Keesokan harinya, siang ini Raccel pergi ke sebuah butik milik teman Dalena untuk mencoba gaun pernikahan yang telah Dalena pesan. Dan di sana, Nicholas juga ikut bersama dengan Raccel dan Mamanya. Raccel pun mencoba gaun pernikahan yang ditunjukkan padanya. Seperti yang dia inginkan, kalau gadis itu menginginkan gaun yang tertutup. "Cantik sekali, Sayang ... gaunnya pas di tubuh Raccel," ujar Dalena menatap Raccel yang tengah mencoba gaun itu. "Oh ya, Mom?" Gadis itu menatap Dalena sembari tersenyum. Dalena mengangguk, wanita itu membuka sebuah tirai dan melambaikan tangannya memanggil Nicholas. Laki-laki itu berjalan mendekati mereka, senyuman Nicholas pun terukir saat dia melihat Raccel dengan balutan gaun pengantin putih bersih berlengan panjang dengan rok yang mengembang seperti kelopak bunga. Raccel menatap laki-laki itu dan menaikkan kedua alisnya. "Bagaimana, Kak?" Nicholas tersenyum manis, dia kagum melihat Raccel dengan balutan gaun itu membuatnya terlihat benar-bena
Hari demi hari berjalan dengan cepat. Tidak terasa pernikahan Raccel tinggal menghitung hari, dan saat itu tepat di hari libur kampusnya. Pernikahan Raccel dan Nicholas jatuh di saat pertengahan musim gugur. Ketika suhu udara yang sudah terasa hembusan angin dari musim dingin. Dan malam ini gadis itu terbangun dari tidurnya saat jam menunjukkan pukul dua dini hari. Raccel duduk di tepi ranjang kamarnya dan menatap ke arah jendela, dia diam merenung membayangkan seperti apa masa depannya nanti setelah dia menikah. "Natal dan tahun baru kali ini, aku tidak tinggal di sini lagi ... melainkan aku sudah punya suami, dan akan menghabiskan banyak waktuku dengan suamiku," ucap Raccel tersenyum tipis, namun dia tidak berbohong kalau ada rasa sedih di dadanya. Tidak pernah dia bayangkan dia bisa keluar dari rumah ini dan tinggal dengan suaminya, apa jadinya nanti bila ia hidup dari Cassel, Daddy, dan Mommy-nya yang selalu ada di setiap Raccel membutuhkan sesuatu. Memikirkan ini membuat Rac
"Persiapan untuk pernikahan Raccel dan Nicholas sudah terpenuhi semua. Tinggal tiga hari lagi." "Heem. Tapi Nicholas juga masih sibuk saja, aku memintanya untuk libur satu hari saja, tapi dia tidak bisa sepertinya, anak itu memang kadang-kadang..." Suara dua orang itu terdengar dari ruang tamu di kediaman Keluarga Escalante, nampak Karina dan Dalena yang tengah duduk berdua di sana. Mereka membicarakan anak-anaknya, nampak keduanya sedang asik berbincang sejak tadi."Nanti, aku ingin Nicholas membawa Raccel untuk pulang dan tinggal saja denganku, Dalena ... anakku kan hanya satu Nicho saja, jadi aku ingin kami satu rumah," ujar Karina sembari mengusap-usap lembut bulu kucing putih milik Raccel. Dalena mengerutkan keningnya. "Loh ... bukannya Nicholas sudah membeli rumah sendiri?" tanya Dalena. "Me-membeli rumah sendiri?" tanya Karina melebarkan kedua matanya. "Iya, Raccel yang bercerita padaku. Kalau Nicholas sudah membeli rumah dan menunjukkan pada Raccel juga, kok..." Karina
Hari yang dinanti-nantikan telah tiba, pernikahan Raccel dan Nicholas digelar di sebuah hotel berbintang milik keluarga Escalante. Semua tamu hadir dalam pesta pernikahan meriah tersebut. Pesta yang didominasi warna putih dan biru muda. Suasana di sana sangat hangat di tengah cuaca dingin di luar sana. Terlihat Raccel memakai gaun pernikahannya yang sangat cantik, gadis itu berdiri di depan cermin usai dia dirias dan wajahnya tertutup wedding veil atau tudung berwarna putih yang terbuat dari kain tile yang lembut. "Raccel, kau tidak papa, Sayang?" tanya Dalena mendekati putrinya. Raccel hanya diam tertunduk sejak tadi menggenggam erat ikat bunga pengantin yang dia bawa. "Sedih, Mom..," jawab gadis itu tiba-tiba. Dalena paham perasaan Raccel. Wanita itu mengusap punggung kecil putrinya dan ia memeluk Raccel dengan erat. "Tidak papa, Sayang. Jangan menangis, ya ... nanti Mommy dan Daddy akan menangis kalau Raccel sedih," ujar Dalena. Raccel mengangguk kecil, sampai tiba-tiba pin
Udara dingin di musim gugur membuat Raccel mengerang pelan dalam tidurnya. Gadis itu hendak merenggangkan kedua tangannya seperti biasa dia bangun. Namun, saat Raccel sedikit saja bergerak tiba-tiba sepasang lengan kekar merengkuh tubuhnya dengan erat hingga membuat kedua matanya terbuka seketika karena terkejut. "Masih pagi, jangan bangun dulu..," bisik Nicholas dengan suara seraknya. Raccel mengembuskan napasnya pelan memegang pinggang tangan Nicholas. "Kak Nicho sudah bangun dari tadi?" tanya gadis itu. "Heem. Tapi suara sangat dingin, aku malas untuk beranjak," jawab pemuda itu membenamkan wajahnya di punggung kecil Raccel. Raccel tersenyum tipis. Ia mengalihkan tangan Nicholas, mengangkatnya dan dengan cepat Raccel memutar tubuhnya menjadi menatap Nicholas. Seperti anak kecil, gadis itu membenamkan wajahnya dalam pelukan Nicholas yang hangat."Sekarang Raccel minta peluk kapan saja boleh, kan?" tanya gadis itu mendongak menatap suaminya yang tersenyum. "Apapun boleh kau m
Setelah seharian Nicholas menghabiskan waktunya di rumah dengan Raccel, mereka berdua hanya asik menonton dan bercerita seharian tanpa ada bosannya. Apalagi besok Nicholas juga harus kembali ke kantor karena pekerjaannya yang tidak bisa dia tinggal lama-lama. Sore ini, cuaca sangat dingin dan berangin. Raccel menutupi jendela rumahnya dan gadis itu berdiri di balik dinding kaca di dalam kamarnya. "Kak Nicho masih di belakang," gumam Raccel lirih. Gadis itu berjalan keluar dari dalam kamarnya, Raccel berjalan ke lantai dasar. Dia keluar dari dalam rumahnya yang melangkah di teras samping mencari Nicholas yang kini berada di belakang, laki-laki itu berada di ruang olahraga. Raccel membuka pintu kaca ruangan itu, hingga Nicholas yang menyadari keberadaannya pun menatapnya. "Sayang, kau sudah mandi?" tanya laki-laki itu begitu Raccel kini berdiri di sampingnya. "Heem, kau sendiri di sini olahraga atau hanya main ponsel saja?" tanya Raccel cemberut menatap Nicholas yang memegang pon
Keesokan paginya, Raccel terbangun dengan tubuh masih dibalut erat oleh selimut. Gadis itu mendengar suara kicauan burung di luar dari celah pintu balkon kamar yang terbuka. Lamat-lamat dia juga mendengar suara gemericik air shower di dalam kamar mandi. Raccel menarik selimutnya menutupi wajah saat ia mengingat kejadian semalam. 'Ya ampun, malu sekali,' cicit gadis itu memejamkan kedua matanya. 'Kenapa semalam aku menangis? Tapi ... tapi memang sangat melelahkan dan sakit.' Raccel yang melamun memikirkan tentang semalam, ada rasa malu, lelah, dan segalanya bercampur aduk menjadi satu. Gadis itu tidak sadar Nicholas berada di belakangnya, laki-laki itu merangkulnya tiba-tiba dan memberikan kecupan di pipi Raccel. "Selamat pagi, Sayang," bisiknya dengan lembut. Raccel menoleh, wajahnya masih memerah dan lesu. "Pagi ... Kak Nicho mau ke mana?" tanya Raccel memegangi lengan Nicholas. "Setelah membuat aku tidak bisa melakukan apapun, kau mau pergi begitu saja!" Bibir gadis itu men
Sejak pagi hingga siang hari Raccel di rumahnya bersama sang Mommy. Gadis cantik itu juga mengajak Dalena untuk membuatkannya roti kering. Hingga saat jam sudah menunjukkan pukul satu siang, Dalena pun berpamitan pulang. "Mommy tidak pulang nanti saja, kah? Di sini saja dulu," ujar Raccel memegang lengan Dalena erat-erat. "Kalau Mommy tidak pulang, nanti kalau Daddy tiba-tiba pulang, bagaimana?" Dalena menjawab sembari tersenyum manis pada sang putri. Mendengar hal itu, Raccel pun cemberut. Mau tidak mau ia mengizinkan Mommy-nya untuk pulang. Dalena mengambil tas miliknya, wanita itu berjalan ke teras bersama dengan Raccel di belakangnya. "Mommy hati-hati ya," ujar Raccel melambaikan tangannya pada Dalena. "Iya Sayang. Raccel juga jangan ke mana-mana sampai Nicholas kembali ya, Nak..." Dalena memeluk Raccel dan mengecup pipi kiri putrinya. "Iya Mommy." Barulah Dalena masuk ke dalam mobil dan segera bergegas pulang. Di sana, Raccel berdiri dengan wajah sedih. Biasanya, dia aka
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris