Ban672Usai Adi berkata pedas pada Enggar, tiba- tiba terdengar tepukkan tangan dari luar ruangan.Adi dan Enggar menoleh, mereka cukup terkejut, ketika melihat Galih yang sedang tersenyum, sambil bertepuk tangan."Pak Galih," sapa Adi dengan ramah."Kapan Bapak datang? Maaf, saya tidak tahu. Soalnya sedang mengajari pak Enggar, mengenai beberapa kebijakan dalam perusahaan.""Santai saja, mari duduk dulu, kita bicara bertiga." Galih mempersilahkan Enggar dan Adi duduk tenang.Adi merasa was- was, dengan tatapan tidak biasa dari Galih."Pak Adi, kamu bilang sama saya tempo hari, bahwa laporan keuangan ada yang tidak beres, selisih sekitar 50 jutaan. Bisa Anda jelaskan lebih rinci, kenapa hal seperti ini bisa terjadi?""Betul, pak Galih. Seperti biasa, setiap bulannya saya akan melakukan sidak laporan keuangan. Saya juga cukup terkejut, karena hasil laporan yang saya baca, tidak klop dengan hasil laporan sebelumnya. Penjualan kita juga merugi, kakak pak Enggar yang bernama Bagus, dia ad
Bab673"Rara, Rara ...." Jelita mengejar brankar, yang membawa Rara ke arah ruang UGD."Apa terjadi sama Rara?" tanyaku pada Amira, yang sedari tadi terus menangis."Kenapa dia kurus sekali, ada apa?" lanjut Jelita."Bukan urusanmu! Kenapa baru peduli pada Rara sekarang? Saat dia sehat, saat dia butuh bantuan kalian, kalian dimana? Kalian semua tertawa riang gembira, karena tinggal di rumah mewah, dengan uang yang cukup banyak. Tapi kami berdua? Kadang kami makan, kadang pula kami tidak makan sama sekali," dusta Amira, demi membuat Jelita merasa bersalah."Ibu hanya mencintai anak Ibu saja, tapi tidak dengan cucu dan menantu. Bagi Ibu, kami orang lain. Beda halnya dengan mas Bagus, seburuk apapun dia, karena dia anak Ibu, Ibu akan tetap bersenang hati menampungnya. Tapi saat aku dan Rara memohon untuk diizinkan tinggal di rumah mewah Ibu, tidak diizinkan sama sekali. Memandang kasihan pada Rara saja Ibu tidak mau, lalu sekarang setelah dia sekarat, ibu malah sok peduli, bedebah ...."
Bab674Amira duduk di depan gerbang masuk rumah sakit. Pikirannya kacau, perasaannya benar- benar hampa.Teringat kejadian malam tadi, dia memukul Rara dengan segala emosinya, karena Adi tidak mau memberikan sejumlah uang yang Amira pinta."Gagal shopping, anak meninggal, dan lelaki sialan itu malah entah kemana," gumam Amira.Wanita itu sangat sedih, bukan karena kehilangan Rara, tapi karena Adi yang tidak ada kabar sama sekali.Tiba- tiba, dua orang polisi datang menghampirinya, membawa surat penangkapan atas dirinya. Amira bingung, tapi dia tidak menolaknya.Amira langsung saja mau ikut, karena dia tidak merasa melakukan kejahatan apa- apa, sehingga dia hanya mengira, ini kesalah pahaman.Amira di bawa ke kantor polisi, dan di sana, polisi mulai menjelaskan, mengenai kasus yang di tuduhkan kepadanya.Mata Amira membulat sempurna, mendengar beberapa point penyampaian kasus yang menyeretnya hingga ke kantor polisi ini.Bahkan, Adi sudah ada di sana, Amira tidak dapat menolong dirinya
Bab675Di rumah duka, Elea yang baru datang bersama anak- anak dan cucunya, langsung memeluk Jelita.Wajah Jelita sudah nampak memerah, karena dari kemarin kejadian, hingga hari ini di kebumikan, dia terus menangis penuh penyesalan."Aku telah gagal menjadi Nenek yang baik, Mah ....""Sudah- sudah, ini sudah bagian dari takdir dan janji dirinya, anakku. Ikhlaskan, dan doakan dia. Rara sudah tidak sakit lagi, dia sudah bersama Allah, semoga dia bahagia di sana," lirih Elea.Jelita kembali menangis, dipelukkan Elea.Cinta dan Kamila pun bergantian memeluk Jelita, mencoba menguatkan wanita itu. Sedangkan Abel dan Raisa, juga Gilang hanya terdiam dan memilih duduk di dekat Ayah mereka, Galih.______>>>_______Hari mulai berlalu, tidak terasa sudah 7 hari kepergian Rara. Bagus pun mulai kembali bangkit lagi, setelah beberapa hari dia ngedrop karena menahan luka basah kehilangan.Amira dan Adi, pun resmi di tetapkan sebagai tersangka teror, tabrak lari, hingga penggelapan dana perusahaa
Bab676Pov Jelita.Adakah hal yang lebih sakit, dari pada kehilangan orang yang kita sayangi? Tidak ada, selain kematian.'Tidak masalah jika aku kehilangan Rara beberapa bulan lamanya. Karena di bawa pergi oleh Amira menjauh dari kehidupan kami. Namun, Rara pergi menghadap Tuhan, seberapa besar pun aku merindukannya, aku tidak akan pernah bisa untuk melihat wajahnya lagi. Allahu akbar, sakitnya luar biasa, sakit dari pada ditinggalkan pergi mas Abizar.Bagus terus meracau di saat kejadian itu, tubuhnya seakan kehilangan tenaga dan dia hanya bisa meraung menangisi sebuah penyesalan. Ya! Penyesalan yang sangat terlambat dia sadari."Aku terlalu percaya, bahwa Rara akan baik- baik saja bersama Ibunya. Tapi tidak kusangka, malah kepergian yang menyakitkan ini aku terima," gumam Bagus, ketika dia duduk sendiri di dapur rumah.Aku diam, meskipun aku mendengar jelas gumamannya. Aku tidak ingin mengganggunya saat itu, jadi aku hanya bisa diam dan memperhatikannya.Teringat akan wajah malang
Bab677Pov Jelita.Pagi itu, Mamah Elea menghubungiku, dan memintaku, serta anak- anak untuk ke Jakarta.Aku dilema, kalau harus bertemu dengan Abel, istrinya Galih yang begitu secara nampak, tidak menyukaiku dan anak- anak.Tapi menolak permintaan Mamah Elea juga sulit, karena dia bisa saja marah dan kecewa padaku. Aku pun mengatakan pada anak- anak, ketika kami makan malam bersama."Memangnya ada acara apa, Bu?" tanya Enggar."Nenek nggak bilang apa- apa, kita turuti saja untuk pergi ke sana, Ibu nggak berani menolak," jawabku."Ya sudah. Besok Bagus pesankan tiketnya.""Nggak usah, Gus. Nenek kalian sudah menyiapkannya, nanti kepala pelayan yang akan mengantarkannya kemari. Kalian sudah mulai berkemas malam ini saja, biar besok tidak repot lagi," ujarku."Enggar tinggal saja, Bu.""Mana boleh begitu, Gar. Nenek kamu akan kecewa sama kita, jika ada anggota keluarga ini yang tidak datang.""Kan sudah ada Ibu dan mas Bagus yang mewakili, kenapa kami harus ikut juga sih, Bu?"Entah ke
Bab678Pov Jelita.Aku terharu, ketika Mamah menyodorkan kue ulang tahun ke hadapanku, diikuti senyum sumringah di wajah tuanya yang memang sudah keriput."Ya Allah, kalian hampir membuat jantung saya melompat," ujarku sambil tersenyum haru, air mata ikut menetes."Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga ...." Lagu itu berulang kali mereka alunkan. Aku tertawa sambil menangis, kehangatan dalam keluarga, kini dapat aku rasakan lagi. Andai saja Rara masih hidup, dan ada diantara kami, pasti dia akan sangat bahagia.Bertahun- tahun aku mengasingkan diri, meratapi segala kekhilafan dan kesalahanku selama puluhan tahun, kunikmati takdir yang menghukum dan memporak- porandakan kehidupanku.Dan alhamdulilah, hari ini aku temukan kehangatan keluarga lagi, diusiaku yang memasuki 50 tahun lebih. Doaku, semoga Mamah Elea dan Papah berumur panjang, anak- anakku bahagia, dan aku bisa mati dengan tenang.Aku merapalkan doa dalam hati, kemudian menutup lilin ulang tahun di hadapan
Bab679Pov Jelita.Lina ikut terkekeh, mendengar celotehanku. Usai membaca doa, kami pun makan- makan bersama. Setelah makan- makan, kami semua beristirahat sejenak. Sekitar setengah jam beristirahat, Mamah Elea mengintruksikan para pemijat untuk melanjutkan tugas mereka.Rasanya tubuh yang sangat lelah ini, menjadi mulai nyaman karena pijitan. Saking enaknya pijitan karyawan rifleksi ini, membuatku terbuai- buai di alam mimpi._____>>______Keesokan hari nya, Mamah Elea mengundang anak- anak lainnya, untuk segera berkumpul di rumah besarnya."Mah, acara apa lagi?" tanyaku, kemudian duduk di dekatnya. Kulihat para asisten rumah tangga, sibuk membuat berbagai macam masakan, dan Mamah juga mendatang kan seorang chef yang cukup profesional dalam membuat makanan lezat."Nanti juga kamu akan tahu, Ta. Ini adalah hal terakhir, yang bisa Mamah lakukan untuk kalian. Setelah ini, mungkin Mamah dan Papah, tidak akan tinggal di sini lagi," jawabnya dengan pelan."Mamah mau pindah? Pindah k
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond