Share

Bab 6

Keelan berjalan mondar mandir di ruang kerjanya. Dia menduga akan timbul masalah besar tidak lama lagi. Dia bisa memastikan kejadian beberapa jam yang lalu akan tersebar ke mana-mana. Setiap gerak-geriknya, juga keluarganya akan selalu menjadi sasaran empuk para wartawan hingga menjadi tajuk berita yang terpampang di halaman pertama tabloid-tabloid nasional maupun internasional.

Dering ponselnya berhasil menghentikan gerakan kakinya. Dalam gerakan cepat dia menyambar benda pipih itu yang tergeltak di atas meja. Dari layar ponselnya dia bisa melihat identitas si penelepon, siapa lagi kalau bukan asiten pribadinya.

"Jangan menghubungiku kalau ini tidak penting," gerutu Keelan tanpa basa-basi.

"Kami berhasil membungkam media-media itu sebelum berita tentang pertemuan istri Anda bersama laki-laki itu beredar besok pagi," ucap si asiten dengan nada meyakinkan.

"Kerja bagus. Aku tahu kalian tidak akan pernah mengecewakan aku," puji Keelan terang-terangan. "Apa kau tahu di mana laki-laki itu sekarang?"

"Kami belum mendapatkan informasi apa-apa. Tapi secepatnya aku akan menyampaikan kabar terbaru pada Anda."

"Aku harus memberi dia pelajaran karena telah berani menampakkan diri di depan istriku," tukas Keelan ketus. Setelah memberi beberapa instruksi, dia mengakhiri panggilan itu.

Sementara itu, di kamarnya sendiri Caitlin merebahkan diri di atas tempat tidur. Tapi matanya sulit terpejam. Meskipun tengah dilanda rasa kantuk yang berat, otaknya tidak berhenti berputar-putar sejak tadi. Kejadian di pesta itu, pertemuannya dengan laki-laki bernama Arion, serta perdebatannya dengan Keelan menyita pikirannya. Di tidak bisa mengbabaikan begitu saja rangkaian peristiwa tadi.

Caitlin menyibak selimutnya. Dia memutuskan untuk keuar dari kamarnya untuk menghirup udara segar. Dia bisa pergi ke balkon apartemen yang terletak di bagian belakang apartemen ini. Mungkin setelah itu dia bisa memejamkan matanya.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Caitlin menoleh sebentar saat mendengar suara Keelan di belakangnya. Lalu dia kembali menatap ke arah langit yang gelap tanpa ada bulan ataupun bintang-bintang bertaburan. Suasana malam ini seakan mendukung rasa suram yang melanda dirinya.

"Aku tidak bisa tidur," jawab Caitlin sepintas lalu.

Keelan berdiri di samping Caitlin. Kedua lengannya bertumpu pada pinggiran pagar. Tatapan matanya tertuju pada kegelapan di depan sana.

"Bergembiralah karena berita pertemuan rahasiamu dengan Arion tidak akan pernah terbit dan beredar besok pagi," kata Arion memecah keheningan di antara mereka.

"Itu bukan pertemuan rahasia karena aku tidak pernah menginginkannya terjadi," tukas Caitlin ketus. Bisa-bisanya Keelan mengatakan hal yang menjijikkan itu, seolah dia telah melakukan dosa besar di belakang suaminya.

"Mereka tidak peduli itu benar atau salah. Yang terlihat di mata mereka, kejadian itu adalah pertemuan rahasiamu bersama kekasih gelapmu," timpal Keelan tidak ingin kalah.

"Terserah apa katamu. Aku sama sekali tidak peduli," timpal Caitlin sengit. "Di matamu aku adalah seorang pendosa yang tidak pantas menerima ampunan darimu. Kebencian yang kau rasakan padaku berhasil membutakan matamu."

Caitlin memutar badannya. Keinginannya untuk menenangkan diri sirna sudah. Kehadiran Keelan di sampingnya beserta kata-kata pedas suaminya itu berhasil membuat dia semakin terpuruk. Dia lalu meninggalkan Keelan tanpa berani menatap suaminya.

"Besok kita akan kembali ke London."

Caitlin berhenti sebentar. "Seperti sebelum-sebelumnya, di sini aku tidak memiliki hak untuk membantah semua ucapanmu," sindir dia, lalu dia mengayun langkah panjang dengan menegakkan punggungnya.

Keelan menggeram marah, lalu menyusul Caitlin. Dalam gerakan cepat dia memutar tubuh Caitlin hingga menghadap padanya. Caitlin membuka mulutnya, terlihat terkejut dengan perlakuan kasar Keelan.

"Aku belum selesai bicara," gerutu Keelan. "Jaga sikapmu selama bersamaku."

"Aku hanya membalas perlakukanmu padaku. Apa aku salah?" Caitlin menatap Keelan dengan sorot menantang. Saat ini dia merasa sangat kesal dan ingin sendirian. Tapi Keelan terus mengusiknya hingga membuat emosinya memuncak.

Keelan melangkah maju, dan sengaja merapatkan tubuh mereka. Tangannya menyentuh bibir Caitlin, dan membelainya lembut. Dia menyunggingkan senyum lebar sekaligus mengejek.

"Sepertinya bibirmu ini memang tercipta untuk mengeluarkan kata-kata pedas padaku," cibir Keelan. "Atau mungkin bisa melakukan pekerjaan lain yang lebih hebat," pungkasnya penuh teka-teki.

Detik selanjutnya Keelan mulai memagut bibir Caitlin tanpa rasa belas kasihan. Brutal dan menuntut. Dia memaksa Caitlin membuka bibirnya untuk mendapatkan kepuasan bersama.

"Begini lebih baik."

"Lepaskan aku." Caitlin meronta-ronta, berusaha membebaskan dirinya dari pelukan Keelan.

"Ini belum selesai. Kita bisa melanjutkan permainan tadi di kamar," tukas Keelan sambil menyengir.

Alis Caitlin langsung naik usai mendengar ucapan Keelan. "Apa maksudmu sebenarnya?"

Tawa Keelan membahana seketika. "Tentunya kau tidak pernah berpikir aku ingin hidup selibat denganmu," jawab Keelan. Kedua matanya menelusuri wajah Caitlin yang memerah karena menahan amarah. "Kita adalah sepasang suami istri. Jadi sudah sewajarnya bila kita menyempurnakan hubungan itu dengan percintaan yang membara di dalam kamar. Atau kau ingin bercinta denganku di sini?" Dia memandang ke sekitar.

"Jangan coba-coba kau melakukannya. Aku akan ...."

Kata-kata Caitlin terputus karena Keelan membungkamnya dengan melancarkan ciuman sekali lagi. Kepala Keelan menunduk ke bawah, lalu bibirnya mengecup leher Caitlin, tepat di nadi yang berdetak dengan jelas. Perbuatannya itu berhasil membuat Caitlin menggelinjang dan merintih karena tidak sanggup menahan siksaan yang diberikan oleh Keelan.

Tidak ingin permainan ini segera berakhir, Keelan bergegas menggendong tubuh ringan Caitlin. Keelan menendang pintu kamar Caitlin dengan mudah tanpa berhenti mencium Caitlin. Malam ini Caitlin tampak cantik dan berhasil menyihirnya, melupakan kebencian yang dia rasakan pada istrinya itu.

Pelan-pelan dia menjatuhkan Caitlin di kasur. Jari-jari tangannya bergerak lincah melucuti gaun tidur Caitlin hingga terlepas dan membuangnya begitu saja di lantai. Dia tidak sabar menunggu, lalu menyatukan tubuh mereka berdua.

"Malam ini adalah malam pengantin kita. Aku merasa puas karena kita berhasil melaluinya dengan bahagia." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status