Bab673"Rara, Rara ...." Jelita mengejar brankar, yang membawa Rara ke arah ruang UGD."Apa terjadi sama Rara?" tanyaku pada Amira, yang sedari tadi terus menangis."Kenapa dia kurus sekali, ada apa?" lanjut Jelita."Bukan urusanmu! Kenapa baru peduli pada Rara sekarang? Saat dia sehat, saat dia butuh bantuan kalian, kalian dimana? Kalian semua tertawa riang gembira, karena tinggal di rumah mewah, dengan uang yang cukup banyak. Tapi kami berdua? Kadang kami makan, kadang pula kami tidak makan sama sekali," dusta Amira, demi membuat Jelita merasa bersalah."Ibu hanya mencintai anak Ibu saja, tapi tidak dengan cucu dan menantu. Bagi Ibu, kami orang lain. Beda halnya dengan mas Bagus, seburuk apapun dia, karena dia anak Ibu, Ibu akan tetap bersenang hati menampungnya. Tapi saat aku dan Rara memohon untuk diizinkan tinggal di rumah mewah Ibu, tidak diizinkan sama sekali. Memandang kasihan pada Rara saja Ibu tidak mau, lalu sekarang setelah dia sekarat, ibu malah sok peduli, bedebah ...."
Bab674Amira duduk di depan gerbang masuk rumah sakit. Pikirannya kacau, perasaannya benar- benar hampa.Teringat kejadian malam tadi, dia memukul Rara dengan segala emosinya, karena Adi tidak mau memberikan sejumlah uang yang Amira pinta."Gagal shopping, anak meninggal, dan lelaki sialan itu malah entah kemana," gumam Amira.Wanita itu sangat sedih, bukan karena kehilangan Rara, tapi karena Adi yang tidak ada kabar sama sekali.Tiba- tiba, dua orang polisi datang menghampirinya, membawa surat penangkapan atas dirinya. Amira bingung, tapi dia tidak menolaknya.Amira langsung saja mau ikut, karena dia tidak merasa melakukan kejahatan apa- apa, sehingga dia hanya mengira, ini kesalah pahaman.Amira di bawa ke kantor polisi, dan di sana, polisi mulai menjelaskan, mengenai kasus yang di tuduhkan kepadanya.Mata Amira membulat sempurna, mendengar beberapa point penyampaian kasus yang menyeretnya hingga ke kantor polisi ini.Bahkan, Adi sudah ada di sana, Amira tidak dapat menolong dirinya
Bab675Di rumah duka, Elea yang baru datang bersama anak- anak dan cucunya, langsung memeluk Jelita.Wajah Jelita sudah nampak memerah, karena dari kemarin kejadian, hingga hari ini di kebumikan, dia terus menangis penuh penyesalan."Aku telah gagal menjadi Nenek yang baik, Mah ....""Sudah- sudah, ini sudah bagian dari takdir dan janji dirinya, anakku. Ikhlaskan, dan doakan dia. Rara sudah tidak sakit lagi, dia sudah bersama Allah, semoga dia bahagia di sana," lirih Elea.Jelita kembali menangis, dipelukkan Elea.Cinta dan Kamila pun bergantian memeluk Jelita, mencoba menguatkan wanita itu. Sedangkan Abel dan Raisa, juga Gilang hanya terdiam dan memilih duduk di dekat Ayah mereka, Galih.______>>>_______Hari mulai berlalu, tidak terasa sudah 7 hari kepergian Rara. Bagus pun mulai kembali bangkit lagi, setelah beberapa hari dia ngedrop karena menahan luka basah kehilangan.Amira dan Adi, pun resmi di tetapkan sebagai tersangka teror, tabrak lari, hingga penggelapan dana perusahaa
Bab676Pov Jelita.Adakah hal yang lebih sakit, dari pada kehilangan orang yang kita sayangi? Tidak ada, selain kematian.'Tidak masalah jika aku kehilangan Rara beberapa bulan lamanya. Karena di bawa pergi oleh Amira menjauh dari kehidupan kami. Namun, Rara pergi menghadap Tuhan, seberapa besar pun aku merindukannya, aku tidak akan pernah bisa untuk melihat wajahnya lagi. Allahu akbar, sakitnya luar biasa, sakit dari pada ditinggalkan pergi mas Abizar.Bagus terus meracau di saat kejadian itu, tubuhnya seakan kehilangan tenaga dan dia hanya bisa meraung menangisi sebuah penyesalan. Ya! Penyesalan yang sangat terlambat dia sadari."Aku terlalu percaya, bahwa Rara akan baik- baik saja bersama Ibunya. Tapi tidak kusangka, malah kepergian yang menyakitkan ini aku terima," gumam Bagus, ketika dia duduk sendiri di dapur rumah.Aku diam, meskipun aku mendengar jelas gumamannya. Aku tidak ingin mengganggunya saat itu, jadi aku hanya bisa diam dan memperhatikannya.Teringat akan wajah malang
Bab677Pov Jelita.Pagi itu, Mamah Elea menghubungiku, dan memintaku, serta anak- anak untuk ke Jakarta.Aku dilema, kalau harus bertemu dengan Abel, istrinya Galih yang begitu secara nampak, tidak menyukaiku dan anak- anak.Tapi menolak permintaan Mamah Elea juga sulit, karena dia bisa saja marah dan kecewa padaku. Aku pun mengatakan pada anak- anak, ketika kami makan malam bersama."Memangnya ada acara apa, Bu?" tanya Enggar."Nenek nggak bilang apa- apa, kita turuti saja untuk pergi ke sana, Ibu nggak berani menolak," jawabku."Ya sudah. Besok Bagus pesankan tiketnya.""Nggak usah, Gus. Nenek kalian sudah menyiapkannya, nanti kepala pelayan yang akan mengantarkannya kemari. Kalian sudah mulai berkemas malam ini saja, biar besok tidak repot lagi," ujarku."Enggar tinggal saja, Bu.""Mana boleh begitu, Gar. Nenek kamu akan kecewa sama kita, jika ada anggota keluarga ini yang tidak datang.""Kan sudah ada Ibu dan mas Bagus yang mewakili, kenapa kami harus ikut juga sih, Bu?"Entah ke
Bab678Pov Jelita.Aku terharu, ketika Mamah menyodorkan kue ulang tahun ke hadapanku, diikuti senyum sumringah di wajah tuanya yang memang sudah keriput."Ya Allah, kalian hampir membuat jantung saya melompat," ujarku sambil tersenyum haru, air mata ikut menetes."Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga ...." Lagu itu berulang kali mereka alunkan. Aku tertawa sambil menangis, kehangatan dalam keluarga, kini dapat aku rasakan lagi. Andai saja Rara masih hidup, dan ada diantara kami, pasti dia akan sangat bahagia.Bertahun- tahun aku mengasingkan diri, meratapi segala kekhilafan dan kesalahanku selama puluhan tahun, kunikmati takdir yang menghukum dan memporak- porandakan kehidupanku.Dan alhamdulilah, hari ini aku temukan kehangatan keluarga lagi, diusiaku yang memasuki 50 tahun lebih. Doaku, semoga Mamah Elea dan Papah berumur panjang, anak- anakku bahagia, dan aku bisa mati dengan tenang.Aku merapalkan doa dalam hati, kemudian menutup lilin ulang tahun di hadapan
Bab679Pov Jelita.Lina ikut terkekeh, mendengar celotehanku. Usai membaca doa, kami pun makan- makan bersama. Setelah makan- makan, kami semua beristirahat sejenak. Sekitar setengah jam beristirahat, Mamah Elea mengintruksikan para pemijat untuk melanjutkan tugas mereka.Rasanya tubuh yang sangat lelah ini, menjadi mulai nyaman karena pijitan. Saking enaknya pijitan karyawan rifleksi ini, membuatku terbuai- buai di alam mimpi._____>>______Keesokan hari nya, Mamah Elea mengundang anak- anak lainnya, untuk segera berkumpul di rumah besarnya."Mah, acara apa lagi?" tanyaku, kemudian duduk di dekatnya. Kulihat para asisten rumah tangga, sibuk membuat berbagai macam masakan, dan Mamah juga mendatang kan seorang chef yang cukup profesional dalam membuat makanan lezat."Nanti juga kamu akan tahu, Ta. Ini adalah hal terakhir, yang bisa Mamah lakukan untuk kalian. Setelah ini, mungkin Mamah dan Papah, tidak akan tinggal di sini lagi," jawabnya dengan pelan."Mamah mau pindah? Pindah k
Bab680Pov Jelita."Ada apa?" tanya Mamah Elea, menatap dingin pada Abel.Abel tersenyum."Terimakasih, atas warisannya."Aku cukup terkejut, mendengar ucapan wanita itu. Kupikir, dia ingin melakukan protes lagi, ternyata di luar dugaan, dia malah berterima kasih."Mamah pikir kamu ingin protes," ujar Mamah Elea.Abel tersenyum lagi."Tidak, Mah. Saya bersukur, atas segala kebaikan hati kalian, memberikan kami warisan. Semoga Mamah dan Papah berumur panjang, dan di limpahkan kesehatan," ujarnya lagi."Aamiin, terimakasih, Bel."Satu- persatu dari kami mulai mengucapkan terimakasih pada Mamah dan Papah, yang telah memberikan kami warisan yang cukup banyak. Meskipun ada warisan terbanyak, di dapatkan oleh Galih.Kami semua memaklumi, karena memang Galih lah yang bekerja keras memajukan perusahaan Mamah dan Papah. Jadi wajar saja, jika dia mendapatkan bagian terbanyak.Sedangkan para cucu, mereka nyaris mendapatkan warisan yang merata sama. Hanya Raisa yang sedikit berbeda, agak banyak 1