Karena menikah tanpa cinta, Raya harus pasrah saat Kala enggan untuk tidur satu ranjang dengannya. Kala memilih untuk tidur di sofa, sementara Raya dan Bintang tidur di kasur.
Baru saja ingin terlelap, Raya merasakan ada yang menguntungkan tubuhnya. Perlahan Raya mengerjapkan mata untuk memastikan apa itu mimpi atau bukan. Dan saat dilihat, ternyata Bintang lah yang mengguncangkan tubuhnya. Dengan cepat Raya langsung bangun.“Bintang, kamu kenapa? Mimpi buruk?” tanya Raya sedikit panik.Bintang menggeleng pelan. “Bintang mau pipis, Ma.”Deg.Raya terdiam untuk sesaat ketika Bintang memanggil dengan sebutan ma. Ada rasa aneh yang menjalar keseluruhan tubuhnya karena biasanya Bintang memanggil aunty.“Mau pipis, ya? Ya udah ayo ke kamar mandi.” Raya pun langsung mengangkat tubuh Bintang dan menuntunnya menuju ke kamar mandi. Dengan telaten Raya membantu bocah empat tahun ini untuk melepaskan celananya.“Bintang bisa pipis sendiri. Mama nunggu di luar aja!”“Lho, kenapa?” tanya Raya dengan heran.“Kata nenek Bintang udah besar, jadi harus punya rasa malu,” jelas Bintang dengan polos.“Oh, gitu ya. Baiklah, Mama akan menunggu di luar. Nanti kalau udah selesai panggil Mama, ya.”“Siap Mama Raya.”Sambil menunggu Bintang berada di dalam kamar mandi, ternyata Raya memperhatikan Kala yang sudah terlelap di sebuah sofa. Ada rasa kasihan pada pria itu, tetapi Raya tidak bisa memaksanya untuk tidur bersama dalam satu ranjang.Tak lama kemudian pun Bintang membuka pintu kamar mandi dan tersenyum ke arah Raya. “Bintang udah selesai, Ma.”“Wah, ternyata anak mama udah pintar pakai celana sendiri ya?” puji Raya saat melihat celana Bintang telah dipasang. "Ya udah, ayo bobok lagi, masih malem.”Bintang pun mengangguk dengan pelan dan mengikuti langkah Raya untuk kembali ke tempat tidur. Namun, tiba-tiba bintang menghentikan langkahnya saat tak sengaja melihat papanya tidur di sofa.“Kenapa papa tidur di sofa?” tanya Bintang dengan heran.Mata Raya pun ikut melihat ke arah sofa dimana Kala berada. Bibirnya terasa berat untuk memberikan sebuah jawaban kepada Bintang. Namun, siapa yang menyangka jika Bintang langsung berlari kecil ke arah sofa.“Pa ... kenapa Papa tidur disini. Ayo tidur di tempat tidur.” Bintang menggoyangkan tubuh Kala. Seketika Kala pun mengerjap pelan.“Pa ... kenapa Papa tidur di sini?” ulang Bintang lagi.Kala masih terdiam tanpa sebuah jawaban. Sorot mata tajamnya menatap ke arah Raya yang berdiri di belakang Bintang. Seolah dia ingin menyalahkan Raya karena Bintang mengetahui jika dia tidur di sofa.Ditatap dengan sorot mata tajam, Raya langsung menelan kasar salivanya. Jika kemarin-kemarin dia tidak pernah merasa takut dengan tatapan Kala, tetapi tidak dengan saat ini.“Bintang, papa kamu lagi capek. Biarkan papa tidur di sofa dan kita juga kembali ke kasur ya,” bujuk Raya pada Bintang.“Bukanya tidur di sofa itu enggak enak ya? Bintang pernah dengar dari kakek kalau tidur di sofa badannya bisa sakit semua.”Hening tanpa kata, tetapi pasangan suami istri itu hanya saling bersitatap. Raya merasa jika dia telah salah memberikan sebuah jawaban untuk Bintang yang ternyata lebih pintar darinya.“Baiklah, ayo kita tidur di kasur.”Bola mata Raya membulat dengan lebar saat Kala menyetujui permintaan Bintang. Bahkan Kala langsung menggendong Bintang menuju tempat tidur.“Mama ayo sini!” teriak Bintang ketika melihat Raya masih membeku di tempat."Iya,” ucapnya sambil melangkah dengan ragu.“Tidak usah berpikir yang macam-macam karena aku tidak tertarik dengan tubuhmu,” ucap Kala dengan ketus.Raya tersenyum getir. Sedikitpun tak ada pikiran yang aneh-aneh, karena dia sadar jika pernikahan ini terjadi hanya untuk satu tujuan, yaitu kebahagiaan Bintang.Layaknya sebuah keluarga kecil, satu ranjang berisi tiga orang dimana Bintang berada ditengah-tengahnya. Hampir sepanjang malam tangan Bintang menindih perut Raya. Meskipun sering tidur bersama dengan, tetapi ini adalah kali pertama Bintang bisa tidur bertiga dengan Raya dan juga papanya.****Dua hari pun berlalu.Kala merasa tidak nyaman tinggal satu atap dengan mertuanya pun memutuskan membawa Raya pulang ke rumahnya. Sebagai orang tua ayah dan ibu Raya tidak keberatan dengan keputusan Kala yang akan membawa Raya ke rumahnya. Ayah dan ibu Raya paham jika anak dan menantunya pasti membutuhkan sebuah privasi sendiri.“Ray, seperti yang aku katakan sebelumnya bahwa aku tidak bisa menggantikan sosok Naya di dalam hidupku. Maka dari itu aku tidak bisa tidur satu kamar denganmu. Kamu tidurlah dengan Bintang. Kamar Bintang cukup luas kok,” ujar Kala setelah sampai di rumahnya.Raya memaksakan senyumnya, sekalipun ada rasa nyeri di dalam hatinya. “Iya, enggak apa-apa, Mas. Aku ngerti kok.”“Syukurlah kalau begitu. Tapi disini aku belum mempekerjakan ART, jadi aku serahkan masalah itu sama kamu. Kamu cari ART yang benar-benar bertanggung jawab.”Kepala Raya mengangguk pelan. “Baiklah, besok aku akan ke yayasan untuk mencari ART.”Tanpa kata lagi, Kala pun langsung menyeret koper Raya untuk ke kamar Bintang. Jujur, meskipun dia telah menikahi Raya tetapi dia belum ikhlas untuk tidur satu ranjang terlebih hanya berdua saja. Kala adalah pria normal, dia tidak ingin hilang kendali, karena pernikahannya tak ada sedikitpun rasa cinta.“Kalau membutuhkan sesuatu kamu bilang aja. Mungkin besok aku akan mengisi kamar ini dengan keperluanmu.”Dengan cepat Raya menolak. “Ah ... gak usah, Mas. Aku enggak butuh apa-apa. Bisa menjaga dan merawat Bintang saja itu sudah cukup.”“Tidak bisa. Sekalipun kamu menolak, tetapi aku akan tetap memenuhi semua kebutuhanmu.”Dasar pemaksaan! Ya udah, nikmati ajalah hidup di biayai suami. Raya menarik dua garis simpul bibirnya."Apakah ada yang salah?” tanya Kala heran karena dia menangkap senyum kecil di bibir Raya. Dengan cepat Raya dibuat salah tingkah. Ternyata Kala begitu cermat memperhatikannya.“Enggak! Enggak ada yang salah kok, Mas. Ya udah aku masuk dulu ya.” Akhirnya Raya memutuskan untuk masuk ke dalam kamar karena tak ingin diperhatikan lebih jelas lagi jika saat ini dia sedang salah tingkah.“Huh, gini amet sih rasanya punya suami.” Raya menghela napas panjang sambil menutup pintu kamar dengan rapat. Degup jantungnya masih berdetak dengan kencang, seolah dia sedang jatuh cinta.Cinta?Seketika Raya teringat pada Rendy, pria yang selama dua tahun terakhir menjalin cinta dengannya. Raya teringat jika sampai detik ini dia belum mengakhiri hubungannya dengan Rendy."Astaga ... Rendy.” Raya menutup rapat mulutnya dengan kedua telapak tangannya.“Iya, besok aku harus bertemu dengannya untuk mengakhiri cerita cinta ini. Sekarang aku sudah menikah dengan mas Kala, itu artinya aku harus mengabdi pada mas Kala. Masalah mas Kala belum menerimaku itu urusan belakangan. Bukankah cinta butuh waktu? Aku percaya dengan berjalannya waktu mas Kala bisa menerimaku sepenuhnya.”