“Kamu kan ayahnya Melody. Masa kamu nggak bisa jawab pertanyaan dia sih?” tanya Maura setelah beberapa saat terdiam mendengar pertanyaan Rama tadi.Kini giliran Rama yang terdiam setelah Maura berbicara. Dia tidak menyangka sama sekali kalau jawaban Maura adalah kata-kata seperti itu. Namun, jujur saja di dalam hatinya Rama merasa senang karena pada akhirnya Maura mau mengatakan hal itu.“Iya, dong. Siniin dulu anak ayah yang cantik. Maminya pasti capek dari tadi gendongin boneka embul ini,” ucap Rama dan segera mengambil Melody dari gendongan Maura.Maura tidak mengelak dari Rama dan dengan senang hati memindahkan putrinya pada Rama. Mereka sudah tinggal bersama dalam hitungan tahun. Bagi Melody, tentu saja Rama memang adalah sosok ayah yang dicintainya. Bayi perempuan itu terlihat sangat nyaman pada Rama dan tertawa girang saat dipangku sang ayah.“Kamu jangan nangis nanti kalau diperiksa sama dokter, ya Sayang. Ayah akan selalu ada di samping kamu dan menjaga kamu dengan sepenuh ji
Gani sudah menunggu selama hampir lima belas menit di luar ruangan, dan memang belum ada tanda-tanda Maura akan keluar dari ruangan anak. Hingga akhirnya dengan terpaksa Gani meninggalkan tempat itu karena sudah dihubungi oleh perawat yang menjaga Wulan.“Aku pasti akan menemukan kamu, Mau.” Gani bergumam sambil melangkah pergi.Gani menuju ke ruangan di mana Wulan saat ini berada dan sudah dipasangi dengan alat-alat medis. Wulan tersenyum dengan wajah yang pucat saat melihat Gani datang mendekat.“Kamu dari mana, Nak?” tanyanya pelan, nyaris tak terdengar.“Aku tadi keluar sebentar, Ma. Merokok. Mama nungguin aku dari tadi, ya? Maaf, ya Ma.” Gani berbohong menjawab pertanyaan Wulan.Sebagai orang tua, jelas saja Wulan bisa tahu jika Gani berbohong padanya. Namun, dia tidak ingin bertanya lebih lanjut tentang hal itu kepada Gani.“Nggak, baru aja Mama bangun.”“Mama mau apa?”“Senyummu.”Hening. Tidak ada sahutan dari Gani ketika mendengar jawaban dari ibunya itu. Dia tahu dengan jela
Gani tidak bisa tenang dengan ucapan yang dilontarkan oleh Wulan tadi. Belum sempat wanita itu menjawab pertanyaan Gani, kondisinya kembali drop dan tak sadarkan diri hingga saat ini. Sedangkan Gani masih saja penasaran dengan kata-kata yang tadi dikatakan oleh Wulan kepadanya.“Kenapa tadi mama ngomong gitu? Apa mungkin memang, anak itu adalah anakku?” tanya Gani di dalam hatinya sambil terus duduk dan menunggu dokter selesai memeriksa Wulan di dalam ruangan.“Nggak. Itu nggak mungkin terjadi dan sepertinya memang nggak mungkin benar. dia udah pergi saat itu dan aku tau dia nggak hamil saat pergi. Usia anak itu memang pas seperti dia yang waktu itu baru menikah sama aku. Jadi, ada kemungkinan dia hamil sebelum menikah sama aku kan?” tanya Gani lagi seorang diri dan seperti sedang berbicara pada lantai keramik rumah sakit.“Tapi ... anak itu punya beberapa kesamaan sama aku. Dari mata dan hidungnya, itu mirip aku. Bibirnya mirip sama Maura, dan senyumannya sama persis dengan Maura. ba
“Jo-Jonathan? Siapa yang kamu maksud, Mas? Aku nggak tau sama sekali!” ucap Sarah gugup dan panik ketika nama Jonathan disebut oleh Gani.“Jangan bersandiwara lagi di depanku, Sarah. Aku bukan laki-laki bodoh yang bisa kamu tipu dan kamu bodohi terus,” ungkap Gani yang berusaha menahan amarahnya karena mengingat ini adalah rumah sakit dan tidak boleh ada kebisingan di sini.“Mas! Jangan bicara sembarangan kalau nggak ada bukti. Apa kamu pernah liat aku dekat sama pria lain selama ini, Mas? Kamu tau dengan jelas siapa-siapa aja teman aku kan?”“Aku nggak pernah tau siapa aja yang kamu simpan dan bohongi dari aku.”“Siapa yang udah mencuci otak kamu, Mas? Sepertinya ... semenjak kedatangan Maura dalam rumah tangga kita, kamu terlalu banyak berubah.”“Jangan sebut lagi nama wanita itu di sini. Dia nggak ada hubungannya sama sekali dengan yang aku bicarakan saat ini dengan kamu, Sarah!”“Tapi, memang dia yang membuat kamu berubah, Mas. Kamu jadi nggak percaya sama aku dan cinta kamu ke ak
“Apa maksud kamu, Mau?” tanya Gani yang kini mengguncang bahu Maura.Hal itu tentu saja membuat Melody menjadi terkejut dan takut. Bayi perempuan yang lucu itu langsung menangis sambil memeluk erat tubuh Maura. Maura tidak tega mendengar buah hatinya menangis ketakutan seperti itu.“Apa yang kamu lakukan, Mas? Kamu membuat Melody menjadi takut!” ucap Maura dan menepis tangan Gani dengan kasar.“Sayang ... nggak apa-apa, Sayang. Mami di sini, Nak. Nggak usah takut lagi, ya.” Maura berusaha menenangkan Melody dan hal itu membuat Gani tercengang.Jiwa keibuan jelas terlihat dari raut wajah Maura dan Sarah juga sedikit terkesip. Dia bahkan tidak pernah berkata selembut dan semanis itu kepada Kesya. Walaupuan Kesya terlahir dari rahimnya, akan tetapi dia sama sekali tidak pernah menyayangi Kesya seperti yang baru saja ditampilkan Maura kepada putrinya – Melody.Tangisan itu mereda dan Maura merasa lega secara bersamaan. Namun, sorot matanya jelas menatap ke arah Gani dengan tajam. Dia tida
Aku sangat bisa, Mas. Aku masih menyimpan hasil laporan tentang obat itu. Aku masuk ke kamar saat itu dan kamu tau juga kan, Mas? Kamu yang suruh aku tutup pintu kamar kamu dan mba Sarah? Itu waktu mama masuk rumah sakit dan kalian berdua menemani mama di sana. Aku sendirian di rumah dan kita berbalas pesan.”Memori ingatan Gani kembali mengilas masa lalu yang memang masih terpatri dalam otaknya. Dia ingat saat itu di mana Maura terpaksa pulang ke rumah dan sendirian di rumah. Hal itu dia lakukan agar Sarah tidak terus-terusan menyakiti hati Maura.“Ya. Aku sangat ingat dan masih terekam jelas dalam otakku,” jawab Gani singkat.“Kamu pasti juga masih ingat waktu kamu suruh aku mengambil dua butir obat yang berserakan di atas kasur kamu dan mba Sarah?” tanya Maura sekali lagi.Gani semakin teringat dengan hari itu dan dia memang meminta Maura untuk mengambil dua butir obat itu. Maura mengadukan padanya bahwa di kamar itu berserakan banyak sekali obat yang tidak tahu obat apa.Sebagai
“Mas Gani nggak usah jadi mempertanyakan hal itu. Sekarang yang dibahas adalah tentang mba Sarah dan pil yang waktu itu ada di kamarnya. Aku udah simpan dan aku udah bawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Hasilnya ... itu adalah pil KB dosis tinggi.”Maura menjelaskan hal yang sebenarnya dan sudah terpendam sangat lama di hatinya. Kertas hasil pemeriksaan obat itu pun masih tersimpan dengan baik di antara barang-barang berharga Maura.Hal itu karena Maura yakin suatu saat nanti dia akan membutuhkan kertas dari dokter yang sudah diterimanya dua tahun silam itu.“Jangan percaya sama ucapan dia, Mas. Bisa aja dia bohong sama kamu, Mas. Kita nggak tau obat apa yang dia ambil dari kamar aku dan obat apa pula yang dia bawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Orang kalau udah memang niatnya buruk, sampai kapan pun akan tetap buruk, Mas.” Sarah dengan cepat menjabarkan hal itu seperti sedang mencari pembelaan diri dengan menydutkan Maura.Maura menyunggingkan senyuman sinisnya pada Sarah. “Kalau Mb
“Apa salahnya kalau aku ngomong seperti itu ke dia, Mas? Biar dia tau posisinya seperti apa dan selama dia pergi, kamu nggak menunggu dia sama sekali.”“Kamu udah berbohong dan membuat aku buruk di mata Maura!”“Mas! Memangnya kamu mau dia berpikir selama dia pergi dengan selingkuhannya itu, kamu nggak bahagia dan nggak bisa move on dari dia? Sementara, dia sama laki-laki itu hidup bahagia sampai punya anak.”Mendengar kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh Sarah, tentu saja Gani merasa bahwa semua itu ada benarnya juga. Gani tidak ingin terlihat sebagai lelaki yang patah hati di hadapan Maura. Sementara dia bahagia dengan lelaki lain di hidupnya.Sarah tahu bahwa dalam hatinya, Gani membenarkan yang baru saja dia katakan. Tidak sulit untuk menebak jalan pikiran Gani saat ini. Hanya saja, Sarah tidak mau terlalu menggebu gebu dan terlihat konyol di depan Gani.Saat ini, yang perlu dia lakukan adalah mengambil kembali kepercayaan Gani dan merusak pikirannya tentang Maura. Sarah har