"Kakek? Kakek siapa?" tanya Raizel.
Namun yang ditanya tidak menjawab, dia justru balik bertanya.
"Cu ... Kenapa kamu menangis?""Nggak kenapa-napa, Kek."
"Kakek tau jelas, kalau kamu menangis, kenapa?"
"Nggak kenapa-napa, Kek. Saya hanya merasa menderita," jawab Raizel memalingkan matanya ke samping, menyembunyikan manik matanya yang menahan tangis.
Lalu, kakek itu berkata.
"Cu ... kelebihanmu memang langka, dan kamu ditakdirkan untuk memilikinya.Jangan sesekali kamu merasa takut, karena sampai kapanpun selama kamu masih hidup. Kamu akan tetap melihat mereka."Setelah Raizel mendengarnya, matanya membulat, menatap orang tua itu tanpa kedip, pikirnya kenapa Kakek ini bisa tahu apa yang sedang dialaminya?
"Kakek tau apa yang saya alami? Dan, Kakek tau dari mana?" tanya Raizel penasaran.
"Kakek tahu. Jadi, mulai sekarang ....
Lawan rasa takutmu, biasakan dirimu untuk tidak takut setiap kamu melihatnya," pesan kakek tersebut.Raizel menunduk kembali dengan lemas, mencoba meresapi apa yang kakek itu bicarakan.
"Kamu harus percaya, dirimu lebih kuat dari rasa takut yang menyiksamu."
Raizel mulai mengangkat kepalanya.
"Tapi kek ... gimana caranya?"Namun. Kakek itu sudah menghilang.
Ia mencari dan memanggil sosok orang tua itu, tapi. Tidak bisa menemukannya.Raizel terdiam, mencoba untuk berfikir apakah yang ia lihat hanyalah sebatas imajinasi, atau memang nyata?
Entahlah, mau itu nyata atau bukan. Raizel rasa Kakek itu baik, ia menasehati dan memberinya semangat.
Dia sedikit lebih tenang setelah bertemu dengan sosok Kakek itu.Raizel berjalan, meneruskan tujuannya untuk pulang. Meskipun masih banyak yang berseliweran di samping, di depan, atas, dan belakangnya, tidak tahu mengapa.
Tapi kini ia merasa tidak terlalu takut.Walaupun masih seperti biasa, Raizel harus berusaha, untuk berpura-pura tidak melihat mereka semua.Beberapa saat, ia sampai di rumah.
Sarah dan David—Orang tua Raizel tentu saja sudah tidur, jadi yang membukakan pintu, adalah asisten rumah mereka, Isum."Den ... larut sekali pulangnya? tanya Isum.
"Iya, Bi," jawabnya, sambil berjalan masuk dan melewati Isum yang berada di samping pintu.
Isum menyadari jaket bagian tangan dan bahu, juga bulu mata Raizel yang basah, ditambah mata Raizel yang sedikit sembab. Sudah pasti Isum tahu Raizel menangis.
Lalu Isum sedikit berjalan cepat mengikuti Raizel yang akan naik ke kamarnya.
"Den ... Aden nangis ya? Kenapa?" Tanyanya dengan pancaran wajah sedih.
Raizel membalik tubuhnya, menghadap Isum yang lebih pendek darinya.
Ya. Isum, selain menjadi asisten rumah tangga mereka, dia juga adalah pengasuh Raizel dari kecil.Raizel sendiri. Juga sudah menganggap Isum sebagai Ibu kedua dari ibu kandungnya Sarah, Isum tau. Jika ia menangis, pasti akan menghapus airmatanya dengan baju dibagian bahu atau lengan.
Sudah menjadi kebiasaan, dan tidak mungkin Raizel menjawab tidak, karena pasti Isum akan tahu ia berbohong.
"Iya, Bi. Tapi tolong, jangan bilang sama Bunnda dan Ayah, ya," ucap Raizel memohon.
"Iya, Den ...."
Isum yang lebih pendek dari Raizel, berusaha mengelus pundaknya.
Ia tersenyum karena Raizel, berkata jujur.Sarah dan David, sering meninggalkan Raizel divrumah, mereka meninggalkannya bukan untuk hal yang tidak penting, tapi mereka bekerja siang dan malam. Raizel tidak menyalahkan mereka, justru ia bersyukur.
Setiap pulang kerja, yang pertama dicari dan ditanyakan oleh Sarah dan David adalah anaknya, Raizel.
Karena hal itu juga, jika Raizel menangis saat kecil, Yang sering menghiburnya dan menenangkannya adalah Isum.
Isum juga mempunyai anak laki-laki, ia seumuran dengan Raizel. Karena itu juga saat Isum jauh dari anaknya di kampung, ia menganggap Raizel seperti putranya.
Sarah dan David, tentu tidak keberatan dengan itu, mereka justru menjadi tenang jika tidak di rumah. Karena percaya, Isum bisa menjaga Raizel dengan baik.
"Bi ....
Aku masuk dulu ya" pamit Raizel."Iya, Den."
Raizel berjalan menaiki tangga ke kamar. Saat sudah di kamar, ia bantingkan tubuhnya ke kasur springbadnya dengan posisi terlentang.
Dia memikirkan perkataan Kakek tadi yang ia temui. Karena dia, Raizel mulai merasa sedikit bisa menghiraukan rasa takutnya.
Tubuhnya lemas karena kelelahan. Dan tanpa ia sadari, dia mulai terlelap dalam mimpi.
Malam yang singkat sudah berlalu, sinar matahari mulai menyilaukan mata.
Raizel mulai menyadari bahwa hari sudah pagi, secara cepat ia teringat akan janjinya bersama teman-temannya, untuk saling berkumpul di depan halte bus.Tanpa pikir panjang, Raizel beranjak dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi.
Selesai mandi, ia bercermin untuk memakai crem wajah dan sunblok. Namun, yang begitu mengejutkannya ada titik kecil berwarna biru kristal yang terletak di antara kedua alisnya.
Ukurannya kecil, seperti tahi lalat. Sebenarnya tidak terlalu kecil, bila ada orang yang melihat wajahnya, maka ia pasti akan melihat tanda titik itu.
Raizel, mencoba menghilangkannya dengan berusaha menggosok kasar.
Namun, titik itu tidak hilang.Karena tidak ada waktu untuk mengurusi hal kecil seperti itu, ia langsung berkemas, memasukan beberapa pakaian, sabun, cream wajah, sunblok, lotion, dan parfum kedalam tasnya.
Raizel memang laki-laki, tapi remaja pria seumuran mereka juga memakai skincare untuk tetap menjaga kulit. Ya. Walau sedikit lebih baik dari pada tidak, bahkan tidak ada seperempatnya skincare milik Diva, Caca dan Cindy.
Ia berpakaian bersiap secepat mungkin. Jam menunjukan pukul 08.37, apakah ia akan sempat atau tidak, mungkin Raizel akan terlambat.
Setelah semuanya siap, dia meraih tasnya dan berlari menuruni tangga untuk menemui orang tuanya.
"Ayah ... Bunda, aku berangkat dulu ya" pamit Raizel.
"Nak, uang sakunya udah ayah tranfer ke rekening kamu ya" kata David.
"Iya, Ayah, makasih."
Lalu, Raizel meminum setengah jus jambu milik Sarah, yang ada di meja makan.
"Pelan-pelan, Nak, buru-buru banget." ucap Sarah.
"Bun ... aku harus cepet-cepet! Temenku pasti udah pada nunggu" keluhnya.
"Ayo, Ayah sama Bunda anterin" tawar David.
Tentu Raizel menerimanya, dari pada harus menunggu taksi, mungkin itu akan bertambah lama.
David dan Sarah pergi berjalan menuju garasi, mendahului Raizel.
Saat itu Sarah dan David, akan pergi bekerja. Ya, mereka memang sekertaris dalam suatu perusahaan ternama.
Sembari menunggu ayahnya mengeluarkan mobil dari garasi,
Raizel masih diam duduk di ruang makan, ia berniat menghabiskan jus jambu milik Sarah, yang tadi sudah diminum setengah olehnya.Tiba-tiba, satu tangan menyentuh pundak Raizel. Lumayan mengagetkan, dengan cepat ia menoleh ke arah tangan itu. Dan ternyata itu Isum.
"Bi ...," ucapnya heran, karena Isum menangis.
"Den ... Aden yakin mau pergi?" tanya Isum sambil menangis.
"Bibi tadi pagi nggak sengaja denger nyonya dan tuan ngobrol, kalo Aden mau pergi ke luar kota," jelasnya.
"Iya, Bi, aku bakal pergi dulu. Nanti aku juga pulang lagi" jawab Raizel, mencoba menenangkan Isum.
Lalu, Isum memeluk Raizel. Ia berkata sangat khawatir dan pasti akan merindukannya.
Ia memintanya untuk tidak terlalu lama berada di luar kota, dan tentu Raizel mengiyakan. Akan tetapi, dia masih saja menangis.
"Den, boleh Bibi cium kening Aden?" pintanya dengan penuh harap.
"Boleh, Bi" jawab Raizel tersenyum.
Kemudian. Raizel sedikit membungkuk.
Isum dengan kedua tangannya meraih kepala Raizel, lalu mencium keningnya.Rasanya sama seperti Raizel kecil, menghangatkan hati.
"Terimakasih, Den. Cepet pulang ya" pesannya.
"Iya, Bi. Pasti, tolong titip ayah dan bunda ya, Bi.
Bibi juga jangan lupa jaga diri" balas Raizel berpesan."Pasti, Den."
Setelah itu. Klakson mobil terdengar dari luar halaman depan, orang tua Raizel memberikan isyarat bahwa sudah waktunya untuk berangkat.
Raizel berpamitan kepada Isum, dan ia tersenyum dengan air matanya yang terus saja keluar. Isum tidak rela bahwa Raizel pergi, bersama ransel di belakang tubuhnya, dia melambaikan tangan kepada Isum sambil berjalan keluar.
Secepat mungkin Raizel masuk kedalam mobil, dan duduk di kursi penumpang. Di belakang Ayah dan Bundanya.
Mobil pun melaju, meninggalkan halaman rumah Raizel."Habis pamitan sama Bi Isum ya?" tanya Sarah, sedikit menolehkan kepalanya pada Raizel.
"Iya, Bun."
"Iya, Bi Isum juga pasti sedih banget, buat pertama kalinya ngeliat kamu pergi jauh" tutur David.
"Bunda juga sedih banget tau. Ditinggal kamu, jangan lama-lama ya" imbuh Sarah.
"Iya, Bun. Nanti aku pasti bakal sering-sering telfon kok" jawab Raizel.
"Ini mau dianter kemana?" tanya David.
"Halte bus, depan toko buku. Yah."
"Ooh deket."
**********
Setelah 15 menit perjalanan, akhirnya sampai. Di sana sudah berkumpul semua teman-temannya, dengan wajah lega karena Raizel telah sampai.
Juga. Ransel besar, di masing-masing punggung mereka.Di depan bus yang berhenti, terlihat satu orang kondektur bus menunggu di sana.
"Loh ... katanya cuma sama Egy, kok rame-rame?" tanya Sarah. Matanya melihat kumpulan teman-teman Raizel dari dalam mobil.
"Iya, Bun. Berubah rencana." ujarnya sambil membuka pintu mobil dan keluar.
Sarah membuka kaca mobil.
"Rai, inget hati-hati dan jaga diri baik-baik, sering-sering telfon ya" pesan Sarah."Iya, Bun" jawab Raizel tersenyum.
"Aku pamit ya, Bun, Ayah ....""Iya." Dengan tersenyum mereka menjawab satu kata.
Raizel langsung berlari menghampiri teman-temannya dan masuk ke dalam bus.
Saat sudah melihat anaknya masuk ke dalam bus, David kembali melajukan mobilnya menuju kantor seperti biasa bersama Sarah.
"Ayah, tadi itu di bawah kening Rai apa ya?" tanya Sarah menoleh kearah suaminya yang fokus menyetir.
"Yang di antara kedua alisnya itu?" jawab David, balik bertanya.
"Iya, Yah yang warna biru, biru biru muda bening itu" jelas Sarah sedikit bingung untuk menjelaskan.
"Nggak tau bun, tapi cocok ya sama Rai. Mungkin tato remaja zaman sekarang."
"Bisa jadi ya, Yah."
******
Di dalam bus. Raizel duduk bersampingan dengan Vano.
Caca dengan Egy, dan Cindy dengan Diva.
Bus pun berjalan, Raizel berharap semoga perjalanan ini akan lancar, dan membuahkan hasil.
"Rai. Gila lo, kita pikir tadi lo nggak akan dateng," ucap Vano yang duduk di sebelahnya.
