Karena keadaan Bintang sudah mulai membaik, dia pun diizinkan pulang. Tak sedikitpun Raya meninggalkan Bintang, padahal hari ada jadwal kuliah. Tanpa peduli, Raya mengabaikan kuliahnya demi bisa menemani Bintang. Namun, berbeda dengan Kala yang awalnya ingin mengosongkan jadwal, tetapi dia harus segera ke kantor karena ada sesuatu yang harus ditanganinya. Terpaksa setelah mengantar Bintang pulang, Kala langsung menuju ke kantor.
“Ray, aku titip Bintang. Kalau ada sesuatu segera hubungi aku!” ujarnya sebelum berlalu.“Iya, Mas.” Raya mengangguk pelan. Sesaat mobil itu pun meluncur meninggalkan halaman rumah. Lagi-lagi ada rasa sakit di ulu hatinya.“Sabar Ray,” ucapnya untuk menguatkan diri.Setelah menikah, Raya memutuskan fokus pada rumah tangganya, sekalipun dia tak dianggap oleh Kala. Jika biasanya Raya akan menghabiskan waktu senggangnya untuk jalan ke mall bersama dengan temannya, kini hanya digunakan untuk membersihkan rumah dan sekedar masak. Entah rasanya sudah tidak tertarik lagi untuk gabung bersama dengan teman-temannya.“Bintang mau makan apa biar Mama masakin?” tanya Raya pada Bintang yang sedang menonton televisi.“Terserah Mama aja,” jawab Bintang pasrah.“Lho, kok terserah Mama, sih? Kan Bintang yang mau makan.”“Tapi Bintang enggak selera makan, Ma.”Raya paham akan apa yang dirasakan oleh Bintang. Memang saat sakit rasanya tidak berselera untuk makan apa-apa.“Mama masakin sup bakso ya? Bintang mau kan?”Raya tahu jika sup bakso adalah sayur kesukaan Bintang, karena beberapa jam yang lalu Kala memberitahu makanan apa yang tidak boleh dimakan oleh Bintang serta makanan kesukaannya.“Sup bakso?” cicit Bintang sambil menelan ludahnya. “Iya, Bintang suka.”“Ya udah, Bintang tunggu di sini dulu, Mama mau masak. Oke!”“Oke, Ma.”Raya langsung bergegas menuju dapur dan segera meracik bahan akan dimasaknya. Meskipun masakan tak seenak masakan mendiang kakaknya, tetapi Raya tidak berkecil hati. Bisa menyiapkan masakan yang bisa dimakan oleh Bintang saja sudah merasa sangat bersyukur.Selesai menyiapkan masakannya, Raya menghampiri Bintang dan mengajaknya untuk makan siang.“Ma, hape Mama tadi bunyi,” ucap Bintang.“Oh iya?” Raya menautkan kedua alisnya kemudian meraih ponsel yang berada di atas meja. Dilihatnya beberapa pesan dari Mozie dan juga Caca, sahabat baiknya. Keduanya menanyakan mengapa Raya tidak kuliah dan memberitahu jika ada tugas dari dosen mereka. Karena saat ini Raya sedang ingin mengajak Bintang makan, dia pun mengabaikan pesan yang masuk dan berniat membalasnya nanti saat Bintang sudah tidur.“Siapa, Ma?” tanya Bintang ingin tahu.“Oh ini dari teman Mama.”“Om Randy?” tebak Bintang.“Bukan, Sayang. Ini teman Mama perempuan. Namanya aunty Mozie sama aunty Caca. Kapan-kapan Mama kenalin sama aunty-aunty cantik itu, tapi sekarang makan dulu ya, biar cepat sembuh,” bujuk Raya.“Tapi Bintang belum lapar, Ma.”“Yah … Mama jadi sedih, deh. Udah masak tapi Bintang enggak mau makan.” Raya berpura-pura sedih untuk mengambil hati Bintang.Bocah polos itu tentu tidak ingin membuat Raya bersedih. Dengan cepat dia pun turun dari tempat duduknya dan menarik pelan tangan Raya untuk menuju ke meja makan. “Ayo, Ma. Bintang mau makan.”Raya menyunggingkan senyum di bibirnya manakal berhasil membuat Bintang mau makan. “Ayo!”***Hampir satu hari Raya menemui Bintang. Meskipun dinyatakan sudah membaik, tetapi Bintang enggan untuk ditinggal oleh Raya. Baru ditinggal ke kamar mandi saja Bintang sudah memanggilnya. Mungkin saat ini Bintang sedang merindukan sosok ibu untuk memeluk dan memanjakannya.Sudah pukul sembilan malam, tetapi belum ada tanda-tanda Kala pulang. Bahkan dalam satu hari ini pria itu sama sekali tidak menghubunginya. Padahal Kala tahu jika keadaan Bintang masih belum pulih sepenuhnya.“Sesibuk apa sih pekerjaan mas Kala, sampai-sampai dia harus pulang larut terus?”Raya mondar-mandir menunggu mobil Kala. Namun, sayangnya hampir satu jam tak ada tanda-tanda mobil itu datang. Dengan rasa lelah, Raya pun memutuskan untuk tidur karena sudah tidak sanggup menahan rasa kantuknya.Rasanya memang sakit ketika harus menikah dengan orang yang sama sekali tidak mencintainya. Bahkan yang lebih parah keduanya tidak tidur dalam satu kamar, meskipun telah sah menjadi pasangan suami istri.Di sisi lain, Kala terpaksa lembur lagi karena harus segera menyelesaikan agenda akhir tahunnya. Kepala terasa pusing, karena pekerjaan yang tak kunjung selesai. Ditambah lagi kemarin dia kurang tidur karena harus menunggu Bintang di rumah sakit.Detik kemudian Kala menyadari jika dalam satu hari ini dia belum mendapatkan kabar tentang Bintang. Entah bagaimana keadaan anaknya setelah pulang dari rumah sakit. Dengan cepat Kala mengambil ponsel dan mencari nama Raya. Namun, saat ingin menelpon Kala mengurungkan niatnya. Sudah pukul sebelas malam. Kala yakin jika Raya telah tidur.“Kenapa Raya tidak mengirim pesan apa-apa tentang Bintang ya? Apakah Bintang sudah membaik?”Saat pikiran sedang terarah pada Raya, tiba-tiba sebuah ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Kala sendiri heran mengapa masih ada karyawan yang belum pulang. Setelah mengucapkan kata masuk muncullah sosok Maya dengan secangkir kopi di tangannya.“Maaf Pak, saya mengganggu,” ujarnya yang terus berjalan mendekat. “Ini kopi untuk Anda, Pak.”Kala mendongak memperhatikan Maya yang tengah meletakkan kopi untuknya, padahal Kala sama sekali tidak memintanya."Kenapa kamu belum pulang?” tanyanya."Emm … saya masih mempunyai pekerjaan yang harus saya selesaikan, Pak. Dan tidak sengaja melihat bapak juga belum pulang, akhirnya saya berinisiatif untuk kopi. Apakah bapak sudah mau pulang?”Kala menghela napas kasarnya. “Iya, aku mau pulang. Maaf, aku tidak bisa meminum kopinya.”“Ah, tidak apa-apa, Pak. Kebetulan saya juga mau pulang. Emm … bagaimana kalau kita pulang pulang bersama. Ah, maksud saya turun ke parkiran bersama,” tawar Maya.“Kamu duluan aja, aku ada sedikit pekerjaan yang harus diselesaikan,” ujar Kala.Dengan anggukan pelan, Maya pun langsung undur diri meninggalkan ruangan Kala dengan rasa tidak puas. Tangannya mengepal, karena rencana untuk mendekati Kala lebih dalam ternyata gagal total.“Tidak apa-apa jika hari ini aku gagal, tapi akan aku pastikan jika next time tidak akan gagal lagi,” ujar Maya sambil menutup pintu ruangan Kala.Setelah menyelesaikan pekerjaannya Kala pun langsung meninggalkan kantor. Saat dilihat ternyata waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam. Rasa tubuhnya sudah sangat, tetapi dia harus menyetir mobil sampai ke rumah. Helaan napas pun terdengar begitu berat.Namun, saat Kala baru ingin membuka pintu mobil tiba-tiba sosok Maya datang mengagetkan dirinya.“Pak Kala mau pulang?”Kala langsung menoleh kebelakang. “Maya,” ucapnya dengan pelan.“Saya lihat Pak Kala seperti sedang lelah. Jika tidak keberatan saya bisa mengantarkan Pak Kala pulang. Saya hanya takut terjadi sesuatu dengan Bapak.”Sejenak Kala terdiam. Tidak dipungkiri jika saat ini tubuhnya sudah sangat lelah. Sepertinya tidak ada yang salah jika Maya mengantarkannya pulang. Sebagai imbalan, Kala akan memberikan bonus insentif kepada Maya.“Sepertinya itu bukan itu yang buruk. Baiklah, aku tidak keberatan jika kamu mengantarkan aku pulang. Sebagai emailnya aku akan memberikan bonus insentif kepada. Kirimkan saja nomor rekening,” ujar Kala."Ah, enggak repot-repot, Pak. Saya ikhlas kok.”“Tidak. Aku tidak mau berhutang budi kepadamu!”Maya pun tersenyum kecil ketika Kala menyerahkan sebuah kunci mobil kepada dirinya. Namun, tiba-tiba senyum itu luntur kalah membuka pintu belakang.“Lho, Pak Kala duduk di belakang?” tanyanya dengan heran.“Iya. Aku tidak mau kelak terjadi kesalahpahaman di antara kita,” pungkas Kala.Meskipun sudah bisa berada dalam mobil yang sama tetap saja Maya bisa menarik Kala, karena pria itu memilih untuk duduk di belakang dan sibuk dengan ponselnya sendiri. Saat diajak berbicara pun Kala malah mengingatkan jika Maya harus tetap fokus dengan setir kemudian. Rasa kesal pun sudah mencapai puncak ubun-ubun.'Sial! Ternyata usahaku sia-sia lagi. Ku pikir setelah bisa satu mobil dengannya, Pak Kala akan sedikit terbuka padaku. Minimal memuji diriku yang telah membawanya pulang. Ini malah asyik dengan ponselnya sendiri' gerutu Maya dalam hatiTak terasa waktu tiga puluh menit rasanya seperti tiga menit. Mobil yang dikemudikan oleh Maya pun telah sampai di perumahan milik Kala.“May, sebelumnya terima kasih karena telah mengantarku pulang. Setelah ini kamu akan diantar oleh pak Agus,” ucap Kala yang sudah bersiap untuk turun dari mobil."Emm … gak usah, Pak. Saya naik taksi aja.”“Tidak! Itu terlalu bahaya untukmu karena ini sudah malam.”Kenapa enggak suruh bawa mobil ini pulang
Sepeninggal istri dan ibunya, Kala langsung mengemas semua perlengkapan Raya yang ada di kamar Bintang. Dia tidak ingin ibunya tahu jika selama ini dia dan Raya tidak tidur satu ranjang. Karena perlengkapan orang yang tidak banyak, Kala tidak membutuhkan waktu lama untuk mengemasnya.“Untung aja barang-barang Raya enggak banyak, jadi bisa ku atasi sendiri,” ujar Kala setelah selesai memindahkan perlengkapan Raya ke kamarnya.Saat dilihat, waktu pun telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Sudah sangat terlambat untuk jam masuk kantor, tetapi Kala harus tetap berangkat. Namun, Kala tetap berangkat karena bagaimanapun dia harus bekerja.Disisi lain ibu mertuanya begitu bersemangat setelah sampai di pusat perbelanjaan. Jika niatnya hanya ingin membeli perlengkapan dapur, tetapi wanita tengah baya itu memutuskan untuk mengajak Raya mengelilingi toko pakaian. Jiwa shoppingnya telah meronta, terlihat saat matanya melihat tulisan diskon 90%.“Ra, setelah ini apa rencanamu?” tanya ibu mertuany
Malam ini adalah malam pertama Raya tidur satu kamar dengan Kala, karena saat ini ibu mertuanya sedang menginap di rumahnya. Rasanya sangat gugup ketika hendak naik keatas tempat tidur, karena sebelumnya Kala sudah mengatakan jika tidak bisa tidur satu ranjang dengannya. Helaan napas panjang pun terdengar begitu berat dan pada akhirnya Raya memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di sebuah sofa.“Huft ... gini amet sih nikah sama orang yang belum bisa move on dari masa lalunya,” gerutu Raya.Tak berapa lama sosok Kala muncul dari balik pintu. Pria itu sempat terkejut saat melihat keberadaan Raya di dalam kamarnya. Saat ingin menegurnya, Kala pun langsung teringat jika saat ini ibunya sedang menginap di rumahnya.“Belum tidur?” tanya Kala saat melihat Raya masih memainkan ponselnya.Mendengar pernyataan dari Kala membuat jantung Raya semakin berdegup dengan sangat kencang. Bagaimana mau tidur jika Kala saja tidak mau berada satu ranjang dengannya. Susah payah Raya menelan kasar salivanya
“Kala, ibu mohon. Semua ini demi Bintang. Bintang butuh sosok ibu di sampingnya.”Entah sudah berapa puluh kali sang ibu terus mendesak Kala untuk segera menikah lagi. Ibunya ingin sang cucu tetap harus mendapatkan kasih sayang dari sosok ibu, sekalipun hanya ibu tiri.Kala membuang napas kasarnya. Setelah sang istri meninggal satu tahun yang lalu, tak sedikitpun dia berniat untuk mencari penggantinya. Cinta untuk mendiang istrinya terlalu mendalam hingga tak ada satu orang pun yang bisa menggantikannya.“Tapi kenapa harus dengan Raya, Bu? Raya itu adiknya Naya, mamanya Bintang.” protes Kala.“Justru karena Raya adalah adik dari mendiang istri kamu jadi Ibu sangat percaya jika dia bisa merawat Bintang dengan penuh cinta. Ibu tidak mau Bintang jatuh di tangan orang yang salah. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya!” tegas ibunya Kala.“Tapi Bu .... ”“Tidak ada tapi-tapian, Kala. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya secepatnya agar Bintang bisa mempunyai mama dan bisa merasakan ka
Karena menikah tanpa cinta, Raya harus pasrah saat Kala enggan untuk tidur satu ranjang dengannya. Kala memilih untuk tidur di sofa, sementara Raya dan Bintang tidur di kasur.Baru saja ingin terlelap, Raya merasakan ada yang menguntungkan tubuhnya. Perlahan Raya mengerjapkan mata untuk memastikan apa itu mimpi atau bukan. Dan saat dilihat, ternyata Bintang lah yang mengguncangkan tubuhnya. Dengan cepat Raya langsung bangun.“Bintang, kamu kenapa? Mimpi buruk?” tanya Raya sedikit panik.Bintang menggeleng pelan. “Bintang mau pipis, Ma.”Deg.Raya terdiam untuk sesaat ketika Bintang memanggil dengan sebutan ma. Ada rasa aneh yang menjalar keseluruhan tubuhnya karena biasanya Bintang memanggil aunty.“Mau pipis, ya? Ya udah ayo ke kamar mandi.” Raya pun langsung mengangkat tubuh Bintang dan menuntunnya menuju ke kamar mandi. Dengan telaten Raya membantu bocah empat tahun ini untuk melepaskan celananya.“Bintang bisa pipis sendiri. Mama nunggu di luar aja!”“Lho, kenapa?” tanya Raya den
Raya mencoba terbiasa dengan sifat Kala yang tiba-tiba menjadi dingin setelah keduanya menikah. Bahkan akhir-akhir ini keduanya hanya bertemu saat sarapan saja, karena Kala harus menyelesaikan pekerjaannya di kantor.“Ray apakah ada kendala sehingga kamu belum mendapatkan ART?” tanya Kala ketika mereka duduk di meja makan.Raya sengaja tidak mencari ART, karena dia bisa menangani pekerjaan rumah. Bagi Raya memasak dan membersihkan rumah adalah hal yang sering dilakukannya.“Enggak ada, Mas. Kayaknya aku enggak mau pakai ART dulu deh. Kalau cuma masak dan beresin rumah aku bisa mengatasinya. Untuk masalah baju kotor kita laundry aja. Gimana?”Kala mengangguk pelan. “Baiklah terserah kamu aja yang penting aku udah nyuruh kamu untuk cari ART. Oh iya, nanti kamu enggak usah masak, karena aku akan pulang malam,” ujarnya.“Iya, Mas.”Tak berapa lama Bintang datang sambil menyeret tas sekolahnya. Bocah yang sudah terbiasa untuk bersiap-siap sendiri itu menolak tawaran Raya ketika ingin diban
