"Apa mungkin kalau Josep benar-benar pelaku yang membuat semua tuduhan ini?" gumam Anjani sembari menatap jumlah saldo yang menggembung di rekeningnya.
"Kalau bukan, dari mana dia mendapatkan uang sebanyak ini sedangkan pekerjaannya saja hanya seorang asisten?" tambahnya dengan perasaan heran.Anjani terus bermonolog sendiri, semakin merasa yakin akan prasangkanya bahwa sang suami terlibat aktif dalam kasus fitnah yang dituduhkan padanya. Namun, Anjani tak bisa mengatakan prasangkanya begitu saja, dia hanya mesti diam-diam mencari tahu, dengan tetap menjaga jarak dengan Josep."Lima milyar konon masuk ke rekeningku, tapi mana? Jangankan lima milyar, gaji bulan ini saja tak kudapat. Jadi, bisa saja kan kalau uang itu masuk ke rekening Josep dan dia berikan padaku secara berangsur?"Wanita itu tak hentinya merangkai puzzle yang masih berantakan dalam otaknya hingga lima belas menit berlalu, sang suami telah selesai mandi membuat Anjani seketika menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, dan menyisakan satu lubang kecil yang dia gunakan untuk mengintip Josep yang kini dalam keadaan polos karena belum berpakaian.'Ya Tuhan ... tubuhnya indah sekali!' batin Anjani memuji.Bohong kalau dia tidak tertarik kepada paras tampan suaminya yang menawan, ditambah dengan bentuk tubuhnya yang atletis dan terlihat segar bugar. Josep pasti sangat rutin berolahraga, tebak Anjani.Namun, Anjani tidak ingin memelihara perasaan kagum itu hingga nantinya berkembang menjadi cinta, sebab mana bisa Anjani hidup dengan seorang lelaki yang telah sengaja membuat namanya tercoreng di perusahaan, lalu bersikap seolah-olah seperti seorang pahlawan?!"Anjani ...." panggil suaminya dengan suara lembut.Anjani hampir saja melayang dengan suara itu, tapi segera tersadar bahwa Josep hanya sedang mencoba membuat Anjani masuk ke dalam perangkapnya."Sudah tidur?" tanya Josep menyibak selimut di mana sang istri terlihat memejamkan matanya dengan terpaksa.Lelaki itu kemudian ikut berbaring di samping sang istri dan memeluknya, berharap Anjani merasakan kasih sayangnya melalui sentuhan yang dia berikan. Namun, nihil. Jangankan membuka mata, bergerak saja tidak."Anjani, apa kamu pingsan?" kekeh Josep pelan yang akhirnya menyerah karena sadar kalau wanita itu belum mau dia sentuh sampai sekarang.***Suasana kantor cukup ramai hari ini sebab Hendra Anggara yang merupakan Presiden Direktur akan datang setelah beberapa bulan absen dari perusahaan karena harus menjalani perawatan.Stevia yang merupakan pimpinan sementara di perusahaan itu terlihat sangat sibuk menyiapkan berkas yang akan Hendra periksa. Bersama Josep, dia juga mengumpulkan berkas-berkas saat Anjani masih bekerja di sana, termasuk menyerahkan bukti fisik data tatkala Anjani terdeteksi melakukan kecurangan."Josep, berkas yang menjadi bukti bahwa Anjani telah melakukan kecurangan mana?" tanya Stevia karena dia tidak menemukan berkas tersebut, padahal merasa sudah mengamankannya."Mana aku tahu, aku tidak pernah menyimpan berkas ghaib itu," sahut Josep membuat Stevia seketika merasa kesal dengan jawaban asistennya."Kamu ini selalu saja seperti itu padaku, tidak bisakah kamu menghormati aku sebagai atasanmu?!" hardik Stevia."Aku hanya menjawab apa adanya. Aku tidak tahu di mana berkas itu," balas Josep."Lalu, apa maksud perkataanmu yang mengatakan berkas ghaib tadi, hah? Jangan mentang-mentang kamu naksir sama si Anjani, kamu jadi menutup mata dan tidak mau melihat semua kejahatannya!"Josep tak menjawab lagi dan memilih pergi, dia paling tidak sudi meladeni ocehan Stevia yang selalu cerewet dan seenaknya bersikap, mentang-mentang sudah menjadi atasan."Hey, Josep! Awas, ya, nanti akan kuadukan kamu kepada Pak Hendra kalau kamu selalu seenaknya dalam bekerja!" teriak wanita itu membuat Kevin Sanjaya yang baru datang langsung menghampirinya."Ada apa, Cantik?" tanya Kevin membuat Stevia yang sedang marah seketika merona."Biasa, asistenku itu menyebalkan." Stevia duduk di kursinya sembari menatap Kevin yang diam-diam menyukainya. "Pak Hendra sudah datang?" tanyanya."Sudah, aku disuruh menjemputmu ke ruangannya karena beliau ingin memeriksa semua berkas yang perlu dia tandatangani. Termasuk berkas bukti kecurangan Anjani," kata Kevin."Berkas itu hilang. Tapi, kamu masih menyimpan salinannya, kan?" tanya Stevia memastikan."Tentu, kamu tenang saja." Kevin merangkul pundak Stevia yang sebenarnya merasa risih dengan sikap nyosornya.Namun, wanita itu berusaha menutupi rasa risih dan sungkan tersebut sebab merasa masih membutuhkan Kevin karena Josep seringkali ngeyel kalau Stevia menyuruhnya.Saat sampai di ruangan Presdir Hendra Anggara, Stevia membungkukkan badannya lalu berbasa-basi menanyakan kabar atasannya yang ternyata masih memakai kursi roda."Mana berkas yang kubutuhkan?" tanya Hendra dan Stevia menyerahkannya.Hendra terlihat membaca dengan seksama setiap berkas yang dikerjakan Stevia yang menurutnya agak sedikit berbeda dengan hasil kerja Anjani. Berkas laporan Anjani lebih rapi, tersusun, dan detail. Berbeda dengan buatan Stevia yang kurang detail dalam merancangkan anggaran."Huffff." Hendra menghembuskan nafas kasar, menyayangkan Anjani yang kini pergi dari perusahaannya padahal pekerjaannya selalu bisa dipertanggung jawabkan."Panggil Anjani sekarang!" titah Hendra membuat Josep menautkan alisnya."Untuk apa?" tanya Josep yang kini berdiri di samping Stevia."Untuk menyelesaikan semuanya, bukankah kami belum bicara sama sekali?" ucap Hendra memberi kode kepada Kevin supaya menuruti perintahnya."Baiklah, aku akan menelponnya," sahut Kevin lalu menekan nomor istri dari Josep itu.Stevia tersenyum puas, dia yang paling gencar menyudutkan Anjani selama ini sudah tidak sabar bagaimana wanita itu akan dicecar.Selang dua puluh menit kemudian, Anjani datang dengan pakaian kantor yang dulu sering dia pakai membuat Josep yang melihatnya merasa sedih karena mungkin, hari ini Hendra benar-benar akan mengakhiri karirnya di perusahaan ini."Selamat siang, Pak. Bagaimana kabar Anda?" tanya Anjani mengulas senyum simpul di bibirnya yang dihiasi gincu berwarna merah maroon."Saya sudah lebih baik, tapi melihat kamu saat ini, membuat saya sedih kembali karena harus mengingat kasus yang terjadi padamu. Kadang, sulit sekali bagi saya untuk percaya, tapi semua ini sudah terjadi," ucap Hendra membuat wanita itu menunduk dengan mata yang basah."Anda tidak harus berusaha percaya karena saya tidak pernah melakukannya!" tegas Anjani menoleh ke arah Josep, berharap lelaki itu menunjukkan pembelaan."Entahlah. Aku masih menimbang-nimbang apakah aku harus membawa kasus ini ke Pengadilan atau tidak, mengingat uang lima milyar itu belum kunjung kamu kembalikan," ujar Hendra."Saya berani maju ke Pengadilan dan biarkan kepolisian mencari bukti dengan cara transparan, karena uang itu tidak pernah masuk ke rekening saya."Melihat Anjani yang mulai bisa mengimbangi pembicaraan, Kevin segera menunjukkan bukti kalau uang lima milyar itu sudah berada di dalam rekening Anjani Stephani sejak dua bulan yang lalu."Ini adalah berkas berisi bukti tindak korupsi yang dilakukan Anjani. Uang itu sudah masuk semenjak dua bulan yang lalu, kalau Anda mengatakan bahwa uang itu tidak ada di rekening Anda, mungkin saja kan kalau uang itu sudah habis digunakan?" Kevin menatap Anjani yang geleng-geleng kepala.Wanita itu sungguh tak habis pikir dengan pernyataan Kevin yang amat menyudutkannya. Namun, yang membuat Anjani lebih tidak habis pikir adalah mengapa Josep sama sekali tidak angkat bicara, padahal yang lelaki itu gaungkan sebelum menikahinya adalah membuktikan bahwa Anjani tidak bersalah?!Sepulangnya Anjani dari kantor, Josep berinisiatif untuk berbicara kepada Hendra Anggara mengenai masalah tuduhan ini sebab lelaki itu sangat merasa bersalah setelah Anjani disudutkan oleh Kevin, sementara dia tidak bisa berbuat apa-apa jika ada Kevin dan Stevia.Ruang gerak Josep terasa sempit karena dia hanya seorang asisten dari sekretaris, dan dia berharap dengan berbicara langsung kepada Hendra, maka Josep akan bisa menjelaskan sekaligus memberi titik terang kepada sang Presdir bahwa Anjani bukan pelakunya.Tanpa keraguan, suami dari Anjani itu menekan tombol interkom dan memberitahukan bahwa dia ingin bicara. Saat masuk, Hendra menatapnya dengan seksama, senyumnya bersahaja menatap lelaki yang memiliki dedikasi cukup tinggi terhadap perusahaan, meskipun baru beberapa bulan bekerja."Ada apa lagi, Jos?" tanya Hendra tanpa berbasa-basi."Aku ingin mendiskusikan tentang masalah Anjani, apa tidak ada toleransi sama sekali untuk dia membuktikan bahwa dia tidak bersalah?" tanyanya kepa
"Selamat siang, jadi apa yang harus saya selidiki?" Seorang detektif terkemuka di Jakarta sedang melakukan pertemuan dengan Anjani di sebuah restaurant. Detektif bernama Hadinata yang usianya sekitar empat puluh tahun itu langsung ke inti permasalahan, yakni apa yang ingin Anjani utamakan dalam penyelidikannya."Saya minta Anda menyelidiki perusahaan ini." Anjani menyodorkan sebuah dokumen rahasia."J Corporation," gumam Hadi membaca judul map dokumen tersebut.Anjani mengangguk, J Corporation adalah nama perusahaan tempatnya bekerja dulu. Awalnya, nama perusahaan itu adalah AE Corporation, tapi sudah diganti semenjak dua tahun yang lalu menjadi J Corporation yang konon dibawa dari kata Job atau bisa juga Jackpot.'Setiap orang yang bekerja keras, maka dia akan mendapatkan hadiah yang besar', begitu kira-kira kata Hendra Anggara saat meresmikan nama baru untuk perusahaannya dua tahun yang lalu."Saya baru saja diberhentikan secara tidak hormat karena dituduh mengkorupsi uang perusahaa
"Aku sudah siapkan air hangat dan makan malam. Jadi, aku izin ke luar ya, ada urusan sebentar," ujar Anjani kepada suaminya yang baru saja pulang."Terima kasih. Pergilah, tapi jangan lama-lama," sahut Josep. Anjani langsung bersiap mengambil tas dan meninggalkan rumahnya yang dibangun atas hasil kerja kerasnya bekerja selama bertahun-tahun sepeninggal ibunya. Rayhan yang melihat putrinya kembali pergi pun ingin bertanya, tapi urung karena Anjani sudah menaiki mobilnya.Sementara Josep menatap mobil sang istri yang semakin menjauh dari kaca jendela kamar mereka di lantai dua. Ada rasa ingin bertanya ke mana tujuan Anjani pergi, tapi lelaki itu malu, sebab takut disangka over protective dan banyak mengatur.Josep sadar diri, sebagai suami yang menjadikan sebuah janji sebagai mahar awal dari lamarannya, dia belum bisa menepati apa yang telah digaungkannya sejak awal."Semoga kamu pergi bukan karena ada aku di sini," gumamnya dengan hati yang sedih.Semua yang telah Anjani dapatkan hari
Bagaikan gula, Josep merasakan manisnya cinta di bibir Anjani saat dia mengecupnya untuk pertama kali. Entah mendapat keberanian dari mana, yang pasti Josep merasa kalau ini sudah waktunya, sudah terlalu lama dia bersabar menanti moment ini.Anjani sendiri tidak bisa melawan sebab sadar kalau salah satu kewajibannya sebagai seorang istri adalah melayani suami, meskipun jauh dalam lubuk hatinya dia belum siap menyerahkan apa yang Anjani jaga hingga sekarang. Yakni keperawanan."Maaf ...." ucap Josep lagi setelah kecupan keduanya.Lelaki itu merasa bersalah sebab belum kunjung menunaikan janjinya. Namun, sebagai seorang lelaki normal, Josep juga tidak bisa menahan diri setiap kali melihat sang istri yang begitu paripurna dalam segala hal. Wajah cantik, mata coklat yang indah, kulit kuning, dan tubuh yang seksi. Belum lagi prestasinya dalam pekerjaan. Siapa yang bisa kuat menahan godaan yang terpampang nyata di depan mata apalagi wanita itu selalu berada dalam kamar tidur satu ranjang d
"Aku perlu bukti!" ucap Hendra tegas menatap tajam kepada Josep yang menghembuskan nafas kasar.Sang pewaris rahasia merasa tak habis pikir, mengapa sang ayah sulit sekali percaya padanya?!"Tentu, kita akan bertemu di Pengadilan, Ayah. Aku sengaja mengatakan ini sejak dini sebab takut Ayah terkejut dan shock saat Hakim berhasil membuktikan semua kebenarannya," tutup Josep meninggalkan Hendra yang mengepalkan tangan dengan kuat.Suasana seketika menegang, dada pria paruh baya itu perlahan terasa sakit karena mendengar kabar yang belum tentu salah atau benar. Hendra sendiri merasa kalau putranya tidak berdusta, tak terlihat ada kebohongan di matanya. Hendra sangat tahu bagaimana Josep karena dia adalah ayah yang merawatnya sejak lelaki itu bahkan belum lahir ke dunia.Dan jika benar apa yang telah Josep katakan, yang paling membuat Hendra tidak menyangka adalah mengapa Kevin dan Stevia melakukan semua itu padahal mereka sudah memiliki segalanya selama bekerja di perusahaan miliknya."K
Sore ini, lembayung senja terlihat begitu indah seakan sengaja dibuat memesona oleh Tuhan di hari ulang tahun Anjani yang ke-35. Wanita itu keluar dari rumahnya dengan mengenakan dress sederhana selutut dan cardigan yang menambah kesan elegan.Josep menatapnya, mengulurkan tangan supaya mereka bisa bergandengan menuju mobil yang sudah terparkir sejak tadi. Anjani menerima uluran tangan tersebut hingga kulit mereka bersentuhan seiring dengan aliran listrik dalam tubuh yang seakan terkena cipratan air hingga menimbulkan efek sengatan."Mau ke mana kita?" Anjani bertanya saat keduanya sudah berada di dalam mobil."Rahasia," jawab suaminya."Dalam rangka apa membawaku pergi berkencan? Tumben." Josep terkekeh, selalu merasa gemas kalau istrinya itu sudah mengatakan 'tumben'."Ini hari ulang tahunmu, kita harus membuatnya istimewa," balas Josep membuat Anjani terbelalak.Wanita itu tidak menyangka kalau sang suami tahu dan ingat bahwa hari ini adalah hari kelahirannya padahal Josep juga bar
Semilir angin menyapu anak rambut Anjani yang kini menghalangi pipi, membuat Josep segera menyingkirkannya karena tak mau kehilangan kesempatan sedetik saja untuk melihat wajah cantik sang istri yang terbaring dengan pasrah.Pintu yang tadi masih terbuka, Josep tutup dengan segera, lelaki itu menghampiri Anjani dengan tatapan mata elang yang seolah siap menerkam mangsanya. Namun, meski begitu, Anjani tak merasa takut dan justru malah balik menantang tatapan itu meskipun detak jantungnya sudah tak beraturan.Kadang cepat, kadang lambat, Josep benar-benar sudah membuatnya mabuk kepayang."Aku mencintai kamu, Pengantinku," lirih Josep tepat di telinga sang istri yang langsung merona."Terima kasih," balas Anjani membuat suaminya itu terkekeh pelan.Meskipun tidak ada ungkapan cinta dari bibir Anjani, Josep percaya kalau cinta itu sudah mulai hadir dalam hati istrinya. Anjani hanya masih gengsi untuk mengatakannya.Bibir lelaki itu lalu hinggap di ceruk leher Anjani yang seketika menggeli
"Bagus! Kemarin izin, sekarang datang kesiangan. Berasa perusahaan ini milik nenek moyangmu, ya?!" hardik Stevia, menunjuk wajah Josep dengan jari telunjuknya.Josep baru saja sampai dan langsung dicecar dengan omelan oleh Stevia yang merasa punya kuasa penuh atas perusahaan. Lelaki yang merupakan asistennya itu hanya bisa menahan tawa, tak terbayang bagaimana reaksi Stevia seandainya tahu siapa Josep sesungguhnya."Maaf, tadi ada masalah mendadak, jadi aku harus menyelesaikannya dulu sebelum datang ke sini," sahut lelaki itu seraya menunduk.Ada rasa malu dalam hati Josep karena dimarahi di depan para staf yang sedang bekerja, akan tetapi, dia mencoba islah dan menerima semua amarah yang ditujukan Stevia padanya sebab Josep juga tahu kalau dia memang bersalah."Seharusnya, kamu itu bisa profesional, Jos. Kalau ada urusan di luar pekerjaan di waktu jam kerja, ya tinggalkan!" tegas Stevia. "Satu kali lagi kamu seperti ini, aku akan pecat kamu! Kalian juga, jangan macam-macam karena sek
Bodohnya seorang wanita terletak pada perasaannya. Seorang wanita tahu kalau dia tidak dibutuhkan, tapi nyatanya dia masih saja mengharapkan. Seperti yang Anjani lakukan sekarang, dia tahu kalau Joseph takkan kembali, namun dia masih bersikeras menunggu dengan perasaan tak enak disertai takut. Takut menyakiti, takut melukai, padahal korban sesungguhnya adalah dirinya sendiri. Anjani memilih mandi pagi-pagi sekali, mana tahu suaminya tiba-tiba datang dan dia beruntung sebab dia sudah bersih dan wangi. Meskipun nyatanya, selepas Anjani keluar dari kamar mandi pun sosok suaminya tak kunjung datang dan Anjani menjalani paginya dalam kehampaan. Dengan berat hati, Anjani memilih chek out dari hotel dan pulang ke rumah saja, percuma berada di sini kalau orang yang membawanya malah menghilang. Keluar dari kamar membawa tas besar sendirian, entah mengapa rasanya malu sekali seperti baru saja dia menjual diri. Ini semua gara-gara Rangga, dia adalah tersangka utamanya. Kalau saja lelaki itu
Ini sudah pukul 9 malam saat Anjani masih terpaku di tepi ranjangnya dan menyadari kalau sang suami tidak kunjung kembali. Siang tadi, Josep pergi setelah berdebat dengan Anjani mengenai masalah Rangga.Sumpah demi apa pun, Anjani sama sekali tidak menyangka kalau Josep akan bersikap seperti ini sebab sebelumnya suaminya itu telah menunjukkan kedewasaan yang membuat Anjani merasa bangga. Namun, keberadaan Rangga seketika menjungkir balikkan kedewasaan Josep yang selalu Anjani elu-elukan itu."Ck! Ke mana dia? Apa benar dia setidak percaya itu padaku sampai bersikap seperti ini? Kalau aku pulang dan dia kembali, aku juga yang kena marah lagi nanti," keluhnya.Anjani membaringkan tubuhnya lalu menarik selimut dengan mata yang berusaha ditutup, akan tetapi sulit sekali, Anjani tidak tenang kalau suaminya belum pulang.Ditambah nomor Josep yang tidak aktif membuat Anjani semakin gundah gulana. Anjani tidak mengerti, apakah Josep sedang menunjukkan kemarahannya atau ada urusan yang harus l
“Masuklah, tapi saat Anda masuk aku akan keluar karena sebenarnya aku sedang ada keperluan,” celetuk Josep membuat Rangga seketika melotot.Lelaki itu tentu saja terkejut dengan jawaban Josep yang sangat menohok dan meledeknya padahal Josep hanyalah seorang asisten di perusahaan yang menjadi tempatnya berinvestasi.Anjani yang masih bersembunyi di balik pintu hanya bisa membekap mulutnya Manahan tawa, tak menyangka kalau Josep akan seberani itu kepada Rangga.“Baiklah, lagi pula aku hanya bercanda. Mana mau aku masuk ke kamar seorang asisten sepertimu. Aku juga harus bertemu dengan Anjani, atasanmu, karena kami sudah janjian sejak kemarin dan dia berjanji akan menemuiku di hotel ini,” kata Rangga.Mendengar perkataan tersebut, kepercayaan Josep kepada istrinya sedikit goyah karena dia dapat mendengar dengan jelas kalau Rangga dan Anjani ternyata sudah janjian sejak kemarin di hotel ini dan hotel ini merupakan pilihan Anjani saat mereka sedang mencari tempat staycation kemarin.“Oh, ya
“Jadi, Rangga benar-benar masih suka menghubungimu?”Pertanyaan itu langsung terlontar saat Josep melihat istrinya masuk ke dalam kamar mereka. Anjani yang menyadari wajah masam suaminya hanya bisa menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung karena sedari awal dia memang tidak berniat untuk mengadukan Rangga yang kembali datang mengusik hidupnya.“Sebenarnya baru-baru ini sih, semenjak dia menjadi investor di J Corporation. Sebelumnya, kami benar-benar lose contact,” sahut Anjani.Wanita itu lalu duduk di samping suaminya yang menghela nafas berat, terlihat sekali kalau Josep sangat sedang menahan rasa kesal membuat Anjani menunduk menyadari ketidak jujurannya.“Maaf karena aku tidak jujur padamu, Jos, aku tidak pernah membalas pesannya apalagi mengangkat teleponnya, aku mengabaikannya. Dia memang bilang kalau sedang di Jakarta tapi aku tidak tahu dia ada di hotel ini sampai kami bertemu tidak sengaja.”Mendengar penjelasan yang tak diminta itu, Josep tersenyum karena merasa dimengert
Tanpa berkata apa-apa lagi, Josep mematikan sambungan teleponnya bersama sang ibu dan meninggalkan rumah sakit tersebut dengan perasaan campur aduk. Antara kesal dan pilu, semua jadi satu.Dengan kecepatan tinggi, lelaki itu melajukan mobilnya tak peduli suara klakson berbunyi silih berganti karena memberinya peringatan. Josep hanya ingin kembali, menemui sang istri yang pasti sudah sejak tadi menanti.“Ternyata, Mama tidak main-main menghancurkan pernikahanku. Aku harus bagaimana sekarang, apa aku jujur saja?” gumamnya saat sampai di pelataran Shang-Ri La.Suami dari Anjani itu segera masuk kembali ke dalam hotel untuk meminta maaf kepada sang istri, meskipun mungkin dia akan menerima banyak pertanyaan mengapa dia tidak lama. Meskipun dia berharap semoga Anjani sudah tidur saja.Namun, saat masuk ke dalam kamar sewaan mereka, Anjani belum tertidur dan terlihat sedang menonton televisi sembari memakan snack yang disediakan oleh pihak hotel. Melihat wajah polos Anjani yang menatapnya s
Makan malam di tepi kolam renang yang airnya memantulkan cahaya lampu remang, Anjani dan Josep merasakan suasana yang berbeda dari biasanya. Selain karena tempat yang berbeda, juga karena keintiman mereka semakin kentara terasa.Kini, cinta itu semakin nyata adanya, terpancar dari mata mereka yang selalu berbinar setiap kali beradu pandang. Entah kapan tepatnya cinta itu tumbuh, yang pasti Anjani telah benar-benar merasa telah jatuh ke dalam lautan cinta yang memabukkan.“Aku senang melihat kamu makan banyak,” ujar Josep kepada istrinya yang tengah lahap memakan makanannya.Anjani terkekeh pelan. “Entah mengapa kalau ada kamu aku selalu lupa akan semua masalah. Makan jadi enak, dan rasanya bahagia saja.” Anjani tersenyum lebar karena sadar telah melontarkan gombalan.“Ternyata seorang Anjani pandai menggombal juga,” canda Josep membuat istrinya merona.Keduanya pun tertawa, hanyut dalam suasana yang penuh cinta dan canda tawa hingga dering ponsel milik Josep terdengar berbunyi membuat
Sedikit pun Anjani tidak berminat untuk mengangkat telepon dari mantan tunangannya. Wanita itu membiarkannya, tak peduli panggilan itu sudah berdering untuk kali ketiga.Setelah panggilan itu berhenti, sebuah pesan dari nomor yang sama masuk dan membuat Anjani tercengang saat membacanya.(Aku berada di lobi J Corporation, sengaja datang untuk menemuimu karena aku rindu.)Anjani ingin abai, tapi dia takut kalau lelaki itu masuk begitu saja ke dalam kantor dan mengatakan kalau dia ingin menemui dirinya. Terlebih dia juga punya alasan kalau dia adalah salah satu investor yang memasok barang ke perusahaan ini.Kalau Josep tahu, bisa gawat ‘kan?Jadilah, Anjani turun dari lantai 3 dan menemui Rangga yang berada di lobi guna menyuruhnya pulang.“Untuk apa kamu ke sini?!” tanya Anjani dengan tatapan tajam.“Sudah kubilang aku sengaja menemuimu karena rindu. Asal kamu tahu, semenjak kita batal menikah, aku juga belum menikah dan menyesal sudah berselingkuh dengan perempuan yang salah. Aku min
Sepanjang jalan, Josep memikirkan masalah hidupnya yang amat rumit dan ini semua dimulai oleh dirinya sendiri yang nekad menikahi seorang perempuan dengan modal kebohongan.Awal menikah, Josep sangat mengharapkan kalau Anjani akan mencintainya. Namun, kini lelaki itu justru merasa tak tega saat cinta benar-benar telah tumbuh dalam hati istrinya.“Maafkan aku, Anjani … aku harus bagaimana menyikapi semua ini?”Josep mengacak rambutnya kasar, mengingat bagaimana berharapnya Anjani untuk mulai membuka pernikahan mereka setidaknya di kantor tempat mereka bekerja.“Aku tidak peduli siapa kamu, apa jabatanmu. Kita sudah menikah dan hubungan kita berhak mendapat pengakuan dari orang-orang,” kata Anjani.“Aku setuju, tapi tidak mungkin tiba-tiba juga ‘kan? Semua orang akan merasa heran.”Hanya itu yang bisa Josep ucapkan sebelum mereka berangkat ke kantor, mencari-cari cara supaya keinginan Anjani itu bisa ditunda.Di saat kalut seperti itu, dering telepon membuatnya menepikan mobil karena ya
“Apa kamu bersedih?”Josep bertanya saat dia dan Anjani sudah pulang. Keduanya sama-sama murung disebabkan masalah yang dialami masing-masing dan sama-sama disebabkan oleh Lasminingrat.Josep tahu kalau Anjani overthingking akibat keputusan Lasminingrat yang tiba-tiba dan seenaknya tanpa memikirkan perasaan wanita itu, sementara Anjani tak tahu kalau Josep juga sedang mendapat tekanan dari ibunya.“Aku hanya merasa heran mengapa Bu Lasminingrat seperti tak suka padaku. Maksudnya, aneh saja. Apa aku pernah melakukan kesalahan padanya? Tapi, apa?!” ujar Anjani seraya mendekat ke suaminya yang sedang berbaring.Dengan lembut, Josep membawa Anjani ke dalam pelukannya dan mengelus lembut surai hitam dan panjang itu secara perlahan.Iba, lelaki itu benar-benar iba pada Anjani sebab alasan Lasminingrat menunjukkan rasa tidak suka adalah karena wanita itu ketahuan diam-diam sudah menjadi istrinya.“Sabar, ya, Sayang. Masalah apa pun yang kamu hadapi, ingat kalau aku akan selalu ada di sini.”