Raizel hanya diam melamun, menjadi sedikit tidak fokus setelah mendengar semua jawaban temannya.
Dia mengira, semua temannya akan pergi menjauh setelah tahu fakta diri Raizel yang seorang Indigo.
Hingga sampai, Egy memecah lamunannya.
"Tapi ... perjalanan kita akan jauh, dan tempatnya di pedesaan, apa kalian yakin tetep mau ikut?" tanya Egy.Mengingat, temanya yang terbiasa hidup di kota, Egy hanya takut, mereka tidak akan betah saat tinggal di desa nanti.
"Nggak masalah kalo gue, gue juga udah sering mudik ke desa, ke tempat sodara gue di kampung dan ya, gue yakin. Desa tempat Bokap lo suasana, juga keadaannya nggak akan beda jauh, dari kampung sodara gue" tutur Cindy.
"Gue juga nggak masalah, gue tetep mau ikut. Mana bisa gue ngebiarin Raizel pergi jauh dan berusaha sendiri" ungkap Diva.
Egy, Vano, Caca dan Cindy tercengang mendengar pernyataan Diva.
Mereka dengan kompak menoleh kearah Diva, termasuk Raizel yang duduk tepat di sampingnya pun, ikut menatap gadis berambut hitam nan panjang itu.Diva tertenggun. Matanya berkeliling memperhatikan wajah temannya satu persatu, ia mulai merasa aneh, kenapa tiba-tiba mereka memberikan tatapan terkejut padanya?
Kemudian ia mulai berfikir dan mencoba mengingat, apa yang barusan ia ucapkan satu menit lalu.
Tiga detik Diva merenung. Kemudian ....
Mata Diva melebar, ia baru sadar, akan apa yang sudah ia katakan.Dengan cepat Diva menoleh ke arah Raizel yang masih Diam menatap wajahnya. Cowok itu sedang menunggu penjelasan, apa maksud dari ungkapkan Diva sebelumnya.
Mata dan mata saling memandang.
Seketika pipi Diva memerah, kepanikannya, yang tidak mau ditinggal pergi oleh Raizel, membuatnya lepas kendali, sampai mengatakan sebuah fakta yang merujuk bahwa ia sebenarnya khawatir pada Raizel."Mak-mak-maksud gue ... gu-gue nggak bisa. Gitu, ngebiarin temen berusaha sendiri, memecahkan masalah yang serius kaya gini" ucap Diva berdalih dengan terbata-bata, mencoba memberikan penjelasan kepada semua temannya, termasuk kepada Raizel.
Sungguh ia merasa malu, ingin sekali ia berlari, seperti anak kecil yang telah melakukan sebuah kesalahan yang konyol dan memalukan.
Berlari pergi, tanpa harus menjelaskan apapun.Namun, dirinya bukanlah anak kecil. Ia tidak bisa melakukan hal tersebut.
Egy, Caca, Vano, dan Cindy kemudian tersenyum, yang seakan mengatakan, bahwa mereka tidak percaya pada alasan Diva.
Ya ... Egy, Caca, Vano, dan Cindy memang sudah tahu. Jika Diva dan Raizel saling mencintai dan menyukai.
Tetapi, entahlah, semua temannya juga tidak paham, tentang apa alasan yang membuat mereka tidak saling mengungkapkan perasaan.
"Ekheem ... kembali ketopik."
Sela Caca untuk menyelamatkan Diva dari para penatap.Mereka pun teralihkan karenanya.
"Jadi ... gimana, kalian masih tetep mau ikut apa enggak?" tanya Egy memperjelas keputusan.
"Gue tetep ikut" kata Vano.
"Gue pasti ikut" tambah Cindy.
"Gue jelas ikut lah" imbuh Caca.
Di saat semuanya sudah memperjelas keputusan mereka, tinggallah Diva yang belum menjawab.Lagi-lagi. Semua kepala temannya termasuk Raizel, menoleh ke arah Diva untuk kedua kalinya.
Menanti akan keputusannya, memastikan tetap akan ikut atau tidak."Iy-iya jelas, gue juga ikut" kata Diva masih tetap menjawab dengan terbata-bata.
"Ok. Besok kita ketemu Di halte bus depan toko buku, ya. Jam 09.00 pagi," ucap Egy.
Merekapun mengiyakan.
Setelah selesai berunding. Tiba-tiba, hujan sedikit demi sedikit mulai turun bergemeletak membasahi atap kafe.
Egy, Caca, Cindy, dan Vano. Sibuk dengan kemesraan.
Sedangkan Diva, ia hanya menatap ke arah kaca, yang memperhatikan air hujan terus mengalir turun dari ujung atap di luar kaca.
Ia masih saja meratapi kelakuannya yang menurutnya sendiri, sangat memalukan.
'Bodoh bodoh bodoh ... Diva! lo bodoh banget! Kenapa lo keceplosan, cuma gara-gara khawatir sama cowok yang lo suka' cemohnya di dalam hati.
Raizel yang duduk di samping Diva, sedang fokus memainkan ponsel, ibu jarinya sibuk menggeser beranda sosial media pribadinya.
Namun, tanpa Diva sadari.
Sesekali Raizel juga sempat melirik Diva yang terus saja diam merenung.Raizel tersenyum tipis mengingat pernyataan Diva tadi, yang tidak sengaja membeberkan sedikit isi hatinya.
Kalau ia sebenarnya khawatir padanya.Ketidak sengajaan Diva membuat hati seorang Raizel senang. Ia merasa bahagia, cewek yang disukainya ternyata bisa cemas juga terhadapnya.
Lalu. Raizel berinisiatif untuk mengirimi Diva pesan W******p, agar Diva tidak terus saja diam melamun.
Kliing ...!!
Terdengar bunyi nyaring suara kotak masuk yang berasal dari ponsel Diva, membuatnya tersadar dari ratapan kesalahan.
Diva meraih Handponenya, kemudian membuka pesan WA dari Raizel.
Raizel
("Kenapa lo diem aja?")Diva yang sudah melihat isi pesan Raizel, secara otomatis, menggigit bibir bawahnya.
Hatinya berbunga, hanya karena menerima pesan dari pengisi hati secara pribadi.Padahal, ia tengah duduk tepat di sampingnya.
Siapa sangka, Raizel masih saja sempat mengirimnya pesan.Secepatnya Diva membalas pesan tersebut.________________________________________
Diva.
("Bingung😁")Raizel("Gue juga bingung mau ngomongin apa")Diva.
("Kok malah ikutan bingung, Rai")Raizel("Bingung lah, mau ngobrol sama siapa? Sedangkan lo aja diem dari tadi")Diva.
("Ya, udah. Sekarang nggak.Mau ngobrolin apa?")_________________________________________Vano dan Cindy sibuk bersuap-suapan Milkshake.
Caca, fokus mengelus-elus luka plester, di telapak dan jari tangan Egy.Sedangkan Raizel dan Diva, sibuk mengobrol dan bercanda di dalam pesan W******p.
Karena keseruan itu, membuat sedikit tenggorokan Raizel dan Diva mulai terasa kering.
Mereka berdua, berniat untuk meminum Milkshake yang sudah lama didiamkan di atas meja.
Tepat di hadapan mereka.Tanpa melihat mana gelas mereka yang sebenarnya, Langsung saja. Raizel dan Diva menggapai satu gelas, yang mereka yakini adalah miliknya.
Karena Raizel dan Diva mencoba menggapai satu gelas yang sama, tanpa disengaja, menyebabkan tangan mereka saling bertumpuk dan menempel satu sama lain.
Raizel berhasil menggenggam gelas, sedangkan tangan Diva justru malah menggenggam punggung telapak tangan Raizel.
Membuat kedua remaja itu tersentak, kemudian dengan cepat saling menoleh kearah satu sama lain.
Diva memandang mata Raizel dan Raizel memandang mata Diva.
Diam tanpa kata, tanpa mengucapkan apapun.Setelah menyadari, akan apa yang sedang ia lakukan.
Secara cepat, Diva menarik tanggannya yang sedari tadi terus saja menggenggam punggung tangan Raizel."Ekhem ... maaf, gue nggak lihat" ucapnya sambil menunduk .
"Oh, iya ... nggak pa-pa" balas Raizel, kemudian meminum Milkshake favoritnya menggunakan sedotan.
Lagi dan terus lagi, hatinya benar-benar bahagia. Bisa bersentuhan secara langsung bersama pria yang ia sukai, membuatnya ingin pingsan dimabuk cinta.
Begitupun Raizel, ia justru berharap Diva menyentuhnya lebih lama lagi.
Namun, Raizel yang sudah ahli menyembunyikan perasaan, terlihat seperti tidak menunjukan reaksi apapun.Tidak terasa, waktu terus berjalan maju.
Langit yang tadinya berwarna orange kini telah berubah berwarna hitam. Sudah pukul 19.26 malam, tapi hujan masih belum saja berhenti.Guyuran hujan pada malam itu, menciptakan suasana nyaman pada setiap pribadi, termasuk Raizel.Kenyamanan Di kafe itu membuat matanya mengantuk.
Pasalnya, ia tidak cukup tidur saat di rumah Egy maupun di rumahnya sendiri.
Sekitar pukul 21.13
Suara hujan kala itu sudah tidak terdengar lagi.Karena hujan telah reda, Raizel dan temannya memutuskan untuk mengakhiri kebersamaan mereka di kafe itu, dan berniat bertemu kembali esok pagi.Di halte bus depan toko buku, sesuai kesepakatan bersama.Yah seperti biasanya.
Mereka pulang berlawanan arah.
Raizel, Egy, dan Vano harus pulang berpisah dari kekasih hatinya.Saat berjalan pulang, ketika mereka asik mengobrolkan beberapa hal, kala itu juga. Mereka bertiga telah sampai pada satu pohon Belimbing, di sebrang jalan.
Mata Raizel melihat sosok perempuan berambut panjang berbaju putih, rambutnya menutupi semua keseluruhan wajahnya.
Tengah diam berdiri melayang.Akan tetapi, setelah melewati pohon tersebut tiba-tiba, ada batu yang jatuh menimpa kepala Vano. Entah dari mana asalnya dan siapa yang melemparnya.
"Aduh ... sakit banget!" Rintih Vano seraya memegang bagian kepalanya, tepat di bekas batu itu mendarat.
Dalam posisi kaki mereka yang masih tetap berjalan, Raizel bertanya.
"Kenapa ...?""Nggak tau nih, kayaknya ada yang jatuh ke kepala gue barusan," jawabnya.
"Perasaan lo kali, kejatuhan apa coba? Orang nggak ada apa-apa di atas kepala kita. Pohon juga nggak ada." Sangkal Egy.
Jalanan yang mereka lewati memang tidak ada pohon lagi, selain pohon belimbing dan pohon kecil penghias sisi jalanan.
Lalu, sambil terus berjalan. Vano yang merasa bahwa itu bukan sekedar perasaannya, terdiam memikirkan apa yang barusan menimpa ubun-ubunnya.
Raizel memutar kepalanya.
Ke depan, ke belakang, ke kanan, dan ke kiri.Dia mencoba mencari, apakah memang ada orang yang sengaja melempar batu ke arah Vano.Namun hasilnya nihil.
Ia sama sekali tidak melihat apapun.Tidak lama setelah Vano, satu batu kerikil juga menjatuhi kepala Raizel.
"Eh!" ucapnya berhenti menahan langkah, kemudian menyentuh bagian kepalanya yang sakit, karena batu.
Bersamaan dengan itu, batu kerikil yang diduga menghantam kepalanya. Terjatuh menggelinding tepat di depan sepatunya.
Raizel memungut batu kerikil tersebut, Vano dan Egy yang tadinya berjalan bersamanya, tentu ikut terhenti mengamati Raizel.
"Rai ... kenapa?"
Kini Vano yang berganti bertanya."Kepala gue juga ada yang nipuk, nih" ungkapnya, sambil menunjukan satu batu kerikil yang ia ambil, kepada Egy dan Vano.
"Berarti tadi itu emang bener!
bukan cuma perasaan gue aja, buktinya ... lo juga kena" ujar VanoEgy merasa. Ini seperti ada seseorang yang sengaja melempar batu kerikil pada kedua temannya itu, ia juga memutar kepalanya mengamati ke arah sekeliling mereka. Namun, Egy juga tidak menemukan apapun.
Mereka memutuskan untuk malanjutkan perjalanan pulang, mencoba menghiraukan apa yang telah terjadi.
Tapi, lagi-lagi indra penciuman Raizel menangkap aroma yang pernah ia kenal sebelumnya.
Ya, aroma busuk, Raizel merasa pernah merasakan aroma khas itu.
Jika orang lain mencium, mungkin bukan aroma busuk yang terhirup, melainkan aroma singkong bakar.
Mata Raizel yang memperhatikan kaki bersepatunya melangkah bersampingan dengan Egy dan Vano.
Terus berusaha mengingat, bau dari aroma apa yang menusuk hidungnya.Tiba-tiba, Raizel berhenti.
Matanya membelalak dalam diam, Egy dan Vano untuk kesekian kalinya ikut berhenti.Vano mengangkat sebelah alisnya lalu bertanya kepada Raizel.
"Rai ... kenapa lagi?" celetuk Vano."Bentar bentar ...," jawab Raizel.
Raizel sudah mulai mengingat asal dari aroma busuk apa yang mengikuti mereka bertiga.
Ternyata, bau busuk yang mengganggu indra penciumannya setelah melewati pohon belimbing, berasal dari sosok mahluk hitam bertanduk dan berbulu yang sering disebut 'Genderuwo'.
Menyadari bahwa yang menganggunya adalah sosok yang kemarin membuatnya tidak sadarkan diri, Raizel sama sekali tidak berniat untuk menoleh lagi ke arah belakang.
Dia tetap berjalan santai bersama Egy dan Vano, bersikap netral tanpa memperlihatkan dirinya yang tengah menahan merinding.
Genderuwo itu mengerti, bahwa Raizel sebenarnya sudah mengetahui akan kedatangannya, dan merasa kesal karena diacuhkan.
Tiba-tiba.
Grebb!
Tangannya yang berbulu hitam dan tebal melingkar memeluk tubuh Raizel, dari belakang.
Raizel kembali berhenti.
