Home / Romansa / Merajut Asa / 4. Dunia Runtuh

Share

4. Dunia Runtuh

Author: Kaia Karnika
last update Last Updated: 2020-10-12 15:09:18

Jovita sedang mengompres matanya saat Ezra masuk kamar sepulangnya dari bekerja. Ia melirik jam di dinding, pukul 10.30 malam. Biasanya Ezra baru pulang jam 11 malam. Tumpukan kasus yang harus ditangani dan kemacetan ibu kota menjadi penyebabnya.

"Kenapa matamu?" tanya Ezra lembut sambil menurunkan pengompres di mata istrinya.

"Tadi pagi," jawab Jovita singkat. Ia sendiri tidak ingin menyinggung hal semacam itu lagi, mengingatkan pada cela dalam pernikahannya.

Ezra mengamati dan menciumi mata istrinya. "I'm so sorry."

"It's okay. Jangan diulangi, please," pinta Jovita lirih.

Ezra tersenyum. "Aku janji, tapi kamu juga jangan menantangku, okay?"

Jovita mengangguk, walau dalam hati juga bertekad tidak akan tinggal diam apabila disakiti lagi.

"Apakah kamu ke dokter?" tanya Ezra sambil membuka kemejanya.

"Tidak. Aku tidak mau urusan menjadi panjang," sahut Jovita.

Ezra tersenyum lega sebelum melangkah masuk ke kamar mandi. Jovita tahu betul tuntutan dan aturan main di keluarganya.

Jovita mengamati kondisi matanya di cermin. Berdasarkan informasi yang didapat dari internet, kondisi ini kemungkinan adalah pendarahan subkonjungtiva1 yang akan hilang dengan sendirinya, tapi lebih cepat apabila dibantu dengan mengompres mata dengan air suhu normal. Ia berharap semoga tidak ada dampak serius di matanya ini akibat perilaku kasar Ezra.

Pikirannya melayang, suaminya itu akhir-akhir ini menujukkan sifat yang cukup emosional, mudah tersinggung dan terusik hanya dengan satu atau dua kata yang tidak berkenan di hati. Sejak dulu, Ezra adalah sosok yang penyayang, meski cenderung keras kepala dan kerap melontarkan kata-kata kasar apabila marah. Namun, lelaki itu sama sekali tidak pernah menyakiti dirinya, bahkan memperlakukannya seperti seorang ratu hingga lima tahun usia perkawinan mereka.

Jovita berusaha meyakinkan diri bahwa hal tersebut kemungkinan disebabkan tekanan pekerjaan. Sebagai pengacara, kompleksitas kasus dan urusan dengan para penegak hukum pasti memicu peningkatan kadar kortisol2 Ezra.

Jovita menghela napas berbarengan dengan Ezra yang keluar dari kamar mandi. Wajahnya terlihat sangat segar dan aroma magnolia dari sabun mandi menyeruak. Ia segera mengambil kaos dan celana pendek untuk suaminya.

"Vanya sudah tidur?" tanya Ezra sambil memakai pakaian yang telah disiapkan oleh istrinya.

"Sudah," sahut Jovita.

"Aku menciumnya dulu, ya," ujar Ezra. Ia mencium Jovita, kemudian berjalan menuju pintu kamar.

Jovita memandangi punggung suaminya. Ezra adalah sosok ayah yang penuh kasih sayang. Vanya begitu mengidolakannya. Interaksi antara Ezra dan Vanya teramat akrab, bahkan anak itu seringkali lebih menurut pada ayahnya. Benar-benar tidak ada alasan bagi Jovita untuk tidak mengatakan bahwa suaminya itu adalah sosok penyayang.

Ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur sambil menunggu Ezra. Teringat kembali pada unggahan Agnes. Segera diraihnya ponsel dan membuka akun sosmed sahabat lamanya itu. Berbagai foto berisi imbauan anti kekerasan dalam rumah tangga mendominasi unggahannya. Ia terakhir kali bertemu dengan Agnes saat berlibur ke Melbourne dua tahun silam. Selepas lulus SMA, Agnes mengambil kuliah jurusan Psikologi di Bandung dan kemudian menikah dengan pria berkewarganegaraan Australia. Sejak dulu, Agnes memang sudah menunjukkan kepeduliannya terhadap isu-isu sosial, sehingga tidak mengherankan ia sekarang menjadi aktivis anti KDRT.

