“Kala, ibu mohon. Semua ini demi Bintang. Bintang butuh sosok ibu di sampingnya.”
Entah sudah berapa puluh kali sang ibu terus mendesak Kala untuk segera menikah lagi. Ibunya ingin sang cucu tetap harus mendapatkan kasih sayang dari sosok ibu, sekalipun hanya ibu tiri.Kala membuang napas kasarnya. Setelah sang istri meninggal satu tahun yang lalu, tak sedikitpun dia berniat untuk mencari penggantinya. Cinta untuk mendiang istrinya terlalu mendalam hingga tak ada satu orang pun yang bisa menggantikannya.“Tapi kenapa harus dengan Raya, Bu? Raya itu adiknya Naya, mamanya Bintang.” protes Kala.“Justru karena Raya adalah adik dari mendiang istri kamu jadi Ibu sangat percaya jika dia bisa merawat Bintang dengan penuh cinta. Ibu tidak mau Bintang jatuh di tangan orang yang salah. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya!” tegas ibunya Kala.“Tapi Bu .... ”“Tidak ada tapi-tapian, Kala. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya secepatnya agar Bintang bisa mempunyai mama dan bisa merasakan kasih sayang dari seorang mama. Satu Minggu lagi pernikahan itu akan terjadi. Ibu harap kamu tidak memberontak.”Kala terdiam tanpa bisa melawan wanita yang telah melahirkannya. Bagaimanapun wanita itu adalah ibunya. Jika menikah dengan Raya bisa membuatnya bahagia, Kala pun memasrahkan diri."Terserah ibu saja. Percuma juga Kala memberontak karena Kala tidak akan pernah menang untuk melawan ibu.”Dengan terpaksa Kala pun pasrah dan bersedia untuk menikah dengan Raya yang tak lain adalah adik iparnya sendiri. Semua ini demi Bintang, karena selamanya cintanya hanya untuk Naya.Satu Minggu telah berlalu. Dengan balutan kain kebaya, Raya duduk tenang dihadapan pak penghulu menunggu Kala mengucapkan ijab kabul. Dadanya terus bergemuruh dengan sangat kencang, karena sebelumnya tak pernah sedikitpun terlintas pikiran untuk menikah. Namun, karena desakan dan keinginan keluarga, Raya tidak bisa berbuat apa-apa.“Saya terima nikah dan kawinnya Rayana Widyatama binti Darma Widyatama dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” ucap Kala dengan lantang dan tegas hanya dengan satu kali tarikan napasnya. Tak ada sedikitpun rasa gugup. Mungkin karena kata itu pernah terucap sebelum.“Bagaimana para saksi?” tanya pak penghulu kepada para saksi yang ada.“SAH!”“Alhamdulillah,” lanjut pak penghulu lagi.Pernikahan yang hanya dihadiri oleh keluarga besar dan juga para tentang berjalan dengan lancar. Kala dan Raya telah sah menyandang sebagai pasangan suami-istri membuat kedua keluarga besarnya merasa sangat bahagia.Setelah mengikuti serangkaian acara, akhirnya Raya bisa menghela napas lega karena acara telah usai. Meskipun menikah tanpa ada ikatan cinta, tetapi Raya telah berjanji kepada dirinya sendiri akan menjadi istri dan ibu yang baik untuk Kala dan juga Bintang.“Mama ... ” Satu kata menggema di telinga Raya saat sedang menghapus make up-nya. Terlihat bocah kecil berusia empat tahun itu berlari kearah Raya dengan tawa lebarnya.“Kata nenek aunty Raya sekarang menjadi mamanya Bintang,” celotehnya lagi sambil memeluk pinggang Raya. “Yee ... sekarang Bintang punya mama.”Ada rasa haru di dalam hati Raya ketika mendengar ucapan Bintang. Keponakan yang semula memanggilnya dengan sebutan aunty, kini akan berubah menjadi mama. Seulas senyum pun melebar luas di bibir Raya.“Jadi sekarang Bintang panggil — ”“Mama.” Dengan cepat dan antusias Bintang langsung memotong ucapan Raya.“Ih ... pinter banget sih kamu, Bin. Ya udah Bintang naik dulu ke tempat tidur, mama Raya mau bersihin make up,” ucap Raya sambil mengacak rambut Bintang.“Siap, Mama.” Bintang pun langsung berlari kecil menuju ke ranjang tempat tidur.Setelah membersihkan make up, Raya pun memutuskan untuk mandi karena seluruh tubuhnya terasa lengket. Baru saja ingin masuk ke kamar mandi, tiba-tiba pintu kamar dibuka dan menampilkan sosok Kala dengan wajah lelahnya. Pria itu berjalan pelan kearah tempat tidur dimana Bintang berada.“Papa ... ” teriak Bintang saat melihat papanya.Degup jantung Raya bergejolak ketika Kala sekilas melirik saat melewati dirinya. Entah mengapa ada rasa canggung ketika melihat kakak iparnya yang kini telah berstatus sebagai suaminya. Bahkan Raya bisa melihat aura ketidaksukaan di wajah Kala.“Mas Kala mau mandi duluan?” tanya Raya memberanikan diri.“Enggak.” Satu kata bernada ketus keluar begitu saja. Raya pun hanya mengangguk pelan dan memilih segera masuk ke kamar mandi.“Pa ... sekarang Bintang punya mama. Besok Bintang mau bawa mama ke sekolahan. Boleh kan?”Kala hanya bisa mengangguk dengan pelan. “Iya, tentu saja boleh. Tapi sekarang Bintang bobok dulu ya. Udah malem.”“Baik, Pa.”Dengan patuh bocah berusia empat tahun itu mengangguk pelan dan perlahan menutup kelopak matanya.Setelah memastikan sang anak tidur, Kala pun berniat beranjak dari tempat tidur. Namun, tiba-tiba saja matanya tertuju pada Raya yang baru saja keluar dari kamar mandi sambil mengelap rambutnya yang basah. Sejenak Kala terpana oleh sosok wanita yang dilihatnya. Namun, detik kemudian Kala menepis pikirannya.“Tidak! Ini tidak benar!” ucapnya dengan pelan.“Mas Kala kenapa?” tanya Raya yang ternyata mendengar ucapan Kala. “Oh iya, aku udah siapin air mandinya. Mas Kala mandi dulu biar fresh.”“Aku tidak apa-apa,” ucap Kala datar. “Ray, ada yang ingin aku bicarakan denganmu mengenai pernikahan kita. Kamu tahu kan jika aku tidak bisa menggantikan sosok Naya dalam hidupku. Jadi aku—” Kala menjeda ucapannya.“Mas Kala enggak usah merasa bersalah. Aku ngerti kok. Aku tidak akan menuntut Mas Kala untuk mencintaiku asalkan aku bisa membahagiakan Bintang dan aku masih bisa melanjutkan kuliahku rasanya itu sudah cukup untukku, Mas.”“Ray, makasih ya. Untuk masalah kuliah, aku akan tetap mendukunmu. Bagaimanapun kamu harus menggapai cita-citamu sekalipun kamu telah menikah denganku.” Dengan rasa canggung Kala pun langsung berlalu ke kamar mandi.Sebenarnya ada rasa sakit di ulu hati, tetapi Raya memilih untuk menutupi dengan senyumannya. Entah bagaimana nasib hatinya kemudian hari saat dia harus bertahan dalam pernikahan tanpa rasa cinta.“Mbak Naya sangat beruntung memiliki mas Kala. Meskipun mbak Naya telah tiada, tetapi cintanya mas Kala tetap untuk mbak Naya.” Raya menjatuhkan tubuhnya diatas kasur.Matanya menatap Bintang yang telah terlelap. Bocah polos yang merindukan sosok ibu kini telah menjadi anak sambungnya.“Jika Bintang saja sangat bahagia dan bisa menerimaku sebagai mamanya, lalu mengapa Mas Kala tidak bisa menerimaku sebagai istrinya? Apakah cinta itu buta hingga orang yang sudah meninggal pun masih dicintainya?” keluh Raya dengan helaan napas panjangnya.Di dalam kamar mandi Kala menyiram kepada dengan shower. Dia tahu jika pernikahan ini hanya akan menyakiti Raya, tetapi dia juga tidak bisa melupakan cintanya pada mendiang istrinya.“Ray ... maafkan aku!”****Karena menikah tanpa cinta, Raya harus pasrah saat Kala enggan untuk tidur satu ranjang dengannya. Kala memilih untuk tidur di sofa, sementara Raya dan Bintang tidur di kasur.Baru saja ingin terlelap, Raya merasakan ada yang menguntungkan tubuhnya. Perlahan Raya mengerjapkan mata untuk memastikan apa itu mimpi atau bukan. Dan saat dilihat, ternyata Bintang lah yang mengguncangkan tubuhnya. Dengan cepat Raya langsung bangun.“Bintang, kamu kenapa? Mimpi buruk?” tanya Raya sedikit panik.Bintang menggeleng pelan. “Bintang mau pipis, Ma.”Deg.Raya terdiam untuk sesaat ketika Bintang memanggil dengan sebutan ma. Ada rasa aneh yang menjalar keseluruhan tubuhnya karena biasanya Bintang memanggil aunty.“Mau pipis, ya? Ya udah ayo ke kamar mandi.” Raya pun langsung mengangkat tubuh Bintang dan menuntunnya menuju ke kamar mandi. Dengan telaten Raya membantu bocah empat tahun ini untuk melepaskan celananya.“Bintang bisa pipis sendiri. Mama nunggu di luar aja!”“Lho, kenapa?” tanya Raya den
Raya mencoba terbiasa dengan sifat Kala yang tiba-tiba menjadi dingin setelah keduanya menikah. Bahkan akhir-akhir ini keduanya hanya bertemu saat sarapan saja, karena Kala harus menyelesaikan pekerjaannya di kantor.“Ray apakah ada kendala sehingga kamu belum mendapatkan ART?” tanya Kala ketika mereka duduk di meja makan.Raya sengaja tidak mencari ART, karena dia bisa menangani pekerjaan rumah. Bagi Raya memasak dan membersihkan rumah adalah hal yang sering dilakukannya.“Enggak ada, Mas. Kayaknya aku enggak mau pakai ART dulu deh. Kalau cuma masak dan beresin rumah aku bisa mengatasinya. Untuk masalah baju kotor kita laundry aja. Gimana?”Kala mengangguk pelan. “Baiklah terserah kamu aja yang penting aku udah nyuruh kamu untuk cari ART. Oh iya, nanti kamu enggak usah masak, karena aku akan pulang malam,” ujarnya.“Iya, Mas.”Tak berapa lama Bintang datang sambil menyeret tas sekolahnya. Bocah yang sudah terbiasa untuk bersiap-siap sendiri itu menolak tawaran Raya ketika ingin diban
Kali ini Bintang sangat puas menikmati es krim sesuai dengan keinginannya, karena selama Kala tidak pernah memberikan es krim bentuk apapun pada Bintang.“Kamu suka?”Bintang mengangguk dengan pelan. Meskipun dia ingat akan larangan yang diberikan oleh papanya, tetapi tak bisa ditolak olehnya. Sudah sangat lama Bintang sangat menginginkan es krim dan ketika ada kesempatan dia tak ingin menyia-nyiakan.“Ma, nanti jangan bilang sama papa kalau Bintang makan es krim ya,” ucap Bintang sambil terus menji.lati es krim yang di dipegangnya.“Oke.”Raya sama sekali tidak terpikir untuk bertanya alasan Bintang melarangnya bercerita pada Kala, karena matanya telah teralihkan pada sosok yang kini mendekat ke mejanya.“Udah lama?” tanya Randy yang kemudian menarik kursi di depan Raya.“Belum.”Kedua alis Randy menaut saat menatap Bintang yang asyik menikmati es krimnya. “Dia siapa, Ra?” tanyanya.“Dia anak aku.”“Hah?! Enggak lucu!”“Aku serius, Ran. Ini Bintang anaknya mas Kala yang berarti anak
Sesampainya di rumah sakit, Kala mengacak kasar rambutnya ketika telah mengetahui penyebab Bintang demam tinggi. Itu karena Bintang makan es krim yang selama ini menjadi pantangannya. Bintang memang alergi dengan es krim sehingga Kala tak pernah memberi larangan keras untuk tidak makan es krim.“Ray, kenapa kamu kasih Bintang es krim? Bintang itu alergi sama es krim!” sentak Kala pada Raya.Raya hanya mampu terdiam tanpa kata, karena dia benar-benar tidak tahu jika Bintang alergi dengan es krim. Melihat Kala yang marah membuatnya sangat takut. Bahkan untuk mengucap kata maaf saja bibirnya terasa kelu.“Gak ada gunanya aku nikahi kamu yang katanya bisa jaga Bintang dengan baik, tapi buktinya malah bikin Bintang sakit kayak gini. Lihatlah akibat kecerobohan kamu, Bintang harus menahan rasa sakit,” ujar Kala lagi.Kedua mata Raya terasa sangat panas. Tanpa disadari air matanya jatuh membasahi pipi. Dengan cepat Raya langsung menyekanya.“Inilah alasan mengapa aku tidak tertarik untuk men
Karena keadaan Bintang sudah mulai membaik, dia pun diizinkan pulang. Tak sedikitpun Raya meninggalkan Bintang, padahal hari ada jadwal kuliah. Tanpa peduli, Raya mengabaikan kuliahnya demi bisa menemani Bintang. Namun, berbeda dengan Kala yang awalnya ingin mengosongkan jadwal, tetapi dia harus segera ke kantor karena ada sesuatu yang harus ditanganinya. Terpaksa setelah mengantar Bintang pulang, Kala langsung menuju ke kantor.“Ray, aku titip Bintang. Kalau ada sesuatu segera hubungi aku!” ujarnya sebelum berlalu.“Iya, Mas.” Raya mengangguk pelan. Sesaat mobil itu pun meluncur meninggalkan halaman rumah. Lagi-lagi ada rasa sakit di ulu hatinya.“Sabar Ray,” ucapnya untuk menguatkan diri.Setelah menikah, Raya memutuskan fokus pada rumah tangganya, sekalipun dia tak dianggap oleh Kala. Jika biasanya Raya akan menghabiskan waktu senggangnya untuk jalan ke mall bersama dengan temannya, kini hanya digunakan untuk membersihkan rumah dan sekedar masak. Entah rasanya sudah tidak tertarik l
Meskipun sudah bisa berada dalam mobil yang sama tetap saja Maya bisa menarik Kala, karena pria itu memilih untuk duduk di belakang dan sibuk dengan ponselnya sendiri. Saat diajak berbicara pun Kala malah mengingatkan jika Maya harus tetap fokus dengan setir kemudian. Rasa kesal pun sudah mencapai puncak ubun-ubun.'Sial! Ternyata usahaku sia-sia lagi. Ku pikir setelah bisa satu mobil dengannya, Pak Kala akan sedikit terbuka padaku. Minimal memuji diriku yang telah membawanya pulang. Ini malah asyik dengan ponselnya sendiri' gerutu Maya dalam hatiTak terasa waktu tiga puluh menit rasanya seperti tiga menit. Mobil yang dikemudikan oleh Maya pun telah sampai di perumahan milik Kala.“May, sebelumnya terima kasih karena telah mengantarku pulang. Setelah ini kamu akan diantar oleh pak Agus,” ucap Kala yang sudah bersiap untuk turun dari mobil."Emm … gak usah, Pak. Saya naik taksi aja.”“Tidak! Itu terlalu bahaya untukmu karena ini sudah malam.”Kenapa enggak suruh bawa mobil ini pulang
Sepeninggal istri dan ibunya, Kala langsung mengemas semua perlengkapan Raya yang ada di kamar Bintang. Dia tidak ingin ibunya tahu jika selama ini dia dan Raya tidak tidur satu ranjang. Karena perlengkapan orang yang tidak banyak, Kala tidak membutuhkan waktu lama untuk mengemasnya.“Untung aja barang-barang Raya enggak banyak, jadi bisa ku atasi sendiri,” ujar Kala setelah selesai memindahkan perlengkapan Raya ke kamarnya.Saat dilihat, waktu pun telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Sudah sangat terlambat untuk jam masuk kantor, tetapi Kala harus tetap berangkat. Namun, Kala tetap berangkat karena bagaimanapun dia harus bekerja.Disisi lain ibu mertuanya begitu bersemangat setelah sampai di pusat perbelanjaan. Jika niatnya hanya ingin membeli perlengkapan dapur, tetapi wanita tengah baya itu memutuskan untuk mengajak Raya mengelilingi toko pakaian. Jiwa shoppingnya telah meronta, terlihat saat matanya melihat tulisan diskon 90%.“Ra, setelah ini apa rencanamu?” tanya ibu mertuany
Malam ini adalah malam pertama Raya tidur satu kamar dengan Kala, karena saat ini ibu mertuanya sedang menginap di rumahnya. Rasanya sangat gugup ketika hendak naik keatas tempat tidur, karena sebelumnya Kala sudah mengatakan jika tidak bisa tidur satu ranjang dengannya. Helaan napas panjang pun terdengar begitu berat dan pada akhirnya Raya memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di sebuah sofa.“Huft ... gini amet sih nikah sama orang yang belum bisa move on dari masa lalunya,” gerutu Raya.Tak berapa lama sosok Kala muncul dari balik pintu. Pria itu sempat terkejut saat melihat keberadaan Raya di dalam kamarnya. Saat ingin menegurnya, Kala pun langsung teringat jika saat ini ibunya sedang menginap di rumahnya.“Belum tidur?” tanya Kala saat melihat Raya masih memainkan ponselnya.Mendengar pernyataan dari Kala membuat jantung Raya semakin berdegup dengan sangat kencang. Bagaimana mau tidur jika Kala saja tidak mau berada satu ranjang dengannya. Susah payah Raya menelan kasar salivanya
Malam ini adalah malam pertama Raya tidur satu kamar dengan Kala, karena saat ini ibu mertuanya sedang menginap di rumahnya. Rasanya sangat gugup ketika hendak naik keatas tempat tidur, karena sebelumnya Kala sudah mengatakan jika tidak bisa tidur satu ranjang dengannya. Helaan napas panjang pun terdengar begitu berat dan pada akhirnya Raya memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di sebuah sofa.“Huft ... gini amet sih nikah sama orang yang belum bisa move on dari masa lalunya,” gerutu Raya.Tak berapa lama sosok Kala muncul dari balik pintu. Pria itu sempat terkejut saat melihat keberadaan Raya di dalam kamarnya. Saat ingin menegurnya, Kala pun langsung teringat jika saat ini ibunya sedang menginap di rumahnya.“Belum tidur?” tanya Kala saat melihat Raya masih memainkan ponselnya.Mendengar pernyataan dari Kala membuat jantung Raya semakin berdegup dengan sangat kencang. Bagaimana mau tidur jika Kala saja tidak mau berada satu ranjang dengannya. Susah payah Raya menelan kasar salivanya
Sepeninggal istri dan ibunya, Kala langsung mengemas semua perlengkapan Raya yang ada di kamar Bintang. Dia tidak ingin ibunya tahu jika selama ini dia dan Raya tidak tidur satu ranjang. Karena perlengkapan orang yang tidak banyak, Kala tidak membutuhkan waktu lama untuk mengemasnya.“Untung aja barang-barang Raya enggak banyak, jadi bisa ku atasi sendiri,” ujar Kala setelah selesai memindahkan perlengkapan Raya ke kamarnya.Saat dilihat, waktu pun telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Sudah sangat terlambat untuk jam masuk kantor, tetapi Kala harus tetap berangkat. Namun, Kala tetap berangkat karena bagaimanapun dia harus bekerja.Disisi lain ibu mertuanya begitu bersemangat setelah sampai di pusat perbelanjaan. Jika niatnya hanya ingin membeli perlengkapan dapur, tetapi wanita tengah baya itu memutuskan untuk mengajak Raya mengelilingi toko pakaian. Jiwa shoppingnya telah meronta, terlihat saat matanya melihat tulisan diskon 90%.“Ra, setelah ini apa rencanamu?” tanya ibu mertuany
