Keempat penghuni mansion yang baru datang, langsung berhenti di tempat. Jhon yang tadinya menampilkan ekspresi tenang, mendadak beku. Kedatangan Vivienne ke kediamannya, mulai terasa mengusik.
"Ada apa dengan kedatanganmu yang tiba-tiba? Bukannya kau sangat sibuk?" ujarnya menahan geram. Segurat senyum yang tak mirip senyum terukir di wajah Vivienne. Tatapan matanya yang tajam memindai semua orang, hingga berhenti tepat pada Julia. "Rupanya wajah lugumu hanya tipuan. Sekarang, kau bahkan membuat Jhon dan kedua anakku makin menjauh." Tak tahu menahu arah pembicaraan mantan nyonya Westwood, Julia menatap suaminya putus asa. Helaan nafasnya yang berat, bikin hati Jhon tergugah. "Anak-anak, tolong naik ke atas. Ada yang mau kami bicarakan di sini." Jhon berkata dengan otoritas yang tak terbantahkan. Begitu kedua anaknya sudah pergi, barulah dia duduk di hadapan Vivienne. Dan tepat pada saat iniSetelah percakapan terakhir dengan suami, Julia memilih fokus dengan hidupnya sendiri. Salah satu yang dia persiapkan dengan matang adalah portofolio dan juga materi wawancara untuk hari ini. Pagi sekali, satu jam lebih awal dari kesepakatan, dia sudah duduk di ruang tunggu kantor dekan fakultas Sastra universitas Borough Riverdale. Pukul sepuluh, sang dekan yang ditunggu, akhirnya memasuki ruangan. "Kau yang bernama Julia?" ujarnya kaku. "Ya, Ms. Caroline."Julia mengamati wanita berpenampilan rapi itu dengan seksama. Perasannya sedikit was-was, sebab menurut cerita yang beredar, Caroline sedikit keras dan perfeksionis. "Jadi, kau pernah kuliah di college sebelumnya? Ada artikel atau jurnal yang sudah kau tulis?" Caroline berujar lagi seraya memeriksa dokumen yang diberikan Julia. Mendapat pertanyaan yang sudah diduga sebelumnya, Julia berusaha tetap tenang. "Maaf Ma'am, saya hanya kuliah setahun, jadi..
Mengabaikan kata-kata sang suami, Julia langsung menaiki tangga, membanting pintu kamar, dan menghempaskan diri di atas ranjang. Berurusan dengan manusia minim empati sepanjang hari, benar-benar melelahkan.Sementara itu, Jhon yang tertinggal sendiri di ruang tengah, menghembuskan nafas kasar. "Dasar perempuan," gumamnya kesal ketika menyadari bahwa sang istri bahkan tak mau repot-repot menunggunya selesai bicara. Tak mau berlama-lama memikirkan kelakuan Julia, dia segera mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. "Nona Caroline Copper, kau sedang bermain-main denganku?" ujarnya ketika panggilan sudah terhubung. "Maaf Mr. Jhon, tapi calon mahasiswa yang Anda rekomendasikan memang benar-benar payah. Sebenarnya... apa hubungan Anda dengannya?""Hubunganku dengan siapa pun, bukan urusanmu. Apa yang kupermasalahkan adalah kenyataan bahwa Anda berani menentangku."Didesak dengan cara tidak sopan, membuat Caroline hilang kesa
"Kau sudah bangun, Jalang!" Dan "byur!" Julia yang masih berusaha mengumpulkan kesadaran langsung mendapat guyuran air dingin. Musim gugur saat ini nyaris mendekati musim dingin, suhu rata-rata selalu dibawah sepuluh derajat Celsius. Ketika guyuran air tersebut mengenai wajah dan pipinya, Julia sontak membeku. "To--tolong lepaskan aku." Dia mengiba saat menyadari betapa serius situasinya saat ini. Tak hanya bersama pria kejam yang suka menyiksa, dia juga disekap dalam keadaan terikat seluruh anggota tubuhnya. "Dan kenapa aku harus melepasmu?" Suara Jose terdengar dingin, jauh. Perlahan pria itu bergerak lalu menjambak rambut Julia hingga dalam sekejap kepalanya seperti ditusuk ribuan jarum. "Kau tahu, aku paling benci wanita pembangkang. Kalian hanya makhluk hina yang diciptakan untuk kesenangan kaum pria. Seharusnya kau tahu diri waktu aku masih baik-baik, J
Air mata Julia meleleh disebabkan rasa sakit yang teramat sangat. Dari sudut mata, dia melihat Jose berjalan mondar-mandir sambil mendengar instruksi dari seberang sana. Sesekali mukanya serius atau tampak geram, tapi ekspresi gila yang dia tampilkan tadi sudah lenyap. "Kau beruntung, Jalang. Untuk saat ini, kau bisa menikmati udara bebas, sebab aku sedang sibuk," ujarnya begitu panggilan usai. Tanpa bicara lebih jauh, dia langsung mengambil jaket kulitnya yang tergeletak di atas sofa butut, lalu membanting pintu. Bunyi kunci yang beradu, jadi pertanda bahwa Jose sudah pergi. Sejurus kemudian, deru mobilnya terdengar di bawah sana. Julia menggerakkan tubuh, dan seketika rasa sakit meningkat drastis, sampai keningnya berkerut. "Argghhh."Dia meringis berkali-kali sebelum akhirnya bisa duduk. Setelah itu, entah mendapat kekuatan dari mana, Julia meraih batangan besi yang teronggok di dekat kakinya, lalu menghubungkan benda ter
Setelah percakapan mereka tempo hari, Julia agak heran dengan perubahan sikap sang suami. Tak hanya lebih ramah, Jhon juga kerap melakukan tindakan tak biasa. Seperti pagi ini, ketika dia tengah bersiap mengantar kedua buah hatinya ke sekolah, tiba-tiba saja Jose menawarkan diri mengantar mereka. "Tumben, biasanya kau lebih suka main tunggal." Julia memperjelas fakta yang sudah sama-sama mereka ketahui. "Aku... hanya ingin memperbaiki diri. Kau tahu... tak ada ayah yang ingin dibenci anaknya."Julia mengangguk paham, lalu mengajak kedua anak mereka masuk ke mobil. Saking senangnya, Jill berkali-kali mencium pipi Jose sambil tak henti memuji. Sementara itu, Jim pura-pura tak bereaksi, namun binar bahagia di matanya, akan membuat siapapun terpesona. "Baiklah anak-anak, kalian masuk ke kelas sendirian saja. Aku mau mengantar Aunty ke suatu tempat." Jose berkata ketika mereka sudah sampai di depan sekolah. Jim dan Jill
"Terima kasih atas bantuannya, Mr. Westwood. Kalau bukan karena Anda, anakku yang bodoh pasti sudah dipenjara."Seorang pria berwajah ramah menjabat tangan Jhon. Setelannya begitu rapi dan parlente, selayaknya pria terhormat di klub pribadi. Akan tetapi, Jhon tak akan tertipu. Pria yang tersenyum ini bukan sembarang manusia. Kekejamannya dalam menghadapi manusia lain, sudah jadi rahasia umum di kalangan mafia Pantai Timur. "Anda terlalu menyanjung, Don. Saya hanya melakukan apa yang jadi kewajiban saya."Alfredo Antonietti tergelak, wajah tampan khas Italia miliknya nampak mempesona, dengan keramahan yang nyata. "Saya suka sekali dengan orang berbakat namun rendah hati. Jadi... katakan, apakah Anda mau bergabung jadi tim hukum famiglia?"Jhon nyaris mengumpat. Jika bukan karena menginginkan sesuatu, dia tak mungkin mau berurusan dengan biang kerok berwujud Antonietti. "Tawaran yang sangat murah hati. Tetapi saya tak
