Naila mengerjap dalam, tetapi saat ini dirinya tidak dapat menampik kalimat Raihan hingga senyuman kosong yang bisa ditunjukannya. Orangtuanya Raihan senang mendengar kabar baik ini karena putranya pandai memilih. "Semoga hubungan kalian langgeng, mama sama papa pasti akan merestui," ucap Aisyah yang disetujui oleh Bima. Sementara, Rumi hanya mendesah pelan, dirinya akan menjelaskan kesalah pahaman ini pada Aisyah dan Bima sebelum keduanya menaruh harapan besar, sedangkan Ciara justru mengaminkan jika Raihan bersama Naila karena kakaknya terlihat begitu bahagia padahal ini adalah saat-saat sang kakak kehilangan ingatanya. "Nai, kamu lihat sendiri Kak Raihan sangat membanggakan kamu. Apa kamu tidak bisa meninggalkan Daffa?" Frontalnya."Heuh!" Tentu saja Naila terkesiap mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut sahabatnya."Mana bisa ...." Ini adalah jawaban terbaik untuk saat ini. Bagaimanapun sikap Daffa, Naila tetap setia di sisinya apalagi sekarang suaminya telah berubah lebi
"Pembohong. Maksudnya gimana, kak?" Ciara belum mampu menebak jika ingatan Raihan telah kembali, dia pikir mungkin Naila salah bicara.Raihan baru saja berbalik, menatap adiknya penuh kecewa, tetapi rasa sayangnya mengalahkan kesalahan adiknya yang sama saja dengan Naila, pandai berbohong. "Kakak sudah ingat semuanya. Tolong beri tahu mama dan papa juga tante." Ciara menangkup mulutnya yang menganga karena terkesiap dalam sekaligus bahagia. Segera, pelukan mendarat di tubuh Raihan. "Syukurlah ingatan kakak sudah kembali. Kita sekeluarga selalu shalat malam untuk mendoakan kesembuhan kakak. Alhamdulillah, syukurnya Tuhan segera mengabulkan permintaan kita." Raihan mengusap belakang kepala serta punggung adiknya dengan lembut nan sangat sayang karena tidak ada siapapun yang lebih menyayanginya dibandingkan keluarganya. "Terimakasih. Berkat doa-doa terbaik keluarga akhirnya ingatan kakak kembali dan kakak merasa seperti lahir kembali." Kecupan sayang mendarat di puncak kepala Ciara.Ki
"Iya ampun Nathan ...." Naila segera menggendong anak lelakinya yang baru saja bisa merangkak, "tidak boleh mendekati papa dulu, papa lagi makan." Kecupan sayang mendarat di pipi malaikat kecil."Tidak apa, mungkin Nathan mau coba jus apel. Lihat ini, Nala juga suka." Raihan makan seiring menggendong Nala di atas pangkuannya, maka hanya tikar yang menjadi alas duduk."Tapi tadi Nathan baru saja minum jus strawberi, memang pencernaannya tidak akan apa-apa ....""Insyaallah tidak, sudah disuapi bubur kan?" "Sudah sih." "Nathan biar saya yang gendong, mama giliran gendong Nala ya, sayang." Kalimat Raihan selalu lembut seiring memasang wajah teduh. Sikapnya tidak pernah berubah dari sejak menikah dengan Naila. "Nala minum banyak jus?" "Lumayan, tiga sendok makan," kekeh Raihan. Dirinya adalah seorang ayah berdedikasi penuh pada keluarga. Sehari-harinya bekerja di sebuah perusahaan kecil-kecilan yang memiliki brand tidak terlalu terkenal karena masih tahap pengembangan, tetapi usaha in
Naila sedang berjalan di jalanan umum di dekat rumahnya. Namun, dia menundukan wajahnya setiap berpapasan dengan seorang laki-laki yang bukan mahramnya, sehingga tanpa sengaja, dirinya menyenggol tas ransel seorang lelaki hingga terjatuh. "Maaf." Segera, Naila berkata dengan panik seiring membantu mengambil tas di atas tanah. "Iya, tidak apa," ucap Raihan--si pemilik tas. Naila dan Raihan saling memandang sekejap, tetapi Naila kembali menundukkan kepalanya. Dengan santun dan sesal, Naila berkata, "Sekali lagi, saya minta maaf." "Tidak apa." Raihan memaafkan dengan enteng. "Kalau begitu, saya permisi," pamit Naila. "Eu, tunggu!" cegah Raihan, "saya sedang mencari alamat, kamu bisa bantu? Kebetulan saya mahasiswa pindahan yang akan kuliah di kampus dekat sini. Saya tidak tahu jalan," kekeh Raihan. Naila memutuskan membantu laki-laki di hadapannya sebagai permohonan maafnya. "Memangnya kamu mau ke mana?" Sekali lagi, Naila dan Raihan beradu tatapan sekejap karena Naila segera
