Beranda / Romansa / Merajut Asa / 12. Pencerahan

Share

12. Pencerahan

Penulis: Kaia Karnika
last update Terakhir Diperbarui: 2020-11-05 21:21:14

Agnes membuka pintu teras, lalu mengajak Jovita duduk di beranda yang menghadap ke kebun bunga di samping rumahnya. Udara segar akan bagus untuk menenangkan hati sahabatnya.

"Apa yang harus kulakukan, Nes?" Jovita memandang ke depan dengan tatapan kosong, menyiratkan keputusasaan.

"Sebelum memikirkan apa yang harus kamu lakukan, ada beberapa hal yang perlu kamu yakini terlebih dahulu. Ini sangat penting untuk membantumu menyiapkan langkah. Pertama, kamu bukan penyebab perlakuan buruk Ezra dan kamu tidak bisa disalahkan atas tindakan yang diambilnya. Apa pun alasannya, semua murni keputusan Ezra untuk berselingkuh dan juga melakukan tindak kekerasan kepadamu. Ini yang sangat mendasar. Banyak korban yang sulit melangkah ke luar karena merasa dirinya turut berkontribusi pada perilaku pasangan," papar Agnes.

Jovita mengembuskan napas dengan berat. "Aku sudah sempat berpikir seperti itu, bahwa Ezra menjadi kasar karena ulahku. Aku menjadi sangat berhati-hati bersi

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Merajut Asa   13. Sekeping Puzzle

    Dengan masih menahan sedikit nyeri di kaki, Jovita memasuki Dock 37 Bar & Kitchen di hotel Pan Pacific yang diinapinya untuk menikmati sarapan. Ia melirik arloji, belum jam 7 pagi, tapi restoran sudah cukup ramai. Tampaknya berbagai kegiatan seminar di Melbourne Convention & Exhibition Center (MCEC) menyebabkan okupansi hotel ini juga meningkat. Kepalanya menoleh ke kanan kiri mencari meja yang kosong. "Kamu bisa duduk di sini jika tidak ada tempat kosong," ujar seorang pria yang duduk persis di samping posisinya berdiri. Jovita menoleh, dahinya berkerut. Penampilan Joseph berbeda dengan dua hari kemarin. Jauh lebih rapi sehingga membuatnya nyaris tidak mengenali pria itu walaupun tadi sempat melihat ke arahnya sekilas. "Terima kasih, maaf aku tidak melihatmu barusan," sahutnya sedikit berbohong sambil meletakkan tas di atas meja. "Bagaimana kakimu?" tanya Joseph lalu menyeruput kopinya. "Jauh lebih baik. Terima kasih,"jawab Jovita. Ia kemudia

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-05
  • Merajut Asa   14. Makna Peristiwa

    Jarum di arlojinya menunjukkan pukul 4 sore saat Jovita selesai berbincang untuk melakukan pendekatan dengan salah satu penulis ternama Personal Branding. Sesi seminar di dalam ruangan sudah separuh jalan, membuatnya sungkan untuk masuk. Ia pun memutuskan untuk keluar dari area MCEC, mencari udara segar di pinggir sungai Yarra. Bangku panjang di South Wharf Promenade pinggir sungai Yarra menjadi pilihan Jovita untuk beristirahat. Hasil terjemahan puisi dari Amelia telah masuk. Ia pun mempersiapkan langkah selanjutnya. Dear Amelia, Terima kasih banyak atas terjemahan puisinya, kekasih saya sangat senang, dia bilang puitis sekali. Katanya puisi ini mampu mengobati kerinduannya karena sudah sebulan kami tidak bisa berjumpa. Kebahagiaan ini tentu tidak akan saya dapatkan tanpa bantuanmu. Terima kasih banyak. Salam,Lydia Jovita membaca ulang konsep surat balasannya, lalu mengirim ke Amelia. Ia harus

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-05
  • Merajut Asa   15. Celah Pintu

    Tiiing! Suara nyaring berbunyi yang kemudian diikuti oleh terbukanya pintu lift di lantai 6. Tiga orang telah berada di dalam lift tersebut, dua wanita kaukasia paruh baya dan seorang pria berjas. Joseph. "Morning." Jovita melangkah masuk ke dalam lift seraya mengukir senyum di heart-shaped lips-nya. Dua wanita tersebut membalas sapaan Jovita. Joseph tidak berespons. "Hi, Joe," sapa Jovita khusus untuk pria yang tidak mau membalas tegurannya barusan. "Hi," balas Joseph datar. Dalam hati ia menerka sebentar lagi perempuan ini pasti akan memulai b**a-basinya. "Di lantai berapa kamu menginap?" Jovita membuka percakapan. Joseph tersenyum, dugaannya tidak meleset. "Delapan," jawabnya singkat. Dalam hati kembali menebak, pasti perempuan ini akan melanjutkan dengan pembicaraan tentang seminarnya kemarin. "Sepertinya presentasimu kemarin sukses," sanjung Jovita. Senyum Joseph kian lebar, pred

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-05
  • Merajut Asa   16. Penerimaan Emosi

    Penampilan Melissa Benson - seorang pembicara dari Australia yang inspiratif - di panggung Goldfields Theater memukau Jovita. Perempuan kelahiran Arizona, Amerika itu kehilangan penglihatan di awal usia 20 tahun, sehingga terpaksa mengerahkan segenap potensi diri untuk menghadapi tantangan hidup. Berbagai upaya luar biasa telah dikerahkannya hingga akhirnya ia bisa menularkan optimisme bagi banyak orang seperti sekarang ini. Ponsel Jovita bergetar, sebuah pesan masuk. Ia hanya melirik untuk mengetahui asal pengirim karena tidak ingin fokusnya terganggu. Sejak tadi, ia memilih untuk mengabaikan semua pesan. Namun, begitu dilihatnya pengirim pesan adalah Bayu, ia tak bisa menahan diri untuk langsung membukanya. Ezra kemarin datang ke unit Amelia jam setengah dua siang. Isi pesan dari Bayu. Konsentrasi Jovita buyar seketika. Itu berarti selang beberapa saat setelah ia menelepon Ezra yang mengaku hendak masuk ruang sidang. Suaminya jelas-jelas berbohong.

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-05
  • Merajut Asa   17. Perbincangan Pagi

    Begitu melangkah masuk ke Dock 37 Bar & Kitchen, mata Jovita menyapu ke sekeliling ruangan. Mencari Joseph, Thomas, atau Edda. Berusaha menemukan orang yang dikenal untuk berbincang sambil menikmati sarapan bersama. Suasana restoran pagi ini lebih lengang dari dua hari kemarin. Ia melirik arloji, hampir pukul 7. Biasanya Joseph sudah datang sekitar jam ini, sedangkan Thomas dan Edda sedikit lebih siang. "Mencariku?" tegur seorang pria dari arah belakang Jovita. Aroma kayu bercampur rempah menguar dari tubuhnya. Jovita tersenyum lebar sambil menoleh. Suara dan wangi parfum pria itu sudah terekam di memorinya. "Mencari orang yang sudah bisa memaklumi kebiasaan b**a-basiku." Joseph menciptakan lengkungan tipis di bibir. Ia menunjuk ke salah satu meja di sudut resto. Terdapat empat kursi yang masing-masing berada di tiap sisi meja. Ia mempersilakan Jovita berjalan terlebih dahulu. "Bagaimana cara menjaga kesehatan otak kita agar tidak mudah pikun?" ta

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-05
  • Merajut Asa   18. Rasa Nyaman

