Share

Bab 4 - Menjadi Pengasuh

"Cepat keluar!" Arkana kembali mendesak, ketika Kanaya hanya bergeming.

Diam-diam, Kanaya tengah berpikir.  Jika menolak ikut dengan Arkana, maka dia harus rela beradaptasi dengan kutukan berikutnya di Pegunungan Rosellie menyeramkan ini.

Apa itu tidak lebih membahayakan dirinya? Dia Juga tidak mengenal siapa-siapa di sini, bukan?

"B-baiklah, aku ikut denganmu."

Kanaya sangat membenci Arkana. Dia juga sangat takut melakukan perjalanan berdua dengan pria yang pernah menyakiti perasaannya apalagi sampai mengambil waktu di malam hari.

Namun, dia tidak punya alasan untuk menolak. Sebab, selain desa ini begitu asing, identitas dirinya pun raib entah ke mana.

"Dan jika kau sampai membunuhku di tengah perjalanan, maka nanti rohku pun tidak akan tinggal diam!" ujar Kanaya pasrah dan dibalas oleh Arkana dengan tatapan tidak terbaca.

Mengingat kemungkinan besar ada resiko lain yang bakal terjadi jika sampai dia tidak sengaja melanggar pantangan berikutnya, membuat bulu kuduk pemilik tubuh ideal itu seketika meremang.

"Baiklah. Untuk sementara aku menurut, tetapi tidak untuk nanti," batin Kanaya lagi seraya mengedikan bahu.

Tentunya dia tidak habis pikir, entah bagaimana tempat ini bisa menyeret dirinya dan Arkana dalam hubungan pernikahan yang tidak pernah dia bayangkan. Sangat tidak masuk akal, bukan?

"Setelah berhasil keluar dari sini, aku harus segera pergi dan melupakan semua tentang kota Bougenville." Semangatnya kini mulai berapi-api dan tentunya dalam perencanaan yang matang.

"Kalau begitu, jangan pernah berulah," tekan Arkana dengan tatapan dingin.

Tidak ada perbincangan apa pun selama perjalanan yang memakan waktu cukup lama, kecuali jeda sejenak di terminal kota persinggahan sambil mengisi bahan bakar kendaraan.

Mereka harus mengambil waktu untuk makan malam di restoran dekat terminal.

Kanaya tidak berselera makan dan lebih memilih pergi ke toilet. Akan tetapi, pergerakannya dicegat oleh Arkana. "Kau tidak boleh pergi kemana-mana tanpa seizinku."

"Memangnya siapa yang bisa melarang seseorang pergi ke toilet?" sambar Naya cepat.

Kanaya menggeliat kesal. Mau tak mau Arkana membiarkannya pergi.

Setelah dari sana, dia sengaja mengambil waktu untuk mencari ketenangan di sekitar taman terminal demi menghirup udara malam.

Tiba-tiba Arkana sudah berdiri di depannya.

"Siapa yang mengizinkanmu keluar dari area restoran?" sembur Arkana dengan raut wajah frustrasi.

Kanaya tersentak dan dengan cepat membalas perkataan Arkana.

"Memangnya kau siapa sampai aku harus meminta izin dulu padamu kalau mau keluar?"

Baru beberapa jam bersama Arkana, hidupnya sudah sangat tertekan. Dia merasa pergerakannya seperti sedang dikontrol oleh lelaki itu.

"Tolong diluruskan kesalahpahaman ini. Aku bukan keluargamu, bukan adikmu juga bukan ist—"

Ucapan Kanaya tertahan saat dia menyadari sesuatu seiring suara Arkana menggelegar penuh penekanan.

"Jangan lupa kita suami istri."

Kanaya terdiam, perlahan kakinya mengekori langkah Arkana dari belakang. Lelaki itu terlihat sangat marah dan kembali berkomentar pedas.

"Kau tidak boleh berkeliaran semaumu, sebab ini masih wilayah pegunungan Rosellie. Jika kau ceroboh lagi, maka bersiaplah untuk menerima karma baru, Naya," cecar Arkana tegas sambil membuka pintu masuk restoran dengan kasar.

"Tapi kau juga tidak boleh seenaknya mengaturku, Arkana. Setelah keluar dari pegunungan terkutuk ini, aku akan segera pergi dari hadapanmu," balas Kanaya cepat dengan penekanan yang tak kalah tegas seiring langkah gesitnya menyejajarkan diri dengan Arkana.

"Terserah kau saja. Kau sungguh membuatku sakit kepala," sanggah Arkana sambil berjalan lebih cepat lagi menuju meja kasir dan memesan makanan.

Langkah Kanaya mendadak tertahan. Tertegun memandang punggung Arkana yang menjauh. Sejenak, dia mengedikan bahu. Lalu mulai bergerak memilih tempat duduk di salah satu sudut ruangan. Saat pesanan datang, mereka menikmati santapan dalam diam. Dan ketika usai menikmati makan malam, Arkana baru kembali membuka dialog.

"Dengar, Naya. Setelah dari sini, kita akan segera bertemu dengan istriku. Kau tidak boleh macam-macam selama berinteraksi dengannya."

Arkana mengingatkan, sementara Naya merasa ruang geraknya seolah dibatasi dan dia sangat membenci itu.

"Memangnya kenapa? Apa kau takut ketahuan?" tanya Naya dengan nada menyindir.

"Bukan begitu. Aku hanya tidak ingin ada kekacauan dalam rumah tanggaku," balas Arkana datar.

Pernyataan itu membuat Kanaya merasa Arkana tidak lebih dari seorang lelaki egois yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Gadis itu seketika melepas tawa getir.

"Kurasa akan lebih baik jika dia sampai mengetahui semua kebusukanmu, biar kau tidak macam-macam lagi dengan wanita lain di luar sini," tegas Naya sedikit memancing, membuat Arkana langsung naik berang.

"Kurang ajar!"

Tak pelak tangan Arkana reflek hendak melayangkan tamparan keras pada wajah Kanaya.

Akan tetapi, gerakan tangannya tertahan di udara saat melihat Kanaya justru dengan berani memasang wajahnya. “Tampar aku! Aku tidak takut!”

"Jaga sikapmu, Naya!"

Arkana menggeram kesal sambil menarik kembali tangannya. Namun, Kanaya terlanjur marah dan tidak takut pada ancaman.

"Sekali buruk, akan selamanya buruk, Arkana!"

Gadis itu muak dengan sikap Arkana yang baru bertemu saja sudah mencipta kesan buruk. Entah apa jadinya jika mereka sampai tinggal satu bumbung selamanya. Bulu kuduk Kanaya sampai bergidik ngeri melihat seringai jahat Arkana.

"Baik, kalau begitu. Bersiaplah untuk menerima perlakuan buruk dariku setiap saat."

Kanaya melongo mendengar ucapan Arkana. Otaknya gerilya, ada kemungkinan Arkana bakal menyeretnya masuk di kehidupan istri pertamanya. Gadis itu mulai susah payah menelan ludah.

"Kau tidak berniat membawaku tinggal di rumahmu, kan?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status