“Duh, memang beda vibe-nya kalau pengantin baru nih, ya. Mama jadi ngerasa nggak enak udah nelponin kalian sore-sore gini.”“Kalau gitu, matiin dong telponnya, Ma. Udah tau anaknya lagi honey moon, malah ditelpon. Mau punya cucu nggak nih?”“Iya-iya ... Mama matiin nih telponnya sekarang. Kamu jaga Maura baik-baik selama di sana. Awas aja kalau kami nyakitin Maura dan bikin dia nangis,” ucap Wulan memberikan peringatan tegas pada Gani. Dia menatap tajam dari seberang sana kepada Gani dan kemudian tatapannya berubah menjadi lembut dalam hitungan detik ke arah Maura.Gani memeluk bahu Maura dengan erat dan kemudian membawa kepala wanita itu ke dalam dekapan dadanya. “Mama tenang aja, ya. Aku nggak mungkin nyakitin perempuan yang cantik dan hatinya lembut seperti Mama begini,” sahut Gani dengan lembut pula.Maura yang menerima perlakuan mendadak dari Gani itu tentu saja merasa tidak nyaman. Sebenarnya, dia sangat ingin menepis tangan Gani dan memelototinya dengan kesal. Maura tidak suka
Gani sungguh tidak bisa lagi menepikan hasratnya kepada Maura. Dia sendiri tidak tahu mengapa, setiap kali melihat dan berhadapan dengan Maura, kelelakiannya seperti terpanggil. Maura sama sekali bukan tipe wanita idaman Gani. Namun, dia mampu membuat Gani tidak konsentrasi dan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pikirannya.Maura menikmati cumbuan Gani dan terus membalasnya dengan lembut. Semakin lama Maura semakin terhanyut dan merasa bahwa dirinya tak kuasa menolak sentuhan Gani.“Semakin lama aku semakin nggak bisa menolak pesona mas Gani. Apakah ini artinya aku jatuh cinta pada suamiku sendiri?” tanya Maura dalam hatinya sembari terus membiarkan Gani menurunkan tali baju tidurnya perlahan.Gani mencium setiap jengkal tubuh Maura dari leher, bahu, hingga ke bagian dada. Gani seperti ragu, tapi tidak adanya penolakan dari Maura membuatnya kembali melanjutkan hal itu.“Aaaakhh, Mas ...,” desah Maura saat lidah Gani menyentuh putik berwarna merah muda di salah satu buah melon
“Benar. Belajarlah untuk bisa menerima semua kenyataan ini walaupun pahit,” jawab Gani tanpa ekspresi dan juga tanpa menatap Maura.“Apa semua itu bisa untuk diterima? Sedangkan tidak ada cinta di antara kita berdua, Mas!”“Cinta akan datang seiring berjalannya waktu, Maura.”“Itu artinya ... ada kemungkinan Mas Gani akan jatuh cinta sama aku?” tanya Maura setengah tak percaya dan menunjuk hidungnya sendiri.Kali ini Gani menatap wajah Maura dan diam sejenak. Dia memperhatikan wanita yang baru saja menyatu dengan dirinya itu. Maura sebenarnya tidak jelek dan tidak pula terlalu gemuk. Mungkin, Gani hanya harus mulai terbiasa dengan kehadirannya. Selain itu, Gani merasa jiwa muda dan semangat membaranya untuk bercinta selalu muncul saat dia di dekat Maura.“Itu semua tergantung sama kamu sendiri,” jawab Gani pada akhirnya.“Maksudnya gimana, Mas? Kalau kasih tau jangan setengah-setengah, dong. Gantung banget kalau ngomong!” protes Maura dengan wajah merengut.Gani hanya tersenyum tipis
“Mas ... ini dalam lift loh. Nanti ada yang masuk dan ngeliat kita, nggak enak.” Maura mendorong tubuh Gani agar sedikit menjauh darinya.“Nggak ada yang akan mempermasalahkan hal itu di sini, Maura. Ini Tokyo, bukan Indonesia. Mereka udah biasa dengan pemandangan seperti itu.”“Seperti apa?” tanya Maura pula dengan menatap heran.“Seperti ini.”Gani menjawab dengan memberikan langsung satu ciuman lembut pada bibir Renata. Herannya, kali ini Renata justru langsung membalas dan seperti tak ingin melepaskan bibir itu. Gani tentu saja tidak membuang buang kesempatan yang ada.Baginya, bibir Maura seperti sebuah hal yang membuatnya kecanduan. Gani tidak bisa menghindari apalagi menolak pesona bibir tipis dan manis milik Maura itu. Rasa bibir Maura seperti sebuah cery yang begitu manis dan membuat Gani menjadi betah menghisapnya lama-lama.“Udah, Mas. Aku belum biasa melakukan hal seperti ini di tempat umum. Walaupun di sini nggak masalah, tapi kita tetap orang Indonesia yang tabu dengan p