***Raya mencoba terbiasa dengan sifat Kala yang tiba-tiba menjadi dingin setelah keduanya menikah. Bahkan akhir-akhir ini keduanya hanya bertemu saat sarapan saja, karena Kala harus menyelesaikan pekerjaannya di kantor.“Ray apakah ada kendala sehingga kamu belum mendapatkan ART?” tanya Kala ketika mereka duduk di meja makan.Raya sengaja tidak mencari ART, karena dia bisa menangani pekerjaan rumah. Bagi Raya memasak dan membersihkan rumah adalah hal yang sering dilakukannya.“Enggak ada, Mas. Kayaknya aku enggak mau pakai ART dulu deh. Kalau cuma masak dan beresin rumah aku bisa mengatasinya. Untuk masalah baju kotor kita laundry aja. Gimana?”Kala mengangguk pelan. “Baiklah terserah kamu aja yang penting aku udah nyuruh kamu untuk cari ART. Oh iya, nanti kamu enggak usah masak, karena aku akan pulang malam,” ujarnya.“Iya, Mas.”Tak berapa lama Bintang datang sambil menyeret tas sekolahnya. Bocah yang sudah terbiasa untuk bersiap-siap sendiri itu menolak tawaran Raya ketika ingin diban
Kali ini Bintang sangat puas menikmati es krim sesuai dengan keinginannya, karena selama Kala tidak pernah memberikan es krim bentuk apapun pada Bintang.“Kamu suka?”Bintang mengangguk dengan pelan. Meskipun dia ingat akan larangan yang diberikan oleh papanya, tetapi tak bisa ditolak olehnya. Sudah sangat lama Bintang sangat menginginkan es krim dan ketika ada kesempatan dia tak ingin menyia-nyiakan.“Ma, nanti jangan bilang sama papa kalau Bintang makan es krim ya,” ucap Bintang sambil terus menji.lati es krim yang di dipegangnya.“Oke.”Raya sama sekali tidak terpikir untuk bertanya alasan Bintang melarangnya bercerita pada Kala, karena matanya telah teralihkan pada sosok yang kini mendekat ke mejanya.“Udah lama?” tanya Randy yang kemudian menarik kursi di depan Raya.“Belum.”Kedua alis Randy menaut saat menatap Bintang yang asyik menikmati es krimnya. “Dia siapa, Ra?” tanyanya.“Dia anak aku.”“Hah?! Enggak lucu!”“Aku serius, Ran. Ini Bintang anaknya mas Kala yang berarti anak
Sesampainya di rumah sakit, Kala mengacak kasar rambutnya ketika telah mengetahui penyebab Bintang demam tinggi. Itu karena Bintang makan es krim yang selama ini menjadi pantangannya. Bintang memang alergi dengan es krim sehingga Kala tak pernah memberi larangan keras untuk tidak makan es krim.“Ray, kenapa kamu kasih Bintang es krim? Bintang itu alergi sama es krim!” sentak Kala pada Raya.Raya hanya mampu terdiam tanpa kata, karena dia benar-benar tidak tahu jika Bintang alergi dengan es krim. Melihat Kala yang marah membuatnya sangat takut. Bahkan untuk mengucap kata maaf saja bibirnya terasa kelu.“Gak ada gunanya aku nikahi kamu yang katanya bisa jaga Bintang dengan baik, tapi buktinya malah bikin Bintang sakit kayak gini. Lihatlah akibat kecerobohan kamu, Bintang harus menahan rasa sakit,” ujar Kala lagi.Kedua mata Raya terasa sangat panas. Tanpa disadari air matanya jatuh membasahi pipi. Dengan cepat Raya langsung menyekanya.“Inilah alasan mengapa aku tidak tertarik untuk men
Karena keadaan Bintang sudah mulai membaik, dia pun diizinkan pulang. Tak sedikitpun Raya meninggalkan Bintang, padahal hari ada jadwal kuliah. Tanpa peduli, Raya mengabaikan kuliahnya demi bisa menemani Bintang. Namun, berbeda dengan Kala yang awalnya ingin mengosongkan jadwal, tetapi dia harus segera ke kantor karena ada sesuatu yang harus ditanganinya. Terpaksa setelah mengantar Bintang pulang, Kala langsung menuju ke kantor.“Ray, aku titip Bintang. Kalau ada sesuatu segera hubungi aku!” ujarnya sebelum berlalu.“Iya, Mas.” Raya mengangguk pelan. Sesaat mobil itu pun meluncur meninggalkan halaman rumah. Lagi-lagi ada rasa sakit di ulu hatinya.“Sabar Ray,” ucapnya untuk menguatkan diri.Setelah menikah, Raya memutuskan fokus pada rumah tangganya, sekalipun dia tak dianggap oleh Kala. Jika biasanya Raya akan menghabiskan waktu senggangnya untuk jalan ke mall bersama dengan temannya, kini hanya digunakan untuk membersihkan rumah dan sekedar masak. Entah rasanya sudah tidak tertarik l
Meskipun sudah bisa berada dalam mobil yang sama tetap saja Maya bisa menarik Kala, karena pria itu memilih untuk duduk di belakang dan sibuk dengan ponselnya sendiri. Saat diajak berbicara pun Kala malah mengingatkan jika Maya harus tetap fokus dengan setir kemudian. Rasa kesal pun sudah mencapai puncak ubun-ubun.'Sial! Ternyata usahaku sia-sia lagi. Ku pikir setelah bisa satu mobil dengannya, Pak Kala akan sedikit terbuka padaku. Minimal memuji diriku yang telah membawanya pulang. Ini malah asyik dengan ponselnya sendiri' gerutu Maya dalam hatiTak terasa waktu tiga puluh menit rasanya seperti tiga menit. Mobil yang dikemudikan oleh Maya pun telah sampai di perumahan milik Kala.“May, sebelumnya terima kasih karena telah mengantarku pulang. Setelah ini kamu akan diantar oleh pak Agus,” ucap Kala yang sudah bersiap untuk turun dari mobil."Emm … gak usah, Pak. Saya naik taksi aja.”“Tidak! Itu terlalu bahaya untukmu karena ini sudah malam.”Kenapa enggak suruh bawa mobil ini pulang
Sepeninggal istri dan ibunya, Kala langsung mengemas semua perlengkapan Raya yang ada di kamar Bintang. Dia tidak ingin ibunya tahu jika selama ini dia dan Raya tidak tidur satu ranjang. Karena perlengkapan orang yang tidak banyak, Kala tidak membutuhkan waktu lama untuk mengemasnya.“Untung aja barang-barang Raya enggak banyak, jadi bisa ku atasi sendiri,” ujar Kala setelah selesai memindahkan perlengkapan Raya ke kamarnya.Saat dilihat, waktu pun telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Sudah sangat terlambat untuk jam masuk kantor, tetapi Kala harus tetap berangkat. Namun, Kala tetap berangkat karena bagaimanapun dia harus bekerja.Disisi lain ibu mertuanya begitu bersemangat setelah sampai di pusat perbelanjaan. Jika niatnya hanya ingin membeli perlengkapan dapur, tetapi wanita tengah baya itu memutuskan untuk mengajak Raya mengelilingi toko pakaian. Jiwa shoppingnya telah meronta, terlihat saat matanya melihat tulisan diskon 90%.“Ra, setelah ini apa rencanamu?” tanya ibu mertuany
Malam ini adalah malam pertama Raya tidur satu kamar dengan Kala, karena saat ini ibu mertuanya sedang menginap di rumahnya. Rasanya sangat gugup ketika hendak naik keatas tempat tidur, karena sebelumnya Kala sudah mengatakan jika tidak bisa tidur satu ranjang dengannya. Helaan napas panjang pun terdengar begitu berat dan pada akhirnya Raya memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di sebuah sofa.“Huft ... gini amet sih nikah sama orang yang belum bisa move on dari masa lalunya,” gerutu Raya.Tak berapa lama sosok Kala muncul dari balik pintu. Pria itu sempat terkejut saat melihat keberadaan Raya di dalam kamarnya. Saat ingin menegurnya, Kala pun langsung teringat jika saat ini ibunya sedang menginap di rumahnya.“Belum tidur?” tanya Kala saat melihat Raya masih memainkan ponselnya.Mendengar pernyataan dari Kala membuat jantung Raya semakin berdegup dengan sangat kencang. Bagaimana mau tidur jika Kala saja tidak mau berada satu ranjang dengannya. Susah payah Raya menelan kasar salivanya
“Kala, ibu mohon. Semua ini demi Bintang. Bintang butuh sosok ibu di sampingnya.”Entah sudah berapa puluh kali sang ibu terus mendesak Kala untuk segera menikah lagi. Ibunya ingin sang cucu tetap harus mendapatkan kasih sayang dari sosok ibu, sekalipun hanya ibu tiri.Kala membuang napas kasarnya. Setelah sang istri meninggal satu tahun yang lalu, tak sedikitpun dia berniat untuk mencari penggantinya. Cinta untuk mendiang istrinya terlalu mendalam hingga tak ada satu orang pun yang bisa menggantikannya.“Tapi kenapa harus dengan Raya, Bu? Raya itu adiknya Naya, mamanya Bintang.” protes Kala.“Justru karena Raya adalah adik dari mendiang istri kamu jadi Ibu sangat percaya jika dia bisa merawat Bintang dengan penuh cinta. Ibu tidak mau Bintang jatuh di tangan orang yang salah. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya!” tegas ibunya Kala.“Tapi Bu .... ”“Tidak ada tapi-tapian, Kala. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya secepatnya agar Bintang bisa mempunyai mama dan bisa merasakan ka
Malam ini adalah malam pertama Raya tidur satu kamar dengan Kala, karena saat ini ibu mertuanya sedang menginap di rumahnya. Rasanya sangat gugup ketika hendak naik keatas tempat tidur, karena sebelumnya Kala sudah mengatakan jika tidak bisa tidur satu ranjang dengannya. Helaan napas panjang pun terdengar begitu berat dan pada akhirnya Raya memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di sebuah sofa.“Huft ... gini amet sih nikah sama orang yang belum bisa move on dari masa lalunya,” gerutu Raya.Tak berapa lama sosok Kala muncul dari balik pintu. Pria itu sempat terkejut saat melihat keberadaan Raya di dalam kamarnya. Saat ingin menegurnya, Kala pun langsung teringat jika saat ini ibunya sedang menginap di rumahnya.“Belum tidur?” tanya Kala saat melihat Raya masih memainkan ponselnya.Mendengar pernyataan dari Kala membuat jantung Raya semakin berdegup dengan sangat kencang. Bagaimana mau tidur jika Kala saja tidak mau berada satu ranjang dengannya. Susah payah Raya menelan kasar salivanya
Sepeninggal istri dan ibunya, Kala langsung mengemas semua perlengkapan Raya yang ada di kamar Bintang. Dia tidak ingin ibunya tahu jika selama ini dia dan Raya tidak tidur satu ranjang. Karena perlengkapan orang yang tidak banyak, Kala tidak membutuhkan waktu lama untuk mengemasnya.“Untung aja barang-barang Raya enggak banyak, jadi bisa ku atasi sendiri,” ujar Kala setelah selesai memindahkan perlengkapan Raya ke kamarnya.Saat dilihat, waktu pun telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Sudah sangat terlambat untuk jam masuk kantor, tetapi Kala harus tetap berangkat. Namun, Kala tetap berangkat karena bagaimanapun dia harus bekerja.Disisi lain ibu mertuanya begitu bersemangat setelah sampai di pusat perbelanjaan. Jika niatnya hanya ingin membeli perlengkapan dapur, tetapi wanita tengah baya itu memutuskan untuk mengajak Raya mengelilingi toko pakaian. Jiwa shoppingnya telah meronta, terlihat saat matanya melihat tulisan diskon 90%.“Ra, setelah ini apa rencanamu?” tanya ibu mertuany
Meskipun sudah bisa berada dalam mobil yang sama tetap saja Maya bisa menarik Kala, karena pria itu memilih untuk duduk di belakang dan sibuk dengan ponselnya sendiri. Saat diajak berbicara pun Kala malah mengingatkan jika Maya harus tetap fokus dengan setir kemudian. Rasa kesal pun sudah mencapai puncak ubun-ubun.'Sial! Ternyata usahaku sia-sia lagi. Ku pikir setelah bisa satu mobil dengannya, Pak Kala akan sedikit terbuka padaku. Minimal memuji diriku yang telah membawanya pulang. Ini malah asyik dengan ponselnya sendiri' gerutu Maya dalam hatiTak terasa waktu tiga puluh menit rasanya seperti tiga menit. Mobil yang dikemudikan oleh Maya pun telah sampai di perumahan milik Kala.“May, sebelumnya terima kasih karena telah mengantarku pulang. Setelah ini kamu akan diantar oleh pak Agus,” ucap Kala yang sudah bersiap untuk turun dari mobil."Emm … gak usah, Pak. Saya naik taksi aja.”“Tidak! Itu terlalu bahaya untukmu karena ini sudah malam.”Kenapa enggak suruh bawa mobil ini pulang
Karena keadaan Bintang sudah mulai membaik, dia pun diizinkan pulang. Tak sedikitpun Raya meninggalkan Bintang, padahal hari ada jadwal kuliah. Tanpa peduli, Raya mengabaikan kuliahnya demi bisa menemani Bintang. Namun, berbeda dengan Kala yang awalnya ingin mengosongkan jadwal, tetapi dia harus segera ke kantor karena ada sesuatu yang harus ditanganinya. Terpaksa setelah mengantar Bintang pulang, Kala langsung menuju ke kantor.“Ray, aku titip Bintang. Kalau ada sesuatu segera hubungi aku!” ujarnya sebelum berlalu.“Iya, Mas.” Raya mengangguk pelan. Sesaat mobil itu pun meluncur meninggalkan halaman rumah. Lagi-lagi ada rasa sakit di ulu hatinya.“Sabar Ray,” ucapnya untuk menguatkan diri.Setelah menikah, Raya memutuskan fokus pada rumah tangganya, sekalipun dia tak dianggap oleh Kala. Jika biasanya Raya akan menghabiskan waktu senggangnya untuk jalan ke mall bersama dengan temannya, kini hanya digunakan untuk membersihkan rumah dan sekedar masak. Entah rasanya sudah tidak tertarik l
Sesampainya di rumah sakit, Kala mengacak kasar rambutnya ketika telah mengetahui penyebab Bintang demam tinggi. Itu karena Bintang makan es krim yang selama ini menjadi pantangannya. Bintang memang alergi dengan es krim sehingga Kala tak pernah memberi larangan keras untuk tidak makan es krim.“Ray, kenapa kamu kasih Bintang es krim? Bintang itu alergi sama es krim!” sentak Kala pada Raya.Raya hanya mampu terdiam tanpa kata, karena dia benar-benar tidak tahu jika Bintang alergi dengan es krim. Melihat Kala yang marah membuatnya sangat takut. Bahkan untuk mengucap kata maaf saja bibirnya terasa kelu.“Gak ada gunanya aku nikahi kamu yang katanya bisa jaga Bintang dengan baik, tapi buktinya malah bikin Bintang sakit kayak gini. Lihatlah akibat kecerobohan kamu, Bintang harus menahan rasa sakit,” ujar Kala lagi.Kedua mata Raya terasa sangat panas. Tanpa disadari air matanya jatuh membasahi pipi. Dengan cepat Raya langsung menyekanya.“Inilah alasan mengapa aku tidak tertarik untuk men
Kali ini Bintang sangat puas menikmati es krim sesuai dengan keinginannya, karena selama Kala tidak pernah memberikan es krim bentuk apapun pada Bintang.“Kamu suka?”Bintang mengangguk dengan pelan. Meskipun dia ingat akan larangan yang diberikan oleh papanya, tetapi tak bisa ditolak olehnya. Sudah sangat lama Bintang sangat menginginkan es krim dan ketika ada kesempatan dia tak ingin menyia-nyiakan.“Ma, nanti jangan bilang sama papa kalau Bintang makan es krim ya,” ucap Bintang sambil terus menji.lati es krim yang di dipegangnya.“Oke.”Raya sama sekali tidak terpikir untuk bertanya alasan Bintang melarangnya bercerita pada Kala, karena matanya telah teralihkan pada sosok yang kini mendekat ke mejanya.“Udah lama?” tanya Randy yang kemudian menarik kursi di depan Raya.“Belum.”Kedua alis Randy menaut saat menatap Bintang yang asyik menikmati es krimnya. “Dia siapa, Ra?” tanyanya.“Dia anak aku.”“Hah?! Enggak lucu!”“Aku serius, Ran. Ini Bintang anaknya mas Kala yang berarti anak
Raya mencoba terbiasa dengan sifat Kala yang tiba-tiba menjadi dingin setelah keduanya menikah. Bahkan akhir-akhir ini keduanya hanya bertemu saat sarapan saja, karena Kala harus menyelesaikan pekerjaannya di kantor.“Ray apakah ada kendala sehingga kamu belum mendapatkan ART?” tanya Kala ketika mereka duduk di meja makan.Raya sengaja tidak mencari ART, karena dia bisa menangani pekerjaan rumah. Bagi Raya memasak dan membersihkan rumah adalah hal yang sering dilakukannya.“Enggak ada, Mas. Kayaknya aku enggak mau pakai ART dulu deh. Kalau cuma masak dan beresin rumah aku bisa mengatasinya. Untuk masalah baju kotor kita laundry aja. Gimana?”Kala mengangguk pelan. “Baiklah terserah kamu aja yang penting aku udah nyuruh kamu untuk cari ART. Oh iya, nanti kamu enggak usah masak, karena aku akan pulang malam,” ujarnya.“Iya, Mas.”Tak berapa lama Bintang datang sambil menyeret tas sekolahnya. Bocah yang sudah terbiasa untuk bersiap-siap sendiri itu menolak tawaran Raya ketika ingin diban
Karena menikah tanpa cinta, Raya harus pasrah saat Kala enggan untuk tidur satu ranjang dengannya. Kala memilih untuk tidur di sofa, sementara Raya dan Bintang tidur di kasur.Baru saja ingin terlelap, Raya merasakan ada yang menguntungkan tubuhnya. Perlahan Raya mengerjapkan mata untuk memastikan apa itu mimpi atau bukan. Dan saat dilihat, ternyata Bintang lah yang mengguncangkan tubuhnya. Dengan cepat Raya langsung bangun.“Bintang, kamu kenapa? Mimpi buruk?” tanya Raya sedikit panik.Bintang menggeleng pelan. “Bintang mau pipis, Ma.”Deg.Raya terdiam untuk sesaat ketika Bintang memanggil dengan sebutan ma. Ada rasa aneh yang menjalar keseluruhan tubuhnya karena biasanya Bintang memanggil aunty.“Mau pipis, ya? Ya udah ayo ke kamar mandi.” Raya pun langsung mengangkat tubuh Bintang dan menuntunnya menuju ke kamar mandi. Dengan telaten Raya membantu bocah empat tahun ini untuk melepaskan celananya.“Bintang bisa pipis sendiri. Mama nunggu di luar aja!”“Lho, kenapa?” tanya Raya den
“Kala, ibu mohon. Semua ini demi Bintang. Bintang butuh sosok ibu di sampingnya.”Entah sudah berapa puluh kali sang ibu terus mendesak Kala untuk segera menikah lagi. Ibunya ingin sang cucu tetap harus mendapatkan kasih sayang dari sosok ibu, sekalipun hanya ibu tiri.Kala membuang napas kasarnya. Setelah sang istri meninggal satu tahun yang lalu, tak sedikitpun dia berniat untuk mencari penggantinya. Cinta untuk mendiang istrinya terlalu mendalam hingga tak ada satu orang pun yang bisa menggantikannya.“Tapi kenapa harus dengan Raya, Bu? Raya itu adiknya Naya, mamanya Bintang.” protes Kala.“Justru karena Raya adalah adik dari mendiang istri kamu jadi Ibu sangat percaya jika dia bisa merawat Bintang dengan penuh cinta. Ibu tidak mau Bintang jatuh di tangan orang yang salah. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya!” tegas ibunya Kala.“Tapi Bu .... ”“Tidak ada tapi-tapian, Kala. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya secepatnya agar Bintang bisa mempunyai mama dan bisa merasakan ka