2. EGA
Di malam yang gelap. Hanya diterangi oleh lampu jalanan, tampak Egy berjalan dengan agak laju bersama Raizel di belakang punggungnya."Sial sial sial!" cemoh Egy.
Setelah Ia berusaha dengan cepat berlari kerumah, akhirnya Ia sampai.
"Maaah! Mamaaahh ...! Buka pintunya!" teriak Egy dari luar pintu.
Memanggil sosok wanita yang tidak lain adalah Ibunya."Egy, kenapa harus teriak-teriak?" sahut Fani—Ibu Egy dari dalam rumah.
Setelah pintu mulai terbuka, Egy langsung menerobos masuk kedalam rumah, melewati Fani di ambang pintu. Bersama Raizel yang tak sadarkan diri di belakang punggungnya.
"Raizel ...," gumam Fani lirih.
Terkejut anaknya menggendong seseorang, yang ternyata itu adalah Raizel.Dengan tergesa-gesa.
Egy naik ke ruang atas, menaiki tangga yang di mana ruang atas itu adalah kamarnya sendiri.Tanpa bertanya apapun, Fani menutup pintu lalu mengekori putranya menaiki tangga menuju kamar.
Selesai Egy membaringkan Raizel di kasurnya, Ia panik, bingung, berlari ke sana ke mari tak tahu akan mengambil apa.
Tidak tahu akan melakukan apa.Ibunya menyaksikan kelakuan Egy yang mondar-mandir tanpa arah, mencoba memanggilnya, untuk menyadarkan putranya dari kepanikan.
"Nak ... kamu nyari apa? cepet ambil baskom kecil sama handuk. Jangan lupa isi pake air anget buat ngompres Raizel" perintah Fani lalu berjalan masuk ke kamar Egy.
Egy yang awalnya sedang kebingungan, begitu mendengar perintah dari Ibunya berhenti sejenak, kemudian langsung berlari ke dapur.
Di dapur, bukannya mengambil baskom dan handuk bersih seperti apa yang yang ibunya suruh. Egy justru malah mengambil piring dan sendok.
Tanpa melihat lagi apa yang diambilnya, dengan cepat ia kembali berlari menaiki anak tangga menuju kamar.
Sampai di pintu kamarnya, ia mendapati Ibunya tengah duduk di sisi ranjang, bersama telapak tangan kanannya menempel di kening Raizel yang tak sadarkan diri.
"Mah, ini" kata Egy menyodorkan piring dan sendok yang ia bawa dari dapur kepada Fani.
Fani yang hendak menggapai apa yang Egy sodorkan, seketika tercengang setelah melihat apa yang dibawa Egy dari dapur.
"Hlo! Egy, kenapa kamu bawa piring sama sendok? Kamu mau makan?
Mamah 'kan nyuruh kamu ambil baskom, air anget sama handuk kecil buat ngompres Raizel!" ujar ibunya Kesal."Aduh Mah ... kenapa nggak bilang dari tadi!" pungkas Egy yang tidak merasa bersalah.
Kemudian Ia kembali berlari turun. Melewati tangga, menuju dapur. Mengambil Baskom kecil dan handuk, namun kini Egy salah mengambil airnya yang seharusnya diisi dengan air hangat, seperti apa yang Ibunya minta.
Egy justru mengisi baskom itu dengan air es dari kulkas.Seperti sebelumnya, tidak memperhatikan kesalahnya lagi. Egy berlari kembali menaiki tangga, menuju kamar sambil bergerutu.
"Rai ... kenapa lo pake pingsan sih! Dan bikin gue panik gini, pacar bukan, cuma temen.Tapi kenapa gue panik, seakan kaya pacar gue yang sekarat."Setelah sampai kamar.
"Mah ... Ini" Egy kembali menyodorkan baskom yang ia bawa dengan handuk yang sudah terendam air es didalamnya.
"Cepet taruh sini!" titah Fani kepada Egy, untuk menempatkan apa yang Egy bawa di atas meja samping kasur.
Sesuai arahan Fani.
Egy meletakan Baskom itu di meja samping tempat tidurnya. Setelah selesai menyimpan baskom tersebut dia berdiri tegak dengan menggigit ujung empat jarinya.'Baru pertama kali gue lihat lo pingsan, Rai!' gumam Egy dalam hati. Sembari menatap Raizel yang terbaring lemah.Fani dengan cepat mencelupkan kedua tanganya ke dalam baskom. Berniat untuk memeras handuk kecil yang ada di dalamnya, tapi baru saja setengah lima jari tangannya tercelupkan air di dalam baskom kecil, Ia tersentak karena dingin.Kemudian Ia mengangkat kembali tangannya dari baskom tersebut.
Sejenak Fani terdiam, menarik nafas panjang. Lalu melirik tajam anaknya yang tengah berdiri di sampingnya itu."Eggyy!!" panggil Fani, bersama nada panjang dan raut wajah yang menahan emosi.Egy yang awalnya fokus memandangi Raizel dengan keempat jari di mulutnya, lantaran ibunya memanggil. Jadi Egy mengalihkan pandangan, dan menatap ke wajah Fani dengan penuh tanya."Kenapa kamu isi pake air es!! 'Kan Mamah bilang air ANGEEETTT!!" ujar Fani, kesal."Hah ... air Anget?" Egy mengerutkan keningnya, mengulangi kata-kata terakhir Fani dengan Bingung .
Matanya menatap wajah ibunya yang sudah bergejolak menahan nafsu ingin memoles kepala anaknya, di saat itu juga Egy masih berusaha. Mencerna apa yang dikatakan ibunya tentang 'Air Anget'.Di waktu anak dan Ibu tersebut sedang saling menatap, dengan Fani yang dipenuhi emosi dan Egy yang kebingungan mencerna perkataan ibunya—Fani.Raizel perlahan membuka matanya, lalu dengan cepat beranjak duduk sambil berteriak "Egyyy ...!"Berkatnya, hal itu mencairkan suasana hening antara anak dan Ibu tersebut.Egy menoleh pada Raizel yang baru saja sadar."Rai! Lo udah sadar!?" tanya Egy. Kemudian dengan cepat, Egy duduk di sisi ranjang. Di samping Raizel."Raizel, akhirnya kamu sadar juga?" imbuh Fani dengan nada lembut.
"Egy ... Tante? Kok saya di sini?" Raizel merasa kebingungan karena tiba-tiba Ia sudah berada dikamar Egy. "Tadi lo tiba-tiba pingsan, setelah meluk gue di jalan tau!" jelas Egy.Fani yang mendengar perkataan anaknya mengulang lirih kata 'Meluk ...?' hampir saja timbul salah paham di pikirannya."Lo bikin gue panik dan takut, jadi gue bawa lo ke sini" lanjut Egy, mencoba menceritakan sedikit kronologi terakhir mereka di jalan.
Raizel mendengar itu, langsung meminta maaf."Maafin gue, Gy. Udah ngrepotin lo."Ditengah-tengah perbincangan Raizel dan Egy, tiba-tiba Fani menyelanya juga menawarkan Raizel untuk menginap.
"Ya udah, malam ini kamu tidur di sini aja ya, sama Egy. Udah malem besok aja pulangnya."
"Lo nggak papa Gy? Gue nginep di sini?" tanya Raizel.Raizel takut dirinya akan menganggu jika menginap."Lo ngomong apaan sih?!Ya, enggak pa-pa lah, dari kecil gue juga udah sering nginep di rumah lo kok, gue justru lebih tenang kalo lo nginep di sini, dari pada lo harus tetep pulang sendiri" jawab Egy, tersenyum."Makasih Gy, makasih, Tante" ucap Raizel. "Ya, udah ....Tante keluar dulu ya.Kalo pengen minum atau makan turun aja sendiri ke dapur" pungkas Fani sembari berjalan keluar pintu kamar.Raizel adalah teman Egy dari sejak SMP, begitu juga Vano. Fani sangat mengenal Raizel dan Vano, karena mereka sering bermain bersama di rumahnya. Bahkan mereka saling, bergantian menginap di setiap rumah mereka masing-masing.Tinggal-lah Egy dan Raizel di kamar, mereka saling bertatapan. Sampai kemudian Egy bertanya kepada Raizel."Rai ....Lo beneran nggak pa-pa kan?""Iya nggak papa, makasih udah nolongin gue tadi" jawab Raizel
"Haaaah ... nolongin lo? Nolongin dari apa?" tanya Egy, sedikit bingung dan merasa ucapan Raizel ganjil.
"Dari mah-]" Raizel tidak meneruskan kata-katanya, Ia lupa bahwa Egy tidak bisa melihat apa yang dirinya lihat.Raizel adalah Remaja yang lahir dengan indra yang lebih, maksud kata indra yang lebih adalah indra ke enam atau orang awam biasanya menyebut mata Indigo.Karena itulah apa yang dilihat olehnya, belum tentu bisa dilihat oleh orang lain. Egy yang menunggu jawaban Raizel tapi malah tidak dilanjutkan, justru semakin penasaran."'Dari Mah' Apa maksud lo?" tanya Egy menatap tajam mata Raizel."Enggak ... maksud gue ya makasih lo udah nolongin gue tadi pas pingsan" Kelitnya.Raizel mencoba menutupi fakta yang sebenernya terjadi. Egy tahu Raizel berbohong, tapi karena kondisi Raizel yang baru saja siuman dari pingsan, Ia mengurungkan niatnya untuk bertanya lanjut.Ia berencana akan bertanya kembali esok.
****
Suara jam mengisi kesunyian malam.
Kamar Egy yang hanya diterangi lampu tidur warna orange itu tidak bisa membuat Raizel untuk melelapkan diri dalam mimpi.
Raizel mengajak matanya berkeliling, menatap sudut celah dinding kamar Egy.
Seperti biasa, di situ ada foto Egy saat kecil. Ada juga foto Egy bersama teman dekatnya saat SMA yang dibdalamnya ada Raizel, Egy, Vano, Diva, Caca dan Cindy.
Sejenak Raizel tersenyum melihat Figura foto mereka berenam.
Ia bersyukur memiliki teman baik seperti mereka, dan sebenarnya Raizel sendiri juga sangat menyukai salah satu teman perempuannya, yaitu Diva.
Dengan posisi berbaring Ia menatapi figura tersebut, di antara gambar wajah mereka itu, Ia hanya melihat ke arah satu wajah—Diva.
Seketika hatinya menjadi rindu pada Diva.Asik hati memandangi figura foto. Tiba-tiba Egy yang sedang tidur di sampingnya terbangun, Egy berdiri lalu mulai berjalan tanpa melihat ke arah Raizel.
Raizel yang melihat Egy baru saja menggapai ganggang pintu, mencoba untuk bertanya.
"Gy ... mau kemana?"
Egy menoleh kearah Raizel."Loh! ... Kok lo belum tidur?"
"Iya belum bisa tidur, bentar lagi kayaknya"
"Oh, ya udah, gue mau turun dulu ke dapur pengen minum."
Tangan Egy mencubit jakunnya. Memberi isyarat kepada Raizel bahwa tenggorokannya kering."Gue ikut" kata Raizel pada Egy.
"Ayok."
Egy turun dengan diikuti Raizel dibelakangnya.
Bersama-sama mereka menuruni tangga.Mata Raizel melirik jam yang ada di tangan kanannya.
Jamnya menjukan pukul 00.25 yang berarti sudah sangat larut malam.
Raizel dan Egy sampai di dapur. kemudian Egy berjalan kearah kulkas.
Meraih gelas yang sudah terjajar rapih di rak piring dekat wastafel.Ia menuangkan air yang diambilnya dari kulkas, ke dalam dua gelas kosong.
"Nih." Egy menyodorkan gelas berisi air dingin kepada Raizel.
"Makasih Gy."
"Hemm." Egy berdeham sebagai jawaban. "Ayo cepetan minum."
Raizel yang memperhatikan Egy minum, lalu mengalihkan pandangannya kearah figura besar di ruang tamu.
Di dalam Figura tersebut nampak jelas Egy yang berumur 10 tahun dan alm. adiknya yang berumur sekitar 2 tahun.
"Gy, lo dulu lucu banget ya" tutur Raizel
Egy yang masih belum selesai minum, langsung tahu kenapa Raizel bertanya demikian.
"Lo pasti ngliatin foto gue ya pas masih kecil? Iya lah gue lucu. Hehe" candanya.
Raizel masih memandangi foto Egy, dan menatap fokus wajah anak kecil perempuan berumur 2 tahun di samping Egy pada foto, anak kecil itu tidak lain adalah adik Egy yang Bernama Ega.
"Hemb ya emang lucu, dan alm. adik lo manis juga senyumnya" Puji Raizel.
"Ooohh jelas, kaya gue kan?" Canda Egy lagi dengan membuat mimik wajah tersenyum manis, ingin dipuji juga.
Raizel menoleh ke arah Egy dan kemudian merasa geli lalu tertawa.
"Hahaha ... udah ... udah ... Iya lo manis."
"Gitu dong, baru gue seneng" kata Egy, tersenyum senang, bersamaan meletakan gelas bekasnya minum tadi.
Raizel melihat Egy meletakan gelas, Ia juga langsung meminum air pemberian Egy yang sedari tadi tidak terasa Ia letakan di atas meja.
Sambil meminum, mata Raizel tidak lepas melihat foto alm. adik Egy yang bernama Ega itu.
Saat Raizel menurunkan pandangan matanya ke arah sofa yang berada tepat di bawah figura tersebut.
Dia melihat anak perempuan berumur sekitar 12 tahun, memakai baju putih lusuh, berkulit putih pucat, ditambah rambut yang potongannya berantakan, ada yang panjang, ada yang pendek lalu ada juga yang terpotong botak hingga kulit kepalanya sedikit terlihat, sedang berdiri tersenyum pada Raizel.
Hal itu membuat Raizel terkejut dan menyebabkannya tersedak saat minum.
"Uhuuukk! ... uhuuk! ... uhuukk! ...."
"Pelan pelan Rai, santai aja" ucap Egy, menepuk punggung Raizel.
"Sorry ... sorry ... Gy, uhukk! "
Egy meraih tisu yang menggantung di pintu kulkas.
"Ini ... lap dulu," kata Egy menyodorkan tisu untuk Raizel."Makasih Gy." Raizel mengelap mulutnya dengan tisu pemberian Egy.
Dia kembali melihat ke arah soffa, berniat memastikan apa yang barusan ia lihat, tapi subyek yang di lihatnya tadi sudah menghilang.
"Ayo balik ke kamar, tidur.
Lo baru siuman, sekarang harus istirahat." Ajak Egy,Raizel pun mengikuti Egy kembali ke kamar.Sambil berjalan mengikuti Egy menaiki anak tangga.
Raizel hanya berfikir dan merasa bahwa itu qorin alm. Ega, adik Egy. Karena nampak senyumnya yang sangat mirip dengan alm. Ega di dalam foto.Akan tetapi, mengapa Ia harus muncul?
Apakah ada sesuatu yang ingin disampaikannya? Atau dirinya sendiri salah lihat? Namun, itu tidak mungkin. Karena Ia jelas melihat anak perempuan tersebut.
Raizel terus saja bertanya-tanya di dalam hatinya.
Mengapa Ia harus Melihat alm. Ega?
3. Misteri Ega.Raizel dan Egy berjalan menaiki tangga. Saat Ia naik, Raizel hanya menundukan kepalanya, memperhatikan langkah kaki mereka, yang satu persatu bergantian menapaki anak tangga berikutnya.Batin dan pikirannya terus saja terbayang oleh sosok anak perempuan tadi yang Ia yakini adalah alm. Ega.Karena berjalan melamun, tidak terasa mereka sudah hampir sampai di muka pintu kamar Egy,saat Dia akan menginjak anak tangga yang terakhir. Dan setelahnya ia harus berjalan melewati hamparan keramik datar untuk sampai di pintu kamar.Tiba-tiba ....Raizel merasakan sedikit getaran di telapak kakinya yang membuatnya terpaksa harus berhenti, getaran yang tidak asing seperti hentakan keras kaki seseorang yang berlari naik dari tangga paling bawah.Raizel pun terdiam, untuk lebih fokus merasakan hentakan kaki tersebut.Sejenak Raizel melirik kedepan. Tampak Egy yang tidak memperhatikan
4. Kejujuran Raizel.Egy dan Fani sudah selesai membersihkan kekacauan yang dibuat Ega, di saat itu juga, Egy menyadari bahwa Raizel tidak ada di ruangan bersama mereka.Egy yang menyadari itu, lantas Ia bertanya pada Ibunya. Bahwa Ibunya—Fani, melihat Raizel atau tidak? Tapi jusru Fani baru saja sadar jikalau Raizel tidak ada di sana bersama mereka.Fani mengatakan pada Egy, Ia akan mencari Raizel, tapi Egy menjawab bahwa dirinya saja yang akan mencarinya sendiri."Jangan mah, biar Egy aja yang nyari" ucap Egy."Oh, ya udah. Kalo gitu, Mamah masuk kamar dulu ... masih jam dua malam, Mamah pengen lanjut tidur" pungkas Fani berlalu pergi Ke kamarnya.Egy hanya diam menatap Ibunya, yang berjalan masuk ke dalam kamar."Kemana tuh anak? ngilang gitu aja" cibir Egy "coba gue cek ke halaman belakang, barangkali dia ada di sana."Alasan Egy berinisiatif untuk mencari Raizel ke halaman
5. IKUT"Gue bilang ... bantu gue nyari tau penyebab Ega meninggal!" jelas Egy."Iya! tapi ... lepasin tangan lo, gue bukan cewek!Terus, ini lengan gue sakit!" protes Raizel.Egy yang menyadari, dirinya sudah bersikap tidak wajar pada temannya, langsung melepaskan cengkramannya dari lengan Raizel saat itu juga."Oh, sorry ... maaf, gue kelepasan.""Kenapa lo minta bantuan gue buat nyari tahu penyebab Ega meninggal? Bukannya lo udah tau dari dulu?" tanya Raizel penasaran akan jawaban Egy.Egy menjelaskan pada Raizel, bahwa dirinya sama sekali tidak tahu soal penyebab adiknya meninggal yang diingat Egy adalah, saat itu ayahnya dan Ega sedang berlibur ke rumah Kakek dan Neneknya di luar kota, tepatnya di pedesaan.Lalu setelah mereka berlibur empat hari di sana, Ayahnya memberi tahu Egy dan Ibunya bahwa, Ega sakit secara tiba-tiba, tapi satu minggu kemudian ayah Egy mengabarkan Ega telah mening
Raizel hanya diam melamun, menjadi sedikit tidak fokus setelah mendengar semua jawaban temannya. Dia mengira, semua temannya akan pergi menjauh setelah tahu fakta diri Raizel yang seorang Indigo. Hingga sampai, Egy memecah lamunannya."Tapi ... perjalanan kita akan jauh, dan tempatnya di pedesaan, apa kalian yakin tetep mau ikut?" tanya Egy. Mengingat, temanya yang terbiasa hidup di kota, Egy hanya takut, mereka tidak akan betah saat tinggal di desa nanti. "Nggak masalah kalo gue, gue juga udah sering mudik ke desa, ke tempat sodara gue di kampung dan ya, gue yakin. Desa tempat Bokap lo suasana, juga keadaannya nggak akan beda jauh, dari kampung sodara gue" tutur Cindy. "Gue juga nggak masalah, gue tetep mau ikut. Mana bisa gue ngebiarin Raizel pergi jauh dan berusaha sendiri" ungkap Diva. Egy, Vano, Caca dan Cindy tercengang mendengar pernyataan Diva.Mereka dengan kompak menoleh kearah Diva, termasuk
Sosok wanita berdaster. Yang membawa kain berlumuran darah itu terus saja mendekat, Egy dan Vano tentu melangkah mundur, masih mencoba untuk menjauh darinya.Tetesan darah nampak berjatuhan seperti pakaian cuci yang belum diperas, menetes membuat jejak titik di atas jalanan aspal di setiap langkahnya.Lalu ....'Turuti permintaannya, maka aku akan melepaskanmu.'Bisikan serak dan samar, muncul begitu saja masuk ke dalam telinga Raizel.Dan sepertinya yang membisikannya itu adalah, Genderuwo yang ada di balik tubuhnya.'Jadi ... Dia minta gue menuruti keinginan, si Hantu wanita ini?' batin Raizel."Gy ... Vano ... menyingkir!" seru Raizel.Memerintahkan Egy, dan Vano untuk menghindar dari sosok wanita yang masih saja terus menghampiri.Egy dan Vano mendengarkan perkataan Raizel, mereka yang awalnya terus berjalan mundur di hadapan Raizel, kini memilih menepi ke sisi jalan.Dan. Sosok wanita itu tent
"Kakek? Kakek siapa?" tanya Raizel.Namun yang ditanya tidak menjawab, dia justru balik bertanya."Cu ... Kenapa kamu menangis?""Nggak kenapa-napa, Kek.""Kakek tau jelas, kalau kamu menangis, kenapa?""Nggak kenapa-napa, Kek. Saya hanya merasa menderita," jawab Raizel memalingkan matanya ke samping, menyembunyikan manik matanya yang menahan tangis.Lalu, kakek itu berkata."Cu ... kelebihanmu memang langka, dan kamu ditakdirkan untuk memilikinya.Jangan sesekali kamu merasa takut, karena sampai kapanpun selama kamu masih hidup. Kamu akan tetap melihat mereka."Setelah Raizel mendengarnya, matanya membulat, menatap orang tua itu tanpa kedip, pikirnya kenapa Kakek ini bisa tahu apa yang sedang dialaminya?"Kakek tau apa yang saya alami? Dan, Kakek tau dari mana?" tanya Raizel penasaran."Kakek tahu. Jadi, mulai sekarang ....Lawan rasa takutmu, biasakan dirimu untuk tidak taku
Ac yang sejuk, dan hanya mendengar suara mesin bus melaju.Raizel melirik semua temannya yang telah tidur, termasuk Vano, ia memutuskan untuk ikut terlelap juga.Nyaman, dia tertidur sangat lama.Mungkin ada beberapa jam, hingga sampai kondektur bus'pun membangunkan Egy.Tanpa disengaja, suara kondektur bus itu juga membuat Raizel terbangun."Mas ... Mas ... udah sampe" ucapnya."Udah ya, Pak?" Egy terbangun dengan lesu."Iya Mas, udah sampe" jawabnya mengulangi kata.Mereka bergegas turun dari bus, setelah berada di luar, Egy bertanya kepada kondektur tersebut."Pak, kalo mau ke alamat desa 'Bagaharuni' ini, naik bus apa lagi ya?"Ternyata desa tempat ayah Egy tinggal adalah desa Bagaharuni."Oh, kalian mau kesana?" jawab kondektur bus dengan ramah."Nanti kalian naik bus Efensi, yang warnanya kuning tapi ini baru jam 1 siang, bus itu ada sekitar jam empat sore?
Caca melirik jam pada handphonenya. Jam menunjukan pukul 15.02Tidak terasa ternyata waktu membagikan es dawet sudah memakan waktu cukup lama."Pak, ini udah jam tiga Pak, ayo kita siap- siap" ajak Caca.Sontak Raizel, Egy dan yang lainpun melirik jam yang ada di handphone mereka, ada juga yang melirik pada jam tangan. Dan memang benar sudah jam tiga lebih beberapa menit.Saleh langsung berjalan agak cepat, karena wadah dawet dan yang lainnya sudah habis, paling hanya tersisa gula dan es batu. Itu pun tinggal sedikit lagi, membuatnya lebih ringan. Memudahkan Saleh memikul wadah jualannya, sehingga Saleh bisa berjalan lebih cepat dari sebelumnya.Ternyata memang benar, kosan Saleh memang dekat dengan Masjid. Mungkin hanya butuh waktu tiga manit berjalan dari Masjid.Kosan Saleh begitu kecil, itu karena memang Saleh tinggal sendirian.Karena itu, mereka memutuskan untuk menunggu Saleh bersiap di luar ko
2 jam lagi, acara pernikahan gue sama Cindy dimulai. Gue cuma berharap, semoga acara dan segala urusan hari ini berjalan lancar. Gue emang udah niat lama, pengen cepet-cepet nikah sama Cindy. Karena, gue nggak mau sampai harus jauh dari dia. Awal mula gue suka dia, karena dia minta ditemenin beli baju.Waktu itu, gue belum punya perasaan apa-apa sama dia.Alias masih biasa aja, dan masih nganggep Cindy itu cuma sebatas sahabat nggak lebih. Saat perjalanan pulang, gue mau anterin dia pulang. Karena udah terlalu sore, dan masa iya gue ngebiarin sahabat cewek gue pulang sendiri. Jadi, gue nawarin diri buat anter dia pulang. Namun, malah dia nggak mau gue anter. Alasannya, katanya itu nggak adil. "Gue nggak mau lo anter pulang.Itu nggak adil, masa iya gue pulang bareng elo ....Dan habis itu, lo pulang sendiri ....Mending kita pulang sendiri-sendiri aja." Dia ngomong kaya gitu, gu
Pada saat itu, gue dan Raizel, juga Vano baru aja masuk SMA.Kita masih umur 16 tahun.Kita membuat geng yang cuma 6 orang, gue, Raizel, Vano, Cindy, Caca dan Diva.Awalnya kita ngebuat geng atau persahabatan ini, karena kita sudah merasa cocok aja.Cocok dalam berbagai hal.Hingga sampai gue punya perasaan ke salah satu sahabat gue sendiri, gue bisa suka dia.Karena ... dia itu ....Susah juga gue jelasinnya.Intinya gue suka aja.Gue beraniin diri buat nembak dia jadi pacar gue, dan akhirnya gue diterima. Jadilah persahabatan kita, menjadi sebuah ikatan pacar.Tetapi meskipun begitu, kebersamaan kita masih tetap terjaga. Karena bagi kita semua, pacar bukan alasan buat ninggalin tali persahabatan, dan kenyamanan pertemanan.Banyak masalah, pengalaman dan hal yang udah gue alami selama ini. Sampe, gue harus mati-matian. Nyari tau penyebab, kenapa Ega bisa meninggal.Ega, A
Pov. Reza. Setelah acara 7 hari Ega dan Kak Ajeng. Aku masih tidak tau, siapa yang sudah membunuh Kakakku. Meskipun nanti aku tau, aku cuma ingin menanyakan alasan apa, sampai dia membunuh Kakakku?Hanya ingin bertanya saja. Jikapun dia menjawab, dan menjelaskan apa alasannya.In Sya Allah, aku bisa memaafkannya. Juga, aku baru tau. Ternyata, Kak Ajeng, dan Kak Haikal saling mencintai dulunya. Aku sudah menerima kenyataan, bahwa Kakakku pergi. Aku sudah ikhlas, karena mungkin ini takdir. Meskipun aku sangat menyayangi Kakakku. Tapi jika Allah, saja sudah merindukan dia. Aku bisa apa?selain ikhlas dan menerima. Dia adalah perempuan yang selalu menyayangiku setelah ibu meninggal. Dia adalah Kakakku yang selalu memanjakanku, menghiburku kala aku merindukan Ibu. Dan sekarang, dia juga pergi menyusul Ibu. Awalnya, aku pikir. Aku tidak akan bisa menerima kenyataan pahit ini. Tidak bi
"Uuh ... nyamannya, nggak kerasa gue udah pergi 3 minggu dari rumah ....Padahal cuma 3 minggu, tapi rasanya kaya 3 tahun.Soalnya , banyak banget pengalaman yang udah gue lalui di sana," gumam Raizel, sambil terlentang.Tiba-tiba ....Tok! Tok! Tok!Suara pintu diketuk, tentu Raizel bangun untuk membukanya,"Den ...." Ternyata itu adalah Isum.Ia berdiri dihadapan Raizel dengan keadaan yang sudah berlinangan air mata.Raizel yang melihat Isum berdiri di depan pintu kamarnya seperti itu pun tersenyum, Raizel senang bisa melihat Isum lagi."Bi?"Mareka melepas rindu, Raizel memeluk Isum dan Isum terisak di pelukan Raizel. Isum bahagia, karena Raizel sudah kembali."Den, Bibi ... kangen."****Setelah Isum pergi, ia berjalan ke arah cermin. Raizel memandangi pantulan wajahnya.Kemudian menghembuskan nafas panjang."Huuufh ... sungguh keajaiban gue bisa hidup lagi, kalo gue nggak bisa
Haikal menatap Raizel, yang berbicara tanpa menoleh kepadanya. Ia terkejut, setelah Raizel mengatakan bahwa ia tahu semua alasan mengapa ia melakukan itu."Maksud kamu?" tanya Haikal, tidak sabar mendengar jawaban dari Raizel."Iya ... harusnya, kalo lo beneran cinta sama dia ... lo ngelindungi dia, bukan malah ...." Raizel menggantungkan kata-katanya, membuat Haikal tidak tenang."Bukan malah lo nurutin keinginan Ayah sama Paman elo, yang sebenernya lo tau itu salah," lanjut Raizel masih fokus ke depan, tidak melihat ke arah Haikal yang sedari tadi. Memantapkan padangan padanya.Deg!Jantung Haikal sejenak berhenti berdetak, ternyata tebakannya benar. Raizel sudah tahu, jika dia yang telah membunuh pacarnya sendiri. Haikal menunduk, ia malu, sedih, dan menyesal.Melihat Haikal tertunduk, Raizel melirik dan kemudian menoleh padanya."Ini buat pengalaman, suatu saat nanti ... kalo lo punya seseorang di hati
🌸🌸Pov. Raizel.Ketika tubuh ini merasa lelah ...Ketika gue akan ikhlas untuk pergi, meninggalkan semuanya ....Di saat itu ....Gue pikir itu yang terbaik ....Tetapi, ternyata gue salah.Hati gue ternyata belum siap.Meninggalkan semua orang yang gue sayangi.Meninggalkan seseorang yang gue cintai.Gue bersyukur.Karena Tuhan ngasih gue satu kesempatan lagi.Ketika mata gue bisa lihat dunia lagi.Perasaan bahagia, nggak bisa gue pungkiri.Terimakasih Tuhan ....Terima kasih ....Pov selesai🌸🌸🌸🌸Mata yang terpejam.Kini kembali perlahan mengerjap lagi.Perlahan, Raizel kembali membuka matanya.Raizel terbaring, di atas rumput hijau.Beberapa tetes air mata, menetes jatuh tepat di atas pipinya.Itu adalah air mata Diva.Ia tersenyum, karena Tuhan telah memberikan satu kesempatan lagi.Saat mata Raizel
Pagi yang sejuk, mentari masih belum juga menunjukan cahayanya yang sempurna.Hanya sedikit cahaya pagi yang membuat dunia tidak terlalu gelap saat ini.Musuh telah kalah.Tujuan telah tercapai.Misi hampir selesai.Diva, Caca, Cindy, Hasna, Winda, Egy, Vano, Haikal, Andri, dan Reza juga Gunawan.Masih setia menunggu sang 'Indigo' membuka matanya.Gunawan berjalan pelan, ke arah Raizel yang masih terbaring.Mata Gunawan menatap fokus, pada tubuh remaja yang masih memakai baju pengantinGunawan sudah tau semua yang telah terjadi, termasuk tentang Raizel yang dipaksa menikah.Setelah ia sudah berdiri tepat di samping Raizel, Gunawan berlutut. Mengusap lembut pipi Raizel lalu memeluknya.Memejamkan mata, Gunawan membelai sayang kepala Raizeldan berkata."Terimakasih Raizel, udah cukup kamu tidurnya ....Ayo bangun, kita semua khawatir khawatir sama kamu."Semua pasang mata di
Tap ... Tap ... Tap ...Suara derap langkah kaki, mendekati tubuh Raizel dan Diva yang sudah tak sadarkan diri.Laki- laki itu menyeringai puas, melihat momen yang menurutnya sangat enak untuk ditonton."Hahahaha ...!" Daweh berkacak pinggang dan tertawa puas.Padahal sebentar lagi, gudang akan runtuh karena api sudah kembali membesar dan merambat ke atas atap.Tapi dia seolah tidak memerdulikannya."Ini karena kamu sudah menghancurkan segalanya ....Lebih baik, kalian mati bersama."Daweh mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya, yang memegang benda pusaka sebuah keris berwarna hitam, ukurannya juga lebih besar dari keris perak yang dipegang Raizel sebelumnya.Siap untuk menghunuskan ujung keris yang lancip pada Raizel dan Diva. Namun, saat Daweh meluncurkan ujung keris itu.Tiba-tiba saja, kilatan putih langsung menyambar tubuhnya.Braaakk!!Tubuh Daweh terpent
Di sebuah tempat, tapi tidak jauh dari lokasi rumah Daweh.Tampak dua orang sudah menyusun segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mereka.Telah disiapkan beberapa lilin siap untuk dinyalakan, yang berjejer membentuk sebuah bintang, juga ada bunga 7 rupa, kelapa muda yang sudah dibuka, jangan lupakan 2 buah foto seseorang, ditangan Hendrik."Kang ... semuanya sudah siap," kata Hendrik, selesai menyusun semuanya."Iya ... tapi anehnya, kenapa batu mawar kencana ini belum nyala juga, ya? Harusnya, 4 orang tumbal udah cukup buat batu ini menyala" 4 tumbal yang dimaksud adalah, Haikal, Hasna, Raizel dan Diva.Daweh memandangi batu akik kecil, berwarna merah mengkilat.Di dalam batu itu, terukir sebuah bentuk bunga yang persis seperti bunga mawar."Kita harusnya tinggal, menambahkan sisanya, kan? Kang? 3 orang lagi untuk menutup mantranya?" tanya Hendrik, melihat kearah Daweh yang masih menunggu batu merah