5. IKUT
"Gue bilang ... bantu gue nyari tau penyebab Ega meninggal!" jelas Egy.
"Iya! tapi ... lepasin tangan lo, gue bukan cewek!
Terus, ini lengan gue sakit!" protes Raizel.Egy yang menyadari, dirinya sudah bersikap tidak wajar pada temannya, langsung melepaskan cengkramannya dari lengan Raizel saat itu juga.
"Oh, sorry ... maaf, gue kelepasan.""Kenapa lo minta bantuan gue buat nyari tahu penyebab Ega meninggal? Bukannya lo udah tau dari dulu?" tanya Raizel penasaran akan jawaban Egy.
Egy menjelaskan pada Raizel, bahwa dirinya sama sekali tidak tahu soal penyebab adiknya meninggal yang diingat Egy adalah, saat itu ayahnya dan Ega sedang berlibur ke rumah Kakek dan Neneknya di luar kota, tepatnya di pedesaan.
Lalu setelah mereka berlibur empat hari di sana, Ayahnya memberi tahu Egy dan Ibunya bahwa, Ega sakit secara tiba-tiba, tapi satu minggu kemudian ayah Egy mengabarkan Ega telah meninggal.
Ketika Egy dan Ibunya datang ke sana ingin melihat Ega, tapi ternyata Ega sudah dikebumikan.
Dari situ juga awal mulanya orang tua Egy berjauhan, karena ibunya— Fani. Menganggap, bahwa Ayah Egy— Suaminya.
Tidak bisa menjaga Ega dengan baik.Sejak saat itu hingga sekarang, Egy sama sekali tidak tahu penyebab asli Ega meninggal karena apa.
"Jadi karna itu, plis! Bantuin gue nyari tau Rai ... gue yakin lo pasti bisa bantuin gue" Pinta Egy memohon.
"Iya gue bakal sebisa mungkin bantuin lo, tapi sebelumnya gue minta, lo harus nerima apapun hasil akhirnya nanti," ujar Raizel.
Egy meng'iyakan perkataan Raizel.
"Jadi ... lo masih inget nggak, di mana rumah asli bokap lo?" tanya Raizel.
"Gue lupa ... saat itu gue kan masih terhitung belum tau apa-apa." Sesal Egy.
Braakk ...!!!
Pintu kamar Egy terbuka dengan keras, dan sangat membuat terkejut Egy dan Raizel yang berada di dalamnya.
Dari pintu kamar yang terbuka secara kasar itu, ternyata Fani yang membanting pintunya.
"Mamah?" ucap Egy.
"Tante?" ucap Raizel menyusul suara Egy.
Tiba-tiba, Fani masuk, dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
Mereka tidak menyadari, ternyata sejak awal. Fani sudah menguping pembicaraan Egy dan Raizel dari balik pintu kamar.
"Mamah ... kenapa nangis?" tanya Egy berdiri menuntun Fani untuk duduk di samping Raizel.
Saat Raizel akan berdiri, membiarkan Egy yang menggantikannya untuk duduk di samping Fani.
Secara cepat juga Fani meraih tangan Raizel.Sehingga membuat Raizel tersentak."Rai ... tante inget tempat di mana rumah Papah Egy" ujarnya bersama air matanya yang terus menetes.
"Tante ...," ucap Raizel lirih.
"Kalau kalian ingin mencari tau kenapa Ega bisa meninggal ... Tante mendukung!" Mantap Fani.
"Mamah ... Mamah inget di mana rumah papah?" imbuh Egy bertanya.
"Iya! Mamah inget" jawab Fani.
Fani sangat berharap besar kepada Raizel dan Egy, untuk menemukan jawaban penyebab Ega meninggal.
Di saat itu juga, Fani memberikan Info dan alamat, yang di mana itu adalah alamat rumah Ayah Egy Di luar kota.
Egy mencatat semua alamat yang diberikan oleh Ibunya, begitupun Raizel terus saja mendengar dan menyimak semua yang dikatakan Fani.
Selesai Fani memberikan Info dan alamat yang diingatnya, dia pamit untuk kembali ke kamarnya yang berada di lantai bawah.
Sejak awal Ia keluar dari kamar Egy, Fani terus saja menangis mengingat Ega.
Batin seorang Ibu yang tersakiti karena kepergian putrinya yang secara tiba-tiba, memang tidak bisa dibayangkan oleh orang lain.
Batinnya terus saja berharap, bahwa Raizel dan Egy akan berhasil. Menemukan jawaban yang selama ini Ia benar-benar ingin tahu.
Egy dan Raizel memutuskan untuk mulai berangkat pada lusa.
Pada pagi harinya, sekitar pukul 08.00.
