Share

Bab 2

"Sial ..."

Keelan mengumpat dengan wajah yang terlihat gusar. Matanya menatap tajam pada asistennya yang terlihat sedikit ketakutan. Sama sekali dia tidak pernah menyangka Caitlin mampu kabur dari kediamannya. Padahal dia telah meminta tim kemanannya untuk berjaga di sana dan tidak membiarkan wanita itu pergi dari rumahnya.

"Kalian harus menemukan dia. Bagaimana pun caranya," perintah Keelan sambil menggeretakkan gigi dan tangannya terkepal di atas meja.

Pemuda itu membungkuk singkat, lalu bergegas pergi dari ruangan Keelan. Sebisa mungkin dia harus segera menghilang dari hadapan atasannya karena saat ini suasana hati Keelan sangat buruk. Tentunya setelah mendengar berita kepergian Caitlin dari rumahnya.

Setelah itu sepanjang hari Keelan tidak berkonsentrasi pada pekerjaannya. Dia meminta sekretarisnya untuk membatalkan semua jadwalnya hari ini. Berkali-kali dia melihat jam. Rasanya waktu seakan lambat berputar.

Dering telepon yang sangat keras membuat Keelan tersentak. Tangannya langsung menyambar ponselnya yang tergeletak dia atas meja. Dia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya pelan-pelan.

"Aku harap kau memberi kabar baik padaku," ucap Keelan tanpa basa-basi pada asisten pribadinya.

"Kami berhasil menemukannya," jawab pemuda itu lalu menyebutkan sebuah nama penginapan di pinggiran kota London.

Tidak butuh waktu lama bagi Keelan untuk mengendarai mobilnya menuju penginapan itu. Penginapan itu terlihat sangat sederhana dengan bangunan yang sudah tua. Seorang laki-laki dengan setelan hitam membuka pintu mobil Keelan, lalu mengajaknya masuk ke dalam penginapan itu.

"Ternyata pelarianmu sia-sia, Caitlin," ucap Keelan sambil bertepuk tangan begitu bertemu dengan Caitlin di sebuah kamar sempit dan sedikit gelap. "Sebaiknya kau segera ikut aku sekarang," pungkasnya. Raut wajahnya berubah kaku hanya dalam hitungan detik.

Caitlin mengangkat wajahnya, dan menatap tajam pada Keelan. Sinar kebencian tercetak jelas dari kedua matanya. Rasa-rasanya dia ingin mencekik leher laki-laki angkuh yang tengah berdiri di depannya itu. Sayangnya dia tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya.

"Biarkan aku sendiri," ujar Caitlin pelan, lalu menundukkan kepalanya. "Berapa kali aku bilang. Aku tidak ingin menjadi istrimu."

"Seharusnya kau berpikir ulang saat berkata seperti itu," sergah Keelan sengit. "Salahkan saja saudaramu yang telah mati, yang menyebabkan hidupmu berada di tanganku."

Caitlin memalingkan wajahnya. Di saat seperti ini dia hanya bisa menyalahkan kebodohannya sendiri. Seandainya sejak awal dia tidak mengikuti permainan Chaterine, mungkin sekarang hidupnya akan baik-baik saja.

Waktu itu Caitlin hanya ingin membantu saudaranya karena selama ini Chaterine telah berkorban banyak agar dia bisa bertahan hidup setelah orang tua mereka meninggal. Hanya Chaterine yang bisa dia andalkan. Ternyata dia salah.

Caitlin tidak pernah menyangka bila pertolongannya membawa dia pada kehancuran hidupnya. Bertemu dengan Keelan adalah sebuah mala petaka. Dan dia tidak bisa melepaskan diri dari jerat-jerat yang telah dipasang Keelan untuknya.

"Tidak sadarkah dirimu, ke mana pun kau pergi, aku akan selalu menemukanmu dengan mudah," ucap Keelan berhasil membawa kesadaran Caitlin ke masa sekarang. "Jadi, jangan pernah berpikir untuk kabur lagi, atau semua akan berakhir sia-sia."

"Aku hanya ingin terbebas dari penjara yang kau ciptakan," tukas Caitlin tidak kalah sengit.

Telunjuk Keelan meraih dagu Caitlin, dan memutar kepala wanita itu agar menghadap padanya. "Penjara itu tercipta karena ulahmu sendiri," ujar Keelan dengan menekan kalimatnya. "Aku akan membebaskanmu kalau kau bersedia menjadi istriku. Tidak hanya itu. Aku akan melimpahimu dengan uang, pakaian, dan perhiasan yang banyak sama seperti yang aku lakukan pada Chaterine sebelumnya."

"Apa kau akan memasukkanku ke dalam karung goni lalu membekap mulutku dengan lakban agar bersedia menuruti keinginanmu?" sindir Caitlin tidak mau kalah begitu saja.

Tawa Keelan lansung membahana seketika. Dia mendecakkan lidah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, terkejut dengan ucapan Caitlin. Lalu dia mendekatkan wajahnya, dan menyapukan ciuman di bibir Caitlin. Hanya sekilas, tapi mampu membuat kedua mata Caitlin membelalak lebar.

"Aku tidak perlu melakukan hal primitif seperti itu hanya untuk membuatmu tunduk padaku," balas Keelan dengan tatapan mengejek. Tangannya mengusap bibir Caitlin yang bergetar, seolah sengaja menggoda wanita itu.

"Kau benar-benar ...."

"Jangan buang-buang energi percuma. Sebaiknya kau segera meninggalkan tempat ini dan pulang bersamaku," potong Keelan cepat dan tampak tidak sabaran.

Caitlin bangkit dari tempat tidur, lalu merapikan gaunnya. Dengan gaya anggun dia melangkah melewati Keelan. Kepalanya tegak, dan pandangannya lurus ke depan. Dia tidak menghiraukan beberapa pengawal yang berjaga di sekitarnya.

Setelah berada di luar penginapan, Caitlin langsung masuk ke dalam mobil yang pintunya terbuka untuknya. Keelan menyusul, lalu duduk di sampingnya. Lima menit berselang, mobil itu melaju dengan kecepatan sedang, membawa mereka menuju kediaman Keelan.

"Aku sudah membuatkanmu janji dengan penata gaya profesional besok," kata Keelan saat mereka sampai di rumah. "Aku ingin kau mengubah penampilanmu semirip mungkin dengan Chaterine."

"Aku tidak mau." Caitlin memprotes. "Aku tidak ingin menjadi dia."

Keelan meraih tangan Caitlin dengan kasar. "Berapa kali aku harus bilang bahwa kau ...." Dia tidak melanjutkan kata-katanya. Gigi-giginya saling bergeretak, dan tangannya mengepal erat.

"Aku tidak terlalu pandai mematuhi perintah," kata Caitlin akhirnya penuh dengan nada sindiran.

"Apa kau bilang?"

Keelan maju satu langkah, lalu menutup pintu di belakangnya. Dia mendekati Caitlin hingga wanita itu terdesak dan tubuhnya membentur dinding. Keelan meraih pergelangan tangan Caitlin, mencengkeramnya sangat erat. Tindakannya ini membuat Caitlin meringis kesakitan.

"Menjauh dariku," pinta Caitlin tanpa berani menatap Keelan. Dia memalingkan wajahnya sambil memejamkan matanya rapat.

"Siapa yang memberimu hak untuk berbuat seenaknya?" geram Keelan sengit.

"Aku berhak atas hidupku sendiri tanpa campur tanganmu," balas Caitlin dengan suara bergetar. Dia mencoba untuk tampil berani. Sayangnya dia gagal.

"Kau sudah terlibat dalam kehidupanku. Jadi sebaiknya kau tidak berbuat gegabah," balas Keelan mencoba mengingatkan.

Keelan memindai wajah Caitlin. Lalu tatapan matanya turun di bibir ranum milik Caitlin. Bibir itu masih menggodanya, dan mengingatkannya akan rasa yang tertinggal setelah ciuman panasnya beberapa saat yang lalu.

Keelan melepaskan tangan Caitlin. Lalu tangannya mulai terangkat, dan menyentuh bibir Caitlin. Detik selanjutnya Keelan mencium bibir Caitlin kuat-kuat hingga membuat wanita itu terbelalak kaget dan kesulitan bernapas. Dia terus mendesak, menuntut Caitlin membalas ciumannya.

Tubuh Caitlin seolah meleleh. Lututnya terasa lemah, dan kedua kakinya tidak sanggup menopang tubuhnya lagi. Dirinya seolah mengkhianati hatinya karena dia tidak menolak ciuman Keelan.

Otak Caitlin seolah membeku selama beberapa saat. Dia tidak mampu berpikir dengan jernih. Tidak terlalu lama karena detik selanjutnya kesadarannya mulai pulih.

"Jangan ...." gumam Caitlin dengan suara yang tidak begitu jelas.

"Jangan apa Caitlin?"

Keelan mengunci Caitlin dengan tatapannya yang sayu. Jari-jarinya yang lincah mulai membuka kancing gaun Caitlin, lalu mendorongnya lepas dari pundak wanita itu hingga terjatuh ke lantai. Kulit Caitlin terlihat sangat putih seperti porselen. Tangannya bergerak, menyentuh lengan Caitlin yang sehalus sutra.

Tidak berhenti sampai di sana. Keelan menengadah, dan melihat reaksi Caitlin atas sentuhannya. Raut wajah Caitlin sulit untuk diartikan. Kepalanya bergerak mendekati leher jenjang Caitlin, lalu bibirnya mengecup tepat di denyut nadi wanita itu yang cepat. Setelah itu Keelan mengangkat tubuh langsing Caitlin, dan menjatuhkannya di atas kasur.

Caitlin berusaha mendorong Keelan menjauh darinya. Tapi usahanya gagal total. Tubuh Keelan menindihnya, dan tidak memberikan ruang untuknya bergerak.

"Lepaskan aku," rengek Caitlin. Bulir-bulir bening mulai membasahi pipinya.

"Tidak sebelum kau mendapatkan pelajaran dariku," sahut Keelan sambil menyeringai lebar. Tanpa menunda lagi, dia langsung menyatukan tubuh mereka, dan membungkam bibir Caitlin dengan ciuman panas yang tidak terkendali.

Waktu seolah lambat berputar. Caitlin berbaring telentang di atas kasurnya sendirian dalam ruangan yang gelap. Seluruh tubuhnya terasa sakit, dan nyeri. Keelan telah meninggalkannya sejak satu jam yang lalu setelah merenggut kesuciannya dengan paksa.

"Jangan pernah coba-coba melarikan diri dariku," ancam Keelan sambil mengenakan pakaiannya sebelum pergi dari paviliun tempat Caitlin tinggal sementara waktu.

Air mata yang Caitlin tahan sejak tadi akhirnya merebak keluar tanpa bisa dia kendalikan. Dia bergegas melompat meninggalkan tempat tidurnya, lalu menghambur masuk ke kamar mandi. Tangannya bergetar saat memutar kran. Air dingin menyembur keluar, mengguyur tubuh Caitlin yang menggigil hebat.

"Aku tidak akan membiarkanmu melakukan itu lagi, Keelan. Aku bersumpah," ucap Caitlin dengan gigi bergeretak. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status