Tak ada hal yang lebih disukai Jhon selain menyelesaikan kasus yang tengah digarapnya. Dia sungguh tak sabar ingin menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga, lalu menggoda Julia, seperti yang dia lakukan kemarin. Berita tentang Rick yang punya kebiasaan menerima suap sudah memenuhi halaman depan setiap kanal berita, sehingga opini publik mulai bergeser. Tadinya ingin menuntut keadilan, jadi tak peduli. "Bagaimana Westwood? Apa kau siap untuk sidang ini?" Salah satu partner senior bertanya ketika Jhon sedang mempersiapkan tas kerjanya. "Tentu saja. Akan tetapi, tolong cari semua informasi tentang Antonietti. Aku curiga bajingan tua itu sedang merencanakan sesuatu.""Baiklah, akan kucari semua cucian kotornya, walau harus menggali lubang neraka."Usai meninggalkan pesan penting pada partner kerjanya, Jhon segera beranjak menuju gedung pengadilan, yang sekarang sudah sesak oleh pemburu berita. "Apa Anda akan memenangkan kasus
"Wah, kau memang luar biasa, Mr. Westwood walau ... ini sedikit lebih lama dari yang kukira."Ketika mereka sudah diluar gedung, Mateo yang sengak mulai membual. "Kau tahu, aku yang merekomendasikanmu pada Papa. Kalau tidak, sudah pasti beliau tak akan memakai jasamu."Jhon menyeringai dingin, mengabaikan ocehan lawan bicaranya."Baiklah, karena urusan kita sudah selesai, aku pergi dulu," ujarnya tanpa memberi ruang bagi Mateo untuk membual lebih jauh. Akan tetapi, belum sempat dia menaiki mobil, sebuah Bentley metalik melaju kencang ke arah mereka. Bahkan ketika kendaraan tersebut masih agak jauh, sikap Mateo mendadak berbalik seratus delapan puluh derajat. Tadinya angkuh, sekarang buru-buru berdiri khidmat, penuh senyum, seperti anak yang patuh. Ketika pintu Bentley terbuka, barulah Jhon sadar apa yang membuat perubahan ini. "Papa, Anda tak perlu repot-repot... ."Plak! Plak! Sebelum kalimat tersebut seles
Ketika malamnya Jhon pulang ke rumah, tanpa kata pembuka, Julia langsung menodongnya dengan berita pembunuhan yang gempar di media sosial. "Jhon, bagaimana mungkin Vivienne jadi terseret?" ujarnya ketakutanEkspresi wajahnya bikin Jhon urung ke kamar mandi. Pria itu bergegas duduk di sisi Julia dan merangkul bahunya. "Sepertinya, Vivienne cemburu."Usai berkata demikian, Jhon menjelaskan lebih jauh informasi yang dia dapat dari sumber rahasia. Ternyata, Vivienne murka dengan kehamilan Selena. Kemudian dia mengajak partner in crime-nya itu ketemu, guna membahas segala sesuatu. Pada saat inilah keduanya bertengkar hingga terjadi kekerasan fisik. Pada salah satu kesempatan, Vivienne yang terpojok meraih pisau buah lalu menikamnya ke perut Selena berkali-kali. Tak butuh waktu lama, wanita yang digosipkan sedang hamil itu, tersungkur dan meregang nyawa. "Ya, Tuhan... ."Julia kehabisan kata-kata. Sekujur tubuhny
Tangan Julia mendadak dingin. Namun begitu, dia masih membuka kanal berita tersebut. Rupanya, Selena benar-benar penuh persiapan. Selain gambar ada juga cuplikan video yang disorot dari belakang. Dalam video, tampak Selena sedang bercinta dengan liar. Sudut pengambilan yang tepat disertai posisi Woman on top, membuat orang tak akan sadar bila Jhon sebenarnya dalam keadaan lelap. Video dan gambar tak senonoh ini menuai beragam komentar, terutama dari pemuja selangkangan. [Wow! Hot Mama][Sebagai pria, aku bisa bilang bahwa Jhon bajingan beruntung][Mana nomor gadisnya? Tolong! Aku kepanasan]Ada juga komentar yang menyudutkan dirinya dan keluarga Westwood. [Aku muak dengan drama mereka. Kemarin istrinya yang berulah, sekarang suaminya pula][Dasar manusia kecoak. Semuanya menjijikkan][Aku yakin istrinya perempuan tolol]... Semua komentar ini sangat menyakitkan, sampai Julia tak
Ternyata Selena naik pitam juga mendengar tudingan Julia. Wajahnya yang selalu terlihat ramah belakangan ini, mendadak kaku. "Memangnya kau tak menelan sisa kunyahan orang? Hmph! Baru sebentar hidup enak, kau langsung lupa diri." Tentu saja tak ada bantahan yang keluar dari mulut Julia sebab kalau dipikir-pikir lagi, dirinya memang mendapatkan sisa-sisa Vivienne. Jadi apa bedanya dengan Selena? Raut mukanya yang meragu ternyata mendapat perhatian Selena sepenuhnya. Perlahan, mantan pengacara itu mendekat. Kini, selimut yang pura-pura dipakai menutup tubuhnya, dibiarkan terjatuh. Ini jelas provokasi. Bagaimana mungkin tubuh hamilnya bisa bersanding dengan badan mulus ramping Selena? Rasa minder memenuhi Julia, perlahan mencekik hingga dia sesak nafas. "Pergi, jangan mendekatiku," ujarnya beringsut. "Kenapa Julia? Tak siap menerima kenyataan bahwa aku jauh lebih baik darimu?"
"Selena memang punya selera yang bagus."Julia bergumam sebelum merebahkan diri di atas ranjang.Dia membolak-balik posisi tidurnya beberapa kali sebelum akhirnya terlelap. Ketika malam sudah sangat larut, barulah terasa kehadiran seseorang di sisinya. "Kenapa lama sekali pulang?" ujarnya serakJhon yang baru hendak berbaring, berkata lirih, "maaf mengganggu tidurmu, Sayang.""Tak apa. Aku tahu kau sibuk. Tidurlah."Jhon mematuhi perintah sang istri. Niatnya tidur sambil memeluk Julia harus batal sebab wanita yang tengah hamil itu kegerahan. Keesokan paginya, Jhon bangun lebih lama dari biasa. Julia berjinjit pelan lantaran takut membuatnya terjaga. Sayangnya, naluri waspada sudah mengakar kuat. Jhon yang tadinya lelap, langsung bangun akibat pergerakan kecilnya. "Selamat pagi Sayang," ujarnya tersenyum. Julia berhenti di tempat, berbalik ke belakang, dan menatap sang suami frustasi. "Kena
Pesan suaminya terdengar ambigu di telinga Julia. Di satu sisi, seperti memberi kebebasan. Di sisi lain, seolah mengabaikannya begitu saja. Makna kedua-lah yang diterima benak Julia. "Oh, jadi begitu sekarang? Katakan padanya, aku juga tak peduli kalau dia tak pulang-pulang. Pria macam apa yang pergi begitu saja hanya karena sedikit perdebatan. Dasar!"Kepala pelayan makin menunduk, tak berani membantah apalagi mengiyakan. Gesturnya bikin Julia sadar betapa kekanak-kanakan dirinya saat ini. Karenanya, dia tak lagi memperpanjang masalah dan fokus pada makanan yang rasanya makin hambar di mulut. Akhirnya, ketika kesabarannya sudah makin tipis menghadapi menu yang tersaji, Julia meletakkan sendok lalu menandaskan isi gelasnya. "Lain kali, masaklah sesuatu yang menggugah selera," ujarnya sebelum beranjak ke taman belakang. Hijaunya daun dan pohon perdu membantunya lebih rileks.Julia membuang nafas kasar. Enta
