*
1. MALAM MENYERAMKAN.
********
Angin berhembus, menyapa kulit ketika mereka keluar dari dalam kafe. Suara hiruk pikuk kendaraan yang awalnya ramai, kini menjadi sepi. Masih ada beberapa yang lewat, dan itu pun hanya bisa dihitung jari.
Karena ini sudah waktunya orang tenggelam dalam mimpi.Melepas lelah karena kegiatan pada siang hari."Ok. Besok lagi ya ...." seru Diva"Dah semuanya?" imbuh Caca
Sedangkan Cindy, hanya melambaikan tangannya. Beriringan bersama suara Diva dan Caca.
Ketiga gadis itu melambaikan tangan, pada tiga remaja laki-laki yang berjalan berlawanan arah dengan mereka.
"Iya iya ....Dah juga ... jangan pada keluyuran, langsung pulang!" sahut Egy, "kalo udah sampe rumah pada ngabarin di grub ok." Lanjutnya."OKEE ...!" sahut ketiga gadis itu, bersamaan dari sebrang sana.Suara perpisahan yang tadinya mengisi gelapnya malam perlahan mulai hilang.
Suara-suara yang selalu mengisi keheningan di dalam hati, kini kembali tak terdengar.Ketiga remaja cowok itu, terpaksa harus pulang berpisah dengan Diva, Caca, dan Cindy.Karena letak rumah mereka, berlawanan arah.Untung saja, Rumah mereka terhitung saling berdekatan. Jadi mereka tidak harus pulang sendiri- sendiri.Mereka bertiga, pulang dari kafe dengan berjalan kaki.Sembari berjalan di malam hari yang kira-kira sudah masuk jam setengah 10 malam itu, remaja yang bernama Raizel sudah berulang kali melihat berbagai jenis sosok yang sering disebut 'Mahluk halus.'Sudah 15 menit waktu terlewat, sejak mereka pulang berjalan dari depan kafe, tidak terasa mereka bertiga telah sampai di depan jalan rumah Vano."Yah, udah sampe rumah gue nih. Kalian berdua baik-baik di jalan, ya. Gue masuk dulu, udah ngantuk, tapi jangan lupa, nanti kalo udah sampe rumah pada ngabarin di grub" kata Vano, kepada Raizel dan Egy. "Oke lah, Bro ... kita bakal kasih kabar nanti" jawab Egy, menepuk pundak kanan Vano dua kali."Ya udah, masuk gih ... udah malem" titah Raizel.Alasan Raizel menyuruh Vano untuk segera masuk adalah, karena tidak jauh dari tempat mereka bertiga mengobrol.
Ada sosok 'Mahluk hitam berbulu', yang tengah berjalan santai ke tempat mereka berdiri. Layaknya manusia.Namun, meskipun begitu. Jelas Raizel tahu sekali, itu bukan manusia.Egy dan Vano masih asik mengobrol beberapa kata. Sedangkan Raizel diam-diam tidak fokus pada apa yang temannya obrolkan, karena matanya yang terus mengawasi pergerakan mahluk astral tersebut. Saat Raizel melihat sosok mahluk itu sudah semakin dekat menghampiri mereka.Raizel kembali menyuruh Vano untuk segera masuk ke dalam rumah. "Van ... udah gih! Masuk, dingin. Kita juga mau langsung pulang nih.""Ok. Kalo gitu, gue masuk dulu ya? Baik-baik dijalan," ujar Vano berpesan.
Setelah Vano masuk, sosok hitam besar itu yang sedari tadi berjalan menghampiri mereka, saat itu juga tiba-tiba berhenti.
Raizel yang melihat makluk itu berhenti. Sejenak, Ia bisa bernafas lega.Kini tinggal Raizel dan Egy yang harus berjalan pulang meninggalkan rumah Vano, beserta mahluk hitam itu di sana.
******
Kakinya yang melangkah berjalan bersampingan dengan Egy, ditemani malam yang semakin dingin dan sunyi.
Karena sudah terlalu malam .
sehingga tidak ada orang yang lewat di jalan lagi, hanya ada dua remaja itu. Raizel dan Egy yang menyusuri jalan untuk pulang.Raizel, sesekali memutar kepala menengok ke arah belakang.
Memastikan mahluk itu berganti mengikutinya dan Egy atau tidak, dan ternyata dugaannya benar.Jarak 10 meter dari tempat Raizel dan Egy berjalan, kini mahluk itu tengah mengikuti di belakang mereka berdua.
Raizel yang mengetahui itu, tentu sungguh terkejut dan mulai merasa sedikit takut.
'Kenapa, mahluk itu ngikutin gue sama Egy sih? Mau apa dia?' tanya Raizel dalam hatinya.Raizel tidak menyadari, bahwa sedari tadi dirinya telah diperhatikan oleh Egy.
Egy juga menjadi penasaran.
Dia mulai ikut memutar kepala ke arah belakang, ingin tahu, apa yang sejak tadi Raizel lihat. Namun, Egy tidak melihat apapun."Raizel, Woy!" pekik Egy.
Egy memanggilnya dengan nada lumayan tinggi, yang membuat takut Raizel menjadi-jadi.
"Apaan sih lo, Ngagetin aja!" jawab Raizel, Ketus.
"Hahaha ... lo tuh kenapa? ngeliat ke belakang terus, lihat apa'an lo? gue panggil gitu aja kaget," jawab Egy tertawa.
Egy menganggap respon Raizel terlalu berlebihan.Raizel tentu bingung untuk menjawab, sekaligus memaklumi temannya—Egy yang sama sekali tidak merasa takut, karena Egy tidak melihat apa yang Raizel lihat.
"Enggak kok ... nggak pa-pa. Ayo lebih cepet jalannya gue ngantuk nih, Hooammhh ...," kilah Raizel.
Ia menutupi mulutnya dengan telapak tangan, mencoba berpura-pura menguap, Agar terlihat mengantuk."Hahaha .. iyaa" Egy kembali terkekeh
Beberapa menit sesudah itu, mereka berdua berjalan sedikit lebih cepat dari sebelumnya.
Raizel dan Egy sengaja mengobrolkan
macam-macam hal yang tidak penting, seperti membicarakan rasa makanan di kafe. Hingga menggosip karyawan kafe, yang menurut para remaja itu cantik.Itu semua Raizel dan Egy lakukan, demi mengisi keheningan malam sambil berjalan pulang.
Saat sedang asik mengobrol, tanpa disengaja Raizel kembali menoleh ke belakang. Memastikan kembali, mahluk hitam itu masih mengikuti atau tidak.
Tetapi setelah Raizel menoleh, tanpa diduga, mahluk itu ternyata sudah berjarak dua meter dari belakang mereka berdua.
Artinya jarak antara mahluk itu, menjadi lebih dekat dengan jarak mereka berjalan.
Tiba-tiba ... tangan mahluk itu bergerak, mencoba meraih Egy. Raizel yang terkejut melihat itu dengan cepat menarik kuat baju depan Egy, sehingga membuat Egy terpelanting ke depan.
"Gyy ...!! Awaaass!!" Teriak Raizel. Dilanjut Raizel memeluk Egy dari depan.
"Rai! Apa-apa'an sih Lo! Gue hampir jatuh!" protes Egy.
"Gy ... Gy ... awas," ucapnya sekali lagi dengan posisi tubuhnya dan tubuh Egy, sudah berpelukan layaknya pasangan.
Raizel memeluk kencang tubuh Egy, tidak perduli bahwa mereka sesama jenis, ia hanya takut, Mahluk itu berusaha melukai Egy.
Itu saja.Ditambah Raizel sendiri yang melihat mahluk itu secara langsung, juga ingin bersembunyi, namun tidak bisa.
Egy yang ditarik paksa dengan cepat, ditambah juga secara tiba-tiba Raizel memeluknya sangat erat.
Sudah pasti merasa kaget, Ia juga merasa aneh dengan tingkah Raizel."Rai ... please jangan gini, takut dilihat orang" keluh Egy, sembari mendorong pundak Raizel, dengan kedua tangan.
Niatnya agar Raizel melepaskan pelukannya, namun malah menjadi lebih kuat Raizel memeluk Egy.Membuat Egy, sedikit marah."Rai!! ... lo kenapa? Ada apa? Awas apa maksud lo?" tanya Egy, keras.
"Gy, tolong lo diem dulu, Jangan banyak nanya" pinta Raizel.
"Tapi lo aneh Rai, lo lihat apa'an?"
Egy menunggu jawaban Raizel.Raizel mencoba membuka matanya perlahan, mengendorkan sedikit pelukannya pada Egy, Berharap mahluk hitam itu sudah pergi.
Lagi-lagi ia dikejutkan kembali.
Siapa sangka, ketika dia membuka mata. Bukannya melihat sosok hitam itu sudah menghilang, justru malah wajah mahluk tersebut berada tepat di depan wajahnya.Hanya meyisakan 5cm, jarak tengah antara wajah mahluk hitam itu dari depan wajah Raizel, yang artinya hampir saling menempel.
Sungguh dekat, sangat dekat, terlalu dekat.Raizel membelalakan matanya, ingin Raizel berteriak tapi tak bisa.
Ingin Raizel kembali menutup mata, tapi seakan-akan mahluk hitam itu ingin Raizel menatap wajahnya lebih lama.Dia saksikan betapa seram dan menakutannya wajah mahluk itu, berbulu, hitam dan kening yang bertanduk, berdarah, berbau busuk. Ditambah matanya yang sudah tidak utuh menjadikan wajahnya benar-benar mengerikan.
Tidak enak untuk dipandang.Karena ketakutan yang sudah melewati batasnya, Raizel kembali mengencangkan pelukan pada Egy.
Egy yang dari tadi menunggu jawaban Raizel, berharap bahwa teman-nya itu akan memberitahunya sesuatu, malah terkejut lagi karena pelukan Raizel yang kembali mengerat.
"Rai! ... jawab gue, lo kenapa?! Jangan nakutin Gue kaya gini!" Gertak Egy.
"Gy ... Gu-gu-gue-" jawab Raizel dengan gagap.
"Lo kenapa? Jawab!!" Sekali lagi, Egy menyentak dengan keras pada Raizel, belum sempat Raizel menjawab Egy.
Mahluk hitam yang wajahnya 5cm dari depan wajah Raizel, Tiba-tiba menjulurkan lidahnya.
Hingga lidahnya itu menyentuh ujung hidung Raizel.Seketika bau busuk masuk dan menyengat tenggorokan, Raizel yang tidak kuat menahan takut sekaligus bau busuk, yang dikeluarkan dari lidah mahluk hitam tersebut.
Perlahan mulai kehilangan kesadaran."Rai ... Raizel ...?" Egy mencoba melirik wajah Raizel, yang sedari tadi hanya diam. Menyembunyikan parasnya di samping telinga Egy.
"Rai ...?" panggilnya penasaran.
Suara Egy terdengar biasa karena ia merasakan pelukan Raizel yang tidak lagi erat seperti sebelumnya.
"Gy ... gue nggak kuat" keluh Raizel lirih.
"Nggak kuat kenapa?" Balas Egy
Kakinya terasa lemas, pandangan mulai hitam dan perlahan mulai menjatuhkan tubuhnya.
Sebelum Raizel sepenuhnya kehilangan kesadaran, dan tubuhnya jatuh ketanah berbalut aspal.
"Rai!!" Egy dengan sigap.
Berganti memeluk tubuh Raizel yang hendak jatuh, mencoba menahan dengan kuat tubuh temannya yang lemas karena ketakutan.kemudian, Egy perlahan menurunkan tubuh Raizel di atas jalanan aspal. sehingga Raizel pingsan dalam keadaan duduk, tak sampai di situ Egy juga menyangga punggung Raizel dengan lututnya.
"Rai!! lo aneh banget ....
Lo kanapa malah pingsan? aduh! Raizel! Bangun!" Teriak Egy.Menepuk pipi Raizel yang sudah benar-benar berat untuk membuka mata.Tidak jauh darinya, 'Mahluk hitam' yang mengikuti Raizel dan Egy sejak tadi, tanpa Egy bisa melihatnya. Mahluk itu diam di samping Egy memperhatikan mereka yang panik, juga melirik ke arah Raizel yang pingsan.
Mungkin karena sudah berhasil menakuti Raizel, maka mahluk itupun perlahan berubah menjadi kabut putih yang tipis lalu menghilang.
Sedangkan Egy yang kebingungan bercampur panik, tidak tahu temannya kenapa, memutuskan untuk menggendong Raizel.
Lalu membawa Raizel pulang bersamanya.2. EGADi malam yang gelap. Hanya diterangi oleh lampu jalanan, tampak Egy berjalan dengan agak laju bersama Raizel di belakang punggungnya."Sial sial sial!" cemoh Egy.Setelah Ia berusaha dengan cepat berlari kerumah, akhirnya Ia sampai."Maaah! Mamaaahh ...! Buka pintunya!" teriak Egy dari luar pintu.Memanggil sosok wanita yang tidak lain adalah Ibunya."Egy, kenapa harus teriak-teriak?" sahut Fani—Ibu Egy dari dalam rumah.Setelah pintu mulai terbuka, Egy langsung menerobos masuk kedalam rumah, melewati Fani di ambang pintu. Bersama Raizel yang tak sadarkan diri di belakang punggungnya."Raizel ...," gumam Fani lirih.Terkejut anaknya menggendong seseorang, yang ternyata itu adalah Raizel.Dengan tergesa-gesa.Egy naik ke ruang atas, menaiki tangga yang di mana ruang atas itu adalah kamarnya sendiri.Tanpa bertanya apapun, Fani menutup pintu lalu menge
3. Misteri Ega.Raizel dan Egy berjalan menaiki tangga. Saat Ia naik, Raizel hanya menundukan kepalanya, memperhatikan langkah kaki mereka, yang satu persatu bergantian menapaki anak tangga berikutnya.Batin dan pikirannya terus saja terbayang oleh sosok anak perempuan tadi yang Ia yakini adalah alm. Ega.Karena berjalan melamun, tidak terasa mereka sudah hampir sampai di muka pintu kamar Egy,saat Dia akan menginjak anak tangga yang terakhir. Dan setelahnya ia harus berjalan melewati hamparan keramik datar untuk sampai di pintu kamar.Tiba-tiba ....Raizel merasakan sedikit getaran di telapak kakinya yang membuatnya terpaksa harus berhenti, getaran yang tidak asing seperti hentakan keras kaki seseorang yang berlari naik dari tangga paling bawah.Raizel pun terdiam, untuk lebih fokus merasakan hentakan kaki tersebut.Sejenak Raizel melirik kedepan. Tampak Egy yang tidak memperhatikan
4. Kejujuran Raizel.Egy dan Fani sudah selesai membersihkan kekacauan yang dibuat Ega, di saat itu juga, Egy menyadari bahwa Raizel tidak ada di ruangan bersama mereka.Egy yang menyadari itu, lantas Ia bertanya pada Ibunya. Bahwa Ibunya—Fani, melihat Raizel atau tidak? Tapi jusru Fani baru saja sadar jikalau Raizel tidak ada di sana bersama mereka.Fani mengatakan pada Egy, Ia akan mencari Raizel, tapi Egy menjawab bahwa dirinya saja yang akan mencarinya sendiri."Jangan mah, biar Egy aja yang nyari" ucap Egy."Oh, ya udah. Kalo gitu, Mamah masuk kamar dulu ... masih jam dua malam, Mamah pengen lanjut tidur" pungkas Fani berlalu pergi Ke kamarnya.Egy hanya diam menatap Ibunya, yang berjalan masuk ke dalam kamar."Kemana tuh anak? ngilang gitu aja" cibir Egy "coba gue cek ke halaman belakang, barangkali dia ada di sana."Alasan Egy berinisiatif untuk mencari Raizel ke halaman
