“Ma ... apa yang terjadi sama Maura?” tanya Gani yang tiba-tiba muncul dari balik gorden ruang IGD itu.Maura dan Wulan sama-sama terkejut mendengar pertanyaan dari Gani dan kehadiran lelaki itu. Maura dengan cepat menghapus air matanya dan melepaskan genggaman tangan dengan Wulan tadi. Keduanya tampak seperti salah tingkah dan membuat Gani menaruh rasa curiga.“Kenapa? Kok jadi pada bengong dan kaget gitu? Ada yang aneh?” tanya Gani kemudian dan menyadarkan Wulan dari keterkejutannya itu.“Ah, nggak apa-apa kok, Nak. Maura hanya kecapean dan masuk angin aja kata dokternya tadi.” Wulan menjawab pertanyaan Gani.“Masuk angin? Kok bisa sih, Sayang? Sekarang gimana? Kamu udah enakan sekarang kan?” tanya Gani panik dan menghampiri Maura di sisi berlawanan dengan tempat Wulan duduk.Maura melempar senyum dengan berat hati. “Aku nggak apa-apa kok, Mas. Aku udah baikan sekarang dan sebentar lagi udah bisa pulang,” jelas Maura pula menjawab pertanyaan Gani.“Syukurlah kalau gitu, Sayang. Aku
“Sayang ... kamu baik-baik aja kan?” tanya Wulan melihat Maura yang tampak murung.“Aku nggak apa-apa kok, Ma. Mama janji nggak akan kasih tau sama mas Gani tentang yang tadi kan, Ma? Aku nggak mau konsentrasi mas Gani terbagi. Mba Sarah lebih berhak, Ma.”“Maura sayang ... Mama nggak setuju dengan keputusan kamu ini. Kamu juga berhak, Nak. Anak dalam kandungan kamu itu juga berhak. Kamu istri Gani juga,” ungkap Wulan dengan nada yang menyayat hati.“Ma! Aku nggak mau merebut kebahagiaan mba Sarah. Saat ini, dia pasti sangat senang dengan kehadiran buah hati dalam rahimnya itu. Mereka udah menunggu selama lima tahun lamanya. Mama juga sama kan? Aku yang menunggu dua bulan aja, rasanya tiap hari itu seperti bom waktu.Kita nggak tau perjuangan sebesar apa yang udah dilakukan mba Sarah selama ini, Ma. Kita nggak tau hal apa yang udah harus dikorbankan oleh mba Sarah hingga akhirnya dia memiliki janin dalam rahimnya saat ini. Kita nggak pernah tau, Ma ... kesulitan dan duka lara apa yang
Dengan hati yang bahagia, Wulan pergi diantarkan oleh sopir ke mini market. Dia membeli beberapa macam buah dan juga bumbu rujak. Hal seperti ini yang selalu dibayangkan oleh Wulan sejak dulu. Menuruti pengidaman menantunya dan menjaga menantu hingga melahirkan. Melihat dan meniman cucu yang dinantikan.“Udah semua, Bu?” tanya kasir mengagetkan Wulan dari lamunannya.“Udah, Mba. Silakan ditotal,” jawab Wulan dan melempar senyum bahagia.“Baik, Bu. Dari tadi Ibu melamun dan senyum-senyum terus. Ada hal bahagia apa ini? Sepertinya ... mau membuat rujak, ya Bu?” tanya kasir dengan ramah dan juga sambil mengerjakan tugasnya.“Iya, Mba. Si Mba tau aja sih saya lagi bahagia. Saya mau punya cucu, Mba.”“Wah ... selamat, ya Bu. Sebentar lagi mau nimang cucu. Anak Ibu hamil muda dan ngidam rujak, ya?”“Iya, baru ketauan hamil dan langsung pengen rujak buatan mertuanya.”“Jadi, yang hamil ini menantunya, Bu?”“Benar, Mba. Tapi, bagi saya nggak ada yang namanya menantu. Dia itu anak saya dan aka
“Mas! Nggak mungkin Maura tiba-tiba hamil juga pas tau aku hamil,” bantah Sarah yang tak mau membuat Gani mengabaikannya karena tahu bahwa Maura sekarang hamil juga.“Iya, Nak. Maura hamil dan ... dia minta Mama merahasiakan itu dari kamu.” Ayuni menjawab dengan isak tangis yang menyedihkan.“Sejak kapan Mama tau kalau Maura hamil?” tanya Gani setelah mengantarkan Sarah ke kamar, lalu kembali lagi ke kamar Maura.“Waktu dibawa ke IGD tadi, Nak. Dia dinyatakan hamil sama dokter setelah periksa urine dan darah di labor.”“Kenapa Mama nggak kasih tau aku langsung?”“Dia nggak mau kamu tau. Maura nggak mau membuat Sarah sedih karena kabar ini dan dia ingin kamu hanya tetap fokus dengan kehamilan Sarah. Menurut Maura, dia adalah wanita yang nggak seharusnya hadir dalam pernikahan kamu dan Sarah. Masalahnya ada pada keturunan, dan sekarang Sarah mampu memberikan kamu keturunan. Itu yang membuat dia merasa kehadirannya udah nggak berarti lagi,” jelas Ayuni panjang lebar kepada Gani dan tetap