Ada dorongan besar untuk menyapa Agnes yang tidak dapat ditahannya. Walaupun memiliki banyak teman, namun rasanya hanya kepada Agnes, ia bisa terbuka mengenai segala hal tentang dirinya. Semenjak mereka berpisah karena kuliah di kota berbeda, intensitas bercerita pun menurun. Seiring dengan namanya yang terus bersinar, ia pun terbiasa menutup rapat semua hal negatif yang dapat mencacati reputasinya. Menjadi menantu Satria Dharmawan menjadi alasan tambahan untuk membatasi keterbukaan masalah pribadi dengan pihak luar.

Jovita melirik jam di ponselnya, pukul 11 malam, berarti di Melbourne sudah pukul 2 pagi. Ia memberikan quick reaction berupa emoticon3 yang bermakna sedih atas unggahan I*******m Stories Agnes tentang korban KDRT, sekadar sapaan awal. Ia menduga kemungkinan Agnes baru akan membalas besok pagi. Ternyata, Agnes langsung memberikan respons balasan.

Jovita melanjutkan sapaannya. Belum tidur, Nes?

Belum, masih ada kerjaan dan tadi sore ketiduran baru bangun jam 8 malam. Masih melek deh jam segini. Balas Agnes.

Apa kabar? tanya Jovita.

Kabar baik. Kamu? jawab Agnes.

Mereka pun melanjutkan berkirim pesan bertanya mengenai keadaan keluarga.

Jovita merasa b**a-basi sudah cukup. Ia mulai mengajukan pertanyaan yang membuatnya penasaran. Aku syok lihat unggahanmu, memorabilia korban KDRT. Kasihan banget. Apakah sejak awal tidak tahu bahwa suaminya senang menggunakan kekerasan?

Iya, prihatin banget dengan kasus seperti ini. Tidak semua pelaku kekerasan menunjukkan perilaku kasar sejak awal, Jo. Ada yang setelah bertahun-tahun menikah lalu berubah kasar, padahal awalnya manis banget. Sering disebut bergaya romeo. Biasanya diawali dengan kekerasan verbal atau psikologis. Jenis kekerasan ini sering diabaikan, baru disadari ketika sudah mulai main tangan. Agnes memberikan penjelasan.

Kok bisa tiba-tiba berubah kasar? Jovita makin penasaran.

Biasanya ada pemicu, Jo. Perilaku tidak mungkin tiba-tiba berubah.

Apa penyebabnya? Tekanan di pekerjaan? Jovita mengeluarkan hipotesisnya mengenai penyebab perubahan perilaku Ezra.

Tekanan kerja yang ekstrem, PHK atau demosi4 yang berdampak pada ekonomi keluarga. Yang paling sering sih, selingkuh, Jo.

Jantung Jovita seolah berhenti berdetak. Selingkuh? Apa mungkin Ezra selingkuh? Pertanyaan ini spontan menari-nari yang langsung disangkalnya. Rasanya tidak mungkin, ia yakin betul akan kesetiaan Ezra. Ia juga sangat yakin telah memberikan segalanya untuk membahagiakan suaminya.

Kalau selingkuh kan harusnya mudah dideteksi ya, Nes. Misalnya, jadi jarang pulang, atau mulai tidak mau berhubungan suami istri. Jovita berupaya mencari pembenaran.

Tidak selamanya begitu, Jo. Kalau lelaki selingkuh, bisa saja dia bertambah kasar atau kebalikannya bertambah manis. Banyak yang pandai bermain peran, sehingga istrinya tidak menyadari.

Jovita kian membuncah, melanjutkan pertanyaan. Apa yang membuat perempuan seolah tidak sadar dia menjadi korban KDRT?

Biasanya karena setelah melakukan tindak kekerasan, suami akan bersikap manis. Jadi ada fase honeymoon, ditandai dengan suami menunjukkan penyesalan, meminta maaf, memberikan hadiah bisa berupa barang atau hubungan seksual yang lebih intens dan menggelora. Istri memaafkan, tapi nanti pasti akan terulang lagi hal yang sama. Pelan-pelan istri terseret dan sudah tidak berdaya. Agnes menjawab dengan gamblang.

