Share

Menjadi Istri Pengganti sang Miliuner
Menjadi Istri Pengganti sang Miliuner
Penulis: Awwala

Bab 1

"Benarkah Chaterine meninggal?"

Caitlin Crews menatap laki-laki berwajah dingin di depannya dengan mata berkaca-kaca. Laki-laki itu adalah Keelan Bennet, suami kembarannya. Kabar yang baru saja dia terima berhasil membuatnya seperti terjungkal ke dasar tanah dan kesulitan untuk mengambil napas.

"Begitulah yang aku dengar dari salah satu anak buahku," balas Keelan santai. Tidak terlihat tanda-tanda kesedihan di wajahnya.

"Kau pasti berbohong. Lima menit yang lalu aku baru saja berbicara dengannya melalui sambungan telepon.

"Dan kau harus tahu kabar selanjutnya bahwa dia mengalami kecelakaan saat bersama kekasih gelapnya." Keelan sengaja menekan kata kekasih gelap.

"Aku sangat yakin kau terlibat dalam kejadian itu," tuduh Caitlin terang-terangan.

"Aku tidak mungkin melakukan tindakan kotor seperti itu." Keelan menarik tangan Caitlin kasar, dan menggenggam pergelangan tangannya erat. Matanya menyala saat menatap Caitlin. "Sebaiknya kau tarik kata-katamu itu," pungkasnya sengit.

"Aku hanya ...."

“Hentikan .... Kau harus menikah denganku, dan berpura-pura menjadi Chaterine,” ucap Keelan. Kalimat itu akhirnya berhasil keluar dari mulutnya. Ide yang tiba-tiba muncul di benaknya, tanpa banyak pertimbangan.

Caitlin menatap nanar pada laki-laki berwajah tampan sekaligus angkuh yang duduk di hadapannya. Dia menelan ludahnya yang terasa pahit. Selama beberapa detik otaknya membeku, membuat dia kesulitan untuk berbicara.

“Kau pasti bercanda,” gumam Caitlin sambil mengulas senyum kecut setelah berhasil mengusir keterkejutannya.

Caitlin mengamati bibir laki-laki itu. Lalu alisnya terngkat. Tidak ada tawa dalam mata Keelan.

“Tentu saja aku serius dengan ucapanku,” timpal Keelan dengan raut wajah kaku. “Atau kau mau masuk penjara. Pilihanmu hanya itu.” Dia mengeluarkan seringai licik tanpa ampun.

Mata Caitlin melebar seketika. “Aku tidak mungkin masuk penjara hanya karena menolak menikah denganmu. Dasar laki-laki sinting.” Caitlin membetulkan posisi duduknya. Tiba-tiba dia merasa kepanasan padahal ruangan ini memiliki pendingin udara yang menyala dengan suhu rendah.

“Aku akan menuntutmu atas penipuan dan persekongkolan yang telah kau lakukan bersama Catherine beberapa bulan terakhir,” lanjut Keelan tanpa mengedipkan matanya.

Caitlin seketika berdiri dari kursinya. Matanya menatap nanar pada Keelan. Bibirnya terbuka, lalu menutup Kembali.

“Semua orang yang ada di sini tahu aku tidak seperti yang kau tuduhkan barusan.” Dia menggelengkan kepalanya, lalu melangkah menjauhi Keelan. Kedua lengannya memeluk tubuhnya, sebagai bentuk pertahan diri saat dirinya merasa terdesak.

“Aku yakin mereka akan menertawakan kata-katamu itu,” ucap Keelan sinis. “Kalau bukan penipuan, lantas aku harus menyebut apa saat kau berpura-pura menjadi Chaterine dan berada di rumah ini, sementara dia menikmati liburannya bersama kekasih gelapnya?”

Mata Caitlin langsung terpejam. Kulitnya memucat. Lidahnya terasa kelu. Rasa bersalahnya seolah bisa dilihat dengan jelas.

Memang benar dia telah menggantikan posisi Chaterine di rumah ini saat saudari kembarnya itu pergi entah ke mana. Tapi dia melakukan semua itu karena terpaksa. Caitlin tidak mungkin memberi tahu Keelan alasan sebenarnya dia berpura-pura menjadi Catherine.

“Dengan diammu maka kau membenarkan tuduhanku.”

Caitlin mendengar Keelan berbicara lagi, menyudutkannya ke tepian jurang yang tidak mungkin dapat dia hindari. “Tetap saja kau tidak bisa memaksaku untuk menikah denganmu. Aku sama sekali tidak memiliki keinginan yang sama sepertimu.”

Keelan mendengus kesal. “Kau pikir aku benar-benar ingin menikahimu?” Matanya yang biru menatap tajam pada Caitlin. “Kalau bukan karena ulah Chaterine, aku tidak akan sudi menikah denganmu.”

Caitlin melepaskan pelukannya. “Kau bisa mengurungkan niatmu itu. Aku berjanji akan menghilang dari kehidupanmu, selamanya,” tegasnya dengan ekspresi memohon.

Keelan mengerang tertahan. Lalu dia bangkit dari kursinya, dan menghampiri Caitlin dengan Langkah cepat. Dia menarik tangan Caitlin hingga tubuh wanita itu membentur dadanya.

“Setelah itu bersediakah kau membayar semua kerugian yang ditimbulkan olehmu dan saudaramu itu?” Keelan melancarkan sorot menantang pada Caitlin.

Caitlin langsung kehilangan kata-kata begitu mendengar ucapan Keelan. Harapannya pupus sebelum sempat berkembang. Sepertinya dia tidak bisa melepaskan diri dari Keelan begitu saja. Ada harga yang harus dia bayar.

“Aku tidak tahu apa yang kau ucapkan,” jawab Caitlin lalu memalingkan wajahnya, menghindari tatapan Keelan yang mematikan.

“Skandal perselingkuhan Catherine menyebabkan nilai saham perusahaanku menurun tajam. Aku harus bekerja keras untuk menstabilkannya.” Keelan meraih pergelangan tangan Caitlin, dan mencengkeramnya erat, membuat Caitlin meringis kesakitan. “Aku tidak ingin membuat perusahaan yang telah kubangun dengan susah payah hancur karena ulah kalian,” bisiknya tepat di leher Caitlin. Wanita itu bergidik ngeri. Keelan tersenyum senang melihat reaksi Caitlin.

Caitlin mendorong Keelan menjauh. Dia menarik napas panjang. Rasanya dia akan pingsan bila terus berada di ruangan ini. Tanpa memandang Keelan, kakinya melangkah gontai melewati pintu yang terbuka.

"Kau mau ke mana?" gertak Keelan saat Caitlin berjalan melewatinya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Caitlin bergeming. Pandangan matanya kosong. Dia seolah tidak mendengar suara Keelan. Kakinya terus melangkah, melewati lorong rumah yang sepi.

"Caitlin ...." Keelan menarik Caitlin, dan mencengkeram pergelangan tangan wanita itu erat.

Caitlin tersentak kaget. Kesadarannya langsung kembali. Lalu dia meringis kesakitan saat merasakan kuku jari Keelan menusuk kulit tangannya.

"Lepaskan tanganku," pinta Caitlin lirih.

"Aku tidak akan membiarkanmu pergi. Aku belum selesai," balas Keelan ketus.

"Aku harus pergi sekarang. Kau tidak bisa memaksakan kehendakmu padaku," ucap Caitlin tanpa berani menatap Keelan.

Keelan semakin mempererat cengkramannya. Kalau bukan demi perusahaan dan bisnis yang telah dia rintis dengan keringat serta darah yang sekarang diambang kehancuran, dirinya tidak sudi melakukan tindakan bodoh seperti ini. Dengan suka rela dia akan membiarkan wanita ini pergi jauh dari kehidupannya.

"Jangan bermain-main denganku," geram Keelan.

"Aku ...."

Keelan tidak membiarkan Caitlin menyelesaikan kalimatnya. Dia mendorong Caitlin hingga tubuh wanita itu membentur dinding. Dia memegang pundak Caitlin, menguncinya agar tetap diam di tempat. Lalu kepalanya bergerak, mendekati wajah Caitlin. Salah satu tangannya terangkat, dan membelai pipi Caitlin yang sehalus sutra.

"Aku mohon ...." Suara Caitlin tersendat di tenggorokan.

"Kau menginginkan ini, bukan?"

Keelan mulai mencium Caitlin. Mula-mula berupa sentuhan ringan di bibir ranum milik Caitlin. Rasanya begitu manis dan memabukkan. Dia tidak pernah mendapatkan rasa seperti ini sebelumnya, bahkan saat dia mencium mendiang istrinya.

Caitlin menggerakkan kepalanya, berusaha menghindari ciuman Keelan. "Aku tidak menginginkan ini," ucap Caitlin dengan berani, lalu mendorong Keelan menjauh. Napasnya memburu. Amarahnya menggelegak karena Keelan telah berni menyentuhnya.

"Jangan bohong. Aku selalu melihat sorot mendamba yang terpancar di matamu saat kau diam-diam menatapku," ejek Keelan sambil menelusuri wajah Caitlin dengan jarinya. Lalu dia berhenti di bibir Caitlin kembali.

"Tidak .... Kau salah."

Keelan tidak membiarkan Caitlin berbicara lebih banyak lagi. Dia melancarkan serangan yang kedua. Kali ini dia mencium Caitlin dengan brutal. Keelan mendesak Caitlin untuk membalas ciumannya. Sementara tangannya mulai menyentuh dada Caitlin, menggodanya dan membuat wanita itu merintih pelan.

"Aku sama sekali tidak pernah salah," ucap Keelan setelah menarik kepalanya.

Jarinya menyentuh bibir Caitlin yang sedikit membengkak dan bergetar. Matanya menatap lurus wajah Caitlin. Keelan lalu menyunggingkan senyum lebar. Dia merasa sangat puas dengan reaksi wanita itu atas tindakannya beberapa saat yang lalu. Ini baru permulaan, batinnya.

Caitlin merasa sangat tidak berdaya. Tubuhnya gemetar hebat, dan hampir limbung ke bawah. Tatapan matanya kosong. 

"Biarkan aku pergi," pinta Caitlin dengan suara serak. Dia lalu memberanikan diri menatap wajah angkuh Keelan. Kedua matanya memanas, dan dia mencoba menahan agar air matanya tidak tumpah. Perasaannya campur aduk. Marah, muak, juga sedih bercampur menjadi satu. Dia tidak pernah menyangka akan mendapatkan perlakukan kotor dari Keelan

Jari telunjuk Keelan mengangkat dagu Caitlin. "Cukup untuk hari ini. Kau bisa kembali ke kamarmu." Setelah mengatakan itu Keelan mundur beberapa langkah, memberi jalan pada Caitlin untuk meninggalkan dirinya.

Caitlin berjalan melewati jalan setapak yang hanya diterangi lampu berpencahayaan rendah menuju paviliun tempat dia menginap di kediaman Keelan. Dia terpaksa tinggal di sana satu hari setelah saudaranya meninggal karena perintah Keelan. Caitlin menyadari sejak hari itu hidupnya tidak akan pernah sama seperti sebelumnya.

"Mulai sekarang kau akan tinggal di sini. Tentunya dalam pengawasan anak buahku," ucap Keelan dua hari yang lalu.

"Aku tidak mau," protes Caitlin.

"Aku tidak meminta persetujuanmu." Lalu Keelan menarik Caitlin agar ikut dengannya, dan membawanya masuk ke dalam paviliun ini.

Caitlin mengerjapkan matanya. Kembali ke masa kini. Sekarang dia merasa seperti di dalam penjara. Hidupnya tidak sebebas dulu. Dia harus mencari cara agar bisa meninggalkan tempat ini secepatnya.

Tiba-tiba mata Caitlin menangkap sesuatu yang mencurigakan di dinding dekat pavilliun itu. Dipenuhi rasa penasaran yang tinggi, dia bergegas menghampiri tempat itu. Sesekali dia menoleh ke belakang, memastikan tidak ada orang yang melihatnya. Tapi, belum sempat dia mencapai tempat itu, dia mendengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Bergegas Caitlin mengayun langkah, lalu masuk ke dalam pavilliun dengan jantung yang berdebar-debar.

Keesokan harinya. Keelan tengah memeriksa beberapa berkas di ruangan kantornya saat asisten pribadinya masuk ke dalam sana dengan wajah memerah dan pucat. Dia langsung menghentikan aktivitasnya, dan menatap lurus ke arah pemuda yang berdiri tegak di hadapannya.

"Sebaiknya kau mengatakan sesuatu yang penting atau dirimu akan menyesal karena telah mengganggu pekerjaanku," sergah Keelan dengan tatapan tajam mematikan.

"Dia berhasil melarikan diri," ucap pemuda itu cepat.

"Siapa yang kau maksud?"

Pemuda itu menelan ludahnya, lalu melanjutkan kata-katanya. "Caitlin melarikan diri dari paviliun setengah jam yang lalu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status