"Kau sudah bangun, Jalang!"
Dan "byur!" Julia yang masih berusaha mengumpulkan kesadaran langsung mendapat guyuran air dingin. Musim gugur saat ini nyaris mendekati musim dingin, suhu rata-rata selalu dibawah sepuluh derajat Celsius. Ketika guyuran air tersebut mengenai wajah dan pipinya, Julia sontak membeku. "To--tolong lepaskan aku." Dia mengiba saat menyadari betapa serius situasinya saat ini. Tak hanya bersama pria kejam yang suka menyiksa, dia juga disekap dalam keadaan terikat seluruh anggota tubuhnya. "Dan kenapa aku harus melepasmu?" Suara Jose terdengar dingin, jauh. Perlahan pria itu bergerak lalu menjambak rambut Julia hingga dalam sekejap kepalanya seperti ditusuk ribuan jarum. "Kau tahu, aku paling benci wanita pembangkang. Kalian hanya makhluk hina yang diciptakan untuk kesenangan kaum pria. Seharusnya kau tahu diri waktu aku masih baik-baik, JAir mata Julia meleleh disebabkan rasa sakit yang teramat sangat. Dari sudut mata, dia melihat Jose berjalan mondar-mandir sambil mendengar instruksi dari seberang sana. Sesekali mukanya serius atau tampak geram, tapi ekspresi gila yang dia tampilkan tadi sudah lenyap. "Kau beruntung, Jalang. Untuk saat ini, kau bisa menikmati udara bebas, sebab aku sedang sibuk," ujarnya begitu panggilan usai. Tanpa bicara lebih jauh, dia langsung mengambil jaket kulitnya yang tergeletak di atas sofa butut, lalu membanting pintu. Bunyi kunci yang beradu, jadi pertanda bahwa Jose sudah pergi. Sejurus kemudian, deru mobilnya terdengar di bawah sana. Julia menggerakkan tubuh, dan seketika rasa sakit meningkat drastis, sampai keningnya berkerut. "Argghhh."Dia meringis berkali-kali sebelum akhirnya bisa duduk. Setelah itu, entah mendapat kekuatan dari mana, Julia meraih batangan besi yang teronggok di dekat kakinya, lalu menghubungkan benda ter
Setelah percakapan mereka tempo hari, Julia agak heran dengan perubahan sikap sang suami. Tak hanya lebih ramah, Jhon juga kerap melakukan tindakan tak biasa. Seperti pagi ini, ketika dia tengah bersiap mengantar kedua buah hatinya ke sekolah, tiba-tiba saja Jose menawarkan diri mengantar mereka. "Tumben, biasanya kau lebih suka main tunggal." Julia memperjelas fakta yang sudah sama-sama mereka ketahui. "Aku... hanya ingin memperbaiki diri. Kau tahu... tak ada ayah yang ingin dibenci anaknya."Julia mengangguk paham, lalu mengajak kedua anak mereka masuk ke mobil. Saking senangnya, Jill berkali-kali mencium pipi Jose sambil tak henti memuji. Sementara itu, Jim pura-pura tak bereaksi, namun binar bahagia di matanya, akan membuat siapapun terpesona. "Baiklah anak-anak, kalian masuk ke kelas sendirian saja. Aku mau mengantar Aunty ke suatu tempat." Jose berkata ketika mereka sudah sampai di depan sekolah. Jim dan Jill
"Terima kasih atas bantuannya, Mr. Westwood. Kalau bukan karena Anda, anakku yang bodoh pasti sudah dipenjara."Seorang pria berwajah ramah menjabat tangan Jhon. Setelannya begitu rapi dan parlente, selayaknya pria terhormat di klub pribadi. Akan tetapi, Jhon tak akan tertipu. Pria yang tersenyum ini bukan sembarang manusia. Kekejamannya dalam menghadapi manusia lain, sudah jadi rahasia umum di kalangan mafia Pantai Timur. "Anda terlalu menyanjung, Don. Saya hanya melakukan apa yang jadi kewajiban saya."Alfredo Antonietti tergelak, wajah tampan khas Italia miliknya nampak mempesona, dengan keramahan yang nyata. "Saya suka sekali dengan orang berbakat namun rendah hati. Jadi... katakan, apakah Anda mau bergabung jadi tim hukum famiglia?"Jhon nyaris mengumpat. Jika bukan karena menginginkan sesuatu, dia tak mungkin mau berurusan dengan biang kerok berwujud Antonietti. "Tawaran yang sangat murah hati. Tetapi saya tak
Tak ada hal yang lebih disukai Jhon selain menyelesaikan kasus yang tengah digarapnya. Dia sungguh tak sabar ingin menghabiskan waktu di rumah bersama keluarga, lalu menggoda Julia, seperti yang dia lakukan kemarin. Berita tentang Rick yang punya kebiasaan menerima suap sudah memenuhi halaman depan setiap kanal berita, sehingga