Di depan pintu rumah Egy, terlihat Raizel yang berpamitan untuk pulang."Gy ... gue pulang dulu ya" Pamit Raizel pada Egy yang mengantarnya sampai pintu.
"Iya, jangan lupa nanti sore kita kumpul di kafe biasa" Pesan Egy.
"Ok" Jjawab Raizel berlalu.
Mentari menyinari langkahnya untuk pulang, dalam langkahnya itu Raizel hanya berfikir.
Akankah dirinya bisa membantu Egy dan Fani menemukan kebenaran tentang Ega? Ia hanya takut akan mengecewakan semua orang yang telah berharap padanya.
Raizel juga sudah memprediksi.
Rahasianya yang sudah Ia tutup rapat dari publik sekian lama, pasti perlahan akan terbuka dengan kasus ini.Beberapa menit Raizel pulang dari rumah Egy, kini Ia telah sampai di depan pintu rumahnya.
Raizel membuka pintu, kemudian berjalan masuk. Niatnya Ia ingin langsung pergi ke kamarnya, tapi Ibunya—Sarah, menundanya untuk itu.
"Rai ... kamu dari mana? Kok, baru pulang?" tanya Sarah, yang sedang duduk bersama ayah Raizel, di depan meja makan.
"Bunda ... maaf, semalem aku nginep di rumah Tante Fani" jawab Raizel.
"Kok, Egy nggak ikut main kesini?" timpal Ayahnya—David, ikut bertanya.
"Huuuuffff ...."
Raizel menghembuskan napas panjangnya, kemudian berjalan menghampiri Ayah dan Ibunya di meja makan, lalu duduk di salah satu kursi kosong yang memang sudah biasa diduduki olehnya."Kenapa?" tanya Ayahnya, tahu jika Raizel sedang ada masalah.
"Bun ... Yah ... Egy dan Tante Fani udah tau tentang rahasiaku" kata Raizel sembari tangannya meraih buah jeruk, di atas keranjang buah, yang sudah disediakan oleh asisten rumahnya untuk pelengkap hidangan.
"APA!" Serentak David dan Sarah terkejut mendengar pernyataan anaknya.
"Teruuss ...? Mereka gimana sama kamu?" tanya Sarah dengan khawatir.
"Iya ... mereka minta tolong, buat nyari tahu penyebab Ega meninggal" ungkap Raizel.
"Ega ...? Adik Egy yang meninggal 5 tahun lalu?" tanya David, mengingat-ingat.
"Iya, Yah" jawab Raizel sambil memakan jeruk yang selesai Ia kupas.
"Aku ngelihat, kalo Ega meninggal diusia 10 tahun bukan 7 tahun." Lanjut Raizel.
"Kamu serius nak?!!" Pekik Ayahnya kaget dan Sarah yang menyimak dengan seksama pernyataan anaknya.
Kedua orang tua Raizel tidak bertanya, bagaimana Raizel bisa melihat Ega, karena. Sebagai orang tua, mereka sudah tahu lebih dulu kelebihan anaknya.
Jauh sebelum orang lain mengetahuinya."Serius, Yah" balas Raizel.
"Kalo gitu kamu harus bantuin Egy dan tante Fani ... Bunda percaya Rai pasti bisa." Lontar Sarah memberikan semangat kepada Raizel.
"Ayah agak keberatan! gimana kalo nanti Raizel kenapa-napa?" sangkal David.
"Bunda bener yah, aku harus bantuin Egy dan tante Fani." Bantah Raizel
"Tapi kal- ...]"
"Ayyaaah ...." Potong Sarah
Memberikan tatapan lembut, mengisyaratkan bahwa dirinya harus percaya pada putranya."Ekhem ... jadi, rencana kalian gimana?" tanya David yang hatinya mulai luluh karena istrinya
"Rencananya besok Lusa yah ...." jawab Raizel.
"Ya, udah, sekarang kamu bersihin badan dulu." Titah Sarah.
Raizel pun pergi menaiki tangga menuju kamarnya, untuk mandi dan bersiap.
Sedangkan orang tua Raizel mengamatinya hingga tidak terlihat.
"Bun ... Bunda yakin, ngizinin Rai buat pergi?" Bisik David, tanpa Raizel bisa mendengarnya.
Secara pribadi, David masih keberatan untuk mengizinkan putra sematawayangnya untuk pergi jauh dari rumah.
"Bunda yakin Ayah, lagian bunda bisa ngebayangin. Gimana kalau di posisi Fani, dia pasti sedih banget kehilangan Ega" jawab Sarah berbisik. "Lagian, Rai udah cukup dewasa buat ngejaga dirinya sendiri" Lanjutnya.
David hanya termenung, mencoba meresapi apa yang dikatakan istrinya.
***Di dalam rumah Egy.
Nampak Egy tengah bersiap lebih awal, untuk rencana mereka besok ke sebuah kota, yang di mana kota itu dapat mempertemukan Egy dengan Ayahnya.
