"Dasar penipu!" pekik Anjani dengan isakannya yang sudah tak tertahankan.
"Aku bukan penipu, Anjani. Aku sedang berusaha bersama team-ku, dan sayangnya kami belum menemukan bukti yang kuat. Tapi, aku sudah menemukan siapa orangnya." Josep memegang kedua bahu istrinya dan menatap sang istri dengan serius sementara Anjani malah memalingkan wajahnya ke arah lain.Anjani tak ingin ada kontak mata di antara mereka sebab wanita itu takut jatuh cinta kepada orang yang salah. Rasa sesal tiba-tiba menyelimuti hatinya. Anjani ingin mengakhiri semuanya sebab nyatanya, menikah dengan Josep tidak menjadi jalan keluar dari semua masalahnya."Aku tidak percaya padamu, Jos. Aku curiga padamu dan tak ingin bertemu denganmu sampai kamu bisa membuktikan apa yang kamu janjikan sebelum kita menikah!" tegas Anjani membuat Josep menggelengkan kepalanya.Gadis yang usianya sudah menginjak tiga puluh lima tahun itu keluar dari mobil suaminya dan beralih ke mobilnya sendiri. Hatinya kacau sekarang, bingung dengan apa yang telah terjadi. Bagaimana bisa dirinya bisa memutuskan secepat itu menikah dengan Josep yang hanya mantan asistennya?Meskipun sebenarnya, Josep pun sudah banyak membantunya. Membayar biaya rumah sakit dan operasi sampai selesai, bahkan memberi nafkah yang besar. Namun, semua itu tak membuat Anjani puas sebelum suami dadakannya itu mampu membuktikan kepada pihak perusahaan bahwa dirinya tak pernah melakukan kecurangan.Sementara Josep, dia memandang lekat punggung sang istri yang semakin menjauh dari netranya dengan masih diliputi rasa marah dan kecewa. Wajar saja, di hari ke sekian pernikahan mereka, Josep belum bisa menunaikan semua janjinya padahal sebenarnya dia sudah tahu semuanya."Maafkan aku, Anjani, aku memang menipumu," lirih Josep dengan perasaan bimbang.Tiba-tiba, ponsel Josep yang berada di dasbor mobil miliknya berdering, seseorang menghubunginya dan lelaki blasteran Sunda - Belanda itu langsung mengangkat panggilan tersebut dengan segera."Kita sudah punya semua bukti, apa Anda ingin saya menyeret langsung kedua tersangka itu ke pengadilan?" seorang lelaki bersuara berat bertanya di seberang sana."Jangan! Nanti istriku curiga mengapa aku bisa membongkar semua fitnahan itu secepat ini. Simpan saja dulu, sekalian aku ingin melihat ketulusan Anjani padaku yang di matanya hanya seorang asisten."Usai perbincangan singkat itu, panggilan ditutup seiring dengan Josep yang menghembuskan nafas kasarnya. Bayangan wajah Anjani saat pertama kali bertemu dengannya sepuluh tahun yang lalu melintas di pikiran. Bagaimana seorang mahasiswi cantik, tangguh, dan tegas, menolongnya dari sebuah perundungan yang dilakukan teman-teman sekolahnya, hingga akhirnya perbuatan baik Anjani itu membekas dalam ingatan Josep dan membuahkan rasa cinta dalam hatinya."Anjani, wanita tangguhku ... akan kulakukan apa pun demi membuatmu bahagia, sebagaimana aku berusaha menemukanmu lagi setelah sekian tahun kita tidak berjumpa."***"Ayah, aku ingin cerai saja dengan Josep!" isak Anjani kepada sang ayah yang kontan menggeleng."Jangan buat aku terkena serangan jantung lagi, Anjani!" sahut Rayhan sarkasme membuat Anjani semakin tersedu.Apa yang dialaminya sekarang benar-benar membuat hati, pikiran, serta hidupnya berantakan. Setelah mendapat sangkaan yang berat dan mematikan, Anjani harus menghadapi sebuah pilihan yang lebih pantas disebut dengan paksaan serta tekanan dari ujian hidup yang mengharuskan dirinya menerima apa pun yang akan membuatnya mendapatkan keuntungan.Kini, setelah keputusan yang diambilnya tak memberikan keuntungan sesuai yang diharapkan, Anjani hanya bisa menyesali semuanya."Sebenarnya apa yang terjadi di antara kalian, Putriku?" tanya Rayhan kepada Anjani yang menunduk seraya menutup wajah dengan kedua telapak tangannya."Aku merasa dia sudah menipuku, Ayah. Aku baru sadar sekarang saat Josep tak kunjung membuktikan bahwa sebenarnya aku tidak bersalah di perusahaan. Kupikir dialah yang memfitnahku karena dia tiba-tiba melamar dalam keadaanku yang sedang amat sangat terpuruk. Dia seperti memanfaatkan keadaan," jawab Anjani."Bisa saja kan kalau dia memang suka padamu? Kalau hanya menipu kamu, untuk apa dia mengeluarkan banyak uang untuk membiayai operasi dan rumah sakit ayah yang membengkak?""Tentu saja supaya aku semakin percaya karena dia memang sudah mengincarku. Bisa saja begitu, kan, Ayah?!" sungut Anjani membuat Rayhan terkekeh pada akhirnya."Anak ayah memang cantik dan cerdas, wajar kalau berondong seperti Josep menyukai kamu yang kebetulan memang jomblo akut. Menurut ayah, tuduhan kamu tidak masuk akal. Bisa saja Josep masih berusahan, kan? Dia hanya asisten, mana mungkin bisa menjebak kamu secerdas itu, dan mana mungkin juga kalau dia bisa membuka kasus yang menimpa kamu secepat yang kamu mau." Anjani termenung mendengar pendapat ayahnya.Masuk akal. Namun, logika perempuan tidak bisa menerima begitu saja. Anjani masih ragu, dia merasa ditipu. Sekarang, yang harus dilakukannya adalah menjauh sementara dari Josep sampai apa yang dijanjikan lelaki itu nyata di depan mata.Anjani juga tidak mau kalau keperawanannya terenggut oleh seorang lelaki yang sudah menipunya. Tidak bisa! Anjani tidak boleh semua yang ada dalam bayangannya terjadi dan membuatnya rugi belaka pada akhirnya."Baru berapa hari pernikahanmu dengan Josep, hm? Kamu yang menerima Josep menjadi suamimu, maka terima saja semua yang menurut kamu kurang dari sosok Josep, Anjani! Kecuali, Josep telah melakukan kekerasan dalam rumah tangga yang membuatmu tersiksa," kata Rayhan membuyarkan lamunan putrinya."Ya, terserah nanti saja," sahut Anjani malas.Setelah itu, tak ada percakapan tentang Josep lagi di antara keduanya. Sebagai orang tua, Rayhan tidak ingin melihat anaknya tak memiliki kepastian hidup terutama dalam hal pasangan sebab selama ini Anjani adalah sosok wanita pemilih dan lebih banyak mendedikasikan hidupnya untuk pekerjaan.Oleh sebab itu, melihat Anjani menikah meskipun secara dadakan dengan bawahannya di perusahaan, Rayhan tetap bahagia karena dengan begitu, setidaknya Anjani takkan sendirian seandainya dirinya harus berpulang dan menyusul sang istri yang sudah lebih dulu pergi ke haribaan."Pulanglah, sudah malam," titah Rayhan kepada Anjani yang masih berada di rumah sakit hingga jam delapan malam."Besok kan Ayah pulang, biarkan aku di sini supaya besok kita bisa pulang bersama," sahut Anjani."Suamimu pasti akan cemas karena menunggu. Pulanglah, besok jemput ayah bersama Josep." Anjani menggeleng."Tidak, Ayah. Aku perlu meyakinkan hatiku dulu sebelum bertemu lagi dengannya karena rasanya hatiku masih ragu untuk meneruskan pernikahan ini.""Sudah terlambat, kalau ingin meyakinkan hati, lakukan ketika kamu belum menikah dengannya, bukan setelah kalian menikah!" ujar Rayhan tegas."Seharusnya Ayah menyuruhku mempertimbangkan semuanya sebelum merestui kami menikah," timpal Anjani seraya menunduk dan memijat pelipisnya."Firasat ayah baik kepada Josep, kelihatannya dia lelaki baik. Meskipun hanya seorang asisten, dia royal loh sama kamu, uangnya banyak juga. Aneh, ya, hanya asisten tapi uangnya lebih banyak dibanding kamu yang Direktur Keuangan," ucap Rayhan merasa heran.Sementara Anjani, dia tak menjawab perkataan ayahnya sebab pikirannya masih berkutat dalam semua prasangka tentang Josep yang dia kira telah menipunya.Sebagai seorang wanita karir yang sejak dulu mengesampingkan masalah pernikahan, Anjani tak merasa gentar tatkala dia tak pulang ke rumah suaminya karena bertengkar. Tak peduli berpuluh-puluh pesan masuk ke aplikasi hijau di ponselnya, panggilan tak terjawab dari orang yang sama mengantre panjang.Namun, Anjani tak ingin menggubrisnya, kalau memang Josep sungguh mencintainya, mungkin lelaki itu akan datang ke rumah sakit dan membujuknya untuk pulang dengan membawa kabar baik tentang karirnya di perusahaan.Rayhan sendiri sudah tertidur lelap sejak jam sembilan malam membuat Anjani semakin merasa kesepian. Seumur hidup, baru kali ini dia merasakan kekosongan karena tak ada deadline lembur yang mengejarnya setiap malam. Kehilangan pekerjaan, sama saja dengan kehilangan separuh hidupnya."Hufff." Anjani menghela nafas berat dan mulai memejamkan mata hingga suara pintu terbuka terdengar berderit memecah keheningan malam."Jos?" gumam Anjani menatap suami dadakannya yang tiba-tiba datang.
"Apa mungkin kalau Josep benar-benar pelaku yang membuat semua tuduhan ini?" gumam Anjani sembari menatap jumlah saldo yang menggembung di rekeningnya."Kalau bukan, dari mana dia mendapatkan uang sebanyak ini sedangkan pekerjaannya saja hanya seorang asisten?" tambahnya dengan perasaan heran.Anjani terus bermonolog sendiri, semakin merasa yakin akan prasangkanya bahwa sang suami terlibat aktif dalam kasus fitnah yang dituduhkan padanya. Namun, Anjani tak bisa mengatakan prasangkanya begitu saja, dia hanya mesti diam-diam mencari tahu, dengan tetap menjaga jarak dengan Josep."Lima milyar konon masuk ke rekeningku, tapi mana? Jangankan lima milyar, gaji bulan ini saja tak kudapat. Jadi, bisa saja kan kalau uang itu masuk ke rekening Josep dan dia berikan padaku secara berangsur?"Wanita itu tak hentinya merangkai puzzle yang masih berantakan dalam otaknya hingga lima belas menit berlalu, sang suami telah selesai mandi membuat Anjani seketika menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, d
Sepulangnya Anjani dari kantor, Josep berinisiatif untuk berbicara kepada Hendra Anggara mengenai masalah tuduhan ini sebab lelaki itu sangat merasa bersalah setelah Anjani disudutkan oleh Kevin, sementara dia tidak bisa berbuat apa-apa jika ada Kevin dan Stevia.Ruang gerak Josep terasa sempit karena dia hanya seorang asisten dari sekretaris, dan dia berharap dengan berbicara langsung kepada Hendra, maka Josep akan bisa menjelaskan sekaligus memberi titik terang kepada sang Presdir bahwa Anjani bukan pelakunya.Tanpa keraguan, suami dari Anjani itu menekan tombol interkom dan memberitahukan bahwa dia ingin bicara. Saat masuk, Hendra menatapnya dengan seksama, senyumnya bersahaja menatap lelaki yang memiliki dedikasi cukup tinggi terhadap perusahaan, meskipun baru beberapa bulan bekerja."Ada apa lagi, Jos?" tanya Hendra tanpa berbasa-basi."Aku ingin mendiskusikan tentang masalah Anjani, apa tidak ada toleransi sama sekali untuk dia membuktikan bahwa dia tidak bersalah?" tanyanya kepa
"Selamat siang, jadi apa yang harus saya selidiki?" Seorang detektif terkemuka di Jakarta sedang melakukan pertemuan dengan Anjani di sebuah restaurant. Detektif bernama Hadinata yang usianya sekitar empat puluh tahun itu langsung ke inti permasalahan, yakni apa yang ingin Anjani utamakan dalam penyelidikannya."Saya minta Anda menyelidiki perusahaan ini." Anjani menyodorkan sebuah dokumen rahasia."J Corporation," gumam Hadi membaca judul map dokumen tersebut.Anjani mengangguk, J Corporation adalah nama perusahaan tempatnya bekerja dulu. Awalnya, nama perusahaan itu adalah AE Corporation, tapi sudah diganti semenjak dua tahun yang lalu menjadi J Corporation yang konon dibawa dari kata Job atau bisa juga Jackpot.'Setiap orang yang bekerja keras, maka dia akan mendapatkan hadiah yang besar', begitu kira-kira kata Hendra Anggara saat meresmikan nama baru untuk perusahaannya dua tahun yang lalu."Saya baru saja diberhentikan secara tidak hormat karena dituduh mengkorupsi uang perusahaa