Tangan Jovita mendadak dingin. Semua penjelasan Agnes sama persis dengan yang dialaminya. Masih sulit baginya memahami perilaku kasar Ezra, sekarang ditambah lagi kemungkinan suaminya itu berselingkuh.

I see. Thanks buat night chat-nya. Sukses terus, Nes. Nighty-night. Jovita memberikan salam penutup. Ia merasa tidak sanggup menggali lagi, tidak sanggup dihadapkan pada beberapa kemungkinan kenyataan.

Jovita meletakkan ponselnya, memejamkan mata. Akan tetapi, dorongan untuk membuktikan perkataan Agnes kian menguat, membuatnya gelisah. Ia pun bangkit dan segera mencari ponsel Ezra, itu adalah benda yang menyimpan semua rahasia.

Tas kerja, nakas, kamar mandi, semua tempat di penjuru kamar ditelusurinya, namun nihil. Ponsel Ezra tak kunjung ditemukan. Hanya ada satu kemungkinan, Ezra membawa ponsel itu bersamanya. Kecurigaan menyeruak di dada Jovita, untuk apa membawa ponsel jika hanya ke kamar Vanya. Ia terduduk lemas. Bayangan akan cibiran orang atas rumah tangganya mulai menari-nari di pelupuk mata.

Ezra masuk ke kamar lalu berjalan ke sisi kiri tempat tidur. Posisi yang selalu dipilihnya.

Jovita mengamati gerakan Ezra dari sudut matanya. Dilihatnya Ezra meletakkan ponsel di atas nakas, lalu membaringkan tubuh.

Dada Jovita berdegup kian tak menentu.

"Tidur, yuk," ajak Ezra sambil menepuk bantal.

Jovita menurut, mematikan lampu di atas nakas. Kegelapan menyembunyikan keresahannya.

Ezra mendekati tubuh Jovita, menciumi bibir istrinya.

"Apakah kamu mencintaiku, Bear?" pancing Jovita.

"Tentu aku sangat mencintaimu. You're the one and only," sahut Ezra seraya mengusap lembut pipi istrinya.

"Kamu bahagia bersamaku?" tanya Jovita lirih.

"Never been happier," sahut Ezra lalu mengulum bibir Jovita sebelum kembali ke posisi tidurnya.

Tidak beberapa lama kemudian dengkuran halus terdengar, menandakan Ezra sudah terlelap.

Jovita belum dapat memejamkan matanya sama sekali. Pikiran dan perasaannya berkecamuk. Setelah sekian lama terjaga, ia beringsut dari tidur, berjingkat mendekati nakas di sebelah Ezra, memberanikan diri membuka ponsel suaminya.

Ponsel Ezra sudah dalam genggaman, namun belum dapat dibuka karena memerlukan sidik jari atau kata sandi. Menggunakan sidik jari, jelas tidak mungkin, itu dapat membangunkan Ezra. Ia mencoba memasukkan tanggal pernikahan mereka, gagal. Ulang tahun Ezra dan dirinya, gagal. Terakhir dicobanya memasukkan tanggal lahir Vanya, berhasil!

Dengan gemetar diarahkan jemarinya membuka aplikasi W******p. Ada sebuah nama yang berada di urutan teratas, menandakan obrolan terakhir Ezra dilakukan bersama orang itu. "Aein" merupakan nama yang tertera. Nama yang membuat dahi Jovita berkerut. Ia menduga ini pasti bukan nama sebenarnya.

Saat dibuka, tidak ada percakapan apa pun, seluruh isi pembicaraan sepertinya telah dihapus. Dingin merasuki tidak hanya jemari, namun sekujur tubuh Jovita. Percakapan rahasia macam apa yang membuat Ezra harus menyembunyikan isinya. Percakapan dengan klien yang benar-benar rahasia saja tidak pernah dihapusnya.

Jovita memencet tepat di tulisan nama "Aein" itu, foto yang dipasang adalah gambar dua tangan berpegangan. Tangan wanita dan pria bergandengan. Ia menelan ludah, membesarkan foto itu, mencari tahu apakah tangan pria itu adalah tangan Ezra, tetapi cukup sulit untuk memastikan. Hanya ada satu cara, meskipun teramat berisiko.

Dipastikannya ponsel dalam mode bisu, kemudian Jovita mengirim pesan hanya berupa huruf L kepada kontak bernama Aein itu. Ia sengaja hanya mengirim satu huruf tidak bermakna, sehingga apabila ternyata antara Ezra dan Aein sekadar hubungan pekerjaan, itu hanya akan dianggap sebagai ketidaksengajaan.

Jovita merasakan dada dan perutnya bergejolak menunggu respons dari si Aein, yang entah siapa nama aslinya. Satu detik terasa satu menit, satu menit terasa satu jam. Ia mulai gelisah, khawatir Ezra tiba-tiba terjaga. Dua menit, tiga menit, tidak juga ada balasan. Segera diputuskan untuk menghentikan penantian, tangannya bergerak hendak meletakkan kembali ponsel Ezra pada tempatnya. Gerakannya terhenti saat lampu ponsel menyala, menandakan ada pesan masuk. Pesan balasan dari Aein.

Ada apa, Chagia? Belum tidur? Katanya tadi sudah mau masuk kamar.

Jovita lemas, tulangnya seolah tak mampu menopang tubuhnya. Meski bukan penggemar drama Korea, tapi beberapa kata dalam bahasa Korea sering didengarnya. Aein dan Chagia merupakan sebutan untuk kekasih. Dua yuniornya Maya dan Hilda yang menggandrungi segala hal berbau Korea selalu membahas hal semacam ini di setiap kesempatan.

Ia mengumpulkan keberanian dan kekuatan mengirim balasan untuk semakin memastikan hubungan antara Ezra dan Aein. Belum. Kamu?

Belum juga. Masih terbayang serunya tadi. Masih mikirin kamu. Semoga kamu juga mikirin aku di tidurmu, ya. Saranghae5.

Dunia Jovita seolah runtuh dalam sekejap. Ia bukan perempuan satu-satunya yang dicintai Ezra seperti ucapannya tadi.

-----

1 pendarahan subkonjungtiva : kondisi yang terjadi ketika pembuluh darah kecil pecah tepat di bawah permukaan mata.

2 kortisol : hormon yang meningkat saat seseorang mengalami stres.

3 emoticon : simbol yang merepresentasikan ekspresi wajah.

4 demosi : pemindahan suatu jabatan ke jabatan yang lebih rendah.

5 saranghae : aku mencintaimu dalam bahasa Korea (informal).

Related chapters

  • Merajut Asa   5. Rahasia Terungkap

    Jovita berkaca di depan cermin dengan perasaan yang tidak dapat diidentifikasikannya. Ia belum menemukan kosa kata yang sesuai untuk menggambarkan apa yang dirasakan saat ini. Sesuatu yang belum pernah dirasakannya seumur hidup. Seperti ada yang mengimpit dada sekaligus membuatnya seolah tak dapat berpijak. Satu hal yang bisa ia identifikasikan dengan jelas hanyalah bahwa suaminya berkhianat, melanggar sumpah suci perkawinan mereka, menghancurkan kepercayaan yang telah ia titipkan selama ini. Pagi ini, ia sengaja bersiap pergi lebih cepat dari biasanya, menghindari konflik dengan Ezra yang dapat berujung dengan kekerasan fisik. Disiapkannya semua keperluan Ezra hari itu. Dasi yang senada dengan kemeja, celana panjang, pakaian dalam, hingga kaus kaki. Ia mengamati isi lemari suaminya, mencari apakah ada hal baru yang berbeda dari seleranya selama ini. Tidak ada sesuatu yang berbeda. Ezra terlihat menggeliat, terbangun dari tidurnya. Ia mengusap wajah, melirik ke arah

    Last Updated : 2020-10-12
  • Merajut Asa   6. Hanya Prasangka?