“Nggak usah bahas masalah itu dulu untuk saat ini. Nanti, semuanya akan terbiasa seiring berjalannya waktu,” jawab Gani pada akhirnya dan mengulum senyum pada Maura.“Aku berharap kalau mba Sarah nggak marah atau benci sama aku, Mas. Memang, nggak ada wanita yang akan merasa bahagia dengan kehadiran wanita lain dalam pernikahannya. Tapi, aku di sini nggak bermaksud merebut kamu dari mba Sarah. Aku bahkan nggak ada niat untuk merusak rumah tangga kamu sama mba Sarah. Semuanya berbeda dengan yang dibilang orang-orang di luar sana,” terang Maura lagi.“Aku tau tanpa kamu jelaskan semuanya. Sekarang, kita jalani aja semuanya dengan bahagia. Nggak usah pikirkan apa kata orang.”“Tapi ... apa mama memang nggak bisa disembuhkan lagi, Mas?”“Aku udah minta dokter terbaik untuk mengobati mama dan semoga ada hasilnya. Untuk saat ini, kondisi mama makin menurun setiap harinya.”“Iya. Makanya kita harus menjaga emosi dan juga suasana hati mama.”“Kamu benar, Sayang. Kita harus berikan yang mama
“Ya udah, makan sepuasnya. Kalau masih kurang, nanti kita pesan lagi.” Gani berkata dengan sangat lembut seperti memang sengaja memanjakan Maura.“Tapi, kamu bilang aku nggak boleh makan banyak-banyak. Soalnya udah gendut,” ucap Maura dan memanyunkan bibirnya ke depan.Gani kembali tertawa mendengar dan melihat ekspresi Maura saat ini. Siapa yang bisa menduga kalau pada akhirnya Gani akan luluh oleh seorang wanita pecicilan dan jauh dari kriterianya itu? Maura adalah wanita kedua yang bisa meluluhkan hati Gani dengan sikap dan tingkahnya yang polos, lugu, lucu, manja, dan juga menyenangkan.Posisi pertama tentu saja dipegang oleh Sarah. Namun, bisa dikatakan bahwa Gani tidak mencintai Sarah sama seperti cara dia menyukai Maura saat ini. Mereka sama-sama kaku dan dingin, tapi cinta tumbuh begitu saja diantara keduanya setelah mereka menjadi dekat.Maura menikmati makan malamnya yang sungguh banyak di atas meja. Hingga jam sebelas malam, sepasang suami istri itu masih duduk di pinggir
Maura tidak lagi mendengar dengan sempurna yang dipertanyakan oleh Gani. Tubuhnya seperti sedang melayang di udara dan mendapatkan cumbuan dari pria yang dicintainya, lalu mereka bercinta dengan panas di tepi pantai itu.“Aku janji, mulai sekarang akan menjaga kamu dengan baik, Maura.” Gani membisikkan kalimat itu saat dia baru saja selesai dengan olahraga malamnya di tepi pantai.Maura yang memang sudah terjaga karena aktifitas berat itu, tersenyum sembari menahan rasa lelah dan kantuk. “Makasih, Mas. Aku juga akan berusaha menjadi istri yang baik untukmu,” balas Maura.Keduanya tidur dengan posisi saling berpelukan di atas kursi pantai yang disatukan. Pagi harinya, saat matahari baru saja menampakkan sinarnya, Maura terbangun duluan.“Apa semalam kami tidur di sini seperti ini?” tanya Maura yang tiba-tiba merasa canggung dengan kedekatannya bersama Gani yang intim.“Kenapa? Kamu nggak suka?” tanya Gani dengan suara berat khas orang baru bangun tidur.“Bu-bukan nggak suka, Mas. Apa k
Keduanya tercengang dan saling menatap dengan tak percaya. Gani dan Maura saling berpikir tentang yang baru saja mereka bicarakan. Tidak ingin terlalu lama saling diam, akhirnya Gani berdehem.“Jadi ... kamu Aura yang sering bawa botol minum di leher?”“Mas Gani yang sering ngambil botol minum aku dan nyangkutin di pohon?”“Itu artinya ....”Mata Maura dan Gani tak bisa menyiratkan apa yang mereka rasakan saat ini. Tidak diduga bahwa pertemuan mereka saat ini membawa lagi kenangan di masa lalu. Di mana dulu, Gani adalah anak laki-laki yang sangat dibencinya.Tatapan kedua orang itu seperti tak percaya bahwa mereka ternyata pernah bertemu dan berinteraksi sangat dekat saat masa kecil dulu. Apalagi, pertemuan pertama mereka juga dihiasi dengan kebencian satu sama yang lainnya. Sama seperti saat mereka kecil dulu, yang saling benci.“Kamu Aura yang cengeng itu!”“Mas Gani anak laki-laki yang jahat dan selalu isengin aku sampai nangis.”“Kamu selalu ketakutan saat aku udah datang, kenapa?