Saat ini Kania sudah sampai di Bandung setelah mendapatkan kabar lewat telepon bahwa kios sayur-sayuran kedua orangtuanya ludes dilahap api. Saat ini waktu sudah menunjukkan tengah malam, dengan Kania sudah tiba di ruko sayur-sayuran milik kedua orangtuanya berada, api yang melahap habis beberapa kios pedagang-pedagang di pasar sudah padam. Sepertinya petugas pemadam kebakaran sudah menjalankan tugasnya. Sedangkan suasana masih ramai, banyak sekali orang-orang yang berdatangan melihat kios yang sudah tidak berbentuk itu.
Kania langsung menangis dengan kencang, bagaimana nasib kedua orangtuanya saat ini? Sedangkan mata pencaharian mereka hanya sebagai pedagang di pasar.
“Putri ...” Kania memanggil adiknya, gadis cantik berusia 18 tahun itu menoleh dan segera berlari ke arah sang kakak. Mereka berdua saling menangis dalam pelukan.
“Kakak ... bagaimana setelah ini nasib keluarga kita?” Kania seingatnya ia masih mempunyai uang tabungan yang cukup untuk modal kedua orang tuanya.
“Dimana, Ibu dan Ayah?” Kania melepaskan pelukannya, tangannya mengusap air mata yang membasahi wajah adiknya.
“Ada di rumah, tadi Ibu pingsan, jadi Ayah membawanya pulang.”
“Kalau begitu, ayo kita ke rumah. Kakak ingin bertemu dengan Ibu dan Ayah.”
***
Pagi ini tidak mungkin Kania berangkat ke kantor, ia berniat ingin meminta izin kepada Jeffrey, semoga saja bos nya itu mau memaklumi keadaan Kania
“Halo Kania, ada apa? Tumben sekali kau menelfonku sepagi ini?” ucap Jeffrey diseberang sana, mengingat waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi.
“Maaf, Pak sudah mengganggu waktu paginya. Saya mau meminta izin, hari ini saya tidak bisa masuk kantor, karena orang tua saya sedang mengalami musibah, Pak. Kios kami di pasar mengalami kebakaran semalam.” jawab Jeffrey dengan suara lirihnya.
“Bagaimana kondisi keluargamu saat ini? Mereka selamat?”
“Mereka tidak ada yang terluka, Pak. Karena kebetulan orang tua saya sudah pulang satu jam sebelum kejadian.”
“Syukurlah kalau begitu ... tidak apa-apa, kau bisa libur hari ini.”
Kemudian telfon pun ditutup. Sebuah seringaian muncul diwajah Jeffrey, tiba-tiba saja ia terfikir akan sesuatu yang bisa dikatakan licik. Mau bagaimana lagi? Jeffrey sudah meminta Kania untuk menjadi istri keduanya secara baik-baik. Namun justru penolakan secara mentah-mentahlah yang Jeffrey dapatkan. Sedangkan hak waris miliknya haru memiliki keturunan, dan Lunaㅡ istri dari CEO pengusaha ternama itu tidak bisa memberikan keturunan. Alhasil ia meminta Kania untuk menjadi istri rahasia untuknya, dan melahirkan anak untuk penerus dari perusahaannya kelak.
Jahat memang, namun mau bagaimana mana lagi? Kania tidak bisa diminta secara baik-baik, maka jangan tanyakan Jeffrey kalau tidak bisa menggunakan cara lain. Bahkan cara kotor sekalipun.
Jeffrey mendial nomor orang kepercayaannyaㅡ Sadam. Sadam secara langsung untuk mencari informasi secara detail, memata-matai musuh bisnisnya dan tentu saja membereskan semua kekacauan tanpa terlihat, terdengar ataupun tercium. Jeffrey selalu mengandalkannya, karena Sadam tidak pernah mengecewakannya.
“Sadam. Tolong cari tau tentang keluarga sekretarisku Kania Rahma di Bandung. Cari tau juga tentang kondisi keuangan mereka. Aku menunggu informasi darimu siang ini.” perintah Jeffryd suara tegasnya.
“Baik, Pak. Saya akan memberikan informasi yang sangat detail kepada anda mengenai keluarga Noona Kania.”
Kemudian Jeffrey menutup telfonnya, seringan kembali muncul di wajah tampannya.
***
Kinerja Sadam memang sangat cepat dan rapih, hanya selang waktu beberapa jam saja segala informasi tentang keluarga Kania sudah berhasil ia dapatkan.
Pria blasteran Indo - timur tengah itu menemui bos nya di kantor usai makan siang. Sadam memberikan berkas yang berisikan data lengkap beserta foto-foto bukti.
“Dari hasil yang saya dapatkan, keluarga Noona Kania di Bandung adalah keluarga yang sederhana, Pak. Penghasilan mereka hanya dari berjualan di pasar, adik Noona Kania bernama Putri Alawiyah yang masih duduk di bangku SMA, selama ini biaya sekolah Putri Alawiyah merupakan tanggung jawab Noona Kania. Dan dari info yang saya dapatkan juga, keluarga Kaniat hutang di bank yang jumlahnya cukup besar dan minggu-minggu ini adalah jatuh temponya. Jika tidak membayar, kemungkinan rumahnya akan disita oleh pihak bank.” ucap Sadam menjelaskan kepada Jeffrey dengan sangat rinci.
Jeffrey mengerutkan dahinya, sepertinya terlihat semakin menarik. Ia akan menjalankan rencananya kali ini.
“Tolong kamu hubungi pihak banknya dan bernegosiasilah dengannya agar mereka menagih hutang orangtua Kania hari ini juga.” Jeffrey kembali memberikan perintah kepada Sadam.
“Baik, Pak. Saya akan menghubungi pihak bank yang bersangkutan.” kemudian Sadam pun keluar dari ruangan Jeffrey.
***
Mobil mewah Jeffrey melesat menuju Bandung, beberapa menit yang lalum Sadam kabar bahwa pihak bank setuju untuk menagih hutang orang tua dari Kania yang jumlahnya puluhan juta rupiah itu.
Ia memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, semoga Jeffrey sampai Bandung pada waktu yang tepat.
Saat Jeffrey sampai di rumah Kania, pihak bank rupanya sudah lebih dulu berada di sana, syukurlah ia datang di waktu yang tepat. Jeffrey memasuki pekarangan rumah itu, rumah kecil yang terlihat sangat sederhana.
Sedangkan Kania terkaget mengetahui bahwa ternyata selama ini orangtuanya memiliki banyak hutang di bank, mereka tidak pernah memberitahukan padanya. Bahkan jumlahnya sangat fantastis. Wanita cantik itu kembali meneteskan air matanya, ia tak mempunyai tabungan yang cukup untuk melunasi semua hutang orangtuanya yang sangat banyak itu.
“Anda harus membayar hutang dalam minggu ini. Kalau tidak, maka rumah ini akan kami sita.” ucap seorang laki-laki yang mengancam, Bimaㅡ ayah Kania.
“Maafkan kami, Tuan. Kami baru saja mendapat musibah semalam, kami menderita kerugian yang banyak karena kebakaran kios kami di pasar.” ucap Bima memohon dengan menangkupkan kedua tangannya.
“Kalau anda tidak mau rumah ini disita. Maka cepat lunasi hutangnya. Kami sudah memberikan anda kelonggaran selama ini.” seseorang yang lain ikut mengancam.
“Tolong beri kami waktu lagi, Tuan.” kali ini suara Kania.
Jeffrey melangkahkan kakinya semakin mendekati pintu utama, ia sudah mendengar dengan jelas obrolan orang-orang di dalam.
“Permisi ... biarkan saya yang membayar hutang, Tuan Bima dan Nyonya Amara.” ucap Jeffrey dengan suara tegasnya. Kemudian ia membungkukkan badannya dengan sopan ke arah orangtua Kania.
“Pak Jeffrey?” Kania sangat terkejut melihat bos nya yang sudah berada di rumahnya.
“Selamat sore, Tuan Bima dan Nyonya Amara. Perkenalkan saya Jeffrey Pratama, atasan dari Kania kantor.” pria tampan itu memperkenalkan dirinya.
“Pak Jeffrey, untuk apa Bapak kemari?”
“Saya ingin berkunjung ke rumah orangtuamu, Kania. Keluarga sekretarisku baru saja mendapat musibah, akan lebih baik jika saya berkunjung kemari buka?” jawab Jeffrey dengan wajah yang menampakkan senyum khasnya.
“Ngomong-ngomong, tulis hutang Tuan Bima dan Nyonya Amara di sini. Saya yang akan melunasinya.” Jeffrey menyerahkan selembar cek kepada seorang petugas bank.
“Kau tidak perlu melakukan ini, Pak Jeffrey.” Kania merasa berhutang budi kepada Jeffrey.
“Tidak apa-apa, aku hanya ingin membantumu dan keluargamu.”
Entah hanya perasaan Kania saja atau memang benar. Namun ia mempunyai feeling yang tidak baik dari Jeffrey, mengingat bahwa bos nya itu sedang mengincarnya untuk menjadikan KaniasKania istrinya.
“Sekarang hutang anda sudah lunas, Tuan Bima. Kalau begitu kami permisi.” kemudian para petugas bank yang menagih hutang pun pergi dari rumah Kania.
“Tuan ... apa anda CEO dari J.Inc?” ucap Bima.
“Benar, Tuan. Saya Jeffrey Pratama.” Jeffrey kembali tersenyum ramah.
“Terimakasih banyak, Tuan Jeffrey. Terimakasih banyak.” Bima hendak berlutut di hadapan Jeffrey. Namun segera dapat Jeffrey cegah.
“Tidak perlu sampai seperti ini, Tuan Bima. Saya senang bisa membantu kalian.”
“Kalau bukan karena kebaikanmu, mungkin kami sudah diusir dari rumah ini.” ucap Amaraㅡ ibu dari Kania dengan wajah yang sedih.
“Sekali lagi terimakasih banyak, Tuan.”
Pria Pratama itu hanya tersenyum memamerkan lesung pipinya.
“Kania ... ternyata bos mu di kantor sangat tampan.” ujar Nyonya Amara yang terkagum dengan ketampanan luar biasa Jeffrey. Dan pria tampan itu hanya tersenyum mananggapinya. Sementara Kania sudah memutar bola matanya malas.
‘Tampan, tapi menyebalkan.’ batin Kania menggerutu.
“Saya dengar kios anda di pasar baru saja terbakar tadi malam?” Jeffrey mulai merencanakan aksinya. Sepertinya mengambil hati orangtua Kania tidak akan susah.
“Benar, Tuan. Semuanya habis dilalap api.” jawab Tuan Bima dengan wajah sedihnya.
“Apa semua barang-barang jualan kalian juga ikut terbakar?”
“Iya, Tuan. Semuanya terbakar, kami sudah tidak tau harus bekerja apa lagi, karena kerugian yang menimpa kami sangat besar.”
“Bagaimana kalau saya membantu kalian satu kali lagi?” ucap Jeffrey dengan suara yang tenang.
“Membantu apa, Pak Jeffrey?” suara Kania terdengar dingin.
“Saya akan memberikan kalian sebuah toko yang besar, lengkap dengan isinya, dan saya pun akan memberikan uang modal untuk kalian. Tolong jangan ditolak, karena saya benar-benar sangat ingin membantu keluarga sekretaris saya. Kinerja Kania di kantor dia sudah sangat sering membantu saya, jadi saya ingin sekali membalas kebaikan dia selama ini.”
Kania menghela nafas mendengar ucapan dari bos nya itu.
“Tolong kalian terima bantuanku lagi kali ini.” pinta Jeffrey lirih.
Tuan Bima dan Amara pun saling berpandangan, mereka sangat tertegun dengan kebaikan Jeffrey. Padahal baru saja beberapa menit yang lalu pria tampan itu melunasi hutang mereka, lalu kini memberi mereka modal untuk kembali membuka usaha.
“Tapi ... apa tidak terlalu berlebihan, Tuan Jeffrey? Anda baru saja membantu kami melunasi hutang-hutang kami?” ucap Tuan Bima dengan hati-hati.
“Tidak masalah, Tuan Bima. Saya justru senang bisa membantu kalian.”
“Tapi saya mempunyai permintaan kepada kalian.” Jeffrey kembali melanjutkan.
“Permintaan apa, Tuan Jeffrey? Kami akan berusaha memenuhinya.” kali ini Nyonya Amara, ibu Kania yang berucap.
Sebelum Jeffrey mengatakan maksudnya, ia melirik ke arah Kania, rupanya wanita cantik itu pun sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Kania sangat gugup sekarang, sepertinya feeling nya selama ini benar.
“Saya bermaksud untuk meminta izin menikahi anak sulung anda yang bernama Kania Rahma.”
Kedatangan Jeffrey ke rumahnya tentu saja membuat Kania terkejut, terlebih ketika bos nya itu dengan gampangnya melunasi hutang kedua orangtuanya yang bernilai puluhan juta banyaknya.Kania melihat kedua orangtuanya sangat senang dengan bantuan dari Jeffrey. Bagaimana tidak, kondisi ekonomi mereka sedang kesusahan, terlebih kios dan barang dagangan mereka dipasar ludes dilalap api hingga tak menyisakan sedikitpun. Hutang di bank bernilai puluhan juta rupiah yang bahkan Kania tidak pernah mengetahuinya selama ini, dan jika tidak dilunasi segera maka rumah mereka akan disita oleh pihak bank. Kania sangat pusing, karena ia tidak mempunyai tabungan sebanyak itu untuk melunasi hutang orangtuanya.Bantuan dari Jeffy tentu membuat orangtua Kania sangat berterima kasih pada pria tampan itu, terlebih ketika bos nya itu pun mengatakan akan memberikan toko yang baru dan modal usaha. Kania yakin Jeffrey sudah mencuri hati orangtuanya.
Hari yang tidak diinginkan oleh Kania puk akhirnya tiba. Sekarang wanita cantik itu dengan di makeup oleh seseorang penata rias. Kedua temannya, Vita dan Jessie. Mendampingi Kania selama proses makeup itu berlangsung.Kedua wanita cantik itu pun langsung menangis ketika Kania menceritakan tentang pernikahan rahasianya dengan Jeffrey, terutama ketika mereka mengetahui tujuan dari pernikahan itu. Mereka sama-sama tidak menyangka bahwa CEO ditempat mereka bekerja ternyata sangat tega melakukan hal menyedihkan itu kepada temannya.Sebelum pernikahan harusnya mereka menikmati pesta lajang, bersenang-senang dengan sahabat dekat sebelum keesokan harinya akan menyandang predikat sebagai istri orang. Namun mereka bertiga justru malah menangis semalaman, saling berpelukan erat, tak ingin melepaskan Kania yang begitu baik menikah dengan Kania dan hanya berstatus istri rahasia bos nya itu.“Nah sudah selesai, Nyonya.” uc
Bertemu dengan Luna membuat hati Jeffrey kembali menghangat, walaupun ia dan istri pertamanya itu tak banyak berbincang, namun sudah cukup untuk menjadi pelepas segala penat selama seharian ini.Setelah memastikan bahwa Luna tidur dengan pulas, Jeffrey bangun dari duduknya, ia bermaksud mengemasi beberapa barang yang akan ia bawa untuk ditaruh di apartemen.Apartemen yang ditempati Kania cukup jauh dari Mansionya, jarak yang harus ia tempuh sekitar 40 menit lamanya. Setelah selesai berkemas Jeffrey keluar dari kamar dan kembali menuju apartemen istri rahasianya.Ada perasaan bersalah ketika tadi ia tak sengaja meninggikan suaranya dihadapan Kania, tapi mau bagaimana lagi, Jeffrey sangat cemburu setiap kali melihat wanita cantik itu diganggu oleh para pria tampan di kantornya.Langkah kakinya memasuki ruang tamu apartemen, terasa sangat sunyi, mungkin Kania sudah tidur lelap, mengingat sekarang sudah
“Selamat pagi Kania, aku membawakanmu kopi, agar kau tidak mengantuk.” ucap seorang pria tampan berkulit tan, saat ini mereka bertemu di pintu masuk gedung kantor J.Inc. Tangannya mengulur satu cup kopi hangat untuk Kania.“Terimakasih, Johnny.” Kania menerima kopi pemberian dari Johnny dengan tersenyum cerah kerah pria di sebelahnya ini, orang yang selalu gemar mendekati dirinya di kantor.“Ku lihat tadi kau turun dari bus yang bukan biasanya, Kania. Apa apartemenmu sudah pindah?” pertanyaan Johnny langsung membuat Kania terdiam sejenak, ia bingung harus menjawab apa.“Emm ... aku menginap di rumah pamanku.” Kania menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Dirinya jelas berbohong karena Ashila tidak mempunyai paman maupun bibi dari pihak ayah ataupun dari pihak ibunya.“Ah, begitu. Aku kira apartemenmu sudah pindah.” mereka berdua pu masu
Setelah kejadian tadi pagi, Jeffrey lebih lembut dalam memperlakukan Kania, wanita cantik itu sudah sering menangis dihadapannya. Namun entah mengapa tangisannya tadi pagi jauh memilukan, sampai rasanya hati Jeffrey ikut tersayat ketika mendengarnya.Belum lagi ketika istri kecilnya itu mengatakan bahwa ia takut dengan perlakuan Jeffrey, dengan tangisan yang terisak Kania mengutarakan ketakutannya. Secara perlahan, emosi yang sudah memenuhi rongga dada Jeffrey pun semakin meredam.Namun tetap saja, Kania masihlah mendiamkannya. Sampai ketika makan siang pun Kania bersikeras mengatakan bahwa ia akan makan siang bersama kedua sahabatnya.Kali ini Jeffrey harus lebih sabar memang, jika ia gegabah sedikit sajaㅡ bisa jadi istri cantiknya itu akan pergi meninggalkan dirinya dari hidupnya, dan mengacaukan semua rencana yang nyaris akan berhasil itu.Di sebuah meja cafetariaㅡ lebih tepatnya kantor J.inc. Kan
Jeffrey mengendarai mobil mewahnya dengan kecepatan tinggi saat ini, dirinya benar-benar sangat khawatir dengan keadaan istrinya itu. Jika Luna sedang demam tinggi, maka bukanlah pertanda yang baik untuknya, karena bisa saja istrinya sedang kritis.Namun sayangnya, jalanan Ibukota Jakarta tengah macet saat sore hari seperti ini, hingga membuat Jeffrey mengendarai mobilnya dengan sangat perlahan.“Aarrghh...! Sial! Jalanan sangat macet. Aku harus segera sampai Penthouse saat ini.” geram Jeffrey, pria tampan itu tengah menahan kekesalannya saat ini.Tin! Tin!“Ayolah... Aku harus melihat keadaan istriku!” Jeffrey berkali-kali memukul stir mobilnya dengan kesal, dirinya sangat takut jika terlambat sampai rumah nanti.Emosinya memuncak ketika jalanan masih dalam keadaan macet, diambilnya benda pipih itu dari dalam saku jas mahalnya, untuk kemudian mendial nomo
