Bab664Lina dapat merasakan, kegelishan hati Jelita. Sebagai seorang Ibu, Lina paham apa yang kini Jelita rasakan. Biar bagaimana pun juga, seburuk- buruknya Bagus, dia tetap anak yang Jelita besarkan.Sesampainya mereka di parkiran rumah sakit, Jelita dengan cepat turun dari mobil, dan menghampiri kepala pelayan, yang begitu setia menunggu kedatangan Jelita."Bagaimana keadaannya, Pak?" tanya Jelita, mereka sambil berjalan, dengan kepala pelayan yang membimbing mereka menuju ruang perawatan Bagus."Alhamdulilah cukup baik, Ibu bisa lihat langsung," ujar kepala pelayan. Kepala pelayan membuka pintu ruangan, nampak Bagus yang duduk bersandar, dengan wajah yang lebam- lebam, kaki di perban, juga tangan yang di gips."Ya Allah, Bagus," lirih Jelita dan langsung menghampiri anak lelakinya itu. Bagus nampak kurus, matanya ikutan lebam."Ibu," pelan suara Bagus terdengar pilu di telinga Jelita.Enggar dan Lina hanya terdiam, kepala pelayan mempersilahkan mereka duduk di sofa. Lelaki tua it
Bab665Pov Jelita.Akhirnya, Bagus pun kami bawa ke rumah. Setelah 2 hari di rawat, kini keadaannya mulai membaik, meski tangannya masih di gips, karena belum sepenuhnya pulih."Masak apa Lin?" tanyaku, ketika Lina begitu heboh di dapur.Menantuku itu memasak sambil menyanyikan lagu kesukaannya."Masak makanan kesukaan Ibu dan mas Enggar, juga Adam.""Hmm ..., Ibu jadi lapar nih.""Ibu pasti suka! Lina sudah belajar masak berkali-kali," katanya berbinar."Oke, Ibu jadi nggak sabar mau nyicipin.""Ibu tunggu saja di meja makan! Biar Lina yang nyiapin!" ucapnya lagi, dengan wajah tersenyum sumringah.Semua berkumpul di meja makan, Adam begitu senang melihat hidangan lezat yang Ibu nya masak. Biasanya, kami selalu di masakin pelayan, namun hari ini, Lina katanya mau masak sendiri."Mama memang pandai sekali masak! Adam suka sekali," celoteh anak itu, dengan mata berbinar."Terimakasih, sayang. Tapi, masakan Tante yang lainnya juga enak kok." "Tetap saja, masakan Mama yang lebih nikmat."
Bab666"Ya Allah, ada apa ini?" Jelita sangat syok, ketika melihat serpihan kaca."Bu, Ibu ...." Kembali terdengar suara histeris Bagus dari luar. Jelita berlari keluar, nampak Bagus tergopoh- gopoh berlari ke arah Jelita."Ada apa, Gus?" tanya Jelita panik."Kunci mobil mana, Bu?" tanya Bagus balik, ketika dia sudah dekat di muara pintu.Di dalam, di atas nakas situ. Ada apa sih ini?" Jelita menunjuk ke arah nakas besar, yang terletak di ruang tamu.Bagus tidak menjawab, dia berlari ke arah nakas, dan langsung mengambil kunci mobil tersebut.Jelita bingung, sambil melihat- lihat ke arah pagar. Tidak ada terlihat Satpam, juga Enggar."Kemana mereka? Kenapa Bagus nampak panik begini," batin Jelita."Gus, buat apa kamu nyari kunci mobil? Apa yang terjadi, Nak?" tanya Jelita, mencegah langkah Bagus, yang mau keluar rumah."Lina di tabrak, Bu," jawab Bagus, membuat Jelita sangat terkejut luar biasa."Allahu akbar? Gus, benaran ini?" pekik Jelita."Iya, Bu. Ibu jagain Dastan dan Adam saja
Bab667"Bagaimana keadaan Lina?" tanya Jelita, melalui sambungan telepon."Alhamdulilah, Lina sudah di pindahkan ke ruang perawatan, Bu. Lina sudah berhasil, melewati masa kritisnya. Doakan Lina ya, Bu, semoga cepat pulih dan kita bisa segera pulang.""Iya, Nak. Kamu yang sabar ya, Allah bersama kalian. Ibu selalu berdoa, untuk keselamatan anak- anak Ibu," ujar Jelita.Bagus sendiri sibuk mengurus keamanan rumah, sedangkan Enggar menjaga Lina di rumah sakit.Jelita juga meminta Bagus, agar kembali bekerja di kantor lagi, karena sebagai laki- laki, wajib bagi Bagus untuk tetap bekerja.Bagus pun tidak menolak hal itu, justru dia sangat senang, karena akhirnya dia bisa bekerja lagi.___>>___Elea merasa gelisah akhir- akhir ini, sudah lama dia tidak menghubungi Jelita. Entah kenapa, tiba- tiba dia rindu dengan anaknya itu.Elea menghubungi Jelita, dan menanyakan kabar mereka.Jelita pun tanpa ragu, menceritakan keadaan yang menimpa keluarganya. Elea sangat terkejut, mendengar semua
Bab668"Ngapain dia di ruangan aku ya, Mas?" Enggar mulai merasa tidak nyaman."Mas juga kurang tau, Gar. Kalau bisa, besok kamu masuk kantor saja, feeling mas tidak enak, jangan- jangan pak Adi ada maksud.""Bagus, jangan begitu, kita tidak boleh berprasangka buruk sama orang." Jelita menimpali, obrolan kedua anaknya."Iya, maaf Bu. Bukan bermaksud begitu, hanya saja kita memang perlu hati- hati. Apalagi di dalam dunia kerja, tidak semua dapat kita percaya. Ini pertama kalinya Enggar memasuki dunia kerja, Bagus hanya khawatir, Enggar akan mendapat masalah. Apalagi mereka cukup banyak yang tahu, bahwa Enggar calon pemimpin perusahaan.""Iya, Ibu mengerti anakku. Kalian berdua harus sama- sama hati- hati dan saling membantu, ya."Bagus tersenyum."Insya Allah."Melihat perangai Bagus yang semakin hari semakin baik, membuat Jelita bahagia. Wanita itu berharap, kedua anaknya kelak akan menjadi orang yang sukses.Disela- sela pembicaraan mereka, ponsel Enggar berdering, dia pun mengeluark
Bab669Enggar membuka daun pintu. Lina menangis terisak- isak, Enggar dan lainnya bingung."Ada apa, Na?" tanya Jelita, yang juga ikut duduk di bibir ranjang Lina."Ada yang neror aku, Bu." Lina memperlihatkan isi pesan penuh ancaman itu sambil menangis.Jelita terkejut, begitu juga Enggar dan Bagus."Siapa ini, Mas? Aku tidak pernah merasa menjahati siapapun, tapi kenapa ada orang yang dendam dan benci sama aku," lirih Lina."Mas akan cari tahu, Na. Kamu jangan khawatir, mas Bagus juga sudah memperketat keamanan rumah, jadi nggak usah di pikirkan lagi, ya.""Tapi aku takut, Mas. Aku takut sekali, aku nggak pernah di teror begini," lirih Lina. Wajah wanita itu basah air mata."Nak, jangan takut, kita berdoa sama Allah, minta perlindungan padanya," ujar Jelita.Lina tidak bereaksi apapun lagi, dia cuma menangis terisak, dengan suhu tangannya yang sangat dingin.Jelita dan Bagus memutuskan untuk keluar kamar, dan membiarkan Lina bersama Enggar di dalam kamar mereka.Bagus dan Jelita dud
Bab670"Seseorang mulai menyerang saya, Pah. Pagi ini, saya dan cucu sedang berjalan- jalan di taman sekitaran komplek. Tiba- tiba, ada seorang laki- laki yang menggunakan masker penutup wajah, melemparkan telur busuk ke wajah saya. Saya syok sekali, Pah.""Papah akan terbang ke Kalimantan besok, Nak. Kamu sabar saja dulu, Papah juga sudah mengirimkan orang- orang yang cukup profesional, yang mampu menguak teror semacam ini.""Alhamdulilah, terimakasih, Pah. Saya tidak tahu harus mengadu kemana lagi, selain sama Papah.""Tidak perlu sungkan begitu, kamu anak Papah, bukan orang lain. Jadi apapun yang terjadi, katakanlah pada Papah, atau sama Mamah Elea, itu sama saja.""Terimakasih ya, Pah."Panggilan telepon mereka pun berakhir, Kevin duduk di bangku kerjanya, sambil mengisap sebatang rokok. Meskipun dia tidak lagi pergi ke kantor, tapi Kevin tetap memantau perkembangan perusahaannya, yang di pimpin Galih selama ini.Ponsel Kevin berbunyi, orang suruhannya yang menghubungi."Jadi semu
Bab671"Kenapa, Pah? Papah mau mengelak lagi, Glaih tahu semua itu, Pah. Jujur saja, Galih sebenarnya tidak bisa percaya sepenuhnya pada anak Jelita. Tapi karena kalian, Galih terpaksa ....""Cukup Galih, ucapanmu benar- benar menyakiti hati Papah. Silahkan kamu lihat sendiri, bukti dari keculasan orang kepercayaanmu itu. Jangan karena keburukkan Jelita, kamu sama ratakan dengan anaknya. Kami mungkin bukan orang tua yang baik, tapi tidak ada satu pun orang tua yang tega melihat anaknya sengsara, termasuk kami berdua."Kevin meletakkan ponselnya ke hadapan Galih. Ponsel itu menampilkan video, dimana ada Adi, dan Amira yang sedang duduk berpangku. Obrolan keduanya, memperlihatkan dengan jelas, bahwa Adi sengaja menggelapkan dana perusahaan, untuk menjebak Enggar. Galih cukup terkejut, dan tidak menyangka, bahwa Adi akan bersikap selicik itu, hanya demi menuruti wanita yang tengah bermanja di atas pahanya.Dan wanita itu Galih kenali, sebagai istrinya Bagus, mantan karyawannya yang sud
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond