Bab677Pov Jelita.Pagi itu, Mamah Elea menghubungiku, dan memintaku, serta anak- anak untuk ke Jakarta.Aku dilema, kalau harus bertemu dengan Abel, istrinya Galih yang begitu secara nampak, tidak menyukaiku dan anak- anak.Tapi menolak permintaan Mamah Elea juga sulit, karena dia bisa saja marah dan kecewa padaku. Aku pun mengatakan pada anak- anak, ketika kami makan malam bersama."Memangnya ada acara apa, Bu?" tanya Enggar."Nenek nggak bilang apa- apa, kita turuti saja untuk pergi ke sana, Ibu nggak berani menolak," jawabku."Ya sudah. Besok Bagus pesankan tiketnya.""Nggak usah, Gus. Nenek kalian sudah menyiapkannya, nanti kepala pelayan yang akan mengantarkannya kemari. Kalian sudah mulai berkemas malam ini saja, biar besok tidak repot lagi," ujarku."Enggar tinggal saja, Bu.""Mana boleh begitu, Gar. Nenek kamu akan kecewa sama kita, jika ada anggota keluarga ini yang tidak datang.""Kan sudah ada Ibu dan mas Bagus yang mewakili, kenapa kami harus ikut juga sih, Bu?"Entah ke
Bab678Pov Jelita.Aku terharu, ketika Mamah menyodorkan kue ulang tahun ke hadapanku, diikuti senyum sumringah di wajah tuanya yang memang sudah keriput."Ya Allah, kalian hampir membuat jantung saya melompat," ujarku sambil tersenyum haru, air mata ikut menetes."Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga ...." Lagu itu berulang kali mereka alunkan. Aku tertawa sambil menangis, kehangatan dalam keluarga, kini dapat aku rasakan lagi. Andai saja Rara masih hidup, dan ada diantara kami, pasti dia akan sangat bahagia.Bertahun- tahun aku mengasingkan diri, meratapi segala kekhilafan dan kesalahanku selama puluhan tahun, kunikmati takdir yang menghukum dan memporak- porandakan kehidupanku.Dan alhamdulilah, hari ini aku temukan kehangatan keluarga lagi, diusiaku yang memasuki 50 tahun lebih. Doaku, semoga Mamah Elea dan Papah berumur panjang, anak- anakku bahagia, dan aku bisa mati dengan tenang.Aku merapalkan doa dalam hati, kemudian menutup lilin ulang tahun di hadapan
Bab679Pov Jelita.Lina ikut terkekeh, mendengar celotehanku. Usai membaca doa, kami pun makan- makan bersama. Setelah makan- makan, kami semua beristirahat sejenak. Sekitar setengah jam beristirahat, Mamah Elea mengintruksikan para pemijat untuk melanjutkan tugas mereka.Rasanya tubuh yang sangat lelah ini, menjadi mulai nyaman karena pijitan. Saking enaknya pijitan karyawan rifleksi ini, membuatku terbuai- buai di alam mimpi._____>>______Keesokan hari nya, Mamah Elea mengundang anak- anak lainnya, untuk segera berkumpul di rumah besarnya."Mah, acara apa lagi?" tanyaku, kemudian duduk di dekatnya. Kulihat para asisten rumah tangga, sibuk membuat berbagai macam masakan, dan Mamah juga mendatang kan seorang chef yang cukup profesional dalam membuat makanan lezat."Nanti juga kamu akan tahu, Ta. Ini adalah hal terakhir, yang bisa Mamah lakukan untuk kalian. Setelah ini, mungkin Mamah dan Papah, tidak akan tinggal di sini lagi," jawabnya dengan pelan."Mamah mau pindah? Pindah k
Bab680Pov Jelita."Ada apa?" tanya Mamah Elea, menatap dingin pada Abel.Abel tersenyum."Terimakasih, atas warisannya."Aku cukup terkejut, mendengar ucapan wanita itu. Kupikir, dia ingin melakukan protes lagi, ternyata di luar dugaan, dia malah berterima kasih."Mamah pikir kamu ingin protes," ujar Mamah Elea.Abel tersenyum lagi."Tidak, Mah. Saya bersukur, atas segala kebaikan hati kalian, memberikan kami warisan. Semoga Mamah dan Papah berumur panjang, dan di limpahkan kesehatan," ujarnya lagi."Aamiin, terimakasih, Bel."Satu- persatu dari kami mulai mengucapkan terimakasih pada Mamah dan Papah, yang telah memberikan kami warisan yang cukup banyak. Meskipun ada warisan terbanyak, di dapatkan oleh Galih.Kami semua memaklumi, karena memang Galih lah yang bekerja keras memajukan perusahaan Mamah dan Papah. Jadi wajar saja, jika dia mendapatkan bagian terbanyak.Sedangkan para cucu, mereka nyaris mendapatkan warisan yang merata sama. Hanya Raisa yang sedikit berbeda, agak banyak 1
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m