Kali ini Bintang sangat puas menikmati es krim sesuai dengan keinginannya, karena selama Kala tidak pernah memberikan es krim bentuk apapun pada Bintang.“Kamu suka?”Bintang mengangguk dengan pelan. Meskipun dia ingat akan larangan yang diberikan oleh papanya, tetapi tak bisa ditolak olehnya. Sudah sangat lama Bintang sangat menginginkan es krim dan ketika ada kesempatan dia tak ingin menyia-nyiakan.“Ma, nanti jangan bilang sama papa kalau Bintang makan es krim ya,” ucap Bintang sambil terus menji.lati es krim yang di dipegangnya.“Oke.”Raya sama sekali tidak terpikir untuk bertanya alasan Bintang melarangnya bercerita pada Kala, karena matanya telah teralihkan pada sosok yang kini mendekat ke mejanya.“Udah lama?” tanya Randy yang kemudian menarik kursi di depan Raya.“Belum.”Kedua alis Randy menaut saat menatap Bintang yang asyik menikmati es krimnya. “Dia siapa, Ra?” tanyanya.“Dia anak aku.”“Hah?! Enggak lucu!”“Aku serius, Ran. Ini Bintang anaknya mas Kala yang berarti anak
Sesampainya di rumah sakit, Kala mengacak kasar rambutnya ketika telah mengetahui penyebab Bintang demam tinggi. Itu karena Bintang makan es krim yang selama ini menjadi pantangannya. Bintang memang alergi dengan es krim sehingga Kala tak pernah memberi larangan keras untuk tidak makan es krim.“Ray, kenapa kamu kasih Bintang es krim? Bintang itu alergi sama es krim!” sentak Kala pada Raya.Raya hanya mampu terdiam tanpa kata, karena dia benar-benar tidak tahu jika Bintang alergi dengan es krim. Melihat Kala yang marah membuatnya sangat takut. Bahkan untuk mengucap kata maaf saja bibirnya terasa kelu.“Gak ada gunanya aku nikahi kamu yang katanya bisa jaga Bintang dengan baik, tapi buktinya malah bikin Bintang sakit kayak gini. Lihatlah akibat kecerobohan kamu, Bintang harus menahan rasa sakit,” ujar Kala lagi.Kedua mata Raya terasa sangat panas. Tanpa disadari air matanya jatuh membasahi pipi. Dengan cepat Raya langsung menyekanya.“Inilah alasan mengapa aku tidak tertarik untuk men
Malam ini adalah malam pertama Raya tidur satu kamar dengan Kala, karena saat ini ibu mertuanya sedang menginap di rumahnya. Rasanya sangat gugup ketika hendak naik keatas tempat tidur, karena sebelumnya Kala sudah mengatakan jika tidak bisa tidur satu ranjang dengannya. Helaan napas panjang pun terdengar begitu berat dan pada akhirnya Raya memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di sebuah sofa.“Huft ... gini amet sih nikah sama orang yang belum bisa move on dari masa lalunya,” gerutu Raya.Tak berapa lama sosok Kala muncul dari balik pintu. Pria itu sempat terkejut saat melihat keberadaan Raya di dalam kamarnya. Saat ingin menegurnya, Kala pun langsung teringat jika saat ini ibunya sedang menginap di rumahnya.“Belum tidur?” tanya Kala saat melihat Raya masih memainkan ponselnya.Mendengar pernyataan dari Kala membuat jantung Raya semakin berdegup dengan sangat kencang. Bagaimana mau tidur jika Kala saja tidak mau berada satu ranjang dengannya. Susah payah Raya menelan kasar salivanya
Sepeninggal istri dan ibunya, Kala langsung mengemas semua perlengkapan Raya yang ada di kamar Bintang. Dia tidak ingin ibunya tahu jika selama ini dia dan Raya tidak tidur satu ranjang. Karena perlengkapan orang yang tidak banyak, Kala tidak membutuhkan waktu lama untuk mengemasnya.“Untung aja barang-barang Raya enggak banyak, jadi bisa ku atasi sendiri,” ujar Kala setelah selesai memindahkan perlengkapan Raya ke kamarnya.Saat dilihat, waktu pun telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Sudah sangat terlambat untuk jam masuk kantor, tetapi Kala harus tetap berangkat. Namun, Kala tetap berangkat karena bagaimanapun dia harus bekerja.Disisi lain ibu mertuanya begitu bersemangat setelah sampai di pusat perbelanjaan. Jika niatnya hanya ingin membeli perlengkapan dapur, tetapi wanita tengah baya itu memutuskan untuk mengajak Raya mengelilingi toko pakaian. Jiwa shoppingnya telah meronta, terlihat saat matanya melihat tulisan diskon 90%.“Ra, setelah ini apa rencanamu?” tanya ibu mertuany
Meskipun sudah bisa berada dalam mobil yang sama tetap saja Maya bisa menarik Kala, karena pria itu memilih untuk duduk di belakang dan sibuk dengan ponselnya sendiri. Saat diajak berbicara pun Kala malah mengingatkan jika Maya harus tetap fokus dengan setir kemudian. Rasa kesal pun sudah mencapai puncak ubun-ubun.'Sial! Ternyata usahaku sia-sia lagi. Ku pikir setelah bisa satu mobil dengannya, Pak Kala akan sedikit terbuka padaku. Minimal memuji diriku yang telah membawanya pulang. Ini malah asyik dengan ponselnya sendiri' gerutu Maya dalam hatiTak terasa waktu tiga puluh menit rasanya seperti tiga menit. Mobil yang dikemudikan oleh Maya pun telah sampai di perumahan milik Kala.“May, sebelumnya terima kasih karena telah mengantarku pulang. Setelah ini kamu akan diantar oleh pak Agus,” ucap Kala yang sudah bersiap untuk turun dari mobil."Emm … gak usah, Pak. Saya naik taksi aja.”“Tidak! Itu terlalu bahaya untukmu karena ini sudah malam.”Kenapa enggak suruh bawa mobil ini pulang
Karena keadaan Bintang sudah mulai membaik, dia pun diizinkan pulang. Tak sedikitpun Raya meninggalkan Bintang, padahal hari ada jadwal kuliah. Tanpa peduli, Raya mengabaikan kuliahnya demi bisa menemani Bintang. Namun, berbeda dengan Kala yang awalnya ingin mengosongkan jadwal, tetapi dia harus segera ke kantor karena ada sesuatu yang harus ditanganinya. Terpaksa setelah mengantar Bintang pulang, Kala langsung menuju ke kantor.“Ray, aku titip Bintang. Kalau ada sesuatu segera hubungi aku!” ujarnya sebelum berlalu.“Iya, Mas.” Raya mengangguk pelan. Sesaat mobil itu pun meluncur meninggalkan halaman rumah. Lagi-lagi ada rasa sakit di ulu hatinya.“Sabar Ray,” ucapnya untuk menguatkan diri.Setelah menikah, Raya memutuskan fokus pada rumah tangganya, sekalipun dia tak dianggap oleh Kala. Jika biasanya Raya akan menghabiskan waktu senggangnya untuk jalan ke mall bersama dengan temannya, kini hanya digunakan untuk membersihkan rumah dan sekedar masak. Entah rasanya sudah tidak tertarik l
Sesampainya di rumah sakit, Kala mengacak kasar rambutnya ketika telah mengetahui penyebab Bintang demam tinggi. Itu karena Bintang makan es krim yang selama ini menjadi pantangannya. Bintang memang alergi dengan es krim sehingga Kala tak pernah memberi larangan keras untuk tidak makan es krim.“Ray, kenapa kamu kasih Bintang es krim? Bintang itu alergi sama es krim!” sentak Kala pada Raya.Raya hanya mampu terdiam tanpa kata, karena dia benar-benar tidak tahu jika Bintang alergi dengan es krim. Melihat Kala yang marah membuatnya sangat takut. Bahkan untuk mengucap kata maaf saja bibirnya terasa kelu.“Gak ada gunanya aku nikahi kamu yang katanya bisa jaga Bintang dengan baik, tapi buktinya malah bikin Bintang sakit kayak gini. Lihatlah akibat kecerobohan kamu, Bintang harus menahan rasa sakit,” ujar Kala lagi.Kedua mata Raya terasa sangat panas. Tanpa disadari air matanya jatuh membasahi pipi. Dengan cepat Raya langsung menyekanya.“Inilah alasan mengapa aku tidak tertarik untuk men
Kali ini Bintang sangat puas menikmati es krim sesuai dengan keinginannya, karena selama Kala tidak pernah memberikan es krim bentuk apapun pada Bintang.“Kamu suka?”Bintang mengangguk dengan pelan. Meskipun dia ingat akan larangan yang diberikan oleh papanya, tetapi tak bisa ditolak olehnya. Sudah sangat lama Bintang sangat menginginkan es krim dan ketika ada kesempatan dia tak ingin menyia-nyiakan.“Ma, nanti jangan bilang sama papa kalau Bintang makan es krim ya,” ucap Bintang sambil terus menji.lati es krim yang di dipegangnya.“Oke.”Raya sama sekali tidak terpikir untuk bertanya alasan Bintang melarangnya bercerita pada Kala, karena matanya telah teralihkan pada sosok yang kini mendekat ke mejanya.“Udah lama?” tanya Randy yang kemudian menarik kursi di depan Raya.“Belum.”Kedua alis Randy menaut saat menatap Bintang yang asyik menikmati es krimnya. “Dia siapa, Ra?” tanyanya.“Dia anak aku.”“Hah?! Enggak lucu!”“Aku serius, Ran. Ini Bintang anaknya mas Kala yang berarti anak
Raya mencoba terbiasa dengan sifat Kala yang tiba-tiba menjadi dingin setelah keduanya menikah. Bahkan akhir-akhir ini keduanya hanya bertemu saat sarapan saja, karena Kala harus menyelesaikan pekerjaannya di kantor.“Ray apakah ada kendala sehingga kamu belum mendapatkan ART?” tanya Kala ketika mereka duduk di meja makan.Raya sengaja tidak mencari ART, karena dia bisa menangani pekerjaan rumah. Bagi Raya memasak dan membersihkan rumah adalah hal yang sering dilakukannya.“Enggak ada, Mas. Kayaknya aku enggak mau pakai ART dulu deh. Kalau cuma masak dan beresin rumah aku bisa mengatasinya. Untuk masalah baju kotor kita laundry aja. Gimana?”Kala mengangguk pelan. “Baiklah terserah kamu aja yang penting aku udah nyuruh kamu untuk cari ART. Oh iya, nanti kamu enggak usah masak, karena aku akan pulang malam,” ujarnya.“Iya, Mas.”Tak berapa lama Bintang datang sambil menyeret tas sekolahnya. Bocah yang sudah terbiasa untuk bersiap-siap sendiri itu menolak tawaran Raya ketika ingin diban
Karena menikah tanpa cinta, Raya harus pasrah saat Kala enggan untuk tidur satu ranjang dengannya. Kala memilih untuk tidur di sofa, sementara Raya dan Bintang tidur di kasur.Baru saja ingin terlelap, Raya merasakan ada yang menguntungkan tubuhnya. Perlahan Raya mengerjapkan mata untuk memastikan apa itu mimpi atau bukan. Dan saat dilihat, ternyata Bintang lah yang mengguncangkan tubuhnya. Dengan cepat Raya langsung bangun.“Bintang, kamu kenapa? Mimpi buruk?” tanya Raya sedikit panik.Bintang menggeleng pelan. “Bintang mau pipis, Ma.”Deg.Raya terdiam untuk sesaat ketika Bintang memanggil dengan sebutan ma. Ada rasa aneh yang menjalar keseluruhan tubuhnya karena biasanya Bintang memanggil aunty.“Mau pipis, ya? Ya udah ayo ke kamar mandi.” Raya pun langsung mengangkat tubuh Bintang dan menuntunnya menuju ke kamar mandi. Dengan telaten Raya membantu bocah empat tahun ini untuk melepaskan celananya.“Bintang bisa pipis sendiri. Mama nunggu di luar aja!”“Lho, kenapa?” tanya Raya den
“Kala, ibu mohon. Semua ini demi Bintang. Bintang butuh sosok ibu di sampingnya.”Entah sudah berapa puluh kali sang ibu terus mendesak Kala untuk segera menikah lagi. Ibunya ingin sang cucu tetap harus mendapatkan kasih sayang dari sosok ibu, sekalipun hanya ibu tiri.Kala membuang napas kasarnya. Setelah sang istri meninggal satu tahun yang lalu, tak sedikitpun dia berniat untuk mencari penggantinya. Cinta untuk mendiang istrinya terlalu mendalam hingga tak ada satu orang pun yang bisa menggantikannya.“Tapi kenapa harus dengan Raya, Bu? Raya itu adiknya Naya, mamanya Bintang.” protes Kala.“Justru karena Raya adalah adik dari mendiang istri kamu jadi Ibu sangat percaya jika dia bisa merawat Bintang dengan penuh cinta. Ibu tidak mau Bintang jatuh di tangan orang yang salah. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya!” tegas ibunya Kala.“Tapi Bu .... ”“Tidak ada tapi-tapian, Kala. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya secepatnya agar Bintang bisa mempunyai mama dan bisa merasakan ka