Bab666"Ya Allah, ada apa ini?" Jelita sangat syok, ketika melihat serpihan kaca."Bu, Ibu ...." Kembali terdengar suara histeris Bagus dari luar. Jelita berlari keluar, nampak Bagus tergopoh- gopoh berlari ke arah Jelita."Ada apa, Gus?" tanya Jelita panik."Kunci mobil mana, Bu?" tanya Bagus balik, ketika dia sudah dekat di muara pintu.Di dalam, di atas nakas situ. Ada apa sih ini?" Jelita menunjuk ke arah nakas besar, yang terletak di ruang tamu.Bagus tidak menjawab, dia berlari ke arah nakas, dan langsung mengambil kunci mobil tersebut.Jelita bingung, sambil melihat- lihat ke arah pagar. Tidak ada terlihat Satpam, juga Enggar."Kemana mereka? Kenapa Bagus nampak panik begini," batin Jelita."Gus, buat apa kamu nyari kunci mobil? Apa yang terjadi, Nak?" tanya Jelita, mencegah langkah Bagus, yang mau keluar rumah."Lina di tabrak, Bu," jawab Bagus, membuat Jelita sangat terkejut luar biasa."Allahu akbar? Gus, benaran ini?" pekik Jelita."Iya, Bu. Ibu jagain Dastan dan Adam saja
Bab667"Bagaimana keadaan Lina?" tanya Jelita, melalui sambungan telepon."Alhamdulilah, Lina sudah di pindahkan ke ruang perawatan, Bu. Lina sudah berhasil, melewati masa kritisnya. Doakan Lina ya, Bu, semoga cepat pulih dan kita bisa segera pulang.""Iya, Nak. Kamu yang sabar ya, Allah bersama kalian. Ibu selalu berdoa, untuk keselamatan anak- anak Ibu," ujar Jelita.Bagus sendiri sibuk mengurus keamanan rumah, sedangkan Enggar menjaga Lina di rumah sakit.Jelita juga meminta Bagus, agar kembali bekerja di kantor lagi, karena sebagai laki- laki, wajib bagi Bagus untuk tetap bekerja.Bagus pun tidak menolak hal itu, justru dia sangat senang, karena akhirnya dia bisa bekerja lagi.___>>___Elea merasa gelisah akhir- akhir ini, sudah lama dia tidak menghubungi Jelita. Entah kenapa, tiba- tiba dia rindu dengan anaknya itu.Elea menghubungi Jelita, dan menanyakan kabar mereka.Jelita pun tanpa ragu, menceritakan keadaan yang menimpa keluarganya. Elea sangat terkejut, mendengar semua
Bab668"Ngapain dia di ruangan aku ya, Mas?" Enggar mulai merasa tidak nyaman."Mas juga kurang tau, Gar. Kalau bisa, besok kamu masuk kantor saja, feeling mas tidak enak, jangan- jangan pak Adi ada maksud.""Bagus, jangan begitu, kita tidak boleh berprasangka buruk sama orang." Jelita menimpali, obrolan kedua anaknya."Iya, maaf Bu. Bukan bermaksud begitu, hanya saja kita memang perlu hati- hati. Apalagi di dalam dunia kerja, tidak semua dapat kita percaya. Ini pertama kalinya Enggar memasuki dunia kerja, Bagus hanya khawatir, Enggar akan mendapat masalah. Apalagi mereka cukup banyak yang tahu, bahwa Enggar calon pemimpin perusahaan.""Iya, Ibu mengerti anakku. Kalian berdua harus sama- sama hati- hati dan saling membantu, ya."Bagus tersenyum."Insya Allah."Melihat perangai Bagus yang semakin hari semakin baik, membuat Jelita bahagia. Wanita itu berharap, kedua anaknya kelak akan menjadi orang yang sukses.Disela- sela pembicaraan mereka, ponsel Enggar berdering, dia pun mengeluark
Bab669Enggar membuka daun pintu. Lina menangis terisak- isak, Enggar dan lainnya bingung."Ada apa, Na?" tanya Jelita, yang juga ikut duduk di bibir ranjang Lina."Ada yang neror aku, Bu." Lina memperlihatkan isi pesan penuh ancaman itu sambil menangis.Jelita terkejut, begitu juga Enggar dan Bagus."Siapa ini, Mas? Aku tidak pernah merasa menjahati siapapun, tapi kenapa ada orang yang dendam dan benci sama aku," lirih Lina."Mas akan cari tahu, Na. Kamu jangan khawatir, mas Bagus juga sudah memperketat keamanan rumah, jadi nggak usah di pikirkan lagi, ya.""Tapi aku takut, Mas. Aku takut sekali, aku nggak pernah di teror begini," lirih Lina. Wajah wanita itu basah air mata."Nak, jangan takut, kita berdoa sama Allah, minta perlindungan padanya," ujar Jelita.Lina tidak bereaksi apapun lagi, dia cuma menangis terisak, dengan suhu tangannya yang sangat dingin.Jelita dan Bagus memutuskan untuk keluar kamar, dan membiarkan Lina bersama Enggar di dalam kamar mereka.Bagus dan Jelita dud
Bab670"Seseorang mulai menyerang saya, Pah. Pagi ini, saya dan cucu sedang berjalan- jalan di taman sekitaran komplek. Tiba- tiba, ada seorang laki- laki yang menggunakan masker penutup wajah, melemparkan telur busuk ke wajah saya. Saya syok sekali, Pah.""Papah akan terbang ke Kalimantan besok, Nak. Kamu sabar saja dulu, Papah juga sudah mengirimkan orang- orang yang cukup profesional, yang mampu menguak teror semacam ini.""Alhamdulilah, terimakasih, Pah. Saya tidak tahu harus mengadu kemana lagi, selain sama Papah.""Tidak perlu sungkan begitu, kamu anak Papah, bukan orang lain. Jadi apapun yang terjadi, katakanlah pada Papah, atau sama Mamah Elea, itu sama saja.""Terimakasih ya, Pah."Panggilan telepon mereka pun berakhir, Kevin duduk di bangku kerjanya, sambil mengisap sebatang rokok. Meskipun dia tidak lagi pergi ke kantor, tapi Kevin tetap memantau perkembangan perusahaannya, yang di pimpin Galih selama ini.Ponsel Kevin berbunyi, orang suruhannya yang menghubungi."Jadi semu
Bab671"Kenapa, Pah? Papah mau mengelak lagi, Glaih tahu semua itu, Pah. Jujur saja, Galih sebenarnya tidak bisa percaya sepenuhnya pada anak Jelita. Tapi karena kalian, Galih terpaksa ....""Cukup Galih, ucapanmu benar- benar menyakiti hati Papah. Silahkan kamu lihat sendiri, bukti dari keculasan orang kepercayaanmu itu. Jangan karena keburukkan Jelita, kamu sama ratakan dengan anaknya. Kami mungkin bukan orang tua yang baik, tapi tidak ada satu pun orang tua yang tega melihat anaknya sengsara, termasuk kami berdua."Kevin meletakkan ponselnya ke hadapan Galih. Ponsel itu menampilkan video, dimana ada Adi, dan Amira yang sedang duduk berpangku. Obrolan keduanya, memperlihatkan dengan jelas, bahwa Adi sengaja menggelapkan dana perusahaan, untuk menjebak Enggar. Galih cukup terkejut, dan tidak menyangka, bahwa Adi akan bersikap selicik itu, hanya demi menuruti wanita yang tengah bermanja di atas pahanya.Dan wanita itu Galih kenali, sebagai istrinya Bagus, mantan karyawannya yang sud
Ban672Usai Adi berkata pedas pada Enggar, tiba- tiba terdengar tepukkan tangan dari luar ruangan.Adi dan Enggar menoleh, mereka cukup terkejut, ketika melihat Galih yang sedang tersenyum, sambil bertepuk tangan."Pak Galih," sapa Adi dengan ramah."Kapan Bapak datang? Maaf, saya tidak tahu. Soalnya sedang mengajari pak Enggar, mengenai beberapa kebijakan dalam perusahaan.""Santai saja, mari duduk dulu, kita bicara bertiga." Galih mempersilahkan Enggar dan Adi duduk tenang.Adi merasa was- was, dengan tatapan tidak biasa dari Galih."Pak Adi, kamu bilang sama saya tempo hari, bahwa laporan keuangan ada yang tidak beres, selisih sekitar 50 jutaan. Bisa Anda jelaskan lebih rinci, kenapa hal seperti ini bisa terjadi?""Betul, pak Galih. Seperti biasa, setiap bulannya saya akan melakukan sidak laporan keuangan. Saya juga cukup terkejut, karena hasil laporan yang saya baca, tidak klop dengan hasil laporan sebelumnya. Penjualan kita juga merugi, kakak pak Enggar yang bernama Bagus, dia ad
Bab673"Rara, Rara ...." Jelita mengejar brankar, yang membawa Rara ke arah ruang UGD."Apa terjadi sama Rara?" tanyaku pada Amira, yang sedari tadi terus menangis."Kenapa dia kurus sekali, ada apa?" lanjut Jelita."Bukan urusanmu! Kenapa baru peduli pada Rara sekarang? Saat dia sehat, saat dia butuh bantuan kalian, kalian dimana? Kalian semua tertawa riang gembira, karena tinggal di rumah mewah, dengan uang yang cukup banyak. Tapi kami berdua? Kadang kami makan, kadang pula kami tidak makan sama sekali," dusta Amira, demi membuat Jelita merasa bersalah."Ibu hanya mencintai anak Ibu saja, tapi tidak dengan cucu dan menantu. Bagi Ibu, kami orang lain. Beda halnya dengan mas Bagus, seburuk apapun dia, karena dia anak Ibu, Ibu akan tetap bersenang hati menampungnya. Tapi saat aku dan Rara memohon untuk diizinkan tinggal di rumah mewah Ibu, tidak diizinkan sama sekali. Memandang kasihan pada Rara saja Ibu tidak mau, lalu sekarang setelah dia sekarat, ibu malah sok peduli, bedebah ...."