Tiga minggu berselang, Jhon nyaris tak terlihat di rumah. Ketika Julia bangun, suaminya sudah pergi. Sebaliknya, saat Jhon pulang, dia sudah tidur. Kadang, pria Westwood itu mendadak sudah di kota lain saja. Semua ini bikin perasaan Julia jadi tak menentu. Terkadang was-was, curiga, bahkan juga merindukan suaminya setengah mati. Hormon kehamilan benar-benar menyiksa. Pada saat inilah, Selena yang dulunya sudah dihapus dari daftar hidupnya, mendadak punya peranan penting. "Hai July, kupikir kau tak datang kontrol hari ini," ujarnya saat Julia muncul di rumah sakit pagi ini. Julia ingin abai, tapi perhatian Selena bikin dia tak sanggup melakukan hal tersebut sepenuh hati. "Tentu saja aku datang. Kehamilan ini sangat berarti untukku."Senyum lebar terbit di bibir Selena. "Aku sungguh iri. Hidupmu amat sempurna." Kemudian, dia mengalihkan percakapan. "Bagaimana? Kau suka makanan yang kukirim semalam?""Lumayan
Mungkin karena pengaruh hormon, Julia dipenuhi emosi hebat sampai tubuhnya bergetar. Selena terkesiap melihatnya. "July, kumohon tenanglah. Emosi berlebihan tak bagus untuk kehamilan. Kau tahu itu, kan?" ujarnya memelas. "Kalau sudah tahu, kenapa masih ke sini?" Tolonglah... biarkan aku sendiri."Usai bicara dengan nada memelas, Julia tak tahan lagi. Dia terduduk lemas, sampai-sampai Selena datang memapah. Dia mengibaskan tangan mantan pengacara itu, lalu berkata penuh kesungguhan. "Pergilah dari sini. Aku tak mau punya hubungan apapun dengan kalian."Saoirse yang berdiri sekitar dua meter jauhnya, mendengus kesal. "Dasar lemah! Bagaimana mau bertahan, kalau mengatur emosi saja tak bisa?""Aunty, cukup! Kau mau lihat putrimu celaka?""Oh, aku tak cukup hebat untuk jadi ibunya. Kau lihat sendiri, Julia bahkan mengusirku terang-terangan.""Hentikan, Aunty. Aku menyesal membawamu kemari. Tadi kita suda
Julia sontak menjauh, matanya mendelik sebal. "Apa maksudnya merepotkan? Bagaimana mungkin seorang ayah bicara begitu?" Jhon mengumpati kebodohannya. Lagi-lagi salah bicara. Sejak hamil, mood Julia sukar diprediksi. Cepat sekali berubah, seperti cuaca di luar sana. Salah-salah bicara, Julia bisa uring-uringan seharian. "Maaf Sayang, aku cuma takut dirimu terlalu lelah. Siapa tahu bayinya kelewat aktif." Raut muka Jhon yang penuh kekhawatiran berhasil membuat Julia tergelak. "Astaga, mana ada janin bergerak pada umur dua bulan. Nanti setelah enam bulan ke atas barulah mereka seperti pemain bola." Bukannya tenang, Jhon malah bergidik. Memikirkan seorang bocah bertumbuh dan bergerak-gerak di dalam sana, bisa bikin merinding. Meski berstatus ayah dua anak, ini kali pertama dia mendampingi kehamilan istri sepenuhnya. Saat bersama Vivienne dulu, dia tak banyak terlibat. Bukannya enggan, hanya saja sang mantan leb
Jhon keluar dari ruang sidang diiringi beberapa partner junior. Lazimnya pemenang, dia segera dikerumuni para pendukung untuk sekedar mengucapkan selamat. Dan Caroline adalah satu diantaranya. "Selamat atas kemenangannya, Westwood. Kau sudah menyelamatkan perusahaan ayahku," ujarnya senang. Di negara kapitalis seperti Amerika, class action jadi salah satu hal yang ditakuti perusahaan farmasi. Biasanya, setiap ada produk atau obat yang rilis di pasaran, para pengacara senior dari perusahaan lawan akan segera mencari celah untuk menyerang. Dengan insting bak predator, mereka bakal menemukan segala hal mencurigakan, dan membujuk para korban agar bersedia mengajukan tuntutan hukum. Konsumen yang biasanya tidak tahu apa-apa, akan mengiyakan saja sebab diiming-imingi uang ganti rugi yang cukup besar. Padahal, jika gugatan menang pun, mereka hanya dapat sekian persen dari yang dijanjikan. Pemenang sesungguhnya adalah pihak pengacara. Itu se