    Jovita baru saja menyelesaikan kelas pelatihan Public Speaking untuk para pejabat eselon1 III salah satu Kementerian di Balai Kartini, bersama dengan Monica dan dua yuniornya yang setia mendampingi. Seperti biasa, usai kelas beberapa peserta meminta foto bersama dan bertukar kartu nama dengan Jovita, baik laki-laki maupun perempuan. "Heran ... perasaan yang bekas News Anchor tuh aku deh, tapi selalu orang maunya foto sama si Jovita ini, padahal muka dia bisa dihitung jari tampil di televisi," ledek Monica setelah orang-orang yang mengerumuni Jovita membubarkan diri. Jovita tertawa kecil mendengar komentar Monica, temannya yang selalu bicara blakblakan dan senang berguyon. "Seolah ketenaran Ibu tidak berarti, ya?" Maya tambah menggoda Monica. "Iya. Sia-sia gitu dulu muka saya ada di televisi tiap hari," sahut Monica dengan mimik yang dibuat bersedih. "Mungkin mereka dulu sudah pernah foto sama kamu, jadi tidak minta

    Last Updated : 2020-10-12
  • Merajut Asa   7. Jejap

    Jovita sedang menikmati sisa hari di malam itu dengan menyelami paparan langkah-langkah membangun Personal Branding yang disajikan secara komprehensif dalam buku Personal Branding in the Digital Age tulisan Francine Beleyi, seorang Digital Content & Brand Strategist, ketika ponselnya berdering. Deretan angka yang belum tersimpan di kontaknya tertera di layar. Suara seorang pria yang belum terlalu akrab di telinganya terdengar di ujung sambungan telepon. Donny Sadana, pria yang berusaha menggodanya di seminar dua minggu lalu. Jovita sebenarnya malas meladeni klien di luar jam kerja, tapi demi kepentingan bisnis terpaksa disingkirkannya keengganan itu. Ia berusaha tetap bersikap ramah terhadap pria yang semula berkata ingin mengundangnya untuk berbicara mengenai Etiket Bisnis, tapi kenyataannya malah mengajak bicara mengenai banyak hal. Pintu kamar terbuka, Ezra - yang baru pulang dari kerja - masuk dengan senyum terulas di wajah. "Baik, Pak. Besok

    Last Updated : 2020-10-12
  • Merajut Asa   8. Sandiwara

    Jovita baru saja melangkah ke luar dari lift menuju Stariffic ketika dilihatnya Bayu berdiri di dekat pintu masuk. Dari pintu yang terbuat kaca sandblast1 terlihat hanya lampu di atas meja resepsionis yang menyala, pertanda baru Agus seorang yang datang pagi itu. "Sudah lama?" tanya Jovita sambil menempelkan kartu identitas karyawan ke mesin pemindai. Kunci pintu terbuka setelah data dirinya teridentifikasi. "Belum, kurang dari lima menit," jawab Bayu. "Ada kejadian apa yang membuatmu mau mengetahui perkembangannya?" Sejak dua hari yang lalu, ia sudah menyampaikan niatnya untuk memberikan bukti yang ditemukan. Namun, Jovita menolak untuk bertemu. Baru subuh tadi, perempuan itu menghubungi untuk melihat semua bukti. Jovita mempersilakan Bayu duduk di depan meja kerjanya. "Maaf, Bay. Aku kemarin berusaha untuk memercayai penjelasan Ezra bahwa antara dia dan perempuan itu hanya teman, tapi semalam aku menemukan kondom di kantong celananya."

    Last Updated : 2020-10-12
  • Merajut Asa   9. Jeda

    Jovita melangkahkan kaki dari garbarata¹ ke dalam kabin pesawat berbadan besar Airbus 300. Ia tersenyum pada dua flight attendant berpakaian biru tua dan ungu yang menyambut di dekat pintu masuk, lalu berjalan menuju tempat duduknya, nomor 7A kelas bisnis yang terletak dekat jendela. Setelah memasang sabuk pengaman, ia mengenakan headphone dan mencari musik yang cukup menenangkan di inflight entertainment. Berharap agar penumpang yang akan duduk di sebelahnya bukanlah orang yang menyebalkan sehingga ia dapat menikmati 6 jam 20 menit penerbangan menuju Melbourne dengan nyaman. Senyum masam tercipta di bibir Jovita, teringat pertemuannya dengan Ezra pertama kali di penerbangan dari Belanda menuju Indonesia. Jovita yang kala itu masih bekerja sebagai Public Relations Manager usai melakukan perjalanan dinas ke kantor pusat perusahaannya di Rotterdam. Sementara Ezra baru saja menyelesaikan kuliah paska sarjananya di Leiden University. Tidak sengaja bert

