Setelah sarapan dan bersiap, Raccel yang sudah merapikan pakaian hendak pergi ke kampus, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Gadis cantik itu kembali meletakkan tasnya di atas ranjang dan dia duduk di sana. "Halo ... oh, jadi meskipun kita tidak ke kampus dulu tidak papa, ya? Persiapan untuk nanti malam?" tanya Raccel pada seseorang yang menghubunginya tersebut. "Baiklah, Madam Antoinette ... terima kasih banyak. Sampai bertemu nanti malam," ucap Raccel sebelum panggilan itu berakhir. Raccel menghela napasnya panjang, gadis itu menatap pantulan dirinya di cermin. Sedangkan Nicholas masih berada di dalam kamar mandi. "Kak..!" pekik Raccel memanggil Nicholas. "Iya Sayang, ada apa?!" balas Nicholas dari balik pintu kamar mandi yang tertutup."Raccel libur ke kampus, tidak papa tidak masuk sehari ini kata Madam Antoinette, supaya malam nanti tidak nervous!" seru Raccel. Tidak ada jawaban dari dalam sana, Raccel pun diam dan kembali berbaring di atas ranjang. Dia meraih ponsel mili
Petang ini Nicholas mengantarkan Raccel ke tempat gedung opera di mana ia akan tampil beberapa menit lagi. Bahkan laki-laki itu juga menemani Raccel saat gadisnya itu berlatih. Raccel menjadi paling muda di sana, di antara para para pemain musik klasik yang sudah berumur, bahkan sudah ada yang berambut putih dan tua. Permainan biola yang Raccel mainkan sangat memukau, padahal itu masih latihan, namun membuat Nicholas merinding saat begitu Raccel memainkan penuh penghayatan. Nicholas tersenyum. 'Dia jauh lebih hebat dariku ... padahal dari aku memandang Raccel, dia hanya gadis manja yang selalu bergantung pada Mama dan Papanya, tapi setelah aku melihatnya sekarang, dia adalah gadis hebat yang berbakat.'Setelah selesai satu kali berlatih, Raccel kini membawa biolanya. Dia berjalan dengan balutan dress panjang berwarna biru muda, rambut panjangnya digerai dengan hiasan bando mutiara dan make up natural yang menambah kecantikannya. "Kakak nanti tunggu di depan ya ... Raccel punya sat
Keesokan harinya, siang ini Raccel pergi ke sebuah butik milik teman Dalena untuk mencoba gaun pernikahan yang telah Dalena pesan. Dan di sana, Nicholas juga ikut bersama dengan Raccel dan Mamanya. Raccel pun mencoba gaun pernikahan yang ditunjukkan padanya. Seperti yang dia inginkan, kalau gadis itu menginginkan gaun yang tertutup. "Cantik sekali, Sayang ... gaunnya pas di tubuh Raccel," ujar Dalena menatap Raccel yang tengah mencoba gaun itu. "Oh ya, Mom?" Gadis itu menatap Dalena sembari tersenyum. Dalena mengangguk, wanita itu membuka sebuah tirai dan melambaikan tangannya memanggil Nicholas. Laki-laki itu berjalan mendekati mereka, senyuman Nicholas pun terukir saat dia melihat Raccel dengan balutan gaun pengantin putih bersih berlengan panjang dengan rok yang mengembang seperti kelopak bunga. Raccel menatap laki-laki itu dan menaikkan kedua alisnya. "Bagaimana, Kak?" Nicholas tersenyum manis, dia kagum melihat Raccel dengan balutan gaun itu membuatnya terlihat benar-bena
Hari demi hari berjalan dengan cepat. Tidak terasa pernikahan Raccel tinggal menghitung hari, dan saat itu tepat di hari libur kampusnya. Pernikahan Raccel dan Nicholas jatuh di saat pertengahan musim gugur. Ketika suhu udara yang sudah terasa hembusan angin dari musim dingin. Dan malam ini gadis itu terbangun dari tidurnya saat jam menunjukkan pukul dua dini hari. Raccel duduk di tepi ranjang kamarnya dan menatap ke arah jendela, dia diam merenung membayangkan seperti apa masa depannya nanti setelah dia menikah. "Natal dan tahun baru kali ini, aku tidak tinggal di sini lagi ... melainkan aku sudah punya suami, dan akan menghabiskan banyak waktuku dengan suamiku," ucap Raccel tersenyum tipis, namun dia tidak berbohong kalau ada rasa sedih di dadanya. Tidak pernah dia bayangkan dia bisa keluar dari rumah ini dan tinggal dengan suaminya, apa jadinya nanti bila ia hidup dari Cassel, Daddy, dan Mommy-nya yang selalu ada di setiap Raccel membutuhkan sesuatu. Memikirkan ini membuat Rac
"Persiapan untuk pernikahan Raccel dan Nicholas sudah terpenuhi semua. Tinggal tiga hari lagi." "Heem. Tapi Nicholas juga masih sibuk saja, aku memintanya untuk libur satu hari saja, tapi dia tidak bisa sepertinya, anak itu memang kadang-kadang..." Suara dua orang itu terdengar dari ruang tamu di kediaman Keluarga Escalante, nampak Karina dan Dalena yang tengah duduk berdua di sana. Mereka membicarakan anak-anaknya, nampak keduanya sedang asik berbincang sejak tadi."Nanti, aku ingin Nicholas membawa Raccel untuk pulang dan tinggal saja denganku, Dalena ... anakku kan hanya satu Nicho saja, jadi aku ingin kami satu rumah," ujar Karina sembari mengusap-usap lembut bulu kucing putih milik Raccel. Dalena mengerutkan keningnya. "Loh ... bukannya Nicholas sudah membeli rumah sendiri?" tanya Dalena. "Me-membeli rumah sendiri?" tanya Karina melebarkan kedua matanya. "Iya, Raccel yang bercerita padaku. Kalau Nicholas sudah membeli rumah dan menunjukkan pada Raccel juga, kok..." Karina
Hari yang dinanti-nantikan telah tiba, pernikahan Raccel dan Nicholas digelar di sebuah hotel berbintang milik keluarga Escalante. Semua tamu hadir dalam pesta pernikahan meriah tersebut. Pesta yang didominasi warna putih dan biru muda. Suasana di sana sangat hangat di tengah cuaca dingin di luar sana. Terlihat Raccel memakai gaun pernikahannya yang sangat cantik, gadis itu berdiri di depan cermin usai dia dirias dan wajahnya tertutup wedding veil atau tudung berwarna putih yang terbuat dari kain tile yang lembut. "Raccel, kau tidak papa, Sayang?" tanya Dalena mendekati putrinya. Raccel hanya diam tertunduk sejak tadi menggenggam erat ikat bunga pengantin yang dia bawa. "Sedih, Mom..," jawab gadis itu tiba-tiba. Dalena paham perasaan Raccel. Wanita itu mengusap punggung kecil putrinya dan ia memeluk Raccel dengan erat. "Tidak papa, Sayang. Jangan menangis, ya ... nanti Mommy dan Daddy akan menangis kalau Raccel sedih," ujar Dalena. Raccel mengangguk kecil, sampai tiba-tiba pin
Udara dingin di musim gugur membuat Raccel mengerang pelan dalam tidurnya. Gadis itu hendak merenggangkan kedua tangannya seperti biasa dia bangun. Namun, saat Raccel sedikit saja bergerak tiba-tiba sepasang lengan kekar merengkuh tubuhnya dengan erat hingga membuat kedua matanya terbuka seketika karena terkejut. "Masih pagi, jangan bangun dulu..," bisik Nicholas dengan suara seraknya. Raccel mengembuskan napasnya pelan memegang pinggang tangan Nicholas. "Kak Nicho sudah bangun dari tadi?" tanya gadis itu. "Heem. Tapi suara sangat dingin, aku malas untuk beranjak," jawab pemuda itu membenamkan wajahnya di punggung kecil Raccel. Raccel tersenyum tipis. Ia mengalihkan tangan Nicholas, mengangkatnya dan dengan cepat Raccel memutar tubuhnya menjadi menatap Nicholas. Seperti anak kecil, gadis itu membenamkan wajahnya dalam pelukan Nicholas yang hangat."Sekarang Raccel minta peluk kapan saja boleh, kan?" tanya gadis itu mendongak menatap suaminya yang tersenyum. "Apapun boleh kau m
Setelah seharian Nicholas menghabiskan waktunya di rumah dengan Raccel, mereka berdua hanya asik menonton dan bercerita seharian tanpa ada bosannya. Apalagi besok Nicholas juga harus kembali ke kantor karena pekerjaannya yang tidak bisa dia tinggal lama-lama. Sore ini, cuaca sangat dingin dan berangin. Raccel menutupi jendela rumahnya dan gadis itu berdiri di balik dinding kaca di dalam kamarnya. "Kak Nicho masih di belakang," gumam Raccel lirih. Gadis itu berjalan keluar dari dalam kamarnya, Raccel berjalan ke lantai dasar. Dia keluar dari dalam rumahnya yang melangkah di teras samping mencari Nicholas yang kini berada di belakang, laki-laki itu berada di ruang olahraga. Raccel membuka pintu kaca ruangan itu, hingga Nicholas yang menyadari keberadaannya pun menatapnya. "Sayang, kau sudah mandi?" tanya laki-laki itu begitu Raccel kini berdiri di sampingnya. "Heem, kau sendiri di sini olahraga atau hanya main ponsel saja?" tanya Raccel cemberut menatap Nicholas yang memegang pon