"Aku sudah siapkan air hangat dan makan malam. Jadi, aku izin ke luar ya, ada urusan sebentar," ujar Anjani kepada suaminya yang baru saja pulang."Terima kasih. Pergilah, tapi jangan lama-lama," sahut Josep. Anjani langsung bersiap mengambil tas dan meninggalkan rumahnya yang dibangun atas hasil kerja kerasnya bekerja selama bertahun-tahun sepeninggal ibunya. Rayhan yang melihat putrinya kembali pergi pun ingin bertanya, tapi urung karena Anjani sudah menaiki mobilnya.Sementara Josep menatap mobil sang istri yang semakin menjauh dari kaca jendela kamar mereka di lantai dua. Ada rasa ingin bertanya ke mana tujuan Anjani pergi, tapi lelaki itu malu, sebab takut disangka over protective dan banyak mengatur.Josep sadar diri, sebagai suami yang menjadikan sebuah janji sebagai mahar awal dari lamarannya, dia belum bisa menepati apa yang telah digaungkannya sejak awal."Semoga kamu pergi bukan karena ada aku di sini," gumamnya dengan hati yang sedih.Semua yang telah Anjani dapatkan hari
Bagaikan gula, Josep merasakan manisnya cinta di bibir Anjani saat dia mengecupnya untuk pertama kali. Entah mendapat keberanian dari mana, yang pasti Josep merasa kalau ini sudah waktunya, sudah terlalu lama dia bersabar menanti moment ini.Anjani sendiri tidak bisa melawan sebab sadar kalau salah satu kewajibannya sebagai seorang istri adalah melayani suami, meskipun jauh dalam lubuk hatinya dia belum siap menyerahkan apa yang Anjani jaga hingga sekarang. Yakni keperawanan."Maaf ...." ucap Josep lagi setelah kecupan keduanya.Lelaki itu merasa bersalah sebab belum kunjung menunaikan janjinya. Namun, sebagai seorang lelaki normal, Josep juga tidak bisa menahan diri setiap kali melihat sang istri yang begitu paripurna dalam segala hal. Wajah cantik, mata coklat yang indah, kulit kuning, dan tubuh yang seksi. Belum lagi prestasinya dalam pekerjaan. Siapa yang bisa kuat menahan godaan yang terpampang nyata di depan mata apalagi wanita itu selalu berada dalam kamar tidur satu ranjang d
"Aku perlu bukti!" ucap Hendra tegas menatap tajam kepada Josep yang menghembuskan nafas kasar.Sang pewaris rahasia merasa tak habis pikir, mengapa sang ayah sulit sekali percaya padanya?!"Tentu, kita akan bertemu di Pengadilan, Ayah. Aku sengaja mengatakan ini sejak dini sebab takut Ayah terkejut dan shock saat Hakim berhasil membuktikan semua kebenarannya," tutup Josep meninggalkan Hendra yang mengepalkan tangan dengan kuat.Suasana seketika menegang, dada pria paruh baya itu perlahan terasa sakit karena mendengar kabar yang belum tentu salah atau benar. Hendra sendiri merasa kalau putranya tidak berdusta, tak terlihat ada kebohongan di matanya. Hendra sangat tahu bagaimana Josep karena dia adalah ayah yang merawatnya sejak lelaki itu bahkan belum lahir ke dunia.Dan jika benar apa yang telah Josep katakan, yang paling membuat Hendra tidak menyangka adalah mengapa Kevin dan Stevia melakukan semua itu padahal mereka sudah memiliki segalanya selama bekerja di perusahaan miliknya."K
Sore ini, lembayung senja terlihat begitu indah seakan sengaja dibuat memesona oleh Tuhan di hari ulang tahun Anjani yang ke-35. Wanita itu keluar dari rumahnya dengan mengenakan dress sederhana selutut dan cardigan yang menambah kesan elegan.Josep menatapnya, mengulurkan tangan supaya mereka bisa bergandengan menuju mobil yang sudah terparkir sejak tadi. Anjani menerima uluran tangan tersebut hingga kulit mereka bersentuhan seiring dengan aliran listrik dalam tubuh yang seakan terkena cipratan air hingga menimbulkan efek sengatan."Mau ke mana kita?" Anjani bertanya saat keduanya sudah berada di dalam mobil."Rahasia," jawab suaminya."Dalam rangka apa membawaku pergi berkencan? Tumben." Josep terkekeh, selalu merasa gemas kalau istrinya itu sudah mengatakan 'tumben'."Ini hari ulang tahunmu, kita harus membuatnya istimewa," balas Josep membuat Anjani terbelalak.Wanita itu tidak menyangka kalau sang suami tahu dan ingat bahwa hari ini adalah hari kelahirannya padahal Josep juga bar