Bab 4 Hati yang Pilu

"Braaakkk ..." Motor scooter matic pink yang Rengganis kendarai seketika oleng, menabrak pengendara motor didepannya dan membuat pengendara motor didepannya itu tehimpit antara motornya dengan motor milik Rengganis.

Rengganis meringis, merasakan kakinya yang terasa terkilir. Sehingga untuk bangkit mengangkat motornya saja ia tidak mampu, dan membuat pengendara motor yang ia tabrak semakin terhimpit.

"Aaarrgh ... " lelaki yang tertabrak dan terhimpit motor Rengganis mengerang sambil memegang pangkal kakinya, "Teh, bangun atuh, sakit ini, aaarrgh."

"Maaf, Mas, bukan aku ngga mau bangun, tapi a-aku juga ngga bisa bangun. Aaaw ... kakiku yang ini sepertinya terkilir," Rengganis mengungkapkan keadaannya, sambil menunjuk kaki kirinya yang juga sama-sama terhimpit motor.

"Astaghfirullah ... aaarrgh, coba teteh geser pelan-pelan menjauh dari motor, nanti saya coba sendiri untuk mengangkat motornya Teteh," lelaki berpakaian casual itu mencoba mencari jalan keluar dari tabrakan yang tak terduga ini.

Dengan susah payah, Rengganis bergeser perlahan ke trotoar, menjauh dari motornya yang masih tergeletak di jalan. Dan, berhasil! Walaupun kaki kirinya langsung terlihat bengkak, saat Rengganis mensejajarkan kedua kakinya.

Rengganis yang sedari tadi mengamati kakinya yang terasa sakit dan bengkak itu, tak menyadari kalau pengendara motor yang ditabraknya sudah duduk disebelahnya.

"Masih sakit kakinya, Teh?" tanya lelaki berpakaian casual yang ditabrak oleh Rengganis.

"Eh, Mas ... Kok, udah bisa bangun?" Rengganis justru balik bertanya.

"Iya, ternyata motor scooter Teteh enteng, tapi kenapa tadi pas ada teteh, kok, berat banget ya? Kaki saya sampai sakit banget."

Rengganis berekspresi bingung dengan mengernyitkan dahinya, karena ia pun tak mengerti mengapa bisa seperti itu.

"Padahal Teteh, kecil loh badannya ... apa beban hidupnya Teteh yang berat kali ya?" ledek lelaki bertubuh atletis itu sambil terkekeh.

Rengganis memutar bola matanya, enggan berbasa basi dengan lelaki yang bukan mahramnya apalagi lelaki yang tidak ia kenal, candaannya pun sangat tidak lucu ditelinga Rengganis, sementara itu ia masih meringis dan mengusap kaki kirinya yang bengkak.

"Waduh, bengkak itu, Teh." ujar lelaki yang belum Rengganis ketahui namanya.

Rengganis mengangguk, sambil terus mengelus-elus kakinya yang terasa sakit dan terlihat bengkak.

"Eh, berdarah itu, Mas," ucap Rengganis saat tak sengaja netranya mengedar ke arah sosok disampingnya, "aku telponkan sekolah dulu untuk membawa Mas ke rumah sakit terdekat dari sini ya, Mas."

"Ngga usah repot-repot, Teh, saya masih bisa jalan, ini luka sedikit aja sih kayanya."

"Ngga repot, kok ... saya harus tanggung jawab, Mas. Kan saya yang lalai. Kita ke rumah sakit, ngga jauh dari sekolah aku ngajar ada rumah sakit, nanti kita periksa dulu lukanya di rumah sakit itu ya, Mas,"

Dengan sigap, Rengganis menelepon sekolah Internasional dimana ia mengajar, ia memberitahukan kejadian yang sudah menimpanya pagi itu, tak sampai lima menit, bus sekolah tiba ditempat kecelakaan, dimana Rengganis dan lelaki yang ditabraknya masih duduk di trotoar. Kemudian mereka berdua pun diantar ke rumah sakit yang dituju menggunakan bus sekolah. Sementara dua orang satpam yang ikut ke tempat kejadian, masing-masing membawa motor Rengganis dan lelaki yang ditabraknya ke sekolah dimana Rengganis mengajar.

Selama dalam perjalanan menuju rumah sakit, Rengganis mencoba menghubungi Dewa, berharap lelaki yang masih menyandang status sebagai suaminya itu mau menerima panggilan darinya. Atau sekedar membalas pesan darinya. Rengganis hanya ingin mengabarkan kecelakaan yang baru saja menimpanya.

"Assalamualaikum, Mas. Aku kecelakaan."

"Mas, aku sedang ke rumah sakit. Tadi aku tak sengaja menabrak seorang pengendara motor didepanku."

"Mas ... Maaf, aku takut, Mas. Kakiku sakit."

"Mas ..."

Rengganis mengirimkan beberapa pesan dengan tangan yang gemetar dan netra yang mengembun. Wajahnya memucat, Rengganis takut. Ia takut melihat darah yang keluar dari kaki pengendara motor yang ditabraknya, ia takut terjadi hal yang serius yang terjadi dengan pengendara motor itu. Wanita kelahiran Kebumen itu juga takut karena ia merasakan sakit di kakinya.

Namun, pesan yang ia kirimkan melalui aplikasi berwarna hijau itu tak satupun mendapatkan balasan dari Dewa. Bahkan tanda centang dipesannya tidak berubah warna menjadi biru. Itu artinya, Dewa sama sekali tak membuka pesan dari Rengganis.

Beberapa panggilan teleponnya pun tak kunjung mendapat jawaban. Wajah Rengganis terlihat sangat lelah. Kecelakaan yang tak sengaja ini sudah membuat harinya bertambah kacau, terlebih Dewa yang tak dapat ia hubungi, membuat Rengganis semakin terpuruk.

"Aku coba sekali lagi," ucapnya dalam hati, sampai akhirnya, "Alhamdulillah diangkat."

"Assalamualaikum, Mas, a-ku ..." kalimatnya menggantung tanpa ada penyelesaian dikata selanjutnya. Air matanya mengalir perlahan membasahi pipinya yang pucat, memberikan jawaban atas pesan-pesan yang sedari tadi ia kirimkan pada suaminya.

"Dewaaa ... aaah, pelan-pelan dong sayang," bukan suara Dewa yang terdengar, melainkan suara manja perempuan yang tak asing ditelinga Rengganis.