Bab669Enggar membuka daun pintu. Lina menangis terisak- isak, Enggar dan lainnya bingung."Ada apa, Na?" tanya Jelita, yang juga ikut duduk di bibir ranjang Lina."Ada yang neror aku, Bu." Lina memperlihatkan isi pesan penuh ancaman itu sambil menangis.Jelita terkejut, begitu juga Enggar dan Bagus."Siapa ini, Mas? Aku tidak pernah merasa menjahati siapapun, tapi kenapa ada orang yang dendam dan benci sama aku," lirih Lina."Mas akan cari tahu, Na. Kamu jangan khawatir, mas Bagus juga sudah memperketat keamanan rumah, jadi nggak usah di pikirkan lagi, ya.""Tapi aku takut, Mas. Aku takut sekali, aku nggak pernah di teror begini," lirih Lina. Wajah wanita itu basah air mata."Nak, jangan takut, kita berdoa sama Allah, minta perlindungan padanya," ujar Jelita.Lina tidak bereaksi apapun lagi, dia cuma menangis terisak, dengan suhu tangannya yang sangat dingin.Jelita dan Bagus memutuskan untuk keluar kamar, dan membiarkan Lina bersama Enggar di dalam kamar mereka.Bagus dan Jelita dud
Bab670"Seseorang mulai menyerang saya, Pah. Pagi ini, saya dan cucu sedang berjalan- jalan di taman sekitaran komplek. Tiba- tiba, ada seorang laki- laki yang menggunakan masker penutup wajah, melemparkan telur busuk ke wajah saya. Saya syok sekali, Pah.""Papah akan terbang ke Kalimantan besok, Nak. Kamu sabar saja dulu, Papah juga sudah mengirimkan orang- orang yang cukup profesional, yang mampu menguak teror semacam ini.""Alhamdulilah, terimakasih, Pah. Saya tidak tahu harus mengadu kemana lagi, selain sama Papah.""Tidak perlu sungkan begitu, kamu anak Papah, bukan orang lain. Jadi apapun yang terjadi, katakanlah pada Papah, atau sama Mamah Elea, itu sama saja.""Terimakasih ya, Pah."Panggilan telepon mereka pun berakhir, Kevin duduk di bangku kerjanya, sambil mengisap sebatang rokok. Meskipun dia tidak lagi pergi ke kantor, tapi Kevin tetap memantau perkembangan perusahaannya, yang di pimpin Galih selama ini.Ponsel Kevin berbunyi, orang suruhannya yang menghubungi."Jadi semu
Bab671"Kenapa, Pah? Papah mau mengelak lagi, Glaih tahu semua itu, Pah. Jujur saja, Galih sebenarnya tidak bisa percaya sepenuhnya pada anak Jelita. Tapi karena kalian, Galih terpaksa ....""Cukup Galih, ucapanmu benar- benar menyakiti hati Papah. Silahkan kamu lihat sendiri, bukti dari keculasan orang kepercayaanmu itu. Jangan karena keburukkan Jelita, kamu sama ratakan dengan anaknya. Kami mungkin bukan orang tua yang baik, tapi tidak ada satu pun orang tua yang tega melihat anaknya sengsara, termasuk kami berdua."Kevin meletakkan ponselnya ke hadapan Galih. Ponsel itu menampilkan video, dimana ada Adi, dan Amira yang sedang duduk berpangku. Obrolan keduanya, memperlihatkan dengan jelas, bahwa Adi sengaja menggelapkan dana perusahaan, untuk menjebak Enggar. Galih cukup terkejut, dan tidak menyangka, bahwa Adi akan bersikap selicik itu, hanya demi menuruti wanita yang tengah bermanja di atas pahanya.Dan wanita itu Galih kenali, sebagai istrinya Bagus, mantan karyawannya yang sud
Ban672Usai Adi berkata pedas pada Enggar, tiba- tiba terdengar tepukkan tangan dari luar ruangan.Adi dan Enggar menoleh, mereka cukup terkejut, ketika melihat Galih yang sedang tersenyum, sambil bertepuk tangan."Pak Galih," sapa Adi dengan ramah."Kapan Bapak datang? Maaf, saya tidak tahu. Soalnya sedang mengajari pak Enggar, mengenai beberapa kebijakan dalam perusahaan.""Santai saja, mari duduk dulu, kita bicara bertiga." Galih mempersilahkan Enggar dan Adi duduk tenang.Adi merasa was- was, dengan tatapan tidak biasa dari Galih."Pak Adi, kamu bilang sama saya tempo hari, bahwa laporan keuangan ada yang tidak beres, selisih sekitar 50 jutaan. Bisa Anda jelaskan lebih rinci, kenapa hal seperti ini bisa terjadi?""Betul, pak Galih. Seperti biasa, setiap bulannya saya akan melakukan sidak laporan keuangan. Saya juga cukup terkejut, karena hasil laporan yang saya baca, tidak klop dengan hasil laporan sebelumnya. Penjualan kita juga merugi, kakak pak Enggar yang bernama Bagus, dia ad
Bab673"Rara, Rara ...." Jelita mengejar brankar, yang membawa Rara ke arah ruang UGD."Apa terjadi sama Rara?" tanyaku pada Amira, yang sedari tadi terus menangis."Kenapa dia kurus sekali, ada apa?" lanjut Jelita."Bukan urusanmu! Kenapa baru peduli pada Rara sekarang? Saat dia sehat, saat dia butuh bantuan kalian, kalian dimana? Kalian semua tertawa riang gembira, karena tinggal di rumah mewah, dengan uang yang cukup banyak. Tapi kami berdua? Kadang kami makan, kadang pula kami tidak makan sama sekali," dusta Amira, demi membuat Jelita merasa bersalah."Ibu hanya mencintai anak Ibu saja, tapi tidak dengan cucu dan menantu. Bagi Ibu, kami orang lain. Beda halnya dengan mas Bagus, seburuk apapun dia, karena dia anak Ibu, Ibu akan tetap bersenang hati menampungnya. Tapi saat aku dan Rara memohon untuk diizinkan tinggal di rumah mewah Ibu, tidak diizinkan sama sekali. Memandang kasihan pada Rara saja Ibu tidak mau, lalu sekarang setelah dia sekarat, ibu malah sok peduli, bedebah ...."
Bab674Amira duduk di depan gerbang masuk rumah sakit. Pikirannya kacau, perasaannya benar- benar hampa.Teringat kejadian malam tadi, dia memukul Rara dengan segala emosinya, karena Adi tidak mau memberikan sejumlah uang yang Amira pinta."Gagal shopping, anak meninggal, dan lelaki sialan itu malah entah kemana," gumam Amira.Wanita itu sangat sedih, bukan karena kehilangan Rara, tapi karena Adi yang tidak ada kabar sama sekali.Tiba- tiba, dua orang polisi datang menghampirinya, membawa surat penangkapan atas dirinya. Amira bingung, tapi dia tidak menolaknya.Amira langsung saja mau ikut, karena dia tidak merasa melakukan kejahatan apa- apa, sehingga dia hanya mengira, ini kesalah pahaman.Amira di bawa ke kantor polisi, dan di sana, polisi mulai menjelaskan, mengenai kasus yang di tuduhkan kepadanya.Mata Amira membulat sempurna, mendengar beberapa point penyampaian kasus yang menyeretnya hingga ke kantor polisi ini.Bahkan, Adi sudah ada di sana, Amira tidak dapat menolong dirinya
Bab675Di rumah duka, Elea yang baru datang bersama anak- anak dan cucunya, langsung memeluk Jelita.Wajah Jelita sudah nampak memerah, karena dari kemarin kejadian, hingga hari ini di kebumikan, dia terus menangis penuh penyesalan."Aku telah gagal menjadi Nenek yang baik, Mah ....""Sudah- sudah, ini sudah bagian dari takdir dan janji dirinya, anakku. Ikhlaskan, dan doakan dia. Rara sudah tidak sakit lagi, dia sudah bersama Allah, semoga dia bahagia di sana," lirih Elea.Jelita kembali menangis, dipelukkan Elea.Cinta dan Kamila pun bergantian memeluk Jelita, mencoba menguatkan wanita itu. Sedangkan Abel dan Raisa, juga Gilang hanya terdiam dan memilih duduk di dekat Ayah mereka, Galih.______>>>_______Hari mulai berlalu, tidak terasa sudah 7 hari kepergian Rara. Bagus pun mulai kembali bangkit lagi, setelah beberapa hari dia ngedrop karena menahan luka basah kehilangan.Amira dan Adi, pun resmi di tetapkan sebagai tersangka teror, tabrak lari, hingga penggelapan dana perusahaa
Bab676Pov Jelita.Adakah hal yang lebih sakit, dari pada kehilangan orang yang kita sayangi? Tidak ada, selain kematian.'Tidak masalah jika aku kehilangan Rara beberapa bulan lamanya. Karena di bawa pergi oleh Amira menjauh dari kehidupan kami. Namun, Rara pergi menghadap Tuhan, seberapa besar pun aku merindukannya, aku tidak akan pernah bisa untuk melihat wajahnya lagi. Allahu akbar, sakitnya luar biasa, sakit dari pada ditinggalkan pergi mas Abizar.Bagus terus meracau di saat kejadian itu, tubuhnya seakan kehilangan tenaga dan dia hanya bisa meraung menangisi sebuah penyesalan. Ya! Penyesalan yang sangat terlambat dia sadari."Aku terlalu percaya, bahwa Rara akan baik- baik saja bersama Ibunya. Tapi tidak kusangka, malah kepergian yang menyakitkan ini aku terima," gumam Bagus, ketika dia duduk sendiri di dapur rumah.Aku diam, meskipun aku mendengar jelas gumamannya. Aku tidak ingin mengganggunya saat itu, jadi aku hanya bisa diam dan memperhatikannya.Teringat akan wajah malang