    Usai sesi seminar berakhir, Jovita segera melesat ke kamarnya, mengganti pakaian dan sepatu olahraga. Ia tidak mau menghabiskan sore ini dengan meratapi keberengsekan Ezra di tepi sungai. Saran Joseph untuk berolahraga merupakan cara yang lebih baik untuk memanfaatkan waktu dan mengalihkan pikiran. "Hanya dibutuhkan tekad untuk mewujudkannya, bukan?" celetuk seorang pria ketika Jovita melangkahkan kaki masuk ke lift. Joseph sudah berada di dalam lift dengan pakaian olahraga. "Aku merasa harus menghormati orang yang memberi jawaban atas pertanyaanku," sahut Jovita dengan senyum merekah. "Kamu hendak berolahraga di gimnasium?" Joseph menggeleng. "Sore ini sepertinya cerah, mungkin aku akan menyusuri sungai Yarra." "Apakah kamu sudah pernah mengunjungi Royal Botanic Gardens?" tanya Jovita. Tiba-tiba terlintas di kepalanya untuk berolahraga di sana. "Belum. Kamu akan ke sana?" Joseph ganti bertanya. Jovita mengangguk. "Kamu bisa pergi bers

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-05
  • Merajut Asa   19. Pengganggu

    Antrean panjang peserta seminar terlihat memenuhi area eksebisi di depan Goldfields Theater. Keynote speaker penutup acara seminar, Nick Vujicic mampu memukau hadirin dan membuat mereka rela berbaris demi mendapat tanda tangan dan foto bersama sosok inspiratif itu. Nick adalah motivator berkewarganegaraan Australia Amerika yang mengidap tetra-amelia syndrome - sebuah kelainan langka yang membuat bayi terlahir tanpa lengan dan kaki. Perjuangan hidup Nick yang jauh dari kata mudah menggugah peserta untuk turut memiliki semangat bangkit dari keterpurukan. Jovita melongok ke deret di depannya, menghitung berapa orang lagi yang harus dinanti untuk dapat berbincang sejenak dengan Nick. Masih sekitar dua puluh orang, tiap orang rata-rata menghabiskan waktu 3 menit, sehingga ia harus menunggu sekitar satu jam dalam barisan yang sudah mengular ini. Ia mengembuskan napas berat, kalau saja bukan Nick Vujicic yang fenomenal dan potensial untuk kolaborasi bisnis, sudah pasti ia

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-05
  • Merajut Asa   20. Perpisahan

    Pukul 7 malam, mereka berempat telah berada di Charcoal Lane Restaurant. Tempat makan yang menyajikan makanan asli Australia ini berlokasi di daerah Fitzroy yang terkenal sebagai pusat wisata kuliner Melbourne. Daging kanguru dan walabi, serta ikan barramundi menjadi menu andalan restoran ini. Kesan simpel hadir dalam balutan interior restoran yang didominasi oleh warna hitam putih. Lantai parquet1 dan dekorasi lampu-lampu besar terbuat dari rotan menciptakan kehangatan yang membuat pengunjung betah berlama-lama menyantap sajian restoran tersebut. Mereka berempat duduk mengelilingi meja yang berada tidak jauh dari bar. "Apakah kamu pernah ke sini sebelumnya?" tanya Thomas kepada Jovita yang duduk di sisi kirinya. "Pernah satu kali, temanku Agnes yang mengajakku ke sini dua tahun lalu. Dua hari lalu, aku dan Joseph makan malam bersamanya di restoran Indonesia," sahut Jovita. Ada nyeri di dada mengingat momen dua tahun lalu bersama Ezra di s

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-05

Bab terbaru

  • Merajut Asa   97. Menyatukan Hati

    "Selamat datang di Åberg!" Magnus menjabat tangan Jovita erat. "Kapan datang dari Indonesia?" "Seminggu yang lalu," jawab Jovita. Kerstin, Direktur Human Capital, yang juga hadir saat wawancara di Uppsala turut menjabat tangan Jovita. "Terima kasih sudah bersedia datang sebelum tanggal di kontrak." Ia mempersilakan Jovita untuk duduk. "Tidak masalah," sahut Jovita. Siang itu, ia diminta datang ke kantor pusat Åberg School of Communication di Norrmalm, area pusat bisnis Stockholm. "Perkenalkan ini Niklas, ia adalah Staf Human Capital. Ia nanti akan mengurus semua keperluanmu," ucap Kerstin sembari memperkenalkan seorang pria berusia awal 30-an berkacamata. Jovita menjabat tangan Niklas. "Jovita. Trevligtatt träffas.

  • Merajut Asa   96. Permintaan

    "Jo!" panggil Monica sambil melambaikan tangannya. Jovita balas melambaikan tangan lalu bergegas mendekati temannya yang sudah duduk di salah satu meja dekat kolam renang. Ia menyempatkan diri berpamitan kepada rekan-rekan seperjuangannya. Restoran Mendjangan di kawasan Kemang, Jakarta Selatan menjadi pilihan mereka bertemu siang itu. Di meja tersebut telah menunggu Monica, Albert dan istrinya Karen. "Apa kabarmu, Jo?" tanya Karen yang dahulu teman satu angkatan Jovita kala di jenjang S1. "Baik, kamu bagaimana kabar?" "Baik. Kamu makin cantik dan seksi, deh," sanjung Karen. "Tuh, kan, bukan cuma aku dan Rania yang bilang begitu," celetuk Monica.

  • Merajut Asa   95. Kehangatan Keluarga

    Suasana riuh memenuhi kediaman keluarga Irwan Hengkara pada hari Sabtu pekan pertama di tahun baru. Tidak hanya semua anak dan cucunya yang berkumpul, tapi juga tiga anak almarhum supir pribadinya yang sudah dianggap seperti anak sendiri, Bayu, Reza, dan Gilang bersama keluarga mereka. Enam anak dan dua balita terlihat asik bermain bersama di halaman berumput samping rumah. Bayu dan Joseph bermain catur tak jauh dari anak-anak itu. Reza, Gilang, Damian, dan juga Irwan mengamati permainan itu dengan serius. Baru kali ini Bayu mendapat perlawanan sengit dalam bermain catur. "Semua jadi kecanduan catur," komentar Yulia melihat enam pria bermimik serius di teras samping. Ia bersama para perempuan sibuk di dapur dan ruang makan menyiapkan makan siang. "Soalnya selama ini tidak ada yang bisa menandingi Kak Bayu, jadi kurang seru, ba

  • Merajut Asa   94. Buah Hati

    "Sampai kapan Anda di sini?" tanya Agung kepada Joseph setelah menutup pertemuan tersebut. "Rencananya kami akan berangkat pertengahan Januari. Semoga semua dokumen Jovita dan juga Vanya sudah selesai," sahut Joseph. "Jangan khawatir, pengacara kami bisa membantu agar semua urusan beres," ujar Agung. Joseph mengernyitkan dahi, berusaha memaknai perkataan Agung, bertanya-tanya mengapa harus menawarkan bantuan untuk sebuah prosedur yang sudah jelas dan baku. Jovita menangkap makna ekspresi Joseph. Ia yakin Joseph pasti bingung menyikapi tawaran kolusi dari Agung. "Terima kasih atas bantuannya, Pak." Ia segera memberikan jawaban. "Ayo, silakan diminum terlebih dahulu." Dewi mempersilakan para tamunya untuk menikmati minuman d

  • Merajut Asa   93. Kesepakatan Baru

    Jovita memarkir mobilnya di halaman rumah Poppy. Ia menarik napas panjang, menyiapkan diri untuk menghadapi pembicaraan yang bisa saja melebar menjadi perseteruan. "Apa kamu yakin mau aku temani?" Joseph mengusap lengan Jovita. Ia khawatir pembicaraan ini bersifat privasi. "Tentu. Aku membutuhkanmu." Jovita memandangi mata hazel Joseph lekat. Joseph tersenyum. Ada bahagia karena merasa kehadirannya dibutuhkan. "Kalau begitu, mari kita turun," ajak Joseph. "Everything's gonna be alright." Jovita mengangguk. Joseph laksana daya tambahan bagi keberaniannya. Berbarengan dengan mereka berdua turun dari mobil, Arifin - pengacara Jovita - turun dari mobilnya beserta Ri

  • Merajut Asa   92. Bucket List

    Setelah setengah jam berkendara, Jovita menghentikan kendaraannya di restoran Bandar Djakarta yang terletak di dalam area wisata Taman Impian Jaya Ancol, sebuah tempat makan seafood yang memiliki konsep pasar ikan dengan pemandangan pantai Ancol. Sambil menyantap hidangan makan siang, obrolan kembali berlanjut. Ludvig mengamati pasangan yang ada di hadapannya. Dua orang yang sedang kasmaran. Tiap kali Joseph berbicara, Jovita memandanginya dengan penuh kekaguman, begitu pula sebaliknya. Joseph memandangi Jovita mesra saat perempuan itu bertutur. Suatu hal yang sangat jarang dilihatnya terjadi pada Joseph, bahkan ketika ia bersama dengan Freja. "Kapan terakhir kali kamu ke Gotland?" tanya Jovita. "Sekitar dua tahun lalu, tapi tidak bertemu Joe," - Ludvig mengalihkan pandangan ke Joseph - "kalau tidak salah, kamu sedang

  • Merajut Asa   91. Sahabat Masa Kecil

    "Herregud¹!" Joseph tidak dapat menutupi kekagetan menyaksikan pemandangan di hadapannya. Beberapa orang pengendara motor nekat melaju meski lampu belum berubah hijau. Jovita yang duduk di belakang kemudi, tertawa geli, sudah menduga hal ini pasti terjadi. "Kamu tahu apa warna bendera Indonesia?" tanya Jovita. "Merah putih kalau tidak salah," sahut Joseph. "Betul. Merah artinya berani, putih artinya suci." "Filosofi yang bagus sekali," puji Joseph. "Sangat bagus! Beberapa orang terlalu meresapi makna warna bendera tersebut, maka lampu merah pun diartikan berani. Jadi, setiap lampu berwarna merah, ia pun menganggap itu adalah perintah untuk bersikap berani," selo

  • Merajut Asa   90. Sekakmat

    "Hah?" Ezra terkejut. Ta' kemplang berarti kutempeleng. Jovita nyaris tersedak. "Namanya soto ayam ta'kemplang. Ayam betina muda dan telur uritan," jelas Poppy. Ia melirik makanan Ezra yang tidak disentuh. "Kenapa kamu tidak makan?" "Aku tidak suka rica." "Lalu mengapa tadi pesan itu?" "Aku tidak terlalu memperhatikan." Kali ini Jovita benar-benar tersedak, menahan tawa mendengar percakapan dua orang di hadapannya. Sudah diduganya Ezra pasti sedang melamun saat memesan makanan itu. Ia berusaha meraih botol air mineral di hadapannya untuk meredakan batuk. Joseph dengan cekatan meraih botol hijau bertuliskan Equil

  • Merajut Asa   89. Blessing in Disguise

    Sebuah pohon beringin besar dengan lampu-lampu hias antik tergantung di dahannya menyambut para tamu memasuki pelataran restoran Lara Djonggrang di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Tempat makan bernuansa mistikal yang terinspirasi dari dongeng romansa cinta tak berbalasnya Bandung Bondowoso kepada Rara Jonggrang ini, menjadi pilihan Poppy untuk pertemuannya dengan Jovita. "Aku masih tidak bisa memahami keinginanmu bertemu Jovita," ujar Ezra gusar sambil melangkah masuk ke restoran berfasad merah itu. "Aku ingin menekankan beberapa hal padanya, sehingga ia tidak mengganggu perkawinan kita nanti, Beb," sahut Poppy sembari memandangi sekelilingnya. Pencahayaan temaram dengan interior etnik Indonesia dan paduan sentuhan Tiongkok menghadirkan kesan mistis nan memesona. Ezra mendengkus, tak mungkin menolak keinginan Poppy. Ia harus me

DMCA.com Protection Status