    Last Updated : 2020-10-12
  • Merajut Asa   10. Jumpa Pertama

    Jovita menghempaskan badan ke tempat tidur. Penat di tubuhnya baru terasa setelah padatnya aktivitas Jumat kemarin yang dilanjutkan dengan penerbangan Sabtu dini hari ini. Ditambah lagi kecamuk perasaan tidak menentu yang sering hinggap sejak perilaku kasar dan perselingkuhan Ezra membuat tubuhnya seolah tidak pernah dalam kondisi prima. Jovita meraih ponselnya, melihat penunjuk waktu. Pukul 3 sore di Melbourne, berarti pukul 12 siang di Jakarta. Ia menghubungi Ezra. Satu kali, tidak diangkat. Dicobanya lagi hingga tiga kali, tidak juga diangkat. Rasa curiga dan gelisah dengan cepat berkelindan. Segera diteleponnya Ima, pengasuh Vanya untuk mengetahui keberadaan suaminya di akhir pekan itu. "Halo, Ima," sapa Jovita begitu ponselnya tersambung. "Halo, Bu," jawab Ima. "Vanya di mana? Sedang apa?" "Saya dan Vanya sedang di rumah Oma. Itu Vanya sedang berenang bersama Opa," sahut Ima menjelaskan mereka sedang berada di rumah oran

    Last Updated : 2020-11-05
  • Merajut Asa   11. Sindrom Katak Rebus

    Bayangan benda di sepanjang jalan yang dilewati oleh Jovita Minggu pagi itu sudah sama tinggi dengan bendanya saat ia berada dalam kereta menuju Belgrave. Belgrave terletak di Dandenong Ranges - yang merupakan paru-paru bagi Melbourne - berjarak sekitar 40 kilometer dari Central Business District (CBD) Melbourne dan dapat ditempuh dalam waktu satu jam menggunakan kereta. Hanya tinggal Jovita sendiri dalam gerbong saat kereta berhenti di stasiun Belgrave yang merupakan ujung dari layanan jalur timur. Hawa Belgrave yang cukup dingin langsung terasa menusuk tulang begitu ia melangkahkan kaki ke luar dari gerbong. Penanda suhu di stasiun memperlihatkan angka 8 derajat Celcius. Dirapatkannya jaket yang membalut tubuh dan bergegas berjalan ke luar. Jovita mempercepat langkahnya saat menapaki ramp¹ menuju jembatan yang merupakan jalan keluar dari stasiun Belgrave. Dari atas jembatan, dilihatnya Agnes baru turun dari mobil Skoda Kodiaq hitam. Ia mempercepat langkahnya.

    Last Updated : 2020-11-05
  • Merajut Asa   12. Pencerahan

    Agnes membuka pintu teras, lalu mengajak Jovita duduk di beranda yang menghadap ke kebun bunga di samping rumahnya. Udara segar akan bagus untuk menenangkan hati sahabatnya. "Apa yang harus kulakukan, Nes?" Jovita memandang ke depan dengan tatapan kosong, menyiratkan keputusasaan. "Sebelum memikirkan apa yang harus kamu lakukan, ada beberapa hal yang perlu kamu yakini terlebih dahulu. Ini sangat penting untuk membantumu menyiapkan langkah. Pertama, kamu bukan penyebab perlakuan buruk Ezra dan kamu tidak bisa disalahkan atas tindakan yang diambilnya. Apa pun alasannya, semua murni keputusan Ezra untuk berselingkuh dan juga melakukan tindak kekerasan kepadamu. Ini yang sangat mendasar. Banyak korban yang sulit melangkah ke luar karena merasa dirinya turut berkontribusi pada perilaku pasangan," papar Agnes. Jovita mengembuskan napas dengan berat. "Aku sudah sempat berpikir seperti itu, bahwa Ezra menjadi kasar karena ulahku. Aku menjadi sangat berhati-hati bersi

    Last Updated : 2020-11-05

Latest chapter

  • Merajut Asa   97. Menyatukan Hati

    "Selamat datang di Åberg!" Magnus menjabat tangan Jovita erat. "Kapan datang dari Indonesia?" "Seminggu yang lalu," jawab Jovita. Kerstin, Direktur Human Capital, yang juga hadir saat wawancara di Uppsala turut menjabat tangan Jovita. "Terima kasih sudah bersedia datang sebelum tanggal di kontrak." Ia mempersilakan Jovita untuk duduk. "Tidak masalah," sahut Jovita. Siang itu, ia diminta datang ke kantor pusat Åberg School of Communication di Norrmalm, area pusat bisnis Stockholm. "Perkenalkan ini Niklas, ia adalah Staf Human Capital. Ia nanti akan mengurus semua keperluanmu," ucap Kerstin sembari memperkenalkan seorang pria berusia awal 30-an berkacamata. Jovita menjabat tangan Niklas. "Jovita. Trevligtatt träffas.

  • Merajut Asa   96. Permintaan

    "Jo!" panggil Monica sambil melambaikan tangannya. Jovita balas melambaikan tangan lalu bergegas mendekati temannya yang sudah duduk di salah satu meja dekat kolam renang. Ia menyempatkan diri berpamitan kepada rekan-rekan seperjuangannya. Restoran Mendjangan di kawasan Kemang, Jakarta Selatan menjadi pilihan mereka bertemu siang itu. Di meja tersebut telah menunggu Monica, Albert dan istrinya Karen. "Apa kabarmu, Jo?" tanya Karen yang dahulu teman satu angkatan Jovita kala di jenjang S1. "Baik, kamu bagaimana kabar?" "Baik. Kamu makin cantik dan seksi, deh," sanjung Karen. "Tuh, kan, bukan cuma aku dan Rania yang bilang begitu," celetuk Monica.

  • Merajut Asa   95. Kehangatan Keluarga

    Suasana riuh memenuhi kediaman keluarga Irwan Hengkara pada hari Sabtu pekan pertama di tahun baru. Tidak hanya semua anak dan cucunya yang berkumpul, tapi juga tiga anak almarhum supir pribadinya yang sudah dianggap seperti anak sendiri, Bayu, Reza, dan Gilang bersama keluarga mereka. Enam anak dan dua balita terlihat asik bermain bersama di halaman berumput samping rumah. Bayu dan Joseph bermain catur tak jauh dari anak-anak itu. Reza, Gilang, Damian, dan juga Irwan mengamati permainan itu dengan serius. Baru kali ini Bayu mendapat perlawanan sengit dalam bermain catur. "Semua jadi kecanduan catur," komentar Yulia melihat enam pria bermimik serius di teras samping. Ia bersama para perempuan sibuk di dapur dan ruang makan menyiapkan makan siang. "Soalnya selama ini tidak ada yang bisa menandingi Kak Bayu, jadi kurang seru, ba

  • Merajut Asa   94. Buah Hati

    "Sampai kapan Anda di sini?" tanya Agung kepada Joseph setelah menutup pertemuan tersebut. "Rencananya kami akan berangkat pertengahan Januari. Semoga semua dokumen Jovita dan juga Vanya sudah selesai," sahut Joseph. "Jangan khawatir, pengacara kami bisa membantu agar semua urusan beres," ujar Agung. Joseph mengernyitkan dahi, berusaha memaknai perkataan Agung, bertanya-tanya mengapa harus menawarkan bantuan untuk sebuah prosedur yang sudah jelas dan baku. Jovita menangkap makna ekspresi Joseph. Ia yakin Joseph pasti bingung menyikapi tawaran kolusi dari Agung. "Terima kasih atas bantuannya, Pak." Ia segera memberikan jawaban. "Ayo, silakan diminum terlebih dahulu." Dewi mempersilakan para tamunya untuk menikmati minuman d

  • Merajut Asa   93. Kesepakatan Baru

    Jovita memarkir mobilnya di halaman rumah Poppy. Ia menarik napas panjang, menyiapkan diri untuk menghadapi pembicaraan yang bisa saja melebar menjadi perseteruan. "Apa kamu yakin mau aku temani?" Joseph mengusap lengan Jovita. Ia khawatir pembicaraan ini bersifat privasi. "Tentu. Aku membutuhkanmu." Jovita memandangi mata hazel Joseph lekat. Joseph tersenyum. Ada bahagia karena merasa kehadirannya dibutuhkan. "Kalau begitu, mari kita turun," ajak Joseph. "Everything's gonna be alright." Jovita mengangguk. Joseph laksana daya tambahan bagi keberaniannya. Berbarengan dengan mereka berdua turun dari mobil, Arifin - pengacara Jovita - turun dari mobilnya beserta Ri

  • Merajut Asa   92. Bucket List

    Setelah setengah jam berkendara, Jovita menghentikan kendaraannya di restoran Bandar Djakarta yang terletak di dalam area wisata Taman Impian Jaya Ancol, sebuah tempat makan seafood yang memiliki konsep pasar ikan dengan pemandangan pantai Ancol. Sambil menyantap hidangan makan siang, obrolan kembali berlanjut. Ludvig mengamati pasangan yang ada di hadapannya. Dua orang yang sedang kasmaran. Tiap kali Joseph berbicara, Jovita memandanginya dengan penuh kekaguman, begitu pula sebaliknya. Joseph memandangi Jovita mesra saat perempuan itu bertutur. Suatu hal yang sangat jarang dilihatnya terjadi pada Joseph, bahkan ketika ia bersama dengan Freja. "Kapan terakhir kali kamu ke Gotland?" tanya Jovita. "Sekitar dua tahun lalu, tapi tidak bertemu Joe," - Ludvig mengalihkan pandangan ke Joseph - "kalau tidak salah, kamu sedang

  • Merajut Asa   91. Sahabat Masa Kecil

    "Herregud¹!" Joseph tidak dapat menutupi kekagetan menyaksikan pemandangan di hadapannya. Beberapa orang pengendara motor nekat melaju meski lampu belum berubah hijau. Jovita yang duduk di belakang kemudi, tertawa geli, sudah menduga hal ini pasti terjadi. "Kamu tahu apa warna bendera Indonesia?" tanya Jovita. "Merah putih kalau tidak salah," sahut Joseph. "Betul. Merah artinya berani, putih artinya suci." "Filosofi yang bagus sekali," puji Joseph. "Sangat bagus! Beberapa orang terlalu meresapi makna warna bendera tersebut, maka lampu merah pun diartikan berani. Jadi, setiap lampu berwarna merah, ia pun menganggap itu adalah perintah untuk bersikap berani," selo

  • Merajut Asa   90. Sekakmat

    "Hah?" Ezra terkejut. Ta' kemplang berarti kutempeleng. Jovita nyaris tersedak. "Namanya soto ayam ta'kemplang. Ayam betina muda dan telur uritan," jelas Poppy. Ia melirik makanan Ezra yang tidak disentuh. "Kenapa kamu tidak makan?" "Aku tidak suka rica." "Lalu mengapa tadi pesan itu?" "Aku tidak terlalu memperhatikan." Kali ini Jovita benar-benar tersedak, menahan tawa mendengar percakapan dua orang di hadapannya. Sudah diduganya Ezra pasti sedang melamun saat memesan makanan itu. Ia berusaha meraih botol air mineral di hadapannya untuk meredakan batuk. Joseph dengan cekatan meraih botol hijau bertuliskan Equil

  • Merajut Asa   89. Blessing in Disguise

    Sebuah pohon beringin besar dengan lampu-lampu hias antik tergantung di dahannya menyambut para tamu memasuki pelataran restoran Lara Djonggrang di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Tempat makan bernuansa mistikal yang terinspirasi dari dongeng romansa cinta tak berbalasnya Bandung Bondowoso kepada Rara Jonggrang ini, menjadi pilihan Poppy untuk pertemuannya dengan Jovita. "Aku masih tidak bisa memahami keinginanmu bertemu Jovita," ujar Ezra gusar sambil melangkah masuk ke restoran berfasad merah itu. "Aku ingin menekankan beberapa hal padanya, sehingga ia tidak mengganggu perkawinan kita nanti, Beb," sahut Poppy sembari memandangi sekelilingnya. Pencahayaan temaram dengan interior etnik Indonesia dan paduan sentuhan Tiongkok menghadirkan kesan mistis nan memesona. Ezra mendengkus, tak mungkin menolak keinginan Poppy. Ia harus me

DMCA.com Protection Status