“Kamu mau ke mana, Mas?”“Aku mau ngecek kerjaan di ruang kerja.”“Kamu nggak usah kerja dulu, dong Mas. Aku maunya ditemanin sama kamu,” rengek Sarah dengan manja dan memegang pergelangan tangan suaminya itu.“Jangan gini, dong Sarah. Kamu harus ngertiin aku. Aku juga ada kewajiban untuk bekerja. Ini juga demi masa depan anak kita nanti.” Gani berusaha menjelaskan hal itu pada Sarah.Sarah langsung memasang muka masam saat mendengar ucapan Gani itu. Dia memang ingin bermanja-manja dan menghabiskan waktu bersama Gani. Sudah lama sejak terakhir kali mereka bermesraan dan menghabiskan waktu dengan keromantisan. Ya, Sarah menyadari itu sudah sangat lama tidak terjadi dalam hubungan mereka.“Jangan cemberut gitu, dong. Aku kerja dulu, ya. Nanti kalau ada apa-apa langsung kabari aku aja. Aku ada di ruang kerja, telpon aja aku. Oke.”“Mas ....”“Udah, berbaring aja. Dokter bilang kamu belum boleh terlalu banyak aktifitas.”Gani tetap pergi meninggalkan Sarah di dalam kamarnya itu, meski san
Sarah mulai tidak bisa tenang saat ini karena memikirkan Joe. “Apa yang sebenarnya sedang dia lakukan di apartemennya saat ini dengan perempuan itu? Mengapa dia harus membawa perempuan itu ke apartemennya?”“Siapa yang sedang kamu bicarakan, Sarah?” tanya Wulan yang baru saja berdiri di depan pintu kamar Sarah.Wajah wanita itu lantas memucat karena terkejut dengan pertanyaan Wulan. Tidak pernah dia menyangka kalau Wulan akan berada di depan kamarnya seperti saat ini.“Bu-bukan siapa-siapa, Ma. Ada temenku yang lagi bingung karena suaminya nggak bisa dihubungi, ternyata suaminya lagi di apartemen sama teman perempuannya.” Tanpa sadar Sarah menjelaskan hal yang penuh dengan kebohongan itu pada Wulan.“Teman atau demen?” tanya Wulan mendekati Sarah dengan tatapan tak biasa.“Apa maksud Mama nanya seperti itu? Mama curiga sama aku? Aku nggak mungkin selingkuh dari mas Gani. Selama ini, aku mencinta mas Gani melebihi apapun yang ada di dunia ini. Apalagi, sekarang aku sedang mengandung bu
“Omong kosong. Mama nggak percaya sama semua yang dikatakan Sarah itu!” ucap Wulan dengan nada emosi yang tidak bisa lagi diredamnya.Wulan meninggalkan kamar Sarah dengan kemarahan yang masih memendam di dalam dadanya. Dia sungguh tidak bisa percaya bahwa Maura adalah wanita seperti yang baru saja dikatakan oleh Sarah. Bagi Wulan, Maura tetaplah gadis baik yang berhati lembut dan juga tulus.“Sarah! Kamu sadar dan yakin dengan apa yang baru aja kamu bilang itu?” tanya Gani menghampiri Sarah dengan perasaan yang mulai tidak konsisten lagi.“Aku mungkin bukan istri yang sempurna dan nggak bisa memberikan semua yang kamu mau, Mas. Tapi, untuk apa aku berbohong masalah seperti ini sama kamu? Kamu tau kan seperti apa aku selama ini? Kamu kenal aku lebih lama dari pada kamu mengenal dia, Mas!” ungkap Sarah dengan suara yang terdengar seperti tak begitu peduli andai Gani pun tak percaya padanya.Hal itu tentu saja membuat Gani semakin dilema dengan perasaannya saat ini. Di satu sisi, dia me
Mau tidak mau Gani menyetujui semua yang dikatakan oleh Sarah. Dia masih punya hati untuk tidak membuat wanita itu menjadi stress. Ditambah lagi, Gani tidak ingin kehamilan Sarah mengalami gangguan apapun karena sang ibu banyak pikiran.Setelah membuat Sarah tenang dan percaya pada semua ucapannya, Gani segera pergi dari kamar itu dan menemui Wulan. Wulan masih duduk di sisi ranjang dengan tatapan sendu.“Ma ... Mama kenapa?” tanya Gani kepada Wulan dengan lembut dan memeluk lengannya.“Mama masih nggak percaya semua yang dibilang sama Sarah tadi.” Wulan menjawab dengan nada ketus.“Apa yang membuat Mama begitu yakin kalau dia bukan wanita seperti itu, Ma? Mama juga belum lama ini kenal sama dia kan, Ma? Bisa aja ternyata selama ini kita masuk dalam perangkapnya. Dia butuh biaya banyak untuk pengobatan mamanya, jadi dia mengambil kesempatan dengan mendekati Mama.”“Kamu udah termakan sama omongan Sarah. Kamu mendustai perasaan kamu sendiri!”“Aku hanya percaya dengan apa yang benar-be