"Sorry, gue tadi bangunnya telat."
"Tapi lo sempet mandi nggak?" tanya Vano lagi sedikit tersenyum ejek.
"Mandi lah! Ngaco nggak mandi" seru Raizel, dan Vano pun tertawa.
Tidak lama setelah mereka mengobrol datang seorang kondektur berseragam khusus, menghampiri Egy untuk menarik pembayaran, dan Egy membayarnya dengan uang skitar 350 ribu.
'Hah! Mahal banget ongkos bus satu orang 350 ribu, ngelebihin ongkos taksi' batin Raizel terheran.
Lalu, setelah kondektur itu memberikan kertas tanda pembayaran pada Egy, ia pergi begitu saja melewatinya dan Vano.
Karena Raizel dan Vano penasaran, mereka memutuskan untuk bertanya langsung pada Egy yang duduk di kursi sebrang, tepat di samping mereka berdua duduk.
"Gy. Kok kita nggak disuruh bayar?" tanya Vano.
"Hehe ... tenang, ongkos berangkat gue yang bayar" jawabnya tersenyum percaya diri.
Namun, Egy tercengang melihat tanda biru di antara alis Raizel.
"Eh ... Rai, sejak kapan lo punya tato?" tanya Egy menatapnya.
Karena itu juga, Vano, Diva, Cindy, Caca, menoleh kearah wajah Raizel dari tempat duduk mereka.
"Di mana?" tanya Vano yang tidak menemukan tato apapun di tangan Raizel.
"Di sini" jawab Egy, mengusap bawah kening di antara kedua alisnya.
"Ohh ... ini, gue juga nggak tau kena apa. Biarin aja lah, asal nggak sakit" jawab Raizel simpel.
"Kok gue tadi nggak sadar ya lo ada tato?" ujar Vano.
"Udah udah, duduk yang bener"
dalih Raizel.Mereka, kembali duduk dengan benar di kursi masing-masing.
Raizel terfokuskan pada pemandangan di luar kaca bus, yang ada tepat di sebelah kirinya.
Seketika. Raizel teringat oleh sosok Kakek berjanggut dan berbaju putih, ia hanya berasumsi.Kemungkinan setelah bertemu dengannya, muncul tanda aneh ini, juga ia mengingat kedua orangtuanya dan Isum.
Raizel sedikit merindukan mereka.
Ia harap, dia akan cepat menyelesaikan urusan ini dan kembali bertemu mereka semua.Ac yang sejuk, dan hanya mendengar suara mesin bus melaju.Raizel melirik semua temannya yang telah tidur, termasuk Vano, ia memutuskan untuk ikut terlelap juga.Nyaman, dia tertidur sangat lama.Mungkin ada beberapa jam, hingga sampai kondektur bus'pun membangunkan Egy.Tanpa disengaja, suara kondektur bus itu juga membuat Raizel terbangun."Mas ... Mas ... udah sampe" ucapnya."Udah ya, Pak?" Egy terbangun dengan lesu."Iya Mas, udah sampe" jawabnya mengulangi kata.Mereka bergegas turun dari bus, setelah berada di luar, Egy bertanya kepada kondektur tersebut."Pak, kalo mau ke alamat desa 'Bagaharuni' ini, naik bus apa lagi ya?"Ternyata desa tempat ayah Egy tinggal adalah desa Bagaharuni."Oh, kalian mau kesana?" jawab kondektur bus dengan ramah."Nanti kalian naik bus Efensi, yang warnanya kuning tapi ini baru jam 1 siang, bus itu ada sekitar jam empat sore?
Caca melirik jam pada handphonenya. Jam menunjukan pukul 15.02Tidak terasa ternyata waktu membagikan es dawet sudah memakan waktu cukup lama."Pak, ini udah jam tiga Pak, ayo kita siap- siap" ajak Caca.Sontak Raizel, Egy dan yang lainpun melirik jam yang ada di handphone mereka, ada juga yang melirik pada jam tangan. Dan memang benar sudah jam tiga lebih beberapa menit.Saleh langsung berjalan agak cepat, karena wadah dawet dan yang lainnya sudah habis, paling hanya tersisa gula dan es batu. Itu pun tinggal sedikit lagi, membuatnya lebih ringan. Memudahkan Saleh memikul wadah jualannya, sehingga Saleh bisa berjalan lebih cepat dari sebelumnya.Ternyata memang benar, kosan Saleh memang dekat dengan Masjid. Mungkin hanya butuh waktu tiga manit berjalan dari Masjid.Kosan Saleh begitu kecil, itu karena memang Saleh tinggal sendirian.Karena itu, mereka memutuskan untuk menunggu Saleh bersiap di luar ko
Raizel menatap jam yang tertera di atas wallpeper ponselnya, jamnya menunjukan pukul 19.16.Ya. Belum terlalu malam, dan harusnya jalanan masih ramai kendaraan, tapi saat ia mengintip keluar kaca. Tak ada satu pun kendaraan yang lewat.Untuk memastikan dugaanya, Raizel mencoba bertanya pada Vano."Van ... ngomong-ngomong ini busnya kok kotor dan hancur banget ya?" bisiknya.Raizel sengaja mengatakan itu, ia benar-benar ingin mengetes jawaban Vano, sependapat atau tidak dengannya.Namun, jawaban Vano begitu mengejutkan Raizel."Huus! Jangan ngomong gitu Rai .... Nggak sopan, orang bus rapih kaya gini dibilang hancur" balas Vano berbisik."Apa lo bilang?" ujar Raizel tidak percaya akan apa yang didengarnya."Gue bilang, lo jangan ngomong kaya gitu. Nggak sopan, bus rapih kaya gini dibilang kotor dan hancur ... gimana sih Rai, hadeuuh?" balas Vano memperjelas.Raizel benar-benar tercengang me
Di gelapnya malam yang gulita. Raizel dan teman-temannya berjalan keluar dari rerumputan untuk menuju jalanan aspal. Saat mereka sudah sampai. Angin menyapu helaian rambut, mengusap sejuk leher dan kening mereka yang gerah, membuat panas di dalam tubuh menjadi normal kembali. Ternyata, mereka sudah sampai pada Desa Bagaharuni. Yang di mana itu adalah desa tujuan mereka sebenarnya. "Pak, ini kita masih jauh nggak?" tanya Egy sembari mengusap-ngusap celana levisnya karena kotor. "Enggak , Den. Beruntungnya kita udah sampe ... itu lihat." Saleh menujuk ke arah warung dekat lapangan. Lumayan jauh dari jarak mereka berdiri, namun karena mereka yang ada di posisi gelap, menjadi cukup jelas untuk melihat ke arah yang terang.Di sana, nampak sekali banyak pemuda-pemuda dan anak-anak tengah bermain bola di lapangan depan warung tersebut. Tidak kurang juga, ada banyak orang-orang dewasa yang nongkrong di situ untuk
"Pak, boleh saya tegur nggak anak-anak itu?" ijin Raizel terus fokus memperhatikan anak-anak yang terus membaca mantra terlarang di sana."Boleh, Den. Silahkan" jawab Talam.Raizel sudah mengumpulkan niat untuk menemui anak-anak itu, yang berarti dia juga akan bersiap bercampur bersama banyaknya mahluk astral yang ada di lapangan.Saat Raizel akan mengambil langkah pertamanya untuk menghampiri mereka. Bersama dengan itu, sebuah bola melayang dan tepat mengenai mainan Jalangkung mereka. Karena hal itu juga, mereka berhenti membaca mantra."Kak! Hati-hati dong! Kita kan lagi mainan" protes salah satu anak laki-laki berumur 15 tahun yang bernama Bondan, tidak senang karena mainannya terhantam oleh bola."Maaf Kakak nggak sengaja .... Kalian pindah aja mainnya, di deket warung tuh biar nggak kena lagi" jawab remaja laki-laki yang berumur 19 tahun bernama Andri.Anak-anak itu menuruti saran dari Andri untuk berpindah tempat be
Dalam jatuhnya, Raizel masih terdiam membiarkan Haikal meremehkannya."Mana coba? Mana? Suruh dia mukul aku lagi ... dan kamu harus inget, kalo dia nggak mukul aku, kamu yang bakal aku pukul!" gertak Haikal pada Raizel.Tak butuh waktu lama, Raizel pun bangun dari posisi terjatuhnya, lalu matanya menatap tajam pada Haikal yang terus saja tersenyum sinis meremehkan.Raizel juga ingin meninju dan memukul wajahnya yang menyebalkan itu, tapi ia masih berusaha menahan rasa kesal karena dirinya masih menghormati Saleh.Bagaimanapun juga, dia memang pendatang.Juga mengingat niat awal mereka datang ke sana adalah karena Ega."Aku hitung sampe tiga, kalo dalam hitungan ketiga nggak ada pukulan apapun hahaha ... kamu siap-siap aja deh!" oceh Haikal lagi.Bersamaan dengan itu, memang Kuntilanak berseragam SMA itu masih ada di sana, di dekat Haikal. Namun, entah dia akan memukul Haikal lagi atau
Namun, di balik rasa sakit yang menyiksa Raizel ternyata Dawehlah orang yang memberikannya.Daweh melirik Raizel yang sudah mulai berkeringat, diam-diam Daweh tersenyum tipis karena senang melihatnya tersakiti.Sambil menunggu para warga membawa sesembahan yang diminta Daweh, untuk melepas haus. Vano membeli beberapa minuman di warung Sri untuk dirinya dan teman-temannya.Ternyata Caca dari tadi, diam memperhatikan Raizel dan Raizel sendiri merasa, Caca tahu jika dirinya tengah menahan sakit.Caca kemudian mengerutkan dahinya, karena Caca mengira Raizel sedang dalam kondisi tidak baik, akhirnya ia berbisik kepada Egy yang berdiri di sampingnya."Gy, lo lihat ... Raizel kok gemeteran kaya nahan sakit ya?"Lantas karena bisikin Caca, tanpa harus menjawab Egy dengan cepat memutar bola matanya melihat ke arah Raizel.Egy merasa, bahwa dugaan kekasihnya itu benar. Jadi dia berjalan menghampiri Raizel.
Seperti rencana sebelumnya, kini Saleh membawa Egy, Raizel, Vano, Diva, Caca, dan Cindy ke rumahnya.Tok! Tok! Tok!"Asalammualaikum, Dek!" seru Saleh memberi salam, seraya mengetuk pintu rumah, memanggil istrinya untuk membukakan pintu untuknya."Waalaikumsallam ...," Jawab Ningsih dari dalam, kemudian terdengar suara kunci juga terlihat knop pintu yang bergerak menandakan pintu akan segera dibukakan."Mas Saleh!" Ningsih yang gembira melihat sosok lelaki yang sangat ia tunggu-tunggu kehadirannya, kini ia begitu kaget, Suami tercintanya sudah pulang secara tiba-tiba tidak mengabarinya terlebih dahulu.Karena biasanya, Saleh dua atau satu hari sebelum pulang, akan menyempatkan diri mengabari sang istri terlebih dahulu, mengunakan ponsel milik tetangga kos yang juga temannya.Dengan cepat, Ningsih mencium punggung tangan Saleh."Kok, Mas pulang nggak ngabarin dulu?" tanya Ningsih tersenyum bahagia.
2 jam lagi, acara pernikahan gue sama Cindy dimulai. Gue cuma berharap, semoga acara dan segala urusan hari ini berjalan lancar. Gue emang udah niat lama, pengen cepet-cepet nikah sama Cindy. Karena, gue nggak mau sampai harus jauh dari dia. Awal mula gue suka dia, karena dia minta ditemenin beli baju.Waktu itu, gue belum punya perasaan apa-apa sama dia.Alias masih biasa aja, dan masih nganggep Cindy itu cuma sebatas sahabat nggak lebih. Saat perjalanan pulang, gue mau anterin dia pulang. Karena udah terlalu sore, dan masa iya gue ngebiarin sahabat cewek gue pulang sendiri. Jadi, gue nawarin diri buat anter dia pulang. Namun, malah dia nggak mau gue anter. Alasannya, katanya itu nggak adil. "Gue nggak mau lo anter pulang.Itu nggak adil, masa iya gue pulang bareng elo ....Dan habis itu, lo pulang sendiri ....Mending kita pulang sendiri-sendiri aja." Dia ngomong kaya gitu, gu
