"Chy, kamu main tablet sudah mau satu jam, loh. Sudah dulu, ya, sayang. Nanti dilanjut lagi. Kamu harus bobo siang."
Lova berucap lembut, yang sama sekali tidak dipedulikan Chyara. Anak itu tetap fokus memilihkan gaun cantik untuk barbie di tabletnya."Chy." Lova sampai memelas."Tidak mau!" Chyara membalas jutek."Ayolah, Chy. Nanti mata kamu rusak.""Mata aku tidak rusak!""Sekarang memang tidak, tapi kalau nanti rusak bagaimana?""Aku tidak mau! Aku tidak mau! Aku tidak mau!" Chyara memukul-mukul bantal."Nanti bisa dilanjut lagi. Barbie kamu tidak akan ke mana-mana.""AKU TIDAK MAU!"Lova tertegun. Kenapa Chyara jadi seperti ini lagi setelah dari rumah Sekar? Apa terjadi sesuatu di sana? Atau, Chyara memang berubah sendiri? Lova menghela napas. "Ya sudah. Mama kasih kamu 15 menit. Sepakat?"Chyara membuang muka.Lima belas menit kemudian, Lova kembali lagi. Chyara tidak seRumah Ardhan tidak pernah sepi. Setiap hari pasti ada jeritan dan tangisan Chyara yang terdengar. Ardhan mengambil keputusan dengan menyita tabletnya, juga tidak ada kunjungan ke rumah Sekar dalam minggu ini.Namun, masalah tidak datang hanya dari Chyara. Lova mendadak mendapat telepon dari pihak sekolah. Katanya, Almaira bertengkar dan melukai anak lain. Tidak tanggung-tanggung, dua anak sekaligus.Bagaimana bisa?Saat istirahat, Almaira menjalani aktivitas seperti biasanya. Dia akan pergi ke taman terbuka hijau yang menjadi pemisah antara gedung sekolahnya dan TK Chyara. Almaira pergi sendiri karena Ariana tidak sekolah lantaran sakit.Anak itu baru selesai menghabiskan bekalnya saat dua anak laki-laki kelas 4 berjalan mendekat. Almaira mendongak bersamaan dengan salah satu di antara mereka menarik kerudung Almaira hingga terlepas."Hei!" pekik Almaira. "Kembalikan!"Almaira berusaha merebut kerudungnya, tetapi anak kelas 4 itu mengangkatnya tinggi-tinggi. Almaira tidak sampai."Kemb
"Aku tadi memfitnah Almaira." Xavier memberi tahu Freya.Freya langsung tertarik. "Memfitnah bagaimana?"Xavier menceritakan kronologi kejadian dan kesaksian palsu yang dia katakan.Freya tersenyum senang. Dia langsung memeluk putranya. "Nah, begitu dong. Ini baru anak Mama. Kita harus memberi tahu Tante Sekar soal ini."Xavier sebenarnya merasa bersalah, apalagi saat Almaira menangis. Namun, Freya sangat membenci Lova. Kebencian Freya kepada Lova membuat Xavier terkena imbasnya. Sekarang lihatlah, Freya membanggakan Xavier.Freya menceritakan ulang kejadian itu kepada Sekar. Versi fitnah Xavier tentu saja. Wajah Sekar langsung memerah karena marah. "Anak itu!" Sekar benar-benar geram.Sekar langsung menghubungi Ardhan."Ardhan, tengok kelakuan anak kesayangan kamu! Dia sudah mempermalukan nama keluarga kita!" ucap Sekar berapi-api."Mempermalukan apa sih, Ma?" tanya Ardhan di seberang sana."Maira biki
Sekar berjalan tergesa dengan raut marah. Saat dia sudah sampai di hadapan Lova, wanita tua itu melayangkan tamparan keras di pipi menantu yang tidak ingin diakuinya."Kamu pasti sengaja kan membiarkan Chyara terjatuh? Agar tidak ada lagi yang mendesak Ardhan menikahi Freya. Dasar perempuan licik."Lova memegangi pipinya yang terasa panas dan perih. Sekar belum tahu Almaira yang membuat Chyara terluka. Lebih baik seperti itu."Saya tidak perlu mencelakai Chy karena Mas Ardhan sendiri tidak mau menikahi Mbak Freya," jawab Lova."Kamu masih berani bicara?"Sekar hendak melayangkan tamparan lagi. Namun, Ardhan segera memegang tangan mamanya. Dia menjadi tameng Lova. "Lova benar, Ma. Saya tidak mau menikahi Freya. Lova tidak perlu repot-repot melakukan segala cara untuk menghentikannya.""Kamu tetap membela dia setelah dia gagal menjaga putri kamu?""Saya juga ada di rumah. Saya berada di ruangan yang sama dengan Lova. Artin
Almaira sangat sedih dibenci oleh adiknya sendiri. Akibatnya Almaira tidak bersemangat menjalankan aktivitas apa pun. Dia bahkan tidak ingin pergi ke sekolah. Ah, bagaimana mungkin Almaira betah di sekolah jika teman-teman di kelas menjauhinya, bahkan Ariana?Berita soal Almaira yang menyebabkan Chyara masuk rumah sakit sudah tersebar. Sekarang Almaira dikenal sebagai anak nakal yang kasar. Apalagi beberapa hari yang lalu Almaira juga tersandung kasus."Aku tidak mau lagi jadi teman kamu, Mai. Nanti aku jadi sasaran kenakalan kamu," ucap Ariana yang membuat Almaira sangat patah hati. Bukan hanya itu, Ariana menyuruh Almaira duduk di kursi yang paling belakang. Teman-temannya yang lain menyetujui."Nanti kita cari sekolah yang baru," ucap Ardhan menenangkan saat Almaira mengadu.Namun, Almaira telanjur trauma mendapat tatapan kebencian dari teman-temannya. Sekarang Almaira jadi takut jika ada yang memandang, kecuali Ardhan dan Lova."Sayan
