Share

Bab 6

"Apa mungkin kalau Josep benar-benar pelaku yang membuat semua tuduhan ini?" gumam Anjani sembari menatap jumlah saldo yang menggembung di rekeningnya.

"Kalau bukan, dari mana dia mendapatkan uang sebanyak ini sedangkan pekerjaannya saja hanya seorang asisten?" tambahnya dengan perasaan heran.

Anjani terus bermonolog sendiri, semakin merasa yakin akan prasangkanya bahwa sang suami terlibat aktif dalam kasus fitnah yang dituduhkan padanya. Namun, Anjani tak bisa mengatakan prasangkanya begitu saja, dia hanya mesti diam-diam mencari tahu, dengan tetap menjaga jarak dengan Josep.

"Lima milyar konon masuk ke rekeningku, tapi mana? Jangankan lima milyar, gaji bulan ini saja tak kudapat. Jadi, bisa saja kan kalau uang itu masuk ke rekening Josep dan dia berikan padaku secara berangsur?"

Wanita itu tak hentinya merangkai puzzle yang masih berantakan dalam otaknya hingga lima belas menit berlalu, sang suami telah selesai mandi membuat Anjani seketika menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, dan menyisakan satu lubang kecil yang dia gunakan untuk mengintip Josep yang kini dalam keadaan polos karena belum berpakaian.

'Ya Tuhan ... tubuhnya indah sekali!' batin Anjani memuji.

Bohong kalau dia tidak tertarik kepada paras tampan suaminya yang menawan, ditambah dengan bentuk tubuhnya yang atletis dan terlihat segar bugar. Josep pasti sangat rutin berolahraga, tebak Anjani.

Namun, Anjani tidak ingin memelihara perasaan kagum itu hingga nantinya berkembang menjadi cinta, sebab mana bisa Anjani hidup dengan seorang lelaki yang telah sengaja membuat namanya tercoreng di perusahaan, lalu bersikap seolah-olah seperti seorang pahlawan?!

"Anjani ...." panggil suaminya dengan suara lembut.

Anjani hampir saja melayang dengan suara itu, tapi segera tersadar bahwa Josep hanya sedang mencoba membuat Anjani masuk ke dalam perangkapnya.

"Sudah tidur?" tanya Josep menyibak selimut di mana sang istri terlihat memejamkan matanya dengan terpaksa.

Lelaki itu kemudian ikut berbaring di samping sang istri dan memeluknya, berharap Anjani merasakan kasih sayangnya melalui sentuhan yang dia berikan. Namun, nihil. Jangankan membuka mata, bergerak saja tidak.

"Anjani, apa kamu pingsan?" kekeh Josep pelan yang akhirnya menyerah karena sadar kalau wanita itu belum mau dia sentuh sampai sekarang.

***

Suasana kantor cukup ramai hari ini sebab Hendra Anggara yang merupakan Presiden Direktur akan datang setelah beberapa bulan absen dari perusahaan karena harus menjalani perawatan.

Stevia yang merupakan pimpinan sementara di perusahaan itu terlihat sangat sibuk menyiapkan berkas yang akan Hendra periksa. Bersama Josep, dia juga mengumpulkan berkas-berkas saat Anjani masih bekerja di sana, termasuk menyerahkan bukti fisik data tatkala Anjani terdeteksi melakukan kecurangan.

"Josep, berkas yang menjadi bukti bahwa Anjani telah melakukan kecurangan mana?" tanya Stevia karena dia tidak menemukan berkas tersebut, padahal merasa sudah mengamankannya.

"Mana aku tahu, aku tidak pernah menyimpan berkas ghaib itu," sahut Josep membuat Stevia seketika merasa kesal dengan jawaban asistennya.

"Kamu ini selalu saja seperti itu padaku, tidak bisakah kamu menghormati aku sebagai atasanmu?!" hardik Stevia.

"Aku hanya menjawab apa adanya. Aku tidak tahu di mana berkas itu," balas Josep.

"Lalu, apa maksud perkataanmu yang mengatakan berkas ghaib tadi, hah? Jangan mentang-mentang kamu naksir sama si Anjani, kamu jadi menutup mata dan tidak mau melihat semua kejahatannya!"

Josep tak menjawab lagi dan memilih pergi, dia paling tidak sudi meladeni ocehan Stevia yang selalu cerewet dan seenaknya bersikap, mentang-mentang sudah menjadi atasan.

"Hey, Josep! Awas, ya, nanti akan kuadukan kamu kepada Pak Hendra kalau kamu selalu seenaknya dalam bekerja!" teriak wanita itu membuat Kevin Sanjaya yang baru datang langsung menghampirinya.

"Ada apa, Cantik?" tanya Kevin membuat Stevia yang sedang marah seketika merona.

"Biasa, asistenku itu menyebalkan." Stevia duduk di kursinya sembari menatap Kevin yang diam-diam menyukainya. "Pak Hendra sudah datang?" tanyanya.

"Sudah, aku disuruh menjemputmu ke ruangannya karena beliau ingin memeriksa semua berkas yang perlu dia tandatangani. Termasuk berkas bukti kecurangan Anjani," kata Kevin.

"Berkas itu hilang. Tapi, kamu masih menyimpan salinannya, kan?" tanya Stevia memastikan.

"Tentu, kamu tenang saja." Kevin merangkul pundak Stevia yang sebenarnya merasa risih dengan sikap nyosornya.

Namun, wanita itu berusaha menutupi rasa risih dan sungkan tersebut sebab merasa masih membutuhkan Kevin karena Josep seringkali ngeyel kalau Stevia menyuruhnya.

Saat sampai di ruangan Presdir Hendra Anggara, Stevia membungkukkan badannya lalu berbasa-basi menanyakan kabar atasannya yang ternyata masih memakai kursi roda.

"Mana berkas yang kubutuhkan?" tanya Hendra dan Stevia menyerahkannya.

Hendra terlihat membaca dengan seksama setiap berkas yang dikerjakan Stevia yang menurutnya agak sedikit berbeda dengan hasil kerja Anjani. Berkas laporan Anjani lebih rapi, tersusun, dan detail. Berbeda dengan buatan Stevia yang kurang detail dalam merancangkan anggaran.

"Huffff." Hendra menghembuskan nafas kasar, menyayangkan Anjani yang kini pergi dari perusahaannya padahal pekerjaannya selalu bisa dipertanggung jawabkan.

"Panggil Anjani sekarang!" titah Hendra membuat Josep menautkan alisnya.

"Untuk apa?" tanya Josep yang kini berdiri di samping Stevia.

"Untuk menyelesaikan semuanya, bukankah kami belum bicara sama sekali?" ucap Hendra memberi kode kepada Kevin supaya menuruti perintahnya.

"Baiklah, aku akan menelponnya," sahut Kevin lalu menekan nomor istri dari Josep itu.

Stevia tersenyum puas, dia yang paling gencar menyudutkan Anjani selama ini sudah tidak sabar bagaimana wanita itu akan dicecar.

Selang dua puluh menit kemudian, Anjani datang dengan pakaian kantor yang dulu sering dia pakai membuat Josep yang melihatnya merasa sedih karena mungkin, hari ini Hendra benar-benar akan mengakhiri karirnya di perusahaan ini.

"Selamat siang, Pak. Bagaimana kabar Anda?" tanya Anjani mengulas senyum simpul di bibirnya yang dihiasi gincu berwarna merah maroon.

"Saya sudah lebih baik, tapi melihat kamu saat ini, membuat saya sedih kembali karena harus mengingat kasus yang terjadi padamu. Kadang, sulit sekali bagi saya untuk percaya, tapi semua ini sudah terjadi," ucap Hendra membuat wanita itu menunduk dengan mata yang basah.

"Anda tidak harus berusaha percaya karena saya tidak pernah melakukannya!" tegas Anjani menoleh ke arah Josep, berharap lelaki itu menunjukkan pembelaan.

"Entahlah. Aku masih menimbang-nimbang apakah aku harus membawa kasus ini ke Pengadilan atau tidak, mengingat uang lima milyar itu belum kunjung kamu kembalikan," ujar Hendra.

"Saya berani maju ke Pengadilan dan biarkan kepolisian mencari bukti dengan cara transparan, karena uang itu tidak pernah masuk ke rekening saya."

Melihat Anjani yang mulai bisa mengimbangi pembicaraan, Kevin segera menunjukkan bukti kalau uang lima milyar itu sudah berada di dalam rekening Anjani Stephani sejak dua bulan yang lalu.

"Ini adalah berkas berisi bukti tindak korupsi yang dilakukan Anjani. Uang itu sudah masuk semenjak dua bulan yang lalu, kalau Anda mengatakan bahwa uang itu tidak ada di rekening Anda, mungkin saja kan kalau uang itu sudah habis digunakan?" Kevin menatap Anjani yang geleng-geleng kepala.

Wanita itu sungguh tak habis pikir dengan pernyataan Kevin yang amat menyudutkannya. Namun, yang membuat Anjani lebih tidak habis pikir adalah mengapa Josep sama sekali tidak angkat bicara, padahal yang lelaki itu gaungkan sebelum menikahinya adalah membuktikan bahwa Anjani tidak bersalah?!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status