Pada saat itu, gue dan Raizel, juga Vano baru aja masuk SMA.Kita masih umur 16 tahun.Kita membuat geng yang cuma 6 orang, gue, Raizel, Vano, Cindy, Caca dan Diva.Awalnya kita ngebuat geng atau persahabatan ini, karena kita sudah merasa cocok aja.Cocok dalam berbagai hal.Hingga sampai gue punya perasaan ke salah satu sahabat gue sendiri, gue bisa suka dia.Karena ... dia itu ....Susah juga gue jelasinnya.Intinya gue suka aja.Gue beraniin diri buat nembak dia jadi pacar gue, dan akhirnya gue diterima. Jadilah persahabatan kita, menjadi sebuah ikatan pacar.Tetapi meskipun begitu, kebersamaan kita masih tetap terjaga. Karena bagi kita semua, pacar bukan alasan buat ninggalin tali persahabatan, dan kenyamanan pertemanan.Banyak masalah, pengalaman dan hal yang udah gue alami selama ini. Sampe, gue harus mati-matian. Nyari tau penyebab, kenapa Ega bisa meninggal.Ega, A
Pov. Reza. Setelah acara 7 hari Ega dan Kak Ajeng. Aku masih tidak tau, siapa yang sudah membunuh Kakakku. Meskipun nanti aku tau, aku cuma ingin menanyakan alasan apa, sampai dia membunuh Kakakku?Hanya ingin bertanya saja. Jikapun dia menjawab, dan menjelaskan apa alasannya.In Sya Allah, aku bisa memaafkannya. Juga, aku baru tau. Ternyata, Kak Ajeng, dan Kak Haikal saling mencintai dulunya. Aku sudah menerima kenyataan, bahwa Kakakku pergi. Aku sudah ikhlas, karena mungkin ini takdir. Meskipun aku sangat menyayangi Kakakku. Tapi jika Allah, saja sudah merindukan dia. Aku bisa apa?selain ikhlas dan menerima. Dia adalah perempuan yang selalu menyayangiku setelah ibu meninggal. Dia adalah Kakakku yang selalu memanjakanku, menghiburku kala aku merindukan Ibu. Dan sekarang, dia juga pergi menyusul Ibu. Awalnya, aku pikir. Aku tidak akan bisa menerima kenyataan pahit ini. Tidak bi
"Uuh ... nyamannya, nggak kerasa gue udah pergi 3 minggu dari rumah ....Padahal cuma 3 minggu, tapi rasanya kaya 3 tahun.Soalnya , banyak banget pengalaman yang udah gue lalui di sana," gumam Raizel, sambil terlentang.Tiba-tiba ....Tok! Tok! Tok!Suara pintu diketuk, tentu Raizel bangun untuk membukanya,"Den ...." Ternyata itu adalah Isum.Ia berdiri dihadapan Raizel dengan keadaan yang sudah berlinangan air mata.Raizel yang melihat Isum berdiri di depan pintu kamarnya seperti itu pun tersenyum, Raizel senang bisa melihat Isum lagi."Bi?"Mareka melepas rindu, Raizel memeluk Isum dan Isum terisak di pelukan Raizel. Isum bahagia, karena Raizel sudah kembali."Den, Bibi ... kangen."****Setelah Isum pergi, ia berjalan ke arah cermin. Raizel memandangi pantulan wajahnya.Kemudian menghembuskan nafas panjang."Huuufh ... sungguh keajaiban gue bisa hidup lagi, kalo gue nggak bisa
Haikal menatap Raizel, yang berbicara tanpa menoleh kepadanya. Ia terkejut, setelah Raizel mengatakan bahwa ia tahu semua alasan mengapa ia melakukan itu."Maksud kamu?" tanya Haikal, tidak sabar mendengar jawaban dari Raizel."Iya ... harusnya, kalo lo beneran cinta sama dia ... lo ngelindungi dia, bukan malah ...." Raizel menggantungkan kata-katanya, membuat Haikal tidak tenang."Bukan malah lo nurutin keinginan Ayah sama Paman elo, yang sebenernya lo tau itu salah," lanjut Raizel masih fokus ke depan, tidak melihat ke arah Haikal yang sedari tadi. Memantapkan padangan padanya.Deg!Jantung Haikal sejenak berhenti berdetak, ternyata tebakannya benar. Raizel sudah tahu, jika dia yang telah membunuh pacarnya sendiri. Haikal menunduk, ia malu, sedih, dan menyesal.Melihat Haikal tertunduk, Raizel melirik dan kemudian menoleh padanya."Ini buat pengalaman, suatu saat nanti ... kalo lo punya seseorang di hati
🌸🌸Pov. Raizel.Ketika tubuh ini merasa lelah ...Ketika gue akan ikhlas untuk pergi, meninggalkan semuanya ....Di saat itu ....Gue pikir itu yang terbaik ....Tetapi, ternyata gue salah.Hati gue ternyata belum siap.Meninggalkan semua orang yang gue sayangi.Meninggalkan seseorang yang gue cintai.Gue bersyukur.Karena Tuhan ngasih gue satu kesempatan lagi.Ketika mata gue bisa lihat dunia lagi.Perasaan bahagia, nggak bisa gue pungkiri.Terimakasih Tuhan ....Terima kasih ....Pov selesai🌸🌸🌸🌸Mata yang terpejam.Kini kembali perlahan mengerjap lagi.Perlahan, Raizel kembali membuka matanya.Raizel terbaring, di atas rumput hijau.Beberapa tetes air mata, menetes jatuh tepat di atas pipinya.Itu adalah air mata Diva.Ia tersenyum, karena Tuhan telah memberikan satu kesempatan lagi.Saat mata Raizel
Pagi yang sejuk, mentari masih belum juga menunjukan cahayanya yang sempurna.Hanya sedikit cahaya pagi yang membuat dunia tidak terlalu gelap saat ini.Musuh telah kalah.Tujuan telah tercapai.Misi hampir selesai.Diva, Caca, Cindy, Hasna, Winda, Egy, Vano, Haikal, Andri, dan Reza juga Gunawan.Masih setia menunggu sang 'Indigo' membuka matanya.Gunawan berjalan pelan, ke arah Raizel yang masih terbaring.Mata Gunawan menatap fokus, pada tubuh remaja yang masih memakai baju pengantinGunawan sudah tau semua yang telah terjadi, termasuk tentang Raizel yang dipaksa menikah.Setelah ia sudah berdiri tepat di samping Raizel, Gunawan berlutut. Mengusap lembut pipi Raizel lalu memeluknya.Memejamkan mata, Gunawan membelai sayang kepala Raizeldan berkata."Terimakasih Raizel, udah cukup kamu tidurnya ....Ayo bangun, kita semua khawatir khawatir sama kamu."Semua pasang mata di
Tap ... Tap ... Tap ...Suara derap langkah kaki, mendekati tubuh Raizel dan Diva yang sudah tak sadarkan diri.Laki- laki itu menyeringai puas, melihat momen yang menurutnya sangat enak untuk ditonton."Hahahaha ...!" Daweh berkacak pinggang dan tertawa puas.Padahal sebentar lagi, gudang akan runtuh karena api sudah kembali membesar dan merambat ke atas atap.Tapi dia seolah tidak memerdulikannya."Ini karena kamu sudah menghancurkan segalanya ....Lebih baik, kalian mati bersama."Daweh mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya, yang memegang benda pusaka sebuah keris berwarna hitam, ukurannya juga lebih besar dari keris perak yang dipegang Raizel sebelumnya.Siap untuk menghunuskan ujung keris yang lancip pada Raizel dan Diva. Namun, saat Daweh meluncurkan ujung keris itu.Tiba-tiba saja, kilatan putih langsung menyambar tubuhnya.Braaakk!!Tubuh Daweh terpent
Di sebuah tempat, tapi tidak jauh dari lokasi rumah Daweh.Tampak dua orang sudah menyusun segala sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mereka.Telah disiapkan beberapa lilin siap untuk dinyalakan, yang berjejer membentuk sebuah bintang, juga ada bunga 7 rupa, kelapa muda yang sudah dibuka, jangan lupakan 2 buah foto seseorang, ditangan Hendrik."Kang ... semuanya sudah siap," kata Hendrik, selesai menyusun semuanya."Iya ... tapi anehnya, kenapa batu mawar kencana ini belum nyala juga, ya? Harusnya, 4 orang tumbal udah cukup buat batu ini menyala" 4 tumbal yang dimaksud adalah, Haikal, Hasna, Raizel dan Diva.Daweh memandangi batu akik kecil, berwarna merah mengkilat.Di dalam batu itu, terukir sebuah bentuk bunga yang persis seperti bunga mawar."Kita harusnya tinggal, menambahkan sisanya, kan? Kang? 3 orang lagi untuk menutup mantranya?" tanya Hendrik, melihat kearah Daweh yang masih menunggu batu merah