Sebagai seorang wanita karir yang sejak dulu mengesampingkan masalah pernikahan, Anjani tak merasa gentar tatkala dia tak pulang ke rumah suaminya karena bertengkar. Tak peduli berpuluh-puluh pesan masuk ke aplikasi hijau di ponselnya, panggilan tak terjawab dari orang yang sama mengantre panjang.
Namun, Anjani tak ingin menggubrisnya, kalau memang Josep sungguh mencintainya, mungkin lelaki itu akan datang ke rumah sakit dan membujuknya untuk pulang dengan membawa kabar baik tentang karirnya di perusahaan.Rayhan sendiri sudah tertidur lelap sejak jam sembilan malam membuat Anjani semakin merasa kesepian. Seumur hidup, baru kali ini dia merasakan kekosongan karena tak ada deadline lembur yang mengejarnya setiap malam. Kehilangan pekerjaan, sama saja dengan kehilangan separuh hidupnya."Hufff." Anjani menghela nafas berat dan mulai memejamkan mata hingga suara pintu terbuka terdengar berderit memecah keheningan malam."Jos?" gumam Anjani menatap suami dadakannya yang tiba-tiba datang.Lelaki itu melangkah menghampiri istrinya yang terbaring di atas sofa, lalu duduk di samping Anjani sementara wanita itu langsung berpura-pura memejamkan mata. Tak ingin melihat Josep yang terlihat lelah karena pulang bekerja."Aku baru selesai di kantor, Stevia sangat merepotkan sebagai atasan, tidak seperti kamu yang sudah handal," ujar Josep sementara Anjani tak menghiraukannya dengan tetap berpura-pura tidak mendengar."Anjani, kamu memang tidak bersalah di perusahaan, dalang di balik tuduhan padamu sudah berada dalam genggamanku. Namun, seandainya kamu bersedia, kamu tidak usah bekerja lagi setelah semua terbukti. Kamu cukup di rumah saja menantikan aku pulang."Josep berbicara sembari menatap istrinya yang memejamkan mata. Lelaki itu tahu kalau Anjani mendengarnya. Dan benar saja, disinggung masalah pekerjaan, wanita itu langsung membuka matanya."Maksud kamu apa, Jos?" Anjani bangkit dari tidurnya. "Aku mau menikah denganmu karena aku mau kamu bisa membuktikan bahwa aku tidak bersalah. Supaya apa? Supaya aku bisa bekerja lagi seperti dulu! Aku ingin mengembangkan sayap karirku lebih lebar lagi karena aku merasa belum puas dengan pencapaianku di perusahaan. Bahkan aku belum punya banyak tabungan," jelas Anjani.Mendengar penjelasan sang istri, Josep terdiam. Wajahnya menyiratkan kekecewaan."Lalu, bagaimana dengan pernikahan kita?" tanyanya."Kita bisa terus menjalaninya dengan sembunyi-sembunyi, kan?" jawab Anjani membuat suaminya kembali termenung dalam beberapa saat.Anjani ternyata tidak bisa ditaklukkan semudah itu sebab dia adalah wanita yang terbiasa bekerja keras, dan tak mau hidup berpangku tangan pada orang lain.Kehidupannya yang keras telah membuatnya merasa hidup adalah tanggung jawabnya sendiri dan bergantung kepada orang lain hanya akan membuatnya kembali kecewa. Selain itu, terlebih dalam hati Anjani, belum ada rasa cinta yang menguatkan."Apa kamu menyesal telah menikah denganku, sampai harus sembunyi-sembunyi seperti itu?" tanya Josep, membuat Anjani sedikit tersentak sebelum akhirnya dapat menguasai dirinya lagi."Bu-bukan begitu. Aku hanya belum siap jika pernikahan ini diendus publik dalam keadaanku yang seperti ini. Salahku juga yang tidak berpikir panjang sebelum menerima lamaranmu yang dadakan itu," celetuk Anjani."Mungkin untuk saat ini kamu belum bisa menerimaku seutuhnya. Tapi, aku tidak akan menyerah untuk membuatmu mencintaiku, Anjani." Josep bangkit dan berpindah ke sofa lain untuk beristirahat, sedangkan Anjani tidak terlihat sedikit pun ingin memberi penjelasan."Maaf ...." gumam Anjani hampir tak terdengar.Sementara Josep, dia tak mau berbicara apa pun lagi setelah tahu jika tak ada perasaan tulus sama sekali dalam hati istrinya.Namun, tak ada rasa penyesalan telah menikahi Anjani, sebab moment itu adalah moment yang paling dia tunggu-tunggu selama bertahun-tahun setelah Josep mencari keberadaan Anjani yang sempat hilang entah ke mana.***Sudah dua hari Josep Erlangga benar-benar sibuk di perusahaan, bahkan lelaki itu selalu pulang ke rumah Rayhan saat sudah larut malam. Anjani bertanya-tanya dalam hatinya, mengapa karyawan sekelas asisten seperti Josep bisa sesibuk itu, padahal seharusnya pekerjaan kantor pasti ditangani oleh Stevia yang kini menduduki posisi sebagai pimpinan sementara di perusahaan.'Apa yang sebenarnya dilakukan Josep di belakangku? Apa bekerja hingga larut malam hanya akal-akalannya saja?' batin Anjani.Meskipun belum ada cinta yang nyata dalam hatinya, Anjani tetap merasa cemas seandainya Josep berbuat macam-macam apalagi hingga saat ini, dirinya belum bisa melayani sang suami seperti yang seharusnya dilakukan oleh para istri. Anjani sadar diri.Namun, setiap kali ditanya, Josep pun selalu menjawab bahwa dia bekerja demi membahagiakan Anjani, tak peduli siang dan malam mesti digarapnya menjadi jam kerja."Aku sudah mengirim uang lagi untuk kamu, takutnya yang kemarin habis karena mungkin kamu harus membayar biaya lain-lain di rumah sakit sebelum membawa pulang ayah," kata Josep yang baru pulang di jam sebelas malam."Tiga puluh juta?!" Anjani terbelalak saat mengechek uang yang masuk ke ponselnya. "Kemarin kamu transfer aku sepuluh juta dan itu masih ada loh!" lanjut Anjani menggaruk kepalanya yang tak gatal.Bukan Anjani tidak senang, tapi kesannya Josep malah seperti terpaksa, menjejal rekeningnya dengan banyak uang demi membuat wanita itu berhenti meremehkan profesi suaminya yang hanya seorang asisten. Bahkan mantan asistennya sendiri."Aku harus memastikan kalau kamu tidak kekurangan. Kalau ada yang ingin kamu beli, pakai saja uang itu. Jangan sampai tabunganmu tergerus habis padahal kamu sudah punya suami," balas Josep."Kamu nyindir, ya?" tembak Anjani.Josep menggeleng tanpa melihat Anjani yang masih menatapnya heran.Anjani hanya mencebikkan bibirnya menunjukkan kekesalan hingga lelaki itu memutuskan untuk mandi saja dengan air hangat yang sudah Anjani siapkan, sekalian untuk mendinginkan hawa panas yang sedari tadi menjalar karena melihat istrinya yang mengenakan piyama ketat.Saat menunggu suami dadakannya itu mandi, Anjani hanya mengerutkan kening di atas Kasur sambil menatap akun bank-nya yang terisi uang puluhan juta itu.“Josep kan hanya seorang asisten. Atau jangan-jangan….”Anjani menutup mulutnya. Benang merah yang memenuhi pikirannya beberapa hari terakhir seperti terkuak lebar."Apa mungkin kalau Josep benar-benar pelaku yang membuat semua tuduhan ini?" gumam Anjani sembari menatap jumlah saldo yang menggembung di rekeningnya."Kalau bukan, dari mana dia mendapatkan uang sebanyak ini sedangkan pekerjaannya saja hanya seorang asisten?" tambahnya dengan perasaan heran.Anjani terus bermonolog sendiri, semakin merasa yakin akan prasangkanya bahwa sang suami terlibat aktif dalam kasus fitnah yang dituduhkan padanya. Namun, Anjani tak bisa mengatakan prasangkanya begitu saja, dia hanya mesti diam-diam mencari tahu, dengan tetap menjaga jarak dengan Josep."Lima milyar konon masuk ke rekeningku, tapi mana? Jangankan lima milyar, gaji bulan ini saja tak kudapat. Jadi, bisa saja kan kalau uang itu masuk ke rekening Josep dan dia berikan padaku secara berangsur?"Wanita itu tak hentinya merangkai puzzle yang masih berantakan dalam otaknya hingga lima belas menit berlalu, sang suami telah selesai mandi membuat Anjani seketika menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, d
Sepulangnya Anjani dari kantor, Josep berinisiatif untuk berbicara kepada Hendra Anggara mengenai masalah tuduhan ini sebab lelaki itu sangat merasa bersalah setelah Anjani disudutkan oleh Kevin, sementara dia tidak bisa berbuat apa-apa jika ada Kevin dan Stevia.Ruang gerak Josep terasa sempit karena dia hanya seorang asisten dari sekretaris, dan dia berharap dengan berbicara langsung kepada Hendra, maka Josep akan bisa menjelaskan sekaligus memberi titik terang kepada sang Presdir bahwa Anjani bukan pelakunya.Tanpa keraguan, suami dari Anjani itu menekan tombol interkom dan memberitahukan bahwa dia ingin bicara. Saat masuk, Hendra menatapnya dengan seksama, senyumnya bersahaja menatap lelaki yang memiliki dedikasi cukup tinggi terhadap perusahaan, meskipun baru beberapa bulan bekerja."Ada apa lagi, Jos?" tanya Hendra tanpa berbasa-basi."Aku ingin mendiskusikan tentang masalah Anjani, apa tidak ada toleransi sama sekali untuk dia membuktikan bahwa dia tidak bersalah?" tanyanya kepa
"Selamat siang, jadi apa yang harus saya selidiki?" Seorang detektif terkemuka di Jakarta sedang melakukan pertemuan dengan Anjani di sebuah restaurant. Detektif bernama Hadinata yang usianya sekitar empat puluh tahun itu langsung ke inti permasalahan, yakni apa yang ingin Anjani utamakan dalam penyelidikannya."Saya minta Anda menyelidiki perusahaan ini." Anjani menyodorkan sebuah dokumen rahasia."J Corporation," gumam Hadi membaca judul map dokumen tersebut.Anjani mengangguk, J Corporation adalah nama perusahaan tempatnya bekerja dulu. Awalnya, nama perusahaan itu adalah AE Corporation, tapi sudah diganti semenjak dua tahun yang lalu menjadi J Corporation yang konon dibawa dari kata Job atau bisa juga Jackpot.'Setiap orang yang bekerja keras, maka dia akan mendapatkan hadiah yang besar', begitu kira-kira kata Hendra Anggara saat meresmikan nama baru untuk perusahaannya dua tahun yang lalu."Saya baru saja diberhentikan secara tidak hormat karena dituduh mengkorupsi uang perusahaa
"Aku sudah siapkan air hangat dan makan malam. Jadi, aku izin ke luar ya, ada urusan sebentar," ujar Anjani kepada suaminya yang baru saja pulang."Terima kasih. Pergilah, tapi jangan lama-lama," sahut Josep. Anjani langsung bersiap mengambil tas dan meninggalkan rumahnya yang dibangun atas hasil kerja kerasnya bekerja selama bertahun-tahun sepeninggal ibunya. Rayhan yang melihat putrinya kembali pergi pun ingin bertanya, tapi urung karena Anjani sudah menaiki mobilnya.Sementara Josep menatap mobil sang istri yang semakin menjauh dari kaca jendela kamar mereka di lantai dua. Ada rasa ingin bertanya ke mana tujuan Anjani pergi, tapi lelaki itu malu, sebab takut disangka over protective dan banyak mengatur.Josep sadar diri, sebagai suami yang menjadikan sebuah janji sebagai mahar awal dari lamarannya, dia belum bisa menepati apa yang telah digaungkannya sejak awal."Semoga kamu pergi bukan karena ada aku di sini," gumamnya dengan hati yang sedih.Semua yang telah Anjani dapatkan hari
Bagaikan gula, Josep merasakan manisnya cinta di bibir Anjani saat dia mengecupnya untuk pertama kali. Entah mendapat keberanian dari mana, yang pasti Josep merasa kalau ini sudah waktunya, sudah terlalu lama dia bersabar menanti moment ini.Anjani sendiri tidak bisa melawan sebab sadar kalau salah satu kewajibannya sebagai seorang istri adalah melayani suami, meskipun jauh dalam lubuk hatinya dia belum siap menyerahkan apa yang Anjani jaga hingga sekarang. Yakni keperawanan."Maaf ...." ucap Josep lagi setelah kecupan keduanya.Lelaki itu merasa bersalah sebab belum kunjung menunaikan janjinya. Namun, sebagai seorang lelaki normal, Josep juga tidak bisa menahan diri setiap kali melihat sang istri yang begitu paripurna dalam segala hal. Wajah cantik, mata coklat yang indah, kulit kuning, dan tubuh yang seksi. Belum lagi prestasinya dalam pekerjaan. Siapa yang bisa kuat menahan godaan yang terpampang nyata di depan mata apalagi wanita itu selalu berada dalam kamar tidur satu ranjang d
"Aku perlu bukti!" ucap Hendra tegas menatap tajam kepada Josep yang menghembuskan nafas kasar.Sang pewaris rahasia merasa tak habis pikir, mengapa sang ayah sulit sekali percaya padanya?!"Tentu, kita akan bertemu di Pengadilan, Ayah. Aku sengaja mengatakan ini sejak dini sebab takut Ayah terkejut dan shock saat Hakim berhasil membuktikan semua kebenarannya," tutup Josep meninggalkan Hendra yang mengepalkan tangan dengan kuat.Suasana seketika menegang, dada pria paruh baya itu perlahan terasa sakit karena mendengar kabar yang belum tentu salah atau benar. Hendra sendiri merasa kalau putranya tidak berdusta, tak terlihat ada kebohongan di matanya. Hendra sangat tahu bagaimana Josep karena dia adalah ayah yang merawatnya sejak lelaki itu bahkan belum lahir ke dunia.Dan jika benar apa yang telah Josep katakan, yang paling membuat Hendra tidak menyangka adalah mengapa Kevin dan Stevia melakukan semua itu padahal mereka sudah memiliki segalanya selama bekerja di perusahaan miliknya."K
Sore ini, lembayung senja terlihat begitu indah seakan sengaja dibuat memesona oleh Tuhan di hari ulang tahun Anjani yang ke-35. Wanita itu keluar dari rumahnya dengan mengenakan dress sederhana selutut dan cardigan yang menambah kesan elegan.Josep menatapnya, mengulurkan tangan supaya mereka bisa bergandengan menuju mobil yang sudah terparkir sejak tadi. Anjani menerima uluran tangan tersebut hingga kulit mereka bersentuhan seiring dengan aliran listrik dalam tubuh yang seakan terkena cipratan air hingga menimbulkan efek sengatan."Mau ke mana kita?" Anjani bertanya saat keduanya sudah berada di dalam mobil."Rahasia," jawab suaminya."Dalam rangka apa membawaku pergi berkencan? Tumben." Josep terkekeh, selalu merasa gemas kalau istrinya itu sudah mengatakan 'tumben'."Ini hari ulang tahunmu, kita harus membuatnya istimewa," balas Josep membuat Anjani terbelalak.Wanita itu tidak menyangka kalau sang suami tahu dan ingat bahwa hari ini adalah hari kelahirannya padahal Josep juga bar
Semilir angin menyapu anak rambut Anjani yang kini menghalangi pipi, membuat Josep segera menyingkirkannya karena tak mau kehilangan kesempatan sedetik saja untuk melihat wajah cantik sang istri yang terbaring dengan pasrah.Pintu yang tadi masih terbuka, Josep tutup dengan segera, lelaki itu menghampiri Anjani dengan tatapan mata elang yang seolah siap menerkam mangsanya. Namun, meski begitu, Anjani tak merasa takut dan justru malah balik menantang tatapan itu meskipun detak jantungnya sudah tak beraturan.Kadang cepat, kadang lambat, Josep benar-benar sudah membuatnya mabuk kepayang."Aku mencintai kamu, Pengantinku," lirih Josep tepat di telinga sang istri yang langsung merona."Terima kasih," balas Anjani membuat suaminya itu terkekeh pelan.Meskipun tidak ada ungkapan cinta dari bibir Anjani, Josep percaya kalau cinta itu sudah mulai hadir dalam hati istrinya. Anjani hanya masih gengsi untuk mengatakannya.Bibir lelaki itu lalu hinggap di ceruk leher Anjani yang seketika menggeli