah mendapatkan kembali hati Della untuknya.Adzan subuh berkumandang. Syukurlah antrian tidak
Keseluruhan mahasiswa KKN ada enam belas. Enam laki-laki, dan sepuluh perempuan. Delapan tinggal di kediaman lurah Yogi, dan delapan yang lainnya tinggal di dusun sebelah. Karena kebetulan rumah dinas Zul dekat dengan kediaman pak Yogi, jadi, tiga laki-laki, ditambah Arjun, akhirnya tinggal di rumah dinas Zul. Supaya lebih menjaga para kaum hawa, itu kata Arjun. Padahal, aslinya dia tidak rela kalau istrinya tinggal seatap dengan teman prianya itu. Hal yang disetujui oleh Zul, dan yang lainnya. Tentunya, Zul dengan alasan yang sama. Tak mau Della kecantol dengan salah satu anak KKN itu, atau malah anak KKn yang kecantol Della."Mas Zul sudah lama disini?" Obrolan ringan kala malam hari. Yang lain sudah tidur, mungkin lelah setelah perjalanan panjang tadi siang."Hm. Lumayan. Sudah cukup lumayan lama sih."Arjun manggut-manggut. Menyeruput hot chocolate buatannya. Berhubung dia tidak suka kopi, jadi dia membawa sendiri susu cokelat dari rumah."Istrimu, sudah berapa bulan?" Maafkan Z