Hatinya benar-benar penuh ambisi untuk mencari kebenaran tentang Ega.
"Gue harus bisa nemuin penyebab Ega meninggal demi Mamah" gumam Egy.
Dirinya saat ini, penuh dengan ambisi yang bergejolak, untuk menemukan fakta yang sudah terlupakan selama 5 tahun silam.
Tiba-tiba suara Handpone berbunyi mengagetkannya, dia pun mengecek siapa yang memberinya pesan.
______________________________________
GRUB REMAJA HITSDIVA
(Rai ... Egy ...Dah pada sampe belum?)VANO
(Woy, pada kemana? Nggak pada ngabarin ?CACA
(EGY ... BALES PESANKU!!)CINDY
(Nanti nongkrong lagi yuk?)RAIZEL
(Sorry guys, gue ketiduran.Lupa buat ngabarin)DIVA
(Syukur, kalo kalianbaik-baik aja semalem)VANO
(sampe jam berapa Rai semalem?)CACA
(RAI!!! EGY MANA?!)EGY.
(SORY GUE LAGI BERES-BERES. NANTI JAM 4 SORE KITA KETEMUAN DI KAFE BIASA)
______________________________________
Teman-teman mereka sibuk mengirimi pesan pada Raizel dan Egy, karena kejadian malam hari yang menyeramkan, membuat kedua remaja itu lupa untuk memberi kabar pada teman-temannya di grub.
*****
Panas matahari mulai redup.
Jam menunjukan pukul 15.45.Tampak Raizel sudah bersiap untuk menemui teman-temannya di sebuah kafe biasa, tempat mereka berkumpul bersama.Raizel sudah menyiapkan diri untuk apa yang akan terjadi di kafe nanti.
Saat Ia sudah berjalan dan hampir sampai di rumah Egy, terlihat Egy justru sudah menunggunya di samping jalan rumahnya.
"Rai ...!" Teriak Egy, kemudian berlari menghampiri Raizel.
"Lo lama banget!" celetuk Egy.
"Lama apa'an, jam 4 juga belum" balas Raizel.
"Belum? Ini udah jam 4!" Egy menunjukan layar gawainya, supaya Raizel bisa melihat angka jam yang tertera pada layarnya itu.
"Iya ... Iya, ayo cepet. Cewek lo udah nungguin pasti di kafe." Sindir Raizel, mengingatkan bahwa Caca akan marah jika mereka terlalu lama untuk sampai di tempat pertemuan.
Egy dan Raizel berjalan menuju rumah Vano, setelah berjumpa dengan Vano, ketiga remaja itu langsung menuju tempat, di mana mereka berjanji saling bertemu."Hay ...! Sinii!" Suara teriakan gadis mungil yang lebih pendek dari Diva dan Cindy, rambutnya sepanjang punggung, dan bergelombang berwarna pirang itu adalah Caca. Memanggil 3 remaja laki-laki yang kini berjalan menghampiri mereka_ Raizel, Egy, dan Vano.
Caca berdiri, langsung dan memeluk Egy.
"Lo lama banget!" Rengeknya manja."Gue barusan juga ngomong kaya gitu ke Raizel" ucapnya tersenyum tipis.
Yah, disini sudah terlihat bahwa Caca dan Egy bukan sekedar teman melainkan kekasih.
Begitupun Vano dan Cindy.
"Hey ... lo diem aja gue dateng?" ucap Vano menggoda Cindy.
"Terus? Gue harus kaya Caca?" Cibir wanita berambut lurus sepanjang bahu, tersenyum kepada Vano yang tidak lain adalah Cindy.
Sedangkan Raizel dengan wanita berambut panjang berwarna hitam yaitu Diva, mereka hanya sekedar teman.
Di dalam lubuk hati Diva, Ia sangat mencintai Raizel.
Berulang kali Diva menunjukan rasa sukanya, tapi justru Raizel yang hatinya tidak peka, malah mengira Diva hanya perduli karena sesama teman.Egy duduk bersampingan dengan Caca.
Vano duduk bersampingan dengan Cindy dan Raizel duduk berasampingan dengan Diva."Rai ... lo mau pesen apa?" tanya Diva perhatian.
"Kaya biasa aja" jawabnya memandang wajah manis Diva.
Diva yang sudah hafal apa kesukaan Raizel, langsung memanggil salah satu pelayan kafe.
"Mba ...!" seru Diva pada seorang pelayan, pelayan yang mendengar teriakan Diva lantas menghampiri meja mereka.
"Iya, Kak? Ada yang bisa dibantu?" kata pelayan perempuan dengan ramah.
"Tolong Milkshake Vanila ya, satu." Diva memesan untuk Raizel.
"Mba, tolong Milkshake coklat satu." tambah Cindy, memesan untuk Vano.
"Kalo saya ... rasa Taro, ya, Mba?" imbuh Caca memesan untuk Egy.
Sedangkan Diva, Cindy, dan Caca sudah memesan lebih awal untuk diri mereka sendiri.
Sembari menunggu, pacar mereka datang.Jantung Raizel berdegup kencang saat Ia duduk bersampingan dengan Diva, jelas sekali di dalam hatinya yang kecil, Ia juga menyukai Diva.
Tetapi, Raizel menahan rasa sukanya. Ia selalu bersikap seolah-olah tidak mencintai siapapun.
Raizel hanya takut, jika Ia curahan isi hatinya, Diva akan menolak perasaanya.Ya, Raizel adalah remaja yang kurang percaya diri."Gy ... tumben lo Inisiatif ngajak ketemu, biasanya kita-kita yang ngajak duluan." Sindir Caca.
"Oh ya, hampir Lupa ... besok gue sama Raizel mau pergi keluar kota, ada urusan yang memang gue butuh bantuan Raizel.
Jadi gue mau pamitan sama kalian semua" ungkap Egy.Penjelasan Egy membuat Vano dan ketiga teman wanitanya terkejut, mereka justru penasaran urusan apa yang begitu penting mengharuskan Egy dan Raizel hanya akan pergi berdua.
"Lo tega mau ninggalin gue!" hardik Caca, tidak senang jika harus ditinggal Egy.
"Kalian emang ada urusan penting apa? Sampe pergi cuma harus berdua?" tanya Diva.
"Gue mau ikut Gy!" seru Vano.
Raizel hanya terdiam mendengarkan ocehan teman-temannya, yang sibuk bertanya 'kenapa, kapan dan mau apa'?
Dia justru menanti saat Egy akan mengatakan semua rahasianya, juga rencana yang sudah mereka susun.
"Kita berdua, mau ketempat Papah gue buat nyari tau penyebab adik gue meninggal?" jelas Egy.
"APA!?" Serentak mereka mengatakan satu kata yang sama.
"Bukannya adik lo udah lama meninggal 5 tahun yang lalu Gy?" tanya Vano penasaran.
"Sebenarnya. Gue nggak tau penyebab asli Ega bisa meninggal, bagi gue ini masih janggal jadi gue mau nyari tau sama Raizel" kata Egy, memutar pandangannya pada Raizel, yang sejak tadi hanya diam menyimak.
"Rai, lo janji 'kan bakal bantuin gue?" tanya Egy memperjelas.
"Gue janji, Gy" balas Raizel.
"Tunggu! tapi kenapa cuma harus sama Raizel? Kenapa kita nggak boleh ikut?" tanya Diva.
"Karena ... cuma Raizel di antara kita berenam yang bisa ngelihat apa itu hal gaib" jawab Egy.
"Apa!! ...." pekik Diva.
"Maksud Lo? ...." tanya Vano."Gue nggak ngerti!" timpal Cindy."Maksud lo, Raizel? ...." celetuk Caca."Iya ... Raizel Indigo" ungkap Egy.
Kini sampai sudah di momen yang sangat ditunggu Raizel, yaitu di saat teman-temannya tahu bahwa dia adalah Indigo.
Semua pandangan mata temannya, terarahkan pada Raizel.
Mereka benar-benar tidak menyangka bahwa Raizel adalah seseorang yang berbeda dari kebanyakan orang lain.
Di antara lima temannya.
Raizel hanya melirik sedikit ke arah wajah Diva yang duduk tepat di sampingnya. Apakah Diva takut atau tidak, setelah mendengar penjelasan Egy.Namun, semuanya tidak seperti apa yang Raizel kira sejak lama.
"Gue harus Ikut!" seru Diva.
"Gue juga mau ikut Gy" timpal Vano.
"Kalo lo pergi, gue juga harus pergi" tutur Cindy.
"Gue juga harus ikut lo!" kata Caca.
Egy yang menyaksikan bahwa semua temannya ingin ikut, membuatnya terperangah.
"Lo semua beneran mau ikut kita?" tanya Egy ingin memastikan.
"Iya! Gue bener-bener pengen ikut!" ucap Diva mantap.
"Kita nggak akan ngebiarin lo dan Raizel nyari tahu sendiri" imbuh Vano.
Raizel dan Vano saling bertatap mata.
Mereka tidak mengira, hal yang tadinya akan mereka tempuh berdua, ternyata akan ditempuh bersama semua teman baik mereka.Termasuk pujaan hati mereka masing-masing.Dimulailah, hal-hal yang belum pernah mereka alami sebelumnya, tengah menanti mereka semua.