Meskipun sudah bisa berada dalam mobil yang sama tetap saja Maya bisa menarik Kala, karena pria itu memilih untuk duduk di belakang dan sibuk dengan ponselnya sendiri. Saat diajak berbicara pun Kala malah mengingatkan jika Maya harus tetap fokus dengan setir kemudian. Rasa kesal pun sudah mencapai puncak ubun-ubun.'Sial! Ternyata usahaku sia-sia lagi. Ku pikir setelah bisa satu mobil dengannya, Pak Kala akan sedikit terbuka padaku. Minimal memuji diriku yang telah membawanya pulang. Ini malah asyik dengan ponselnya sendiri' gerutu Maya dalam hatiTak terasa waktu tiga puluh menit rasanya seperti tiga menit. Mobil yang dikemudikan oleh Maya pun telah sampai di perumahan milik Kala.“May, sebelumnya terima kasih karena telah mengantarku pulang. Setelah ini kamu akan diantar oleh pak Agus,” ucap Kala yang sudah bersiap untuk turun dari mobil."Emm … gak usah, Pak. Saya naik taksi aja.”“Tidak! Itu terlalu bahaya untukmu karena ini sudah malam.”Kenapa enggak suruh bawa mobil ini pulang
Karena keadaan Bintang sudah mulai membaik, dia pun diizinkan pulang. Tak sedikitpun Raya meninggalkan Bintang, padahal hari ada jadwal kuliah. Tanpa peduli, Raya mengabaikan kuliahnya demi bisa menemani Bintang. Namun, berbeda dengan Kala yang awalnya ingin mengosongkan jadwal, tetapi dia harus segera ke kantor karena ada sesuatu yang harus ditanganinya. Terpaksa setelah mengantar Bintang pulang, Kala langsung menuju ke kantor.“Ray, aku titip Bintang. Kalau ada sesuatu segera hubungi aku!” ujarnya sebelum berlalu.“Iya, Mas.” Raya mengangguk pelan. Sesaat mobil itu pun meluncur meninggalkan halaman rumah. Lagi-lagi ada rasa sakit di ulu hatinya.“Sabar Ray,” ucapnya untuk menguatkan diri.Setelah menikah, Raya memutuskan fokus pada rumah tangganya, sekalipun dia tak dianggap oleh Kala. Jika biasanya Raya akan menghabiskan waktu senggangnya untuk jalan ke mall bersama dengan temannya, kini hanya digunakan untuk membersihkan rumah dan sekedar masak. Entah rasanya sudah tidak tertarik l
Sesampainya di rumah sakit, Kala mengacak kasar rambutnya ketika telah mengetahui penyebab Bintang demam tinggi. Itu karena Bintang makan es krim yang selama ini menjadi pantangannya. Bintang memang alergi dengan es krim sehingga Kala tak pernah memberi larangan keras untuk tidak makan es krim.“Ray, kenapa kamu kasih Bintang es krim? Bintang itu alergi sama es krim!” sentak Kala pada Raya.Raya hanya mampu terdiam tanpa kata, karena dia benar-benar tidak tahu jika Bintang alergi dengan es krim. Melihat Kala yang marah membuatnya sangat takut. Bahkan untuk mengucap kata maaf saja bibirnya terasa kelu.“Gak ada gunanya aku nikahi kamu yang katanya bisa jaga Bintang dengan baik, tapi buktinya malah bikin Bintang sakit kayak gini. Lihatlah akibat kecerobohan kamu, Bintang harus menahan rasa sakit,” ujar Kala lagi.Kedua mata Raya terasa sangat panas. Tanpa disadari air matanya jatuh membasahi pipi. Dengan cepat Raya langsung menyekanya.“Inilah alasan mengapa aku tidak tertarik untuk men
Kali ini Bintang sangat puas menikmati es krim sesuai dengan keinginannya, karena selama Kala tidak pernah memberikan es krim bentuk apapun pada Bintang.“Kamu suka?”Bintang mengangguk dengan pelan. Meskipun dia ingat akan larangan yang diberikan oleh papanya, tetapi tak bisa ditolak olehnya. Sudah sangat lama Bintang sangat menginginkan es krim dan ketika ada kesempatan dia tak ingin menyia-nyiakan.“Ma, nanti jangan bilang sama papa kalau Bintang makan es krim ya,” ucap Bintang sambil terus menji.lati es krim yang di dipegangnya.“Oke.”Raya sama sekali tidak terpikir untuk bertanya alasan Bintang melarangnya bercerita pada Kala, karena matanya telah teralihkan pada sosok yang kini mendekat ke mejanya.“Udah lama?” tanya Randy yang kemudian menarik kursi di depan Raya.“Belum.”Kedua alis Randy menaut saat menatap Bintang yang asyik menikmati es krimnya. “Dia siapa, Ra?” tanyanya.“Dia anak aku.”“Hah?! Enggak lucu!”“Aku serius, Ran. Ini Bintang anaknya mas Kala yang berarti anak
Raya mencoba terbiasa dengan sifat Kala yang tiba-tiba menjadi dingin setelah keduanya menikah. Bahkan akhir-akhir ini keduanya hanya bertemu saat sarapan saja, karena Kala harus menyelesaikan pekerjaannya di kantor.“Ray apakah ada kendala sehingga kamu belum mendapatkan ART?” tanya Kala ketika mereka duduk di meja makan.Raya sengaja tidak mencari ART, karena dia bisa menangani pekerjaan rumah. Bagi Raya memasak dan membersihkan rumah adalah hal yang sering dilakukannya.“Enggak ada, Mas. Kayaknya aku enggak mau pakai ART dulu deh. Kalau cuma masak dan beresin rumah aku bisa mengatasinya. Untuk masalah baju kotor kita laundry aja. Gimana?”Kala mengangguk pelan. “Baiklah terserah kamu aja yang penting aku udah nyuruh kamu untuk cari ART. Oh iya, nanti kamu enggak usah masak, karena aku akan pulang malam,” ujarnya.“Iya, Mas.”Tak berapa lama Bintang datang sambil menyeret tas sekolahnya. Bocah yang sudah terbiasa untuk bersiap-siap sendiri itu menolak tawaran Raya ketika ingin diban
Karena menikah tanpa cinta, Raya harus pasrah saat Kala enggan untuk tidur satu ranjang dengannya. Kala memilih untuk tidur di sofa, sementara Raya dan Bintang tidur di kasur.Baru saja ingin terlelap, Raya merasakan ada yang menguntungkan tubuhnya. Perlahan Raya mengerjapkan mata untuk memastikan apa itu mimpi atau bukan. Dan saat dilihat, ternyata Bintang lah yang mengguncangkan tubuhnya. Dengan cepat Raya langsung bangun.“Bintang, kamu kenapa? Mimpi buruk?” tanya Raya sedikit panik.Bintang menggeleng pelan. “Bintang mau pipis, Ma.”Deg.Raya terdiam untuk sesaat ketika Bintang memanggil dengan sebutan ma. Ada rasa aneh yang menjalar keseluruhan tubuhnya karena biasanya Bintang memanggil aunty.“Mau pipis, ya? Ya udah ayo ke kamar mandi.” Raya pun langsung mengangkat tubuh Bintang dan menuntunnya menuju ke kamar mandi. Dengan telaten Raya membantu bocah empat tahun ini untuk melepaskan celananya.“Bintang bisa pipis sendiri. Mama nunggu di luar aja!”“Lho, kenapa?” tanya Raya den
“Kala, ibu mohon. Semua ini demi Bintang. Bintang butuh sosok ibu di sampingnya.”Entah sudah berapa puluh kali sang ibu terus mendesak Kala untuk segera menikah lagi. Ibunya ingin sang cucu tetap harus mendapatkan kasih sayang dari sosok ibu, sekalipun hanya ibu tiri.Kala membuang napas kasarnya. Setelah sang istri meninggal satu tahun yang lalu, tak sedikitpun dia berniat untuk mencari penggantinya. Cinta untuk mendiang istrinya terlalu mendalam hingga tak ada satu orang pun yang bisa menggantikannya.“Tapi kenapa harus dengan Raya, Bu? Raya itu adiknya Naya, mamanya Bintang.” protes Kala.“Justru karena Raya adalah adik dari mendiang istri kamu jadi Ibu sangat percaya jika dia bisa merawat Bintang dengan penuh cinta. Ibu tidak mau Bintang jatuh di tangan orang yang salah. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya!” tegas ibunya Kala.“Tapi Bu .... ”“Tidak ada tapi-tapian, Kala. Pokoknya kamu harus menikah dengan Raya secepatnya agar Bintang bisa mempunyai mama dan bisa merasakan ka