Di sebuah kamar penginapan bernuansa klasik, Ratu Kanaya Rozana tampak terbaring lemah di ranjang. Wajahnya pucat. Kepala dan sebagian tubuhnya dibaluti perban, pun mata indah itu seolah redup saat dia menatap langit-langit dengan pandangan kosong.
Minggu lalu, gadis itu terjebak dalam sebuah musibah alam yang seketika mengubah statusnya menjadi istri kedua bagi Arkana Andromeda.
"Aku tidak pernah berpikir hidupku akan berakhir seperti ini," umpatnya menyesal kepada lelaki dengan penampakan luka serupa dirinya, kini duduk pada sebuah kursi di samping ranjang.
Susah payah gadis itu berjuang menahan air mata agar pertahanannya tidak runtuh, tetapi tidak berhasil sebab rasa sakit di dada terasa semakin menohok. Hingga bulir bening itu mulai luruh ke pipinya yang menirus. Membuat lelaki di sisi ranjang tadi serentak membuang pandangan ke arah yang berbeda.
"Tidak perlu berlagak menjadi korban, Naya. Aku yakin kau pasti sengaja menyusul kemari untuk membalas dendammu, kan?"
Pria itu kekasih Kanaya di masa lalu yang memilih pergi dari kehidupannya dengan alasan mencintai wanita lain.
"Omong kosong apa itu? Aku kemari untuk sebuah pekerjaan, bukannya membuntuti siapa-siapa!" protes Naya tidak terima.
Kanaya memberontak. Dia tidak pernah bermimpi akan bertemu dengan mantan kekasihnya itu. Sebab tujuan kedatangan ke kota impian Bougenville hanya untuk menjemput pekerjaan baru yang ditawarkan oleh Nyonya Sculptor kepadanya.
"Lalu kenapa bisa bersamaan dengan urusanku? Beraninya kau menjebakku, Naya!"
Arkana kembali membangkang sebab pernyataan Kanaya sama sekali tidak membuatnya percaya begitu saja.
"Apa kau masih mencintaiku, Nona Kanaya?" tekannya lagi dengan mengangkat salah satu sudut bibir, membuat Kanaya merasa semakin terpojok.
Sudah lama dia menyimpan dendam terhadap Arkana dan baru kali ini dirinya mendapat kesempatan untuk menyerang lelaki bajingan itu.
"Tutup mulutmu! Bahkan sejak kau pergi, aku tidak pernah berpikir untuk memilikimu apalagi sampai menjadi milikmu."
Arkana terbahak sumbang. Kali ini tatapannya sengaja dialihkan kepada Kanaya di ranjang. Menatap, menelisik penampilan lusuh gadis yang tubuhnya berbalut selimut tebal itu dengan pandangan menelanjangi.
"Hhh! Tapi ini kenyataan, Naya," cecarnya sinis dan memaksa Kanaya sigap mengalihkan pandangan tanpa ada keinginan bicara.
"Kau dan aku sama-sama terjebak dalam longsoran batu tua itu. Batu keramat yang membawa kita kepada hubungan pernikahan yang sah."
Lelaki itu berbicara lagi dengan suara paling rendah, tetapi cukup memancing emosi Kanaya.
"Dan hidupku berakhir menjadi istri keduamu?!"
Sungguh sebuah keanehan, tetapi itulah kenyataan. Kanaya ingin berteriak keras, tetapi Arkana sudah mendahuluinya.
"Apa kau lupa saat dievakuasi warga, waktu itu? Mereka bilang ini perusakan wilayah keramat dan sanksinya sangat berat. Kurasa kau belum cukup tuli untuk mendengarkannya, Nona."
Kanaya bergeming. Dia sadar, pertengkaran kecil itu telah membawa bencana besar bagi hidupnya. Batu ceper yang dipijaknya sewaktu berdebat dengan Arkana, tiba-tiba saja terlepas dari dudukan saat Arkana dalam keadaan emosi melompat naik hingga menyeret mereka ke dasar jurang berketinggian kurang lebih dua meter.
"Kau yang membuat kita terjebak dalam pelanggaran ber-sanksi. Apa itu salahku?"
Kanaya tidak terima disudutkan sendirian. Arkana juga terlibat dalam kesalahan itu, bukan?
"Tapi kau yang menjatuhkan batu ceper itu!"
Ya, warga kampung pegunungan Rosellie memiliki sanksi berat yang tidak main-main terhadap para pelanggar tradisi mereka. Sebab menurut adat setempat, kerusakan tersebut hanya akan mengundang malapetaka besar jika diabaikan.
"Hei, kau yang lebih dulu menyerangku, Naya! Asal datang saja langsung mengamuk. Memangnya siapa dirimu?"
Dengan dalih kerusakan itu pula, warga pegunungan sigap menikahkan Kanaya dan Arkana secara istiadat Rosellie.
"Oh, perkampungan terkutuk.” Naya mendumal dengan frustrasi. Lalu, dengan wajah kesal dan amarah, Naya berteriak, seolah menantang pria itu. “Kalau begitu talak aku sekarang!"
“Kalau begitu talak aku sekarang!"Arkana terdiam, memberi suasana hening yang cukup lama di antara mereka. Tampak lelaki itu memijit pelipis sambil berpikir keras hingga dia kembali angkat bicara dengan emosi yang masih sulit dikontrol."Dengar Naya, aku menikahimu karena keadaan yang tidak bisa kucegah. Akan tetapi, menceraikanmu juga hanya akan menimbulkan kemarahan para dewa alam yang menjadi kepercayaan orang-orang sekitar sini.""Aku tidak peduli, ceraikan aku sekarang juga!" Kanaya terlanjur marah besar dan mungkin telah menganggap persetan dengan keadaan."Itu artinya akan ada malapetaka yang lebih besar lagi jika kau sampai melanggar aturan lain. Kau tahu apa?"Kening Kanaya mengerut tajam. Hidung dan bibirnya ikut bergetar. Gadis itu cukup bingung dengan apa yang baru saja diucapkan Arkana. Memicu seringai miring dari lelaki tersebut sebelum dia kembali menjelaskan."Bencana alam, Naya. Badai besar dan tanah longsor akan terjadi jika kau sampai melepas ikatan pernikahan di s
"Terkutuk! Hei, aku bukan penjahat!"Kanaya semakin tersulut dan dalam amarah membludak. Dia meraih apa saja yang bisa diraih, lalu dengan brutal melempar ke lantai hingga menimbulkan bunyi benturan keras.Setelahnya, dengan wajah malas dan penuh air mata, Kanaya berganti pakaian seadanya, sebab dia tidak menemukan koper dan tas yang dibawa dari kota asal.Usai berdandan seadanya, gadis itu melangkah keluar dari penginapan. Tentunya setelah mendapat informasi dari resepsionis bahwa semua biaya penginapan sudah dibayar lunas oleh Arkana."Cepatlah! Aku tidak punya banyak waktu untuk mengurus wanita bodoh sepertimu." Terdengar suara berat Arkana menyeru dari balik kemudi mobil yang mesinnya sudah menyala.Kanaya sedikit tersentak, namun memilih untuk tetap tenang dan segera masuk, mengambil posisi duduk di sebelah Arkana."Aku juga tidak berharap diurus oleh bajingan sepertimu!" tegasnya galak dan tiba-tiba teringat sesuatu. "Tunggu, aku kemari untuk bertemu dengan seseorang. Ah, ya. Ak
"Cepat keluar!" Arkana kembali mendesak, ketika Kanaya hanya bergeming.Diam-diam, Kanaya tengah berpikir. Jika menolak ikut dengan Arkana, maka dia harus rela beradaptasi dengan kutukan berikutnya di Pegunungan Rosellie menyeramkan ini.Apa itu tidak lebih membahayakan dirinya? Dia Juga tidak mengenal siapa-siapa di sini, bukan?"B-baiklah, aku ikut denganmu."Kanaya sangat membenci Arkana. Dia juga sangat takut melakukan perjalanan berdua dengan pria yang pernah menyakiti perasaannya apalagi sampai mengambil waktu di malam hari.Namun, dia tidak punya alasan untuk menolak. Sebab, selain desa ini begitu asing, identitas dirinya pun raib entah ke mana."Dan jika kau sampai membunuhku di tengah perjalanan, maka nanti rohku pun tidak akan tinggal diam!" ujar Kanaya pasrah dan dibalas oleh Arkana dengan tatapan tidak terbaca.Mengingat kemungkinan besar ada resiko lain yang bakal terjadi jika sampai dia tidak sengaja melanggar pantangan berikutnya, membuat bulu kuduk pemilik tubuh ideal
"Sepertinya kau sangat berharap tinggal bersamaku," sindir Arkana dengan pandangan remeh membuat Kanaya melengos tajam.Gadis itu menggeleng cepat diiringi seringai sinis yang tak kalah meremehkan."Bukan begitu, aku hanya tidak ingin menjadi perusak rumah tangga orang lain apalagi diriku juga sudah bersuami." Otak encernya masih terus bekerja. Dia tidak ingin menjadi yang paling tertindas dalam hubungan tidak sehat itu. "Jadi tolong biarkan aku pergi dari kehidupanmu," pintanya memelas.Arkana terdiam dengan dahi mengkerut tajam. Dua jarinya ikut naik memijit kening seperti sedang berpikir keras. Sementara Kanaya tidak ingin membuang kesempatan dan dia terus saja berbicara."Selangkah lagi kita akan memasuki area perkotaan. Itu artinya kita sudah keluar dari tanah Pegunungan Rosellie. Kita bisa membebaskan diri dari ikatan karma itu," ucapnya meyakinkan."Kau yakin bisa semudah itu?"Arkana masih menyatakan keraguan hatinya, sementara Kanaya sudah terlanjur yakin."Ah, anggap saja it
"Argh! Sakit." Ujung hidung Kanaya menangkap aroma yang paling tidak dia sukai sepanjang hidup. Aroma pembersih ruangan yang bercampur obat, juga pendingin ruangan.Saat dia berjuang untuk bangkit, sekujur tubuhnya terasa berat dan tidak bisa bergerak.Dia baru tersadar kalau beberapa peralatan medis terpasang di tubuhnya."Bagaimana aku bisa berada di sini?" gumamnya sembari mencoba mengingat sesuatu yang tertinggal.Tidak lama dari itu, kemunculan Arkana secara perlahan membantu menyegarkan proses memorinya."Syukurlah kau sudah sadar," ucap pria itu dengan tarikan napas lega.Jika Arkana tampak mulai bisa mengontrol emosinya dengan baik, justru tidak dengan Kanaya. Tubuh gadis itu terlihat sangat lemah, tetapi ekor matanya bisa terbaca dengan jelas bahwa dia merasa tidak nyaman saat mendapati kehadiran Arkana."K-kau di sini?" Baginya ini momen terburuk yang pernah ada. Dia tidak suka menjadi tidak berdaya di depan lelaki yang pernah menyakitin
"Hentikan omong kosongmu. Aku sudah mencari tahu semua tentangmu. Kau masih sama seperti dulu … Ratu Kanaya Rozana yang belum menikah."Mata Kanaya terbelalak dan merasa benar-benar diperdaya."T-tapi, Arkana. I-ini —" Ucapannya tercekat di tenggorokan.Bukannya Kanaya tidak peka, melainkan hanya berupaya menghindari apa yang menjadi penyesalannya selama ini.Jika bisa memilih, dia akan memilih tidak ada dalam peristiwa maut itu ketimbang kembali pada Arkana."Sudah, ya! Stop berdebat. Sewaktu-waktu nyawa kita bisa terancam oleh karma Rosellie, jadi lebih baik menurut saja. Daripada mempertaruhkan hidup, ada baiknya kita jalani peran suami istri ini, oke."Kanaya terdiam. Baginya ini sebuah petaka besar. Hidupnya sedang diambang kehancuran.Kenapa harus menikah dengan lelaki ini setelah dia melewati begitu banyak masalah yang merenggut semua kebahagiaannya? Sungguh perbuatan Arkana di masa lalu telah menghancurkan hidup dan kepercayaan dirinya."Bagaimana kalau aku menolak?""Aku akan
"Katakan, kenapa namamu bisa mirip dengan namaku, hmm?" Kanaya memasang ekspresi polos demi menyamai polah gemas Rozana. Berharap mendapat jawaban terbaik atas pertanyaan tersebut, Kanaya pun ikut manggut-manggut seiring rentak suara si anak."Papa syuka nama Losyana."Jawaban yang semula Kanaya tunggu-tunggu, lantas terlontar dari bibir mungil sang batita cantik.Dia yang semula berdebar, berubah menjadi tertawa, gemas akan cara natural bocah itu menjawab pertanyaannya.“Ya, aku juga setuju. Rozana nama yang bagus.” Kanaya terkikik sendiri. Agaknya, Rozana cilik ini bisa menjadi teman akrabnya selama tinggal di sini.Saat sedang asyik bermain bersama, tiba-tiba langit berubah mendung. Tidak ingin anak asuhnya itu sakit, Kanaya lantas mengajak Rozana masuk, usai membereskan bekas makan bocah itu.Baru akan menggendong si batita, seseorang sudah berdiri dengan raut wajah yang begitu menyiratkan kemarahan."Apa kau mau membunuh anakku dengan memberinya makan di taman?!" teriak ketus seo
Kening Kanaya mengkerut tajam. Arkana melibatkan dirinya dalam pertemuan bersama Ibu dan neneknya, padahal mereka belum pernah bertemu sebelum ini. Ditambah statusnya saat itu, membuat Kanaya berpikir ekstra hati-hati."Bukankah itu pertanda bahaya?" Beberapa pertanyaan muncul di benak gadis cantik ini. Entah bagaimana Arkana memperlakukannya nanti. Apakah sama seperti dihadapan Bella atau justru memperkenalkan dirinya sebagai istri kedua yang merusak keharmonisan sebuah rumah tangga."Pergilah ke dapur dan bantu Bibi Viola." Arkana kembali memerintah sebelum pergi dari sana. Meski jengkel, Kanaya tetap menurutinya dengan langkah gontai menuju pintu belakang. Dia berjalan sambil memegangi dadanya. Tidak terpungkiri, statusnya di masa lalu bersama Arkana masih meninggalkan efek di hatinya—meski mungkin saat itu Arkana hanya setengah hati mencintainya."Ini sangat tidak bagus buat kesehatan jantung dan hatiku. Aku harus segera melepaskan diri dari kutukan itu. Apa pun caranya."Meliha