Raizel hanya diam melamun, menjadi sedikit tidak fokus setelah mendengar semua jawaban temannya. Dia mengira, semua temannya akan pergi menjauh setelah tahu fakta diri Raizel yang seorang Indigo. Hingga sampai, Egy memecah lamunannya."Tapi ... perjalanan kita akan jauh, dan tempatnya di pedesaan, apa kalian yakin tetep mau ikut?" tanya Egy. Mengingat, temanya yang terbiasa hidup di kota, Egy hanya takut, mereka tidak akan betah saat tinggal di desa nanti. "Nggak masalah kalo gue, gue juga udah sering mudik ke desa, ke tempat sodara gue di kampung dan ya, gue yakin. Desa tempat Bokap lo suasana, juga keadaannya nggak akan beda jauh, dari kampung sodara gue" tutur Cindy. "Gue juga nggak masalah, gue tetep mau ikut. Mana bisa gue ngebiarin Raizel pergi jauh dan berusaha sendiri" ungkap Diva. Egy, Vano, Caca dan Cindy tercengang mendengar pernyataan Diva.Mereka dengan kompak menoleh kearah Diva, termasuk
Sosok wanita berdaster. Yang membawa kain berlumuran darah itu terus saja mendekat, Egy dan Vano tentu melangkah mundur, masih mencoba untuk menjauh darinya.Tetesan darah nampak berjatuhan seperti pakaian cuci yang belum diperas, menetes membuat jejak titik di atas jalanan aspal di setiap langkahnya.Lalu ....'Turuti permintaannya, maka aku akan melepaskanmu.'Bisikan serak dan samar, muncul begitu saja masuk ke dalam telinga Raizel.Dan sepertinya yang membisikannya itu adalah, Genderuwo yang ada di balik tubuhnya.'Jadi ... Dia minta gue menuruti keinginan, si Hantu wanita ini?' batin Raizel."Gy ... Vano ... menyingkir!" seru Raizel.Memerintahkan Egy, dan Vano untuk menghindar dari sosok wanita yang masih saja terus menghampiri.Egy dan Vano mendengarkan perkataan Raizel, mereka yang awalnya terus berjalan mundur di hadapan Raizel, kini memilih menepi ke sisi jalan.Dan. Sosok wanita itu tent
"Kakek? Kakek siapa?" tanya Raizel.Namun yang ditanya tidak menjawab, dia justru balik bertanya."Cu ... Kenapa kamu menangis?""Nggak kenapa-napa, Kek.""Kakek tau jelas, kalau kamu menangis, kenapa?""Nggak kenapa-napa, Kek. Saya hanya merasa menderita," jawab Raizel memalingkan matanya ke samping, menyembunyikan manik matanya yang menahan tangis.Lalu, kakek itu berkata."Cu ... kelebihanmu memang langka, dan kamu ditakdirkan untuk memilikinya.Jangan sesekali kamu merasa takut, karena sampai kapanpun selama kamu masih hidup. Kamu akan tetap melihat mereka."Setelah Raizel mendengarnya, matanya membulat, menatap orang tua itu tanpa kedip, pikirnya kenapa Kakek ini bisa tahu apa yang sedang dialaminya?"Kakek tau apa yang saya alami? Dan, Kakek tau dari mana?" tanya Raizel penasaran."Kakek tahu. Jadi, mulai sekarang ....Lawan rasa takutmu, biasakan dirimu untuk tidak taku
Ac yang sejuk, dan hanya mendengar suara mesin bus melaju.Raizel melirik semua temannya yang telah tidur, termasuk Vano, ia memutuskan untuk ikut terlelap juga.Nyaman, dia tertidur sangat lama.Mungkin ada beberapa jam, hingga sampai kondektur bus'pun membangunkan Egy.Tanpa disengaja, suara kondektur bus itu juga membuat Raizel terbangun."Mas ... Mas ... udah sampe" ucapnya."Udah ya, Pak?" Egy terbangun dengan lesu."Iya Mas, udah sampe" jawabnya mengulangi kata.Mereka bergegas turun dari bus, setelah berada di luar, Egy bertanya kepada kondektur tersebut."Pak, kalo mau ke alamat desa 'Bagaharuni' ini, naik bus apa lagi ya?"Ternyata desa tempat ayah Egy tinggal adalah desa Bagaharuni."Oh, kalian mau kesana?" jawab kondektur bus dengan ramah."Nanti kalian naik bus Efensi, yang warnanya kuning tapi ini baru jam 1 siang, bus itu ada sekitar jam empat sore?
Caca melirik jam pada handphonenya. Jam menunjukan pukul 15.02Tidak terasa ternyata waktu membagikan es dawet sudah memakan waktu cukup lama."Pak, ini udah jam tiga Pak, ayo kita siap- siap" ajak Caca.Sontak Raizel, Egy dan yang lainpun melirik jam yang ada di handphone mereka, ada juga yang melirik pada jam tangan. Dan memang benar sudah jam tiga lebih beberapa menit.Saleh langsung berjalan agak cepat, karena wadah dawet dan yang lainnya sudah habis, paling hanya tersisa gula dan es batu. Itu pun tinggal sedikit lagi, membuatnya lebih ringan. Memudahkan Saleh memikul wadah jualannya, sehingga Saleh bisa berjalan lebih cepat dari sebelumnya.Ternyata memang benar, kosan Saleh memang dekat dengan Masjid. Mungkin hanya butuh waktu tiga manit berjalan dari Masjid.Kosan Saleh begitu kecil, itu karena memang Saleh tinggal sendirian.Karena itu, mereka memutuskan untuk menunggu Saleh bersiap di luar ko
Raizel menatap jam yang tertera di atas wallpeper ponselnya, jamnya menunjukan pukul 19.16.Ya. Belum terlalu malam, dan harusnya jalanan masih ramai kendaraan, tapi saat ia mengintip keluar kaca. Tak ada satu pun kendaraan yang lewat.Untuk memastikan dugaanya, Raizel mencoba bertanya pada Vano."Van ... ngomong-ngomong ini busnya kok kotor dan hancur banget ya?" bisiknya.Raizel sengaja mengatakan itu, ia benar-benar ingin mengetes jawaban Vano, sependapat atau tidak dengannya.Namun, jawaban Vano begitu mengejutkan Raizel."Huus! Jangan ngomong gitu Rai .... Nggak sopan, orang bus rapih kaya gini dibilang hancur" balas Vano berbisik."Apa lo bilang?" ujar Raizel tidak percaya akan apa yang didengarnya."Gue bilang, lo jangan ngomong kaya gitu. Nggak sopan, bus rapih kaya gini dibilang kotor dan hancur ... gimana sih Rai, hadeuuh?" balas Vano memperjelas.Raizel benar-benar tercengang me
Di gelapnya malam yang gulita. Raizel dan teman-temannya berjalan keluar dari rerumputan untuk menuju jalanan aspal. Saat mereka sudah sampai. Angin menyapu helaian rambut, mengusap sejuk leher dan kening mereka yang gerah, membuat panas di dalam tubuh menjadi normal kembali. Ternyata, mereka sudah sampai pada Desa Bagaharuni. Yang di mana itu adalah desa tujuan mereka sebenarnya. "Pak, ini kita masih jauh nggak?" tanya Egy sembari mengusap-ngusap celana levisnya karena kotor. "Enggak , Den. Beruntungnya kita udah sampe ... itu lihat." Saleh menujuk ke arah warung dekat lapangan. Lumayan jauh dari jarak mereka berdiri, namun karena mereka yang ada di posisi gelap, menjadi cukup jelas untuk melihat ke arah yang terang.Di sana, nampak sekali banyak pemuda-pemuda dan anak-anak tengah bermain bola di lapangan depan warung tersebut. Tidak kurang juga, ada banyak orang-orang dewasa yang nongkrong di situ untuk
"Pak, boleh saya tegur nggak anak-anak itu?" ijin Raizel terus fokus memperhatikan anak-anak yang terus membaca mantra terlarang di sana."Boleh, Den. Silahkan" jawab Talam.Raizel sudah mengumpulkan niat untuk menemui anak-anak itu, yang berarti dia juga akan bersiap bercampur bersama banyaknya mahluk astral yang ada di lapangan.Saat Raizel akan mengambil langkah pertamanya untuk menghampiri mereka. Bersama dengan itu, sebuah bola melayang dan tepat mengenai mainan Jalangkung mereka. Karena hal itu juga, mereka berhenti membaca mantra."Kak! Hati-hati dong! Kita kan lagi mainan" protes salah satu anak laki-laki berumur 15 tahun yang bernama Bondan, tidak senang karena mainannya terhantam oleh bola."Maaf Kakak nggak sengaja .... Kalian pindah aja mainnya, di deket warung tuh biar nggak kena lagi" jawab remaja laki-laki yang berumur 19 tahun bernama Andri.Anak-anak itu menuruti saran dari Andri untuk berpindah tempat be
