“Mas ... ini dalam lift loh. Nanti ada yang masuk dan ngeliat kita, nggak enak.” Maura mendorong tubuh Gani agar sedikit menjauh darinya.“Nggak ada yang akan mempermasalahkan hal itu di sini, Maura. Ini Tokyo, bukan Indonesia. Mereka udah biasa dengan pemandangan seperti itu.”“Seperti apa?” tanya Maura pula dengan menatap heran.“Seperti ini.”Gani menjawab dengan memberikan langsung satu ciuman lembut pada bibir Renata. Herannya, kali ini Renata justru langsung membalas dan seperti tak ingin melepaskan bibir itu. Gani tentu saja tidak membuang buang kesempatan yang ada.Baginya, bibir Maura seperti sebuah hal yang membuatnya kecanduan. Gani tidak bisa menghindari apalagi menolak pesona bibir tipis dan manis milik Maura itu. Rasa bibir Maura seperti sebuah cery yang begitu manis dan membuat Gani menjadi betah menghisapnya lama-lama.“Udah, Mas. Aku belum biasa melakukan hal seperti ini di tempat umum. Walaupun di sini nggak masalah, tapi kita tetap orang Indonesia yang tabu dengan p
“Nggak usah bahas masalah itu dulu untuk saat ini. Nanti, semuanya akan terbiasa seiring berjalannya waktu,” jawab Gani pada akhirnya dan mengulum senyum pada Maura.“Aku berharap kalau mba Sarah nggak marah atau benci sama aku, Mas. Memang, nggak ada wanita yang akan merasa bahagia dengan kehadiran wanita lain dalam pernikahannya. Tapi, aku di sini nggak bermaksud merebut kamu dari mba Sarah. Aku bahkan nggak ada niat untuk merusak rumah tangga kamu sama mba Sarah. Semuanya berbeda dengan yang dibilang orang-orang di luar sana,” terang Maura lagi.“Aku tau tanpa kamu jelaskan semuanya. Sekarang, kita jalani aja semuanya dengan bahagia. Nggak usah pikirkan apa kata orang.”“Tapi ... apa mama memang nggak bisa disembuhkan lagi, Mas?”“Aku udah minta dokter terbaik untuk mengobati mama dan semoga ada hasilnya. Untuk saat ini, kondisi mama makin menurun setiap harinya.”“Iya. Makanya kita harus menjaga emosi dan juga suasana hati mama.”“Kamu benar, Sayang. Kita harus berikan yang mama
“Ya udah, makan sepuasnya. Kalau masih kurang, nanti kita pesan lagi.” Gani berkata dengan sangat lembut seperti memang sengaja memanjakan Maura.“Tapi, kamu bilang aku nggak boleh makan banyak-banyak. Soalnya udah gendut,” ucap Maura dan memanyunkan bibirnya ke depan.Gani kembali tertawa mendengar dan melihat ekspresi Maura saat ini. Siapa yang bisa menduga kalau pada akhirnya Gani akan luluh oleh seorang wanita pecicilan dan jauh dari kriterianya itu? Maura adalah wanita kedua yang bisa meluluhkan hati Gani dengan sikap dan tingkahnya yang polos, lugu, lucu, manja, dan juga menyenangkan.Posisi pertama tentu saja dipegang oleh Sarah. Namun, bisa dikatakan bahwa Gani tidak mencintai Sarah sama seperti cara dia menyukai Maura saat ini. Mereka sama-sama kaku dan dingin, tapi cinta tumbuh begitu saja diantara keduanya setelah mereka menjadi dekat.Maura menikmati makan malamnya yang sungguh banyak di atas meja. Hingga jam sebelas malam, sepasang suami istri itu masih duduk di pinggir
Maura tidak lagi mendengar dengan sempurna yang dipertanyakan oleh Gani. Tubuhnya seperti sedang melayang di udara dan mendapatkan cumbuan dari pria yang dicintainya, lalu mereka bercinta dengan panas di tepi pantai itu.“Aku janji, mulai sekarang akan menjaga kamu dengan baik, Maura.” Gani membisikkan kalimat itu saat dia baru saja selesai dengan olahraga malamnya di tepi pantai.Maura yang memang sudah terjaga karena aktifitas berat itu, tersenyum sembari menahan rasa lelah dan kantuk. “Makasih, Mas. Aku juga akan berusaha menjadi istri yang baik untukmu,” balas Maura.Keduanya tidur dengan posisi saling berpelukan di atas kursi pantai yang disatukan. Pagi harinya, saat matahari baru saja menampakkan sinarnya, Maura terbangun duluan.“Apa semalam kami tidur di sini seperti ini?” tanya Maura yang tiba-tiba merasa canggung dengan kedekatannya bersama Gani yang intim.“Kenapa? Kamu nggak suka?” tanya Gani dengan suara berat khas orang baru bangun tidur.“Bu-bukan nggak suka, Mas. Apa k
Keduanya tercengang dan saling menatap dengan tak percaya. Gani dan Maura saling berpikir tentang yang baru saja mereka bicarakan. Tidak ingin terlalu lama saling diam, akhirnya Gani berdehem.“Jadi ... kamu Aura yang sering bawa botol minum di leher?”“Mas Gani yang sering ngambil botol minum aku dan nyangkutin di pohon?”“Itu artinya ....”Mata Maura dan Gani tak bisa menyiratkan apa yang mereka rasakan saat ini. Tidak diduga bahwa pertemuan mereka saat ini membawa lagi kenangan di masa lalu. Di mana dulu, Gani adalah anak laki-laki yang sangat dibencinya.Tatapan kedua orang itu seperti tak percaya bahwa mereka ternyata pernah bertemu dan berinteraksi sangat dekat saat masa kecil dulu. Apalagi, pertemuan pertama mereka juga dihiasi dengan kebencian satu sama yang lainnya. Sama seperti saat mereka kecil dulu, yang saling benci.“Kamu Aura yang cengeng itu!”“Mas Gani anak laki-laki yang jahat dan selalu isengin aku sampai nangis.”“Kamu selalu ketakutan saat aku udah datang, kenapa?
“Kuat gimana maksudnya?” tanya Gani menggoda.“Iihh ... genit banget deh. Udah, yuk. Aku laper banget, Mas.” Maura merengek manja.Gani tertawa melihat istri kecilnya yang menjadi manja itu. Ditambah dengan kenangan masa kecil mereka, Gani semakin tak bisa untuk tidak terpesona pada Maura.Gani dan Maura menghabiskan waktu bersama selama satu minggu di Tokyo. Mereka melakukan banyak hal di sana tentunya. Namun, Maura lebih banyak berada di dalam kamar dan menikmati liburannya yang tenang.Percintaan di ranjang tentu saja semakin terjadi dengan intens. Maura dan Gani benar-benar memadu cinta layaknya sepasang suami istri yang sudah mencintai sejak lama, bahkan sebelum mereka menikah.“Kita pulang sore ini kan, Mas?” tanya Maura saat melihat Gani baru saja bangun pagi hari ini.Gani memandang Maura yang duduk di sisi ranjang dengan rambut basah, pertanda baru saja selesai mandi pagi. Maklum saja, tiada malam yang mereka lalui tanpa pertempuran di ranjang panas itu.Tangan Gani terulur u
Setelah pembicaraan yang alot antara Gani dan Maura, keduanya pun segera melanjutkan rencana yang sudah dibahas sebelumnya. Mereka pergi ke beberapa toko dan butik ternama untuk membelikan oleh-oleh yang akan diberikan kepada Wulan dan Sarah saat pulang nanti.“Banyak juga yang kita beli, Mas!” seru Maura saat melihat bagasi mobil sudah dipenuhi dengan box dan paper bag barang-barang branded.“Nggak apa-apa, Sayang. Kan nggak setiap minggu ke sini.” Gani menjawab santai.“Tapi ... pasti uang kamu habis banyak, Mas. Aku jadi ngeri membayangkannya.”“Nggak usah dibayangkan, Sayang. Ini bahkan masih belum ada apa-apanya bagi Sarah yang tiap minggu bisa menghabiskan uang dua kali lipat dari pada belanja kita hari ini.”“What? Seriously, Mas?” tanya Maura seperti tak percaya.Dua matanya melotot mengarah pada Gani dan menunggu jawaban dengan tak sabar. Dia tahu Gani adalah CEO yang kekayaannya tidak perlu diragukan lagi. Namun, menghabiskan uang dalam satu hari sekitan ratus juta itu dibil
Hari itu dilalui dengan sangat baik oleh Maura dan Gani. Mereka belanja dan kemudian makan dengan tawa gembira. Gani dan Maura kembali ke hotel untuk segera bersiap ke bandara.“Mas, semua ini apa boleh dibawa? Lebih dari 60 kilo nggak, ya?” tanya Maura dan mematut semua barang bawaan mereka.“Bisa. Kamu tenang aja, Sayang.”“Apalagi ini nih, Mas. Aku dengar kan pajaknya gede banget buat barang-barang branded begini.”“Sayang ... kamu tenang aja, ya. Kita nggak pulang naik pesawat biasa kok.” Gani menekankan nadanya di kata pesawat biasa.Kedua tangan Gani bersandar di atas bahu Maura dan menatap wajah kekasihnya itu dengan lembut. Maura mengerutkan kening pertanda heran dengan perkataan sang suami tadi.“Maksudnya nggak naik pesawat biasa gimana nih, Mas?” tanyanya kemudian dengan nada heran.“Aku udah sewa pesawat khusus untuk kita pulang nanti malam, Sayang. Kamu nggak mau menghabiskan sedikit waktu yang tersisa sama aku di negara ini?”“Mas ... kamu ngapain buang uang untuk bayar