5. IKUT"Gue bilang ... bantu gue nyari tau penyebab Ega meninggal!" jelas Egy."Iya! tapi ... lepasin tangan lo, gue bukan cewek!Terus, ini lengan gue sakit!" protes Raizel.Egy yang menyadari, dirinya sudah bersikap tidak wajar pada temannya, langsung melepaskan cengkramannya dari lengan Raizel saat itu juga."Oh, sorry ... maaf, gue kelepasan.""Kenapa lo minta bantuan gue buat nyari tahu penyebab Ega meninggal? Bukannya lo udah tau dari dulu?" tanya Raizel penasaran akan jawaban Egy.Egy menjelaskan pada Raizel, bahwa dirinya sama sekali tidak tahu soal penyebab adiknya meninggal yang diingat Egy adalah, saat itu ayahnya dan Ega sedang berlibur ke rumah Kakek dan Neneknya di luar kota, tepatnya di pedesaan.Lalu setelah mereka berlibur empat hari di sana, Ayahnya memberi tahu Egy dan Ibunya bahwa, Ega sakit secara tiba-tiba, tapi satu minggu kemudian ayah Egy mengabarkan Ega telah mening
Raizel hanya diam melamun, menjadi sedikit tidak fokus setelah mendengar semua jawaban temannya. Dia mengira, semua temannya akan pergi menjauh setelah tahu fakta diri Raizel yang seorang Indigo. Hingga sampai, Egy memecah lamunannya."Tapi ... perjalanan kita akan jauh, dan tempatnya di pedesaan, apa kalian yakin tetep mau ikut?" tanya Egy. Mengingat, temanya yang terbiasa hidup di kota, Egy hanya takut, mereka tidak akan betah saat tinggal di desa nanti. "Nggak masalah kalo gue, gue juga udah sering mudik ke desa, ke tempat sodara gue di kampung dan ya, gue yakin. Desa tempat Bokap lo suasana, juga keadaannya nggak akan beda jauh, dari kampung sodara gue" tutur Cindy. "Gue juga nggak masalah, gue tetep mau ikut. Mana bisa gue ngebiarin Raizel pergi jauh dan berusaha sendiri" ungkap Diva. Egy, Vano, Caca dan Cindy tercengang mendengar pernyataan Diva.Mereka dengan kompak menoleh kearah Diva, termasuk
Sosok wanita berdaster. Yang membawa kain berlumuran darah itu terus saja mendekat, Egy dan Vano tentu melangkah mundur, masih mencoba untuk menjauh darinya.Tetesan darah nampak berjatuhan seperti pakaian cuci yang belum diperas, menetes membuat jejak titik di atas jalanan aspal di setiap langkahnya.Lalu ....'Turuti permintaannya, maka aku akan melepaskanmu.'Bisikan serak dan samar, muncul begitu saja masuk ke dalam telinga Raizel.Dan sepertinya yang membisikannya itu adalah, Genderuwo yang ada di balik tubuhnya.'Jadi ... Dia minta gue menuruti keinginan, si Hantu wanita ini?' batin Raizel."Gy ... Vano ... menyingkir!" seru Raizel.Memerintahkan Egy, dan Vano untuk menghindar dari sosok wanita yang masih saja terus menghampiri.Egy dan Vano mendengarkan perkataan Raizel, mereka yang awalnya terus berjalan mundur di hadapan Raizel, kini memilih menepi ke sisi jalan.Dan. Sosok wanita itu tent
"Kakek? Kakek siapa?" tanya Raizel.Namun yang ditanya tidak menjawab, dia justru balik bertanya."Cu ... Kenapa kamu menangis?""Nggak kenapa-napa, Kek.""Kakek tau jelas, kalau kamu menangis, kenapa?""Nggak kenapa-napa, Kek. Saya hanya merasa menderita," jawab Raizel memalingkan matanya ke samping, menyembunyikan manik matanya yang menahan tangis.Lalu, kakek itu berkata."Cu ... kelebihanmu memang langka, dan kamu ditakdirkan untuk memilikinya.Jangan sesekali kamu merasa takut, karena sampai kapanpun selama kamu masih hidup. Kamu akan tetap melihat mereka."Setelah Raizel mendengarnya, matanya membulat, menatap orang tua itu tanpa kedip, pikirnya kenapa Kakek ini bisa tahu apa yang sedang dialaminya?"Kakek tau apa yang saya alami? Dan, Kakek tau dari mana?" tanya Raizel penasaran."Kakek tahu. Jadi, mulai sekarang ....Lawan rasa takutmu, biasakan dirimu untuk tidak taku
Ac yang sejuk, dan hanya mendengar suara mesin bus melaju.Raizel melirik semua temannya yang telah tidur, termasuk Vano, ia memutuskan untuk ikut terlelap juga.Nyaman, dia tertidur sangat lama.Mungkin ada beberapa jam, hingga sampai kondektur bus'pun membangunkan Egy.Tanpa disengaja, suara kondektur bus itu juga membuat Raizel terbangun."Mas ... Mas ... udah sampe" ucapnya."Udah ya, Pak?" Egy terbangun dengan lesu."Iya Mas, udah sampe" jawabnya mengulangi kata.Mereka bergegas turun dari bus, setelah berada di luar, Egy bertanya kepada kondektur tersebut."Pak, kalo mau ke alamat desa 'Bagaharuni' ini, naik bus apa lagi ya?"Ternyata desa tempat ayah Egy tinggal adalah desa Bagaharuni."Oh, kalian mau kesana?" jawab kondektur bus dengan ramah."Nanti kalian naik bus Efensi, yang warnanya kuning tapi ini baru jam 1 siang, bus itu ada sekitar jam empat sore?
2 jam lagi, acara pernikahan gue sama Cindy dimulai. Gue cuma berharap, semoga acara dan segala urusan hari ini berjalan lancar. Gue emang udah niat lama, pengen cepet-cepet nikah sama Cindy. Karena, gue nggak mau sampai harus jauh dari dia. Awal mula gue suka dia, karena dia minta ditemenin beli baju.Waktu itu, gue belum punya perasaan apa-apa sama dia.Alias masih biasa aja, dan masih nganggep Cindy itu cuma sebatas sahabat nggak lebih. Saat perjalanan pulang, gue mau anterin dia pulang. Karena udah terlalu sore, dan masa iya gue ngebiarin sahabat cewek gue pulang sendiri. Jadi, gue nawarin diri buat anter dia pulang. Namun, malah dia nggak mau gue anter. Alasannya, katanya itu nggak adil. "Gue nggak mau lo anter pulang.Itu nggak adil, masa iya gue pulang bareng elo ....Dan habis itu, lo pulang sendiri ....Mending kita pulang sendiri-sendiri aja." Dia ngomong kaya gitu, gu
Pada saat itu, gue dan Raizel, juga Vano baru aja masuk SMA.Kita masih umur 16 tahun.Kita membuat geng yang cuma 6 orang, gue, Raizel, Vano, Cindy, Caca dan Diva.Awalnya kita ngebuat geng atau persahabatan ini, karena kita sudah merasa cocok aja.Cocok dalam berbagai hal.Hingga sampai gue punya perasaan ke salah satu sahabat gue sendiri, gue bisa suka dia.Karena ... dia itu ....Susah juga gue jelasinnya.Intinya gue suka aja.Gue beraniin diri buat nembak dia jadi pacar gue, dan akhirnya gue diterima. Jadilah persahabatan kita, menjadi sebuah ikatan pacar.Tetapi meskipun begitu, kebersamaan kita masih tetap terjaga. Karena bagi kita semua, pacar bukan alasan buat ninggalin tali persahabatan, dan kenyamanan pertemanan.Banyak masalah, pengalaman dan hal yang udah gue alami selama ini. Sampe, gue harus mati-matian. Nyari tau penyebab, kenapa Ega bisa meninggal.Ega, A
Pov. Reza. Setelah acara 7 hari Ega dan Kak Ajeng. Aku masih tidak tau, siapa yang sudah membunuh Kakakku. Meskipun nanti aku tau, aku cuma ingin menanyakan alasan apa, sampai dia membunuh Kakakku?Hanya ingin bertanya saja. Jikapun dia menjawab, dan menjelaskan apa alasannya.In Sya Allah, aku bisa memaafkannya. Juga, aku baru tau. Ternyata, Kak Ajeng, dan Kak Haikal saling mencintai dulunya. Aku sudah menerima kenyataan, bahwa Kakakku pergi. Aku sudah ikhlas, karena mungkin ini takdir. Meskipun aku sangat menyayangi Kakakku. Tapi jika Allah, saja sudah merindukan dia. Aku bisa apa?selain ikhlas dan menerima. Dia adalah perempuan yang selalu menyayangiku setelah ibu meninggal. Dia adalah Kakakku yang selalu memanjakanku, menghiburku kala aku merindukan Ibu. Dan sekarang, dia juga pergi menyusul Ibu. Awalnya, aku pikir. Aku tidak akan bisa menerima kenyataan pahit ini. Tidak bi
"Uuh ... nyamannya, nggak kerasa gue udah pergi 3 minggu dari rumah ....Padahal cuma 3 minggu, tapi rasanya kaya 3 tahun.Soalnya , banyak banget pengalaman yang udah gue lalui di sana," gumam Raizel, sambil terlentang.Tiba-tiba ....Tok! Tok! Tok!Suara pintu diketuk, tentu Raizel bangun untuk membukanya,"Den ...." Ternyata itu adalah Isum.Ia berdiri dihadapan Raizel dengan keadaan yang sudah berlinangan air mata.Raizel yang melihat Isum berdiri di depan pintu kamarnya seperti itu pun tersenyum, Raizel senang bisa melihat Isum lagi."Bi?"Mareka melepas rindu, Raizel memeluk Isum dan Isum terisak di pelukan Raizel. Isum bahagia, karena Raizel sudah kembali."Den, Bibi ... kangen."****Setelah Isum pergi, ia berjalan ke arah cermin. Raizel memandangi pantulan wajahnya.Kemudian menghembuskan nafas panjang."Huuufh ... sungguh keajaiban gue bisa hidup lagi, kalo gue nggak bisa
Haikal menatap Raizel, yang berbicara tanpa menoleh kepadanya. Ia terkejut, setelah Raizel mengatakan bahwa ia tahu semua alasan mengapa ia melakukan itu."Maksud kamu?" tanya Haikal, tidak sabar mendengar jawaban dari Raizel."Iya ... harusnya, kalo lo beneran cinta sama dia ... lo ngelindungi dia, bukan malah ...." Raizel menggantungkan kata-katanya, membuat Haikal tidak tenang."Bukan malah lo nurutin keinginan Ayah sama Paman elo, yang sebenernya lo tau itu salah," lanjut Raizel masih fokus ke depan, tidak melihat ke arah Haikal yang sedari tadi. Memantapkan padangan padanya.Deg!Jantung Haikal sejenak berhenti berdetak, ternyata tebakannya benar. Raizel sudah tahu, jika dia yang telah membunuh pacarnya sendiri. Haikal menunduk, ia malu, sedih, dan menyesal.Melihat Haikal tertunduk, Raizel melirik dan kemudian menoleh padanya."Ini buat pengalaman, suatu saat nanti ... kalo lo punya seseorang di hati
🌸🌸Pov. Raizel.Ketika tubuh ini merasa lelah ...Ketika gue akan ikhlas untuk pergi, meninggalkan semuanya ....Di saat itu ....Gue pikir itu yang terbaik ....Tetapi, ternyata gue salah.Hati gue ternyata belum siap.Meninggalkan semua orang yang gue sayangi.Meninggalkan seseorang yang gue cintai.Gue bersyukur.Karena Tuhan ngasih gue satu kesempatan lagi.Ketika mata gue bisa lihat dunia lagi.Perasaan bahagia, nggak bisa gue pungkiri.Terimakasih Tuhan ....Terima kasih ....Pov selesai🌸🌸🌸🌸Mata yang terpejam.Kini kembali perlahan mengerjap lagi.Perlahan, Raizel kembali membuka matanya.Raizel terbaring, di atas rumput hijau.Beberapa tetes air mata, menetes jatuh tepat di atas pipinya.Itu adalah air mata Diva.Ia tersenyum, karena Tuhan telah memberikan satu kesempatan lagi.Saat mata Raizel
Pagi yang sejuk, mentari masih belum juga menunjukan cahayanya yang sempurna.Hanya sedikit cahaya pagi yang membuat dunia tidak terlalu gelap saat ini.Musuh telah kalah.Tujuan telah tercapai.Misi hampir selesai.Diva, Caca, Cindy, Hasna, Winda, Egy, Vano, Haikal, Andri, dan Reza juga Gunawan.Masih setia menunggu sang 'Indigo' membuka matanya.Gunawan berjalan pelan, ke arah Raizel yang masih terbaring.Mata Gunawan menatap fokus, pada tubuh remaja yang masih memakai baju pengantinGunawan sudah tau semua yang telah terjadi, termasuk tentang Raizel yang dipaksa menikah.Setelah ia sudah berdiri tepat di samping Raizel, Gunawan berlutut. Mengusap lembut pipi Raizel lalu memeluknya.Memejamkan mata, Gunawan membelai sayang kepala Raizeldan berkata."Terimakasih Raizel, udah cukup kamu tidurnya ....Ayo bangun, kita semua khawatir khawatir sama kamu."Semua pasang mata di
Tap ... Tap ... Tap ...Suara derap langkah kaki, mendekati tubuh Raizel dan Diva yang sudah tak sadarkan diri.Laki- laki itu menyeringai puas, melihat momen yang menurutnya sangat enak untuk ditonton."Hahahaha ...!" Daweh berkacak pinggang dan tertawa puas.Padahal sebentar lagi, gudang akan runtuh karena api sudah kembali membesar dan merambat ke atas atap.Tapi dia seolah tidak memerdulikannya."Ini karena kamu sudah menghancurkan segalanya ....Lebih baik, kalian mati bersama."Daweh mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya, yang memegang benda pusaka sebuah keris berwarna hitam, ukurannya juga lebih besar dari keris perak yang dipegang Raizel sebelumnya.Siap untuk menghunuskan ujung keris yang lancip pada Raizel dan Diva. Namun, saat Daweh meluncurkan ujung keris itu.Tiba-tiba saja, kilatan putih langsung menyambar tubuhnya.Braaakk!!Tubuh Daweh terpent
Di sebuah tempat, tapi tidak jauh dari lokasi rumah Daweh.Tampak dua orang sudah menyusun segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mereka.Telah disiapkan beberapa lilin siap untuk dinyalakan, yang berjejer membentuk sebuah bintang, juga ada bunga 7 rupa, kelapa muda yang sudah dibuka, jangan lupakan 2 buah foto seseorang, ditangan Hendrik."Kang ... semuanya sudah siap," kata Hendrik, selesai menyusun semuanya."Iya ... tapi anehnya, kenapa batu mawar kencana ini belum nyala juga, ya? Harusnya, 4 orang tumbal udah cukup buat batu ini menyala" 4 tumbal yang dimaksud adalah, Haikal, Hasna, Raizel dan Diva.Daweh memandangi batu akik kecil, berwarna merah mengkilat.Di dalam batu itu, terukir sebuah bentuk bunga yang persis seperti bunga mawar."Kita harusnya tinggal, menambahkan sisanya, kan? Kang? 3 orang lagi untuk menutup mantranya?" tanya Hendrik, melihat kearah Daweh yang masih menunggu batu merah