Seorang wanita cantik terus menerus sedang menatap keluar jendela bus yang ia tumpangi, dirinya berkali-kali menghela nafasnya dalam. Entah apa yang ia fikirkan saat ini.Johnny, lelaki tampan yang mengantarkan dirinya juga ikut menatap ke luar jendela bus yang mereka tumpangi. Namun bukannya menatap kearah jalan, melainkan menatap wanita cantik pujaan hatinya yang sedang tidak baik-baik saja itu. Beberap kali lelaki keturunan Amerika itu mendengar helaan nafas yang keluar dari ranum merah muda Kania. Meskipun Johnny meminta dirinya untuk curhat kepadanya, namun dengan tegas wanita cantik itu menolaknya dengan halus, dan Johnny menghargai keputusannya. Dan ia memutuskan sendiri untuk mengantarkan Kania pulang, meskipun awalnya ditolak. Namun karena Johnny khawatir, Kania mengiyakan ajakannya, Johnny hanya takut saja kalau terjadi sesuatu kepada wanita cantik itu. Johnny hanya ingin memastikan bahwa Kania pulang dengan selamat.“Umm... apa kau mau jalan-jalan?&rdq
Membeli ice cream rupanya membuat perasaan Kania sedikit lebih tentram. Memang, ketika kita sedang merasa marah pada seseorang, makanan manis memanglah membuatnya meredam kemarahan tersebut.Kania dan Johnny baru saja keluar dari kedai ice cream itu dengan membeli lagi ice cream cone rasa coklat untuk keduanya, dan berjalan menuju apartemen yang ditinggali Kania bersama teman-temannya. Keduanya tidak mengobrol lebih saat ini, keduanya masih senantiasa menikmati makanan manis milik mereka.“Mau duduk di taman dulu.” tanya Johnny ketika melewati taman dekat apartemen.“Boleh, aku juga ingin menikmati angin sore hari ini.” jawab Kania, dan keduanya melangkahkan kakinya untuk mendekat ke taman itu, serta duduk di bangku taman dengan cone ice cream yang masing-masing mereka genggam.Sebenarnya terbesit rasa bersalah yang Kania rasakan saat ini, walau bagaimanapun statusnya masihlah
Seorang pria tampan bertubuh atletis itu berjalan dengan gagahnya, matanya memandang lurus ke depan dengan angkuhnya.Dibalut dengan tuxedo mewahnya, pria tampan itu berjalan dengan langkah besar. Di setiap langkahnya sering terdengar sapaan dari para karyawan juga para staffnya.“Selamata pagi, Pak Jeffrey.” sapa sang sekretaris ketika melihat bos nya itu sudah berada di hadapannya.“Pagi, Kania. Ada jadwal apa hari ini?” tanya Jeffrey to the point.“Hari ini, Bapak ada meeting bersama klien dari Singapura pukul 2 siang, Pak.” jawab Kania dengan suara lembutnya.“Okay... Segera kamu urus persiapannya nanti, ya.” titahnya kemudian.“Dan, kamu ikut saya ke dalam. Ada berkas yang harus kamu kerjakan.” lanjut pria tampan itu dengan perintahnya pada sang sekretaris.Wanita cantik itu
Sedangkan Pagi hari ini tepatnya di Penthouse Pratama, kedua sepasang suami-istri itu tengah berdiri di balkon kamarnya, dengan sang istri yang duduk di kursi roda, dan sang suami yang senantiasa menemaninya di belakang.“Kau tidak ke kantor, Jeff?” tanya Luna pada Jeffrey, merasa heran karena Jeffrey tidak berpakaian rapi layaknya hari kerja. Padahal 'kan sekarang bukan hari weekend pikirnya.“Aku akan izin tiga hari untuk menemanimu.” jawab Jeffrey dengan senyum tampannya.Luna menghela nafasnya pelan, “Jeff, aku tifak apa-apa. Kemarin hanya deman biasa saja, kau tidak usah pikirkan aku.”Jeffrey bertumpu dengan lututnya di hadapan Luna.“Bagaimana aku tidak memikirkan mu, Luna. Kau masihlah istriku, dan akan seperti itu.” ucap Jeffrey sambil menggenggam tangan pucat istrinya.Hati Luna menghangat seketika, Je
“Selamat Pagi ...”Sapaan itu keluar dari wanita bersurai pendek, dengan kemeja lengan panjang juga rok span yang membalut tubuh kecilnya nampak sangat menggemaskan.“Ada apa denganmu? Apa kau sedang kerasukan?” sindir Jessie merasa khawatir kepada sahabatnya ini.Vitaㅡ wanita yang menyapanya di Pagi hari yang cerah ini mengerucutkan bibirnya sebal, “Kau ini ... tidak bisa melihatku bahagia, ya?” selanya seraya mengambil nasi goreng yang sudah siap dihidangkan oleh sahabatnya.Jessie hanya bisa menggelengkan kepalanya bosan melihat tingkah dari Vita.“Tunggu ... ini, kenapa ada tiga piring? Apa kau makan dengan dua porsi? Bukankah kau bilang ingin diet, Jess?” tanya Vita merasa aneh dengan sarapan Pagi kali ini, terdapat tiga piring?“Tidak, itu buat Kania.” jawaban dari Jessie berhasil m
Di dalam kamarnya, Kania merebahkan tubuh lelahnya ke kasur yang tidak sebesar dari apartemennya yang baru. Namun cukuplah untuk merilekskan tubuhnya yang lelah.Entah mengapa akhir-akhir ini sangatlah lelah baginya. Pekerjaan yang memang begitu menumpuk, rivisi berkas-berkas yang akan datang, persiapan meeting lusa, dan juga masalah hati. Ah, ngomong-ngomong masalah hati. Kania tidak tau apa yang ia rasakan saat ini.Kadang Kania merasa kesal saat Jeffrey berlaku seenaknya, kadang dirinya tidak suka jika Jeffrey berbohong kepadanya, kadang juga Kania merasa iri dengan istri pertamanya, Luna. Jeffrey begitu sangat perhatian kepada Luna, sedangkan dirinya? Bukankah Kania hanya sebatas seorang istri rahasia saja? Tapi apakah dirinya tidak berhak mendapatkan kebahagiaan? Walaupun sesaat?Saat di tanam tadi sore bersama Johnny, Kania ingat handphone miliknya berbunyi karena panggilan dari lelaki Pratama di sana.Dengan perlahan, Kania merogoh benda pipi
Membeli ice cream rupanya membuat perasaan Kania sedikit lebih tentram. Memang, ketika kita sedang merasa marah pada seseorang, makanan manis memanglah membuatnya meredam kemarahan tersebut.Kania dan Johnny baru saja keluar dari kedai ice cream itu dengan membeli lagi ice cream cone rasa coklat untuk keduanya, dan berjalan menuju apartemen yang ditinggali Kania bersama teman-temannya. Keduanya tidak mengobrol lebih saat ini, keduanya masih senantiasa menikmati makanan manis milik mereka.“Mau duduk di taman dulu.” tanya Johnny ketika melewati taman dekat apartemen.“Boleh, aku juga ingin menikmati angin sore hari ini.” jawab Kania, dan keduanya melangkahkan kakinya untuk mendekat ke taman itu, serta duduk di bangku taman dengan cone ice cream yang masing-masing mereka genggam.Sebenarnya terbesit rasa bersalah yang Kania rasakan saat ini, walau bagaimanapun statusnya masihlah
Seorang wanita cantik terus menerus sedang menatap keluar jendela bus yang ia tumpangi, dirinya berkali-kali menghela nafasnya dalam. Entah apa yang ia fikirkan saat ini.Johnny, lelaki tampan yang mengantarkan dirinya juga ikut menatap ke luar jendela bus yang mereka tumpangi. Namun bukannya menatap kearah jalan, melainkan menatap wanita cantik pujaan hatinya yang sedang tidak baik-baik saja itu. Beberap kali lelaki keturunan Amerika itu mendengar helaan nafas yang keluar dari ranum merah muda Kania. Meskipun Johnny meminta dirinya untuk curhat kepadanya, namun dengan tegas wanita cantik itu menolaknya dengan halus, dan Johnny menghargai keputusannya. Dan ia memutuskan sendiri untuk mengantarkan Kania pulang, meskipun awalnya ditolak. Namun karena Johnny khawatir, Kania mengiyakan ajakannya, Johnny hanya takut saja kalau terjadi sesuatu kepada wanita cantik itu. Johnny hanya ingin memastikan bahwa Kania pulang dengan selamat.“Umm... apa kau mau jalan-jalan?&rdq
Jeffrey mengendarai mobil mewahnya dengan kecepatan tinggi saat ini, dirinya benar-benar sangat khawatir dengan keadaan istrinya itu. Jika Luna sedang demam tinggi, maka bukanlah pertanda yang baik untuknya, karena bisa saja istrinya sedang kritis.Namun sayangnya, jalanan Ibukota Jakarta tengah macet saat sore hari seperti ini, hingga membuat Jeffrey mengendarai mobilnya dengan sangat perlahan.“Aarrghh...! Sial! Jalanan sangat macet. Aku harus segera sampai Penthouse saat ini.” geram Jeffrey, pria tampan itu tengah menahan kekesalannya saat ini.Tin! Tin!“Ayolah... Aku harus melihat keadaan istriku!” Jeffrey berkali-kali memukul stir mobilnya dengan kesal, dirinya sangat takut jika terlambat sampai rumah nanti.Emosinya memuncak ketika jalanan masih dalam keadaan macet, diambilnya benda pipih itu dari dalam saku jas mahalnya, untuk kemudian mendial nomo
Setelah kejadian tadi pagi, Jeffrey lebih lembut dalam memperlakukan Kania, wanita cantik itu sudah sering menangis dihadapannya. Namun entah mengapa tangisannya tadi pagi jauh memilukan, sampai rasanya hati Jeffrey ikut tersayat ketika mendengarnya.Belum lagi ketika istri kecilnya itu mengatakan bahwa ia takut dengan perlakuan Jeffrey, dengan tangisan yang terisak Kania mengutarakan ketakutannya. Secara perlahan, emosi yang sudah memenuhi rongga dada Jeffrey pun semakin meredam.Namun tetap saja, Kania masihlah mendiamkannya. Sampai ketika makan siang pun Kania bersikeras mengatakan bahwa ia akan makan siang bersama kedua sahabatnya.Kali ini Jeffrey harus lebih sabar memang, jika ia gegabah sedikit sajaㅡ bisa jadi istri cantiknya itu akan pergi meninggalkan dirinya dari hidupnya, dan mengacaukan semua rencana yang nyaris akan berhasil itu.Di sebuah meja cafetariaㅡ lebih tepatnya kantor J.inc. Kan
“Selamat pagi Kania, aku membawakanmu kopi, agar kau tidak mengantuk.” ucap seorang pria tampan berkulit tan, saat ini mereka bertemu di pintu masuk gedung kantor J.Inc. Tangannya mengulur satu cup kopi hangat untuk Kania.“Terimakasih, Johnny.” Kania menerima kopi pemberian dari Johnny dengan tersenyum cerah kerah pria di sebelahnya ini, orang yang selalu gemar mendekati dirinya di kantor.“Ku lihat tadi kau turun dari bus yang bukan biasanya, Kania. Apa apartemenmu sudah pindah?” pertanyaan Johnny langsung membuat Kania terdiam sejenak, ia bingung harus menjawab apa.“Emm ... aku menginap di rumah pamanku.” Kania menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Dirinya jelas berbohong karena Ashila tidak mempunyai paman maupun bibi dari pihak ayah ataupun dari pihak ibunya.“Ah, begitu. Aku kira apartemenmu sudah pindah.” mereka berdua pu masu