Naila segera berusaha berdiri seiring menahan sakit. Jadi, gadis ini berjinjit kala meraih punggung tangan Daffa untuk dikecup santun. "Saya sudah menggoreng telur dan membuat sayur sop," jawab Naila seiring menatap takut ke arah Daffa karena setiap malam dirinya harus merasakan sakit di sekujur tubuh terlebih kalimat kasar Daffa selalu menjadi musik mengerikan. "Masa cuma sayur sop sama telur doang. Mama saya saja masakannya sangat enak dan beragam!" protes Daffa seiring menarik tangan kanannya yang masih digenggam Naila. "Karena saya belum bisa memasak banyak. Maaf," aku Naila seiring memohon pengampunan. "Ck!" Daffa menjatuhkan dirinya di sofa dengan wajah kecut, kemudian memandangi Naila dari bawah hingga ke atas, "layani saya saja!" tegasnya, kemudian menggendong Naila sampai ke kamar. Daffa segera melucuti hijab dan semua pakaian Naila hingga tidak tersisa sehelai benang pun. Debaran jantungnya tidak karuan, kemudian pakaiannya juga segera ditanggalkan dan mulai melakukan
Setibanya di kantin, Raihan bertemu Ciara. "Siang adik," sapanya dengan senyuman cukup lebar. "Hah, kenapa kakak beli pembalut!" heboh Ciara kala melihat isi kresek Raihan. "Buat cewek yang lagi haid, kasian udah rembes. Kamu juga pernah seperti itu di haid pertama kamu, kakak yang selamatkan. Sekarang kakak mau jadi hero buat cewek itu. Sudah dulu ya, kasihan ceweknya nunggu lama!" Raihan melesat. "Ish, siapa cewek yang dimaksud? Masa iya Kak Raihan langsung punya cewek anak kampus ini, kan ini hari pertama Kak Raihan di sini," bingung Ciara. Fani menghampiri Ciara yang tidak kunjung memesan makanan padahal dirinya dan Alia sudah memilih bangku dan menunggu. "Kok ngelamun sih, kita kan sudah lapar," protes kecilnya lebih banyak mengeluh. "Sorry, tadi ada kakak aku. Kamu lihat tidak?" "Oh, yang barusan?" "Iya, itu kakak aku." "Iya ampun ... tinggi sekali." "Iya, kan sudah aku bilang Kak Raihan tiang listrik," kekeh Ciara. Di sisi lain, Raihan sudah sampai di tempat Naila men
Raihan melewati rumah Naila sekitar pukul delapan malam. Sebelum dirinya bertanya pada para pemuda, para pemuda itu sudah menunjukan rumah Naila terlebih dahulu seiring menayayangkan gadis favorite mereka diambil Daffa, laki-laki yang dianggap tidak pantas bersama si gadis. Raihan mulai mencari informasi tentang Daffa. "Memangnya mengapa Daffa?" "Daffa itu anak motor dan sering membuat masalah di daerah sini, tapi memang sih dia punya solidaritas tinggi, aktif juga dalam karang taruna. Cuma kebanyakan warga terutama kalangan emak-emak tidak menyukainya karena kelakuannya itu." Cerita salah satu pemuda. "Lalu, Naila bagaimana?" lanjut Raihan. "Naila gadis baik, Salihah, dia juga pintar mengaji dan anak teladan. Berprestasi juga. Saya pernah satu SMA sama Naila, dia banyak menjuarai cerdas cermat, tapi sekarang Naila kuliah di universitas yang berbeda dengan saya. Bahkan sama Daffa juga beda." Raihan mendengarkan dengan saksama. "Tapi bagaimanapun Daffa, nyatanya Naila tetap memili
Daffa tidak pergi ke kampusnya, tapi dia kembali ke kampus yang menaungi Naila karena ingin mengetahui reaksi para gadis di sana kala melihatnya. Laki-laki ini menggunakan jaket kulit, celana jeans dan sepatu boots. Daffa tampak sangat keren dan luar biasa. Para gadis di kampus segera menyukainya hingga Daffa menyeringai bangga. "Ternyata benar, ternyata wajah saya tidak familiar di sini artinya Naila tidak mengatakan pernikahan petaka itu." Seringai Daffa semakin sempurna. Naila melihat kehadiran Daffa kala dirinya sedang berada di lantai dua. "Ada apa Daffa kesini, apa mau cari saya?" Sebuah panggilan segera terhubung pada suaminya Namun, Daffa memutusnya. Dahi Naila berkerut, tapi dengan sikap laki-laki ini membuat dirinya tahu jika teman hidupnya tidak sedang mencari. Naila dan ketiga kawannya segera masuk ke dalam kelas sepuluh menit sebelum dimulai, sedangkan Daffa masih berkeliaran di area kampus. Bahkan beberapa gadis memberanikan diri menyapanya. "Eh, Daffa," sapa salah