"Saya tidak pernah merasa seperti itu." Wajah Raihan terangkat karena dirinya tidak akan gentar sama sekali menghadapi Daffa. Maka, kini keduanya terlibat perkelahian hingga keduanya babak belur. Hari ini Daffa tidak dapat mengunjungi perusahaan ayahnya untuk bekerja maka dirinya segera kembali ke ke kediamannya bersama Naila. "Daffa, wajah kamu kenapa?" Naila terkesiap melihat penampilan suaminya yang babak belur. "Tidak apa-apa, sudah biasa." Senyuman teduh Daffa bersama belaian lembut di pipi Naila. "Tapi bibir kamu sampai berdarah." Khawatir Naila yang mendelik ke arah ujung bibir Daffa."Mau obati?" "Iya, biar saya obati." Ketulusan Naila ini membuat Daffa melengkungkan bibirnya bahagia. Jadi, laki-laki ini mendapatkan perawatan lembut dari istrinya yang sangat dia cintai setelah dulu sempat menyia-nyiakannya bahkan bayi mereka ikut merasakan sikap tidak acuhnya."Sayang, malam ini pengajian yuk buat anak kita," celetuk Daffa dengan lembut bersama tatapan selaras hingga Naila
Hari berganti, Raihan kembali mendengar jika Naila tidak pergi ke kampus, tetapi Ciara menambahkan jika mulai hari ini sahabatnya akan kuliah di rumah. Maka, laki-laki ini berhasil memfilter pemikirannya jika Daffa sengaja mengunci gadis itu. "Saya tidak tahu apa alasan kamu tiba-tiba saja kuliah di rumah, tapi kalau dilihat dari segi pandangan Daffa sepertinya dia tidak mau kamu dekat-dekat sama saya." Embusan udara dibuang Raihan karena dirinya tidak akan memiliki banyak kesempatan bertemu Naila seperti yang sudah-sudah. Daffa menghampiri Raihan, tiba-tiba saja dirinya muncul dari arah belakang laki-laki itu. "Ayo balapan!" tantangnya tanpa basa-basi."Tidak mau. Saya tidak akan melakukan hal yang tidak ada manfaatnya," tolak Raihan walau dirinya akan dianggap pengecut, tetapi masa bodo baginya."Apa kamu selemah ini." Daffa mulai memprovokasi, "cuma balapan kita berdua, saya cuma mau tahu kemampuan kamu. Apakah lebih baik dari saya?" Seringai Daffa yang tentu saja berniat memermal
Tepatnya pada siang hari Naila tiba di rumah sakit tempat Raihan dirawat, Ciara adalah orang pertama yang menyambut kedatangannya dengan sikap ketus, "Kamu puas? Apa kamu merasa jadi gadis paling cantik karena disukai dua orang laki-laki sekaligus!" Kedua tangannya melipat di depan dada bersama wajah terangkat."Maaf ...." Naila menunjukan wajah penuh penyesalan walau sebenarnya jika dipikirkan ulang hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya karena gadis ini selalu bersikap biasa saja pada Raihan walaupun laki-laki itu singgah di hatinya."Mau apa kamu kesini, apa kamu mau mengingatkan Kak Raihan kalau kamu adalah gadis yang dicintainya?" Ciara yang sejak awal menjalin persahabatan dengan Naila kini terasa sangat berlainan, gadis itu sudah seperti musuh yang siap mencabiknya hidup-hidup."Saya mau menjenguk Raihan." "Tidak perlu, percuma saja. Jangankan sama kamu, sama kita saja yang jelas-jelas keluarganya Kak Raihan tidak ingat sama sekali!" "Saya minta maaf mewakilkan Daff
Naila mengerjap dalam, tetapi saat ini dirinya tidak dapat menampik kalimat Raihan hingga senyuman kosong yang bisa ditunjukannya. Orangtuanya Raihan senang mendengar kabar baik ini karena putranya pandai memilih. "Semoga hubungan kalian langgeng, mama sama papa pasti akan merestui," ucap Aisyah yang disetujui oleh Bima. Sementara, Rumi hanya mendesah pelan, dirinya akan menjelaskan kesalah pahaman ini pada Aisyah dan Bima sebelum keduanya menaruh harapan besar, sedangkan Ciara justru mengaminkan jika Raihan bersama Naila karena kakaknya terlihat begitu bahagia padahal ini adalah saat-saat sang kakak kehilangan ingatanya. "Nai, kamu lihat sendiri Kak Raihan sangat membanggakan kamu. Apa kamu tidak bisa meninggalkan Daffa?" Frontalnya."Heuh!" Tentu saja Naila terkesiap mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut sahabatnya."Mana bisa ...." Ini adalah jawaban terbaik untuk saat ini. Bagaimanapun sikap Daffa, Naila tetap setia di sisinya apalagi sekarang suaminya telah berubah lebi
"Pembohong. Maksudnya gimana, kak?" Ciara belum mampu menebak jika ingatan Raihan telah kembali, dia pikir mungkin Naila salah bicara.Raihan baru saja berbalik, menatap adiknya penuh kecewa, tetapi rasa sayangnya mengalahkan kesalahan adiknya yang sama saja dengan Naila, pandai berbohong. "Kakak sudah ingat semuanya. Tolong beri tahu mama dan papa juga tante." Ciara menangkup mulutnya yang menganga karena terkesiap dalam sekaligus bahagia. Segera, pelukan mendarat di tubuh Raihan. "Syukurlah ingatan kakak sudah kembali. Kita sekeluarga selalu shalat malam untuk mendoakan kesembuhan kakak. Alhamdulillah, syukurnya Tuhan segera mengabulkan permintaan kita." Raihan mengusap belakang kepala serta punggung adiknya dengan lembut nan sangat sayang karena tidak ada siapapun yang lebih menyayanginya dibandingkan keluarganya. "Terimakasih. Berkat doa-doa terbaik keluarga akhirnya ingatan kakak kembali dan kakak merasa seperti lahir kembali." Kecupan sayang mendarat di puncak kepala Ciara.Ki
"Iya ampun Nathan ...." Naila segera menggendong anak lelakinya yang baru saja bisa merangkak, "tidak boleh mendekati papa dulu, papa lagi makan." Kecupan sayang mendarat di pipi malaikat kecil."Tidak apa, mungkin Nathan mau coba jus apel. Lihat ini, Nala juga suka." Raihan makan seiring menggendong Nala di atas pangkuannya, maka hanya tikar yang menjadi alas duduk."Tapi tadi Nathan baru saja minum jus strawberi, memang pencernaannya tidak akan apa-apa ....""Insyaallah tidak, sudah disuapi bubur kan?" "Sudah sih." "Nathan biar saya yang gendong, mama giliran gendong Nala ya, sayang." Kalimat Raihan selalu lembut seiring memasang wajah teduh. Sikapnya tidak pernah berubah dari sejak menikah dengan Naila. "Nala minum banyak jus?" "Lumayan, tiga sendok makan," kekeh Raihan. Dirinya adalah seorang ayah berdedikasi penuh pada keluarga. Sehari-harinya bekerja di sebuah perusahaan kecil-kecilan yang memiliki brand tidak terlalu terkenal karena masih tahap pengembangan, tetapi usaha in
Naila sedang berjalan di jalanan umum di dekat rumahnya. Namun, dia menundukan wajahnya setiap berpapasan dengan seorang laki-laki yang bukan mahramnya, sehingga tanpa sengaja, dirinya menyenggol tas ransel seorang lelaki hingga terjatuh. "Maaf." Segera, Naila berkata dengan panik seiring membantu mengambil tas di atas tanah. "Iya, tidak apa," ucap Raihan--si pemilik tas. Naila dan Raihan saling memandang sekejap, tetapi Naila kembali menundukkan kepalanya. Dengan santun dan sesal, Naila berkata, "Sekali lagi, saya minta maaf." "Tidak apa." Raihan memaafkan dengan enteng. "Kalau begitu, saya permisi," pamit Naila. "Eu, tunggu!" cegah Raihan, "saya sedang mencari alamat, kamu bisa bantu? Kebetulan saya mahasiswa pindahan yang akan kuliah di kampus dekat sini. Saya tidak tahu jalan," kekeh Raihan. Naila memutuskan membantu laki-laki di hadapannya sebagai permohonan maafnya. "Memangnya kamu mau ke mana?" Sekali lagi, Naila dan Raihan beradu tatapan sekejap karena Naila segera
Naila segera berusaha berdiri seiring menahan sakit. Jadi, gadis ini berjinjit kala meraih punggung tangan Daffa untuk dikecup santun. "Saya sudah menggoreng telur dan membuat sayur sop," jawab Naila seiring menatap takut ke arah Daffa karena setiap malam dirinya harus merasakan sakit di sekujur tubuh terlebih kalimat kasar Daffa selalu menjadi musik mengerikan. "Masa cuma sayur sop sama telur doang. Mama saya saja masakannya sangat enak dan beragam!" protes Daffa seiring menarik tangan kanannya yang masih digenggam Naila. "Karena saya belum bisa memasak banyak. Maaf," aku Naila seiring memohon pengampunan. "Ck!" Daffa menjatuhkan dirinya di sofa dengan wajah kecut, kemudian memandangi Naila dari bawah hingga ke atas, "layani saya saja!" tegasnya, kemudian menggendong Naila sampai ke kamar. Daffa segera melucuti hijab dan semua pakaian Naila hingga tidak tersisa sehelai benang pun. Debaran jantungnya tidak karuan, kemudian pakaiannya juga segera ditanggalkan dan mulai melakukan