2 jam lagi, acara pernikahan gue sama Cindy dimulai. Gue cuma berharap, semoga acara dan segala urusan hari ini berjalan lancar. Gue emang udah niat lama, pengen cepet-cepet nikah sama Cindy. Karena, gue nggak mau sampai harus jauh dari dia. Awal mula gue suka dia, karena dia minta ditemenin beli baju.Waktu itu, gue belum punya perasaan apa-apa sama dia.Alias masih biasa aja, dan masih nganggep Cindy itu cuma sebatas sahabat nggak lebih. Saat perjalanan pulang, gue mau anterin dia pulang. Karena udah terlalu sore, dan masa iya gue ngebiarin sahabat cewek gue pulang sendiri. Jadi, gue nawarin diri buat anter dia pulang. Namun, malah dia nggak mau gue anter. Alasannya, katanya itu nggak adil. "Gue nggak mau lo anter pulang.Itu nggak adil, masa iya gue pulang bareng elo ....Dan habis itu, lo pulang sendiri ....Mending kita pulang sendiri-sendiri aja." Dia ngomong kaya gitu, gu
Pada saat itu, gue dan Raizel, juga Vano baru aja masuk SMA.Kita masih umur 16 tahun.Kita membuat geng yang cuma 6 orang, gue, Raizel, Vano, Cindy, Caca dan Diva.Awalnya kita ngebuat geng atau persahabatan ini, karena kita sudah merasa cocok aja.Cocok dalam berbagai hal.Hingga sampai gue punya perasaan ke salah satu sahabat gue sendiri, gue bisa suka dia.Karena ... dia itu ....Susah juga gue jelasinnya.Intinya gue suka aja.Gue beraniin diri buat nembak dia jadi pacar gue, dan akhirnya gue diterima. Jadilah persahabatan kita, menjadi sebuah ikatan pacar.Tetapi meskipun begitu, kebersamaan kita masih tetap terjaga. Karena bagi kita semua, pacar bukan alasan buat ninggalin tali persahabatan, dan kenyamanan pertemanan.Banyak masalah, pengalaman dan hal yang udah gue alami selama ini. Sampe, gue harus mati-matian. Nyari tau penyebab, kenapa Ega bisa meninggal.Ega, A
Pov. Reza. Setelah acara 7 hari Ega dan Kak Ajeng. Aku masih tidak tau, siapa yang sudah membunuh Kakakku. Meskipun nanti aku tau, aku cuma ingin menanyakan alasan apa, sampai dia membunuh Kakakku?Hanya ingin bertanya saja. Jikapun dia menjawab, dan menjelaskan apa alasannya.In Sya Allah, aku bisa memaafkannya. Juga, aku baru tau. Ternyata, Kak Ajeng, dan Kak Haikal saling mencintai dulunya. Aku sudah menerima kenyataan, bahwa Kakakku pergi. Aku sudah ikhlas, karena mungkin ini takdir. Meskipun aku sangat menyayangi Kakakku. Tapi jika Allah, saja sudah merindukan dia. Aku bisa apa?selain ikhlas dan menerima. Dia adalah perempuan yang selalu menyayangiku setelah ibu meninggal. Dia adalah Kakakku yang selalu memanjakanku, menghiburku kala aku merindukan Ibu. Dan sekarang, dia juga pergi menyusul Ibu. Awalnya, aku pikir. Aku tidak akan bisa menerima kenyataan pahit ini. Tidak bi
"Uuh ... nyamannya, nggak kerasa gue udah pergi 3 minggu dari rumah ....Padahal cuma 3 minggu, tapi rasanya kaya 3 tahun.Soalnya , banyak banget pengalaman yang udah gue lalui di sana," gumam Raizel, sambil terlentang.Tiba-tiba ....Tok! Tok! Tok!Suara pintu diketuk, tentu Raizel bangun untuk membukanya,"Den ...." Ternyata itu adalah Isum.Ia berdiri dihadapan Raizel dengan keadaan yang sudah berlinangan air mata.Raizel yang melihat Isum berdiri di depan pintu kamarnya seperti itu pun tersenyum, Raizel senang bisa melihat Isum lagi."Bi?"Mareka melepas rindu, Raizel memeluk Isum dan Isum terisak di pelukan Raizel. Isum bahagia, karena Raizel sudah kembali."Den, Bibi ... kangen."****Setelah Isum pergi, ia berjalan ke arah cermin. Raizel memandangi pantulan wajahnya.Kemudian menghembuskan nafas panjang."Huuufh ... sungguh keajaiban gue bisa hidup lagi, kalo gue nggak bisa
Haikal menatap Raizel, yang berbicara tanpa menoleh kepadanya. Ia terkejut, setelah Raizel mengatakan bahwa ia tahu semua alasan mengapa ia melakukan itu."Maksud kamu?" tanya Haikal, tidak sabar mendengar jawaban dari Raizel."Iya ... harusnya, kalo lo beneran cinta sama dia ... lo ngelindungi dia, bukan malah ...." Raizel menggantungkan kata-katanya, membuat Haikal tidak tenang."Bukan malah lo nurutin keinginan Ayah sama Paman elo, yang sebenernya lo tau itu salah," lanjut Raizel masih fokus ke depan, tidak melihat ke arah Haikal yang sedari tadi. Memantapkan padangan padanya.Deg!Jantung Haikal sejenak berhenti berdetak, ternyata tebakannya benar. Raizel sudah tahu, jika dia yang telah membunuh pacarnya sendiri. Haikal menunduk, ia malu, sedih, dan menyesal.Melihat Haikal tertunduk, Raizel melirik dan kemudian menoleh padanya."Ini buat pengalaman, suatu saat nanti ... kalo lo punya seseorang di hati
🌸🌸Pov. Raizel.Ketika tubuh ini merasa lelah ...Ketika gue akan ikhlas untuk pergi, meninggalkan semuanya ....Di saat itu ....Gue pikir itu yang terbaik ....Tetapi, ternyata gue salah.Hati gue ternyata belum siap.Meninggalkan semua orang yang gue sayangi.Meninggalkan seseorang yang gue cintai.Gue bersyukur.Karena Tuhan ngasih gue satu kesempatan lagi.Ketika mata gue bisa lihat dunia lagi.Perasaan bahagia, nggak bisa gue pungkiri.Terimakasih Tuhan ....Terima kasih ....Pov selesai🌸🌸🌸🌸Mata yang terpejam.Kini kembali perlahan mengerjap lagi.Perlahan, Raizel kembali membuka matanya.Raizel terbaring, di atas rumput hijau.Beberapa tetes air mata, menetes jatuh tepat di atas pipinya.Itu adalah air mata Diva.Ia tersenyum, karena Tuhan telah memberikan satu kesempatan lagi.Saat mata Raizel
Pagi yang sejuk, mentari masih belum juga menunjukan cahayanya yang sempurna.Hanya sedikit cahaya pagi yang membuat dunia tidak terlalu gelap saat ini.Musuh telah kalah.Tujuan telah tercapai.Misi hampir selesai.Diva, Caca, Cindy, Hasna, Winda, Egy, Vano, Haikal, Andri, dan Reza juga Gunawan.Masih setia menunggu sang 'Indigo' membuka matanya.Gunawan berjalan pelan, ke arah Raizel yang masih terbaring.Mata Gunawan menatap fokus, pada tubuh remaja yang masih memakai baju pengantinGunawan sudah tau semua yang telah terjadi, termasuk tentang Raizel yang dipaksa menikah.Setelah ia sudah berdiri tepat di samping Raizel, Gunawan berlutut. Mengusap lembut pipi Raizel lalu memeluknya.Memejamkan mata, Gunawan membelai sayang kepala Raizeldan berkata."Terimakasih Raizel, udah cukup kamu tidurnya ....Ayo bangun, kita semua khawatir khawatir sama kamu."Semua pasang mata di
Tap ... Tap ... Tap ...Suara derap langkah kaki, mendekati tubuh Raizel dan Diva yang sudah tak sadarkan diri.Laki- laki itu menyeringai puas, melihat momen yang menurutnya sangat enak untuk ditonton."Hahahaha ...!" Daweh berkacak pinggang dan tertawa puas.Padahal sebentar lagi, gudang akan runtuh karena api sudah kembali membesar dan merambat ke atas atap.Tapi dia seolah tidak memerdulikannya."Ini karena kamu sudah menghancurkan segalanya ....Lebih baik, kalian mati bersama."Daweh mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya, yang memegang benda pusaka sebuah keris berwarna hitam, ukurannya juga lebih besar dari keris perak yang dipegang Raizel sebelumnya.Siap untuk menghunuskan ujung keris yang lancip pada Raizel dan Diva. Namun, saat Daweh meluncurkan ujung keris itu.Tiba-tiba saja, kilatan putih langsung menyambar tubuhnya.Braaakk!!Tubuh Daweh terpent
Di sebuah tempat, tapi tidak jauh dari lokasi rumah Daweh.Tampak dua orang sudah menyusun segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mereka.Telah disiapkan beberapa lilin siap untuk dinyalakan, yang berjejer membentuk sebuah bintang, juga ada bunga 7 rupa, kelapa muda yang sudah dibuka, jangan lupakan 2 buah foto seseorang, ditangan Hendrik."Kang ... semuanya sudah siap," kata Hendrik, selesai menyusun semuanya."Iya ... tapi anehnya, kenapa batu mawar kencana ini belum nyala juga, ya? Harusnya, 4 orang tumbal udah cukup buat batu ini menyala" 4 tumbal yang dimaksud adalah, Haikal, Hasna, Raizel dan Diva.Daweh memandangi batu akik kecil, berwarna merah mengkilat.Di dalam batu itu, terukir sebuah bentuk bunga yang persis seperti bunga mawar."Kita harusnya tinggal, menambahkan sisanya, kan? Kang? 3 orang lagi untuk menutup mantranya?" tanya Hendrik, melihat kearah Daweh yang masih menunggu batu merah