Ardhan sudah membuat keputusan. Namun, dia tetap berdoa meminta petunjuk. Sang Pencipta tahu mana yang terbaik untuknya.Pria itu bangkit dan merapikan sejadah. Dia lalu memandangi tempat tidur yang rapi karena belum ada yang meniduri. Lova masih marah dan memilih bermalam di kamar Almaira. Tidak ada penyambutan saat Ardhan pulang dari rumah Sekar.Dia sendiri beristirahat di ruang kerja. Tidak benar-benar melepas penat karena pikirannya tetap berisik. Hubungan Almaira dan Chyara, ucapan Freya, dan reaksi Lova nantinya. Belum lagi soal pekerjaan. Rasanya Ardhan ingin berhenti dan menunjuk orang lain menggantikan posisinya."Sayang, bangun. Subuh." Suara Lova terdengar dari dalam kamar Almaira.Ardhan sudah akan memegang handel pintu, tetapi dia mengurungkan niatnya. Ardhan belum berani berhadapan dengan Lova untuk membicarakan masalah ini. Akhirnya dia pergi ke masjid tanpa pamit.Pukul 8 pagi, Indira tiba membawa rombongan. Dia langsung
"Saya akan menikahi Freya." Ardhan mengulangi ucapannya.Lova tertegun sejenak, lalu tertawa hambar. "Kemarin Mas yang meminta aku melarang Mas Ardhan menikahi Mbak Freya. Mas juga menyuruh aku bersikap egois. Sekarang justru Mas sendiri yang mengambil keputusan ini."Ardhan menggenggam kedua tangan Lova. "Saya tidak punya cara lain, Love. Saya memikirkan anak-anak. Hanya Freya yang bisa membujuk Chyara memaafkan kakaknya. Freya juga menikah demi Xavier."Lova benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Setelah ucapan manis Ardhan beberapa hari yang lalu, tentu saja Lova kecewa. Perkataan Ardhan yang itu sekarang hanya menjadi omong kosong.Lova beranjak menuju jendela yang memperlihatkan pemandangan halaman belakang. Anak-anak perempuan dan Indira sudah pindah ke gazebo. Sementara Theo dan Xavier masih bergelantungan di pohon mangga.Tatapan Lova terarah kepada kedua putrinya. Almaira duduk di sebelah Chyara. Anak itu menyuapi adiknya man
Dua garis merah. Lova menatap test pack itu dengan pandangan kosong. Dia tidak tahu harus bahagia atau bagaimana. Di tengah kemelut pernikahannya, Lova justru hamil lagi."Mungkin aku memang tidak boleh pergi dari rumah ini." Lova mendesah.Di luar sana, Ardhan menggedor pintu kamar mandi. "Love, bagaimana hasilnya?"Kemarin setelah Lova muntah-muntah, perempuan itu langsung tersadar jika dia telat datang bulan. Belum lagi beberapa hari belakangan, emosinya tidak stabil. Lova segera membeli test pack, kemudian dites esok paginya.Lova membuka pintu."Bagaimana?" tanya Ardhan penasaran.Perempuan itu menyerahkan alat tes kehamilan kepada suaminya. Ardhan sontak melebarkan mata. Senyum lebar tercetak di wajahnya yang semakin dewasa, semakin terlihat berkharisma.Ardhan mengucap syukur. "Saya akan punya anak lagi," ucapnya, lalu memeluk Lova. "Kita akan punya anak lagi, Love."Ardhan sempat ketakutan Lova akan meninggalkannya karena masalah Freya. Mungkin doa Ardhan terkabul agar Lova tet
Pernikahan Ardhan dan Freya mau tidak mau tetap dilaksanakan. Rencana Ardhan membujuk Chyara gagal total. Anak itu justru mengancam tidak akan memaafkan Almaira jika Ardhan tidak jadi menikahi Freya. Almaira yang mendengarnya ikut mendesak Ardhan agar menuruti keinginan Chyara.Sementara Lova masih tidak banyak berkomentar."Kamu tidak akan hadir, Love?" tanya Ardhan yang sudah rapi dengan tuxedo hitamnya.Lova mendengkus, lalu menutup hidung dan mulut. "Aku sudah menandatangani surat persetujuan. Aku tidak perlu ada di sana."Ardhan mengangguk. Dia tidak mungkin memaksa Lova menghadiri pernikahannya dengan perempuan lain. "Saya minta maaf," ucap Ardhan untuk yang ke sekian kali."Sudah, Mas pergi sana. Nanti terlambat.""Iya. Almaira saya ajak. Dia ingin ikut."Lova tersenyum getir. Anak itu juga bahagia dengan pernikahan ini. "Aku ingin melihat Almaira."Sejak bangun tidur Lova mual-mual terus. Dia tidak sempa