Bisa dibayangkan, bagaimana rasa takutnya. Dipeluk oleh mahluk astral memang fenomena pengalaman yang langka.Raizel bernafas terengah-engah, karena syok.
"Hah ... hah ... haah!" Jantungnya seperti akan berhenti berdetak.Seketika bulu kuduknya semua bergindik.
Baru kali ini, ia mengalami dipeluk oleh Genderuwo."Van ... Gy ...!"
Niat Raizel memanggil Egy dan Vano adalah untuk berpura-pura meminta tolong, supaya mereka bisa menariknya dari pelukan si Genderuwo.
Vano dan Egy yang telat menyadari Raizel terhenti, kemudian membalik tubuh mereka ke arah Raizel.
"Loh Rai, lo kenapa berhenti la-]"
Setelah mereka berbalik, Egy tidak mampu meneruskan ucapannya.
Mata kedua remaja itu terbuka lebar.
Mulutnya sedikit menganga.Karena terkejut mendapati Sosok hitam di belakang Raizel.Raizel yang masih diam dalam dekapan Genderuwo tersebut, menyaksikan respon kedua temannya itu.
Seakan seperti mereka bisa melihat sosok mahluk yang ada di belakang tubuhnya."Rrr-rraii ...." Panggil Egy bergemetar.
"Ra-ra-raai ... itt-it-ittuu ya-yang mel-melluk lo, Apa'aann?" tanya Vano dengan takut, dan terbata-bata, sembari menunjuk ke arah Raizel.
Oh, ternyata Genderuwo ini sengaja memperlihatkan wujud aslinya kepada Egy dan Vano.
Dengan sengaja, supaya membuat wujudnya tidak hanya bisa oleh dilihat Raizel, tapi agar bisa dilihat juga oleh Vano dan Egy.Mata Egy dan Vano terus saja menatap fokus kearah genderuwo yang masih memeluk Raizel, bagi mereka. Itulah pertama kalinya bisa melihat mahluk halus secara langsung.
Dengan posisi tubuhnya yang masih dalam dekapan mahluk astral itu.
Raizel berusaha melawan rasa takut.Karena, jika dia terus saja terlena akan perasaan takutnya, maka dia pastikan tidak akan bisa membantu Egy menemukan kebenaran tentang Ega.
Kemudian, Raizel mengesampingkan wajahnya. Mencoba melirik paras si Genderuwo, meskipun ia sudah melakukan hal itu, matanya hanya bisa melihat setengah wajah dari si mahluk hitam tersebut.
Raizel memberanikan diri, untuk bertanya kepada Genderuwo yang terus diam di belakang tubuhnya.
"Apa maumu? Apa kamu ingin aku?"Raizel mengira, mahluk tersebut tidak akan menjawab, seperti ia bertanya pada Ega malam itu.
Akan tetapi, ternyata sang mahluk astral ini, justru memberikan jawabannya."Grrrrrrrrrr." Si genderuwo menjawab dengan menggeram yang memberikan jawab iya padanya."Kalo gitu, kamu cukup bawa aku." kata Raizel "dan biarkan temanku pulang." Lanjutnya memberikan penawaran.
Vano dan Egy mendengar ucapan Raizel, mereka yang semulanya takut. Kini berubah marah.
Mereka berdua tidak setuju, pada keputusan Raizel."Lo ngomong apa Rai!?" seru Egy.
"Iya ... maksud lo apa? lo nawarin dia buat bawa lo pergi, terus ngebiarin kita pulang? Gue nggak setuju!" bantah Vano.
Mendengar perkataan Egy Dan Vano, itu membuat Raizel panik, ia khawatir jika mereka telah menyinggung sosok mahluk hitam berbulu, yang masih memeluk tubuhnya.
"Guys. Tolong, kalian pulang ... gue janji, setelah lo berdua sampe rumah ... gue juga pasti pulang." Pinta Raizel memohon.
"Nggak!" hardik Egy "lo gila? gue nggak akan ngebiarin dia bawa lo!" tambahnya.
Sedangkan Vano. Ia menatap tajam Raizel, memberikan arti bahwa ia setuju dengan perkataan Egy.
Tiba-tiba, angin berhembus lumayan kencang.
Tidak lama setelahnya, datanglah dari arah yang berbeda, tepatnya di belakang Vano dan Egy, muncul sosok wanita memakai daster penuh darah, membawa kain merah yang sepertinya warna merah itu juga adalah darah. Berjalan mendekati Vano dan Egy.
'Sial ... sekarang apa lagi ini!' umpat Raizel didalam hati.
"Hey! Van! Gy! Awas di belakang kalian!" teriak Raizel.
Egy dan Vano yang awalnya tidak menyadari kehadiran sosok wanita tersebut, setelah Raizel berteriak memberikan peringatan,
Dengan cepat, mereka menoleh ke arah belakang.Kini posisi mereka seakan seperti sedang dikepung. Vano dan Egy bisa saja lari untuk menyelamatkan diri, tapi tidak dengan Raizel.
Karena itulah. Meskipun tubuh mereka sudah memberikan sinyal takut, tapi hati mereka membisikan, 'Harus tetap berani'.
Berlari dan meninggalkan Raizel, itu sangat tidak mungkin bagi mereka berdua.Sosok wanita berdaster. Yang membawa kain berlumuran darah itu terus saja mendekat, Egy dan Vano tentu melangkah mundur, masih mencoba untuk menjauh darinya.Tetesan darah nampak berjatuhan seperti pakaian cuci yang belum diperas, menetes membuat jejak titik di atas jalanan aspal di setiap langkahnya.Lalu ....'Turuti permintaannya, maka aku akan melepaskanmu.'Bisikan serak dan samar, muncul begitu saja masuk ke dalam telinga Raizel.Dan sepertinya yang membisikannya itu adalah, Genderuwo yang ada di balik tubuhnya.'Jadi ... Dia minta gue menuruti keinginan, si Hantu wanita ini?' batin Raizel."Gy ... Vano ... menyingkir!" seru Raizel.Memerintahkan Egy, dan Vano untuk menghindar dari sosok wanita yang masih saja terus menghampiri.Egy dan Vano mendengarkan perkataan Raizel, mereka yang awalnya terus berjalan mundur di hadapan Raizel, kini memilih menepi ke sisi jalan.Dan. Sosok wanita itu tent
"Kakek? Kakek siapa?" tanya Raizel.Namun yang ditanya tidak menjawab, dia justru balik bertanya."Cu ... Kenapa kamu menangis?""Nggak kenapa-napa, Kek.""Kakek tau jelas, kalau kamu menangis, kenapa?""Nggak kenapa-napa, Kek. Saya hanya merasa menderita," jawab Raizel memalingkan matanya ke samping, menyembunyikan manik matanya yang menahan tangis.Lalu, kakek itu berkata."Cu ... kelebihanmu memang langka, dan kamu ditakdirkan untuk memilikinya.Jangan sesekali kamu merasa takut, karena sampai kapanpun selama kamu masih hidup. Kamu akan tetap melihat mereka."Setelah Raizel mendengarnya, matanya membulat, menatap orang tua itu tanpa kedip, pikirnya kenapa Kakek ini bisa tahu apa yang sedang dialaminya?"Kakek tau apa yang saya alami? Dan, Kakek tau dari mana?" tanya Raizel penasaran."Kakek tahu. Jadi, mulai sekarang ....Lawan rasa takutmu, biasakan dirimu untuk tidak taku
Ac yang sejuk, dan hanya mendengar suara mesin bus melaju.Raizel melirik semua temannya yang telah tidur, termasuk Vano, ia memutuskan untuk ikut terlelap juga.Nyaman, dia tertidur sangat lama.Mungkin ada beberapa jam, hingga sampai kondektur bus'pun membangunkan Egy.Tanpa disengaja, suara kondektur bus itu juga membuat Raizel terbangun."Mas ... Mas ... udah sampe" ucapnya."Udah ya, Pak?" Egy terbangun dengan lesu."Iya Mas, udah sampe" jawabnya mengulangi kata.Mereka bergegas turun dari bus, setelah berada di luar, Egy bertanya kepada kondektur tersebut."Pak, kalo mau ke alamat desa 'Bagaharuni' ini, naik bus apa lagi ya?"Ternyata desa tempat ayah Egy tinggal adalah desa Bagaharuni."Oh, kalian mau kesana?" jawab kondektur bus dengan ramah."Nanti kalian naik bus Efensi, yang warnanya kuning tapi ini baru jam 1 siang, bus itu ada sekitar jam empat sore?
Caca melirik jam pada handphonenya. Jam menunjukan pukul 15.02Tidak terasa ternyata waktu membagikan es dawet sudah memakan waktu cukup lama."Pak, ini udah jam tiga Pak, ayo kita siap- siap" ajak Caca.Sontak Raizel, Egy dan yang lainpun melirik jam yang ada di handphone mereka, ada juga yang melirik pada jam tangan. Dan memang benar sudah jam tiga lebih beberapa menit.Saleh langsung berjalan agak cepat, karena wadah dawet dan yang lainnya sudah habis, paling hanya tersisa gula dan es batu. Itu pun tinggal sedikit lagi, membuatnya lebih ringan. Memudahkan Saleh memikul wadah jualannya, sehingga Saleh bisa berjalan lebih cepat dari sebelumnya.Ternyata memang benar, kosan Saleh memang dekat dengan Masjid. Mungkin hanya butuh waktu tiga manit berjalan dari Masjid.Kosan Saleh begitu kecil, itu karena memang Saleh tinggal sendirian.Karena itu, mereka memutuskan untuk menunggu Saleh bersiap di luar ko
Raizel menatap jam yang tertera di atas wallpeper ponselnya, jamnya menunjukan pukul 19.16.Ya. Belum terlalu malam, dan harusnya jalanan masih ramai kendaraan, tapi saat ia mengintip keluar kaca. Tak ada satu pun kendaraan yang lewat.Untuk memastikan dugaanya, Raizel mencoba bertanya pada Vano."Van ... ngomong-ngomong ini busnya kok kotor dan hancur banget ya?" bisiknya.Raizel sengaja mengatakan itu, ia benar-benar ingin mengetes jawaban Vano, sependapat atau tidak dengannya.Namun, jawaban Vano begitu mengejutkan Raizel."Huus! Jangan ngomong gitu Rai .... Nggak sopan, orang bus rapih kaya gini dibilang hancur" balas Vano berbisik."Apa lo bilang?" ujar Raizel tidak percaya akan apa yang didengarnya."Gue bilang, lo jangan ngomong kaya gitu. Nggak sopan, bus rapih kaya gini dibilang kotor dan hancur ... gimana sih Rai, hadeuuh?" balas Vano memperjelas.Raizel benar-benar tercengang me
Di gelapnya malam yang gulita. Raizel dan teman-temannya berjalan keluar dari rerumputan untuk menuju jalanan aspal. Saat mereka sudah sampai. Angin menyapu helaian rambut, mengusap sejuk leher dan kening mereka yang gerah, membuat panas di dalam tubuh menjadi normal kembali. Ternyata, mereka sudah sampai pada Desa Bagaharuni. Yang di mana itu adalah desa tujuan mereka sebenarnya. "Pak, ini kita masih jauh nggak?" tanya Egy sembari mengusap-ngusap celana levisnya karena kotor. "Enggak , Den. Beruntungnya kita udah sampe ... itu lihat." Saleh menujuk ke arah warung dekat lapangan. Lumayan jauh dari jarak mereka berdiri, namun karena mereka yang ada di posisi gelap, menjadi cukup jelas untuk melihat ke arah yang terang.Di sana, nampak sekali banyak pemuda-pemuda dan anak-anak tengah bermain bola di lapangan depan warung tersebut. Tidak kurang juga, ada banyak orang-orang dewasa yang nongkrong di situ untuk
"Pak, boleh saya tegur nggak anak-anak itu?" ijin Raizel terus fokus memperhatikan anak-anak yang terus membaca mantra terlarang di sana."Boleh, Den. Silahkan" jawab Talam.Raizel sudah mengumpulkan niat untuk menemui anak-anak itu, yang berarti dia juga akan bersiap bercampur bersama banyaknya mahluk astral yang ada di lapangan.Saat Raizel akan mengambil langkah pertamanya untuk menghampiri mereka. Bersama dengan itu, sebuah bola melayang dan tepat mengenai mainan Jalangkung mereka. Karena hal itu juga, mereka berhenti membaca mantra."Kak! Hati-hati dong! Kita kan lagi mainan" protes salah satu anak laki-laki berumur 15 tahun yang bernama Bondan, tidak senang karena mainannya terhantam oleh bola."Maaf Kakak nggak sengaja .... Kalian pindah aja mainnya, di deket warung tuh biar nggak kena lagi" jawab remaja laki-laki yang berumur 19 tahun bernama Andri.Anak-anak itu menuruti saran dari Andri untuk berpindah tempat be
Dalam jatuhnya, Raizel masih terdiam membiarkan Haikal meremehkannya."Mana coba? Mana? Suruh dia mukul aku lagi ... dan kamu harus inget, kalo dia nggak mukul aku, kamu yang bakal aku pukul!" gertak Haikal pada Raizel.Tak butuh waktu lama, Raizel pun bangun dari posisi terjatuhnya, lalu matanya menatap tajam pada Haikal yang terus saja tersenyum sinis meremehkan.Raizel juga ingin meninju dan memukul wajahnya yang menyebalkan itu, tapi ia masih berusaha menahan rasa kesal karena dirinya masih menghormati Saleh.Bagaimanapun juga, dia memang pendatang.Juga mengingat niat awal mereka datang ke sana adalah karena Ega."Aku hitung sampe tiga, kalo dalam hitungan ketiga nggak ada pukulan apapun hahaha ... kamu siap-siap aja deh!" oceh Haikal lagi.Bersamaan dengan itu, memang Kuntilanak berseragam SMA itu masih ada di sana, di dekat Haikal. Namun, entah dia akan memukul Haikal lagi atau
2 jam lagi, acara pernikahan gue sama Cindy dimulai. Gue cuma berharap, semoga acara dan segala urusan hari ini berjalan lancar. Gue emang udah niat lama, pengen cepet-cepet nikah sama Cindy. Karena, gue nggak mau sampai harus jauh dari dia. Awal mula gue suka dia, karena dia minta ditemenin beli baju.Waktu itu, gue belum punya perasaan apa-apa sama dia.Alias masih biasa aja, dan masih nganggep Cindy itu cuma sebatas sahabat nggak lebih. Saat perjalanan pulang, gue mau anterin dia pulang. Karena udah terlalu sore, dan masa iya gue ngebiarin sahabat cewek gue pulang sendiri. Jadi, gue nawarin diri buat anter dia pulang. Namun, malah dia nggak mau gue anter. Alasannya, katanya itu nggak adil. "Gue nggak mau lo anter pulang.Itu nggak adil, masa iya gue pulang bareng elo ....Dan habis itu, lo pulang sendiri ....Mending kita pulang sendiri-sendiri aja." Dia ngomong kaya gitu, gu
Pada saat itu, gue dan Raizel, juga Vano baru aja masuk SMA.Kita masih umur 16 tahun.Kita membuat geng yang cuma 6 orang, gue, Raizel, Vano, Cindy, Caca dan Diva.Awalnya kita ngebuat geng atau persahabatan ini, karena kita sudah merasa cocok aja.Cocok dalam berbagai hal.Hingga sampai gue punya perasaan ke salah satu sahabat gue sendiri, gue bisa suka dia.Karena ... dia itu ....Susah juga gue jelasinnya.Intinya gue suka aja.Gue beraniin diri buat nembak dia jadi pacar gue, dan akhirnya gue diterima. Jadilah persahabatan kita, menjadi sebuah ikatan pacar.Tetapi meskipun begitu, kebersamaan kita masih tetap terjaga. Karena bagi kita semua, pacar bukan alasan buat ninggalin tali persahabatan, dan kenyamanan pertemanan.Banyak masalah, pengalaman dan hal yang udah gue alami selama ini. Sampe, gue harus mati-matian. Nyari tau penyebab, kenapa Ega bisa meninggal.Ega, A
Pov. Reza. Setelah acara 7 hari Ega dan Kak Ajeng. Aku masih tidak tau, siapa yang sudah membunuh Kakakku. Meskipun nanti aku tau, aku cuma ingin menanyakan alasan apa, sampai dia membunuh Kakakku?Hanya ingin bertanya saja. Jikapun dia menjawab, dan menjelaskan apa alasannya.In Sya Allah, aku bisa memaafkannya. Juga, aku baru tau. Ternyata, Kak Ajeng, dan Kak Haikal saling mencintai dulunya. Aku sudah menerima kenyataan, bahwa Kakakku pergi. Aku sudah ikhlas, karena mungkin ini takdir. Meskipun aku sangat menyayangi Kakakku. Tapi jika Allah, saja sudah merindukan dia. Aku bisa apa?selain ikhlas dan menerima. Dia adalah perempuan yang selalu menyayangiku setelah ibu meninggal. Dia adalah Kakakku yang selalu memanjakanku, menghiburku kala aku merindukan Ibu. Dan sekarang, dia juga pergi menyusul Ibu. Awalnya, aku pikir. Aku tidak akan bisa menerima kenyataan pahit ini. Tidak bi
"Uuh ... nyamannya, nggak kerasa gue udah pergi 3 minggu dari rumah ....Padahal cuma 3 minggu, tapi rasanya kaya 3 tahun.Soalnya , banyak banget pengalaman yang udah gue lalui di sana," gumam Raizel, sambil terlentang.Tiba-tiba ....Tok! Tok! Tok!Suara pintu diketuk, tentu Raizel bangun untuk membukanya,"Den ...." Ternyata itu adalah Isum.Ia berdiri dihadapan Raizel dengan keadaan yang sudah berlinangan air mata.Raizel yang melihat Isum berdiri di depan pintu kamarnya seperti itu pun tersenyum, Raizel senang bisa melihat Isum lagi."Bi?"Mareka melepas rindu, Raizel memeluk Isum dan Isum terisak di pelukan Raizel. Isum bahagia, karena Raizel sudah kembali."Den, Bibi ... kangen."****Setelah Isum pergi, ia berjalan ke arah cermin. Raizel memandangi pantulan wajahnya.Kemudian menghembuskan nafas panjang."Huuufh ... sungguh keajaiban gue bisa hidup lagi, kalo gue nggak bisa
Haikal menatap Raizel, yang berbicara tanpa menoleh kepadanya. Ia terkejut, setelah Raizel mengatakan bahwa ia tahu semua alasan mengapa ia melakukan itu."Maksud kamu?" tanya Haikal, tidak sabar mendengar jawaban dari Raizel."Iya ... harusnya, kalo lo beneran cinta sama dia ... lo ngelindungi dia, bukan malah ...." Raizel menggantungkan kata-katanya, membuat Haikal tidak tenang."Bukan malah lo nurutin keinginan Ayah sama Paman elo, yang sebenernya lo tau itu salah," lanjut Raizel masih fokus ke depan, tidak melihat ke arah Haikal yang sedari tadi. Memantapkan padangan padanya.Deg!Jantung Haikal sejenak berhenti berdetak, ternyata tebakannya benar. Raizel sudah tahu, jika dia yang telah membunuh pacarnya sendiri. Haikal menunduk, ia malu, sedih, dan menyesal.Melihat Haikal tertunduk, Raizel melirik dan kemudian menoleh padanya."Ini buat pengalaman, suatu saat nanti ... kalo lo punya seseorang di hati
🌸🌸Pov. Raizel.Ketika tubuh ini merasa lelah ...Ketika gue akan ikhlas untuk pergi, meninggalkan semuanya ....Di saat itu ....Gue pikir itu yang terbaik ....Tetapi, ternyata gue salah.Hati gue ternyata belum siap.Meninggalkan semua orang yang gue sayangi.Meninggalkan seseorang yang gue cintai.Gue bersyukur.Karena Tuhan ngasih gue satu kesempatan lagi.Ketika mata gue bisa lihat dunia lagi.Perasaan bahagia, nggak bisa gue pungkiri.Terimakasih Tuhan ....Terima kasih ....Pov selesai🌸🌸🌸🌸Mata yang terpejam.Kini kembali perlahan mengerjap lagi.Perlahan, Raizel kembali membuka matanya.Raizel terbaring, di atas rumput hijau.Beberapa tetes air mata, menetes jatuh tepat di atas pipinya.Itu adalah air mata Diva.Ia tersenyum, karena Tuhan telah memberikan satu kesempatan lagi.Saat mata Raizel
Pagi yang sejuk, mentari masih belum juga menunjukan cahayanya yang sempurna.Hanya sedikit cahaya pagi yang membuat dunia tidak terlalu gelap saat ini.Musuh telah kalah.Tujuan telah tercapai.Misi hampir selesai.Diva, Caca, Cindy, Hasna, Winda, Egy, Vano, Haikal, Andri, dan Reza juga Gunawan.Masih setia menunggu sang 'Indigo' membuka matanya.Gunawan berjalan pelan, ke arah Raizel yang masih terbaring.Mata Gunawan menatap fokus, pada tubuh remaja yang masih memakai baju pengantinGunawan sudah tau semua yang telah terjadi, termasuk tentang Raizel yang dipaksa menikah.Setelah ia sudah berdiri tepat di samping Raizel, Gunawan berlutut. Mengusap lembut pipi Raizel lalu memeluknya.Memejamkan mata, Gunawan membelai sayang kepala Raizeldan berkata."Terimakasih Raizel, udah cukup kamu tidurnya ....Ayo bangun, kita semua khawatir khawatir sama kamu."Semua pasang mata di
Tap ... Tap ... Tap ...Suara derap langkah kaki, mendekati tubuh Raizel dan Diva yang sudah tak sadarkan diri.Laki- laki itu menyeringai puas, melihat momen yang menurutnya sangat enak untuk ditonton."Hahahaha ...!" Daweh berkacak pinggang dan tertawa puas.Padahal sebentar lagi, gudang akan runtuh karena api sudah kembali membesar dan merambat ke atas atap.Tapi dia seolah tidak memerdulikannya."Ini karena kamu sudah menghancurkan segalanya ....Lebih baik, kalian mati bersama."Daweh mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya, yang memegang benda pusaka sebuah keris berwarna hitam, ukurannya juga lebih besar dari keris perak yang dipegang Raizel sebelumnya.Siap untuk menghunuskan ujung keris yang lancip pada Raizel dan Diva. Namun, saat Daweh meluncurkan ujung keris itu.Tiba-tiba saja, kilatan putih langsung menyambar tubuhnya.Braaakk!!Tubuh Daweh terpent
Di sebuah tempat, tapi tidak jauh dari lokasi rumah Daweh.Tampak dua orang sudah menyusun segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mereka.Telah disiapkan beberapa lilin siap untuk dinyalakan, yang berjejer membentuk sebuah bintang, juga ada bunga 7 rupa, kelapa muda yang sudah dibuka, jangan lupakan 2 buah foto seseorang, ditangan Hendrik."Kang ... semuanya sudah siap," kata Hendrik, selesai menyusun semuanya."Iya ... tapi anehnya, kenapa batu mawar kencana ini belum nyala juga, ya? Harusnya, 4 orang tumbal udah cukup buat batu ini menyala" 4 tumbal yang dimaksud adalah, Haikal, Hasna, Raizel dan Diva.Daweh memandangi batu akik kecil, berwarna merah mengkilat.Di dalam batu itu, terukir sebuah bentuk bunga yang persis seperti bunga mawar."Kita harusnya tinggal, menambahkan sisanya, kan? Kang? 3 orang lagi untuk menutup mantranya?" tanya Hendrik, melihat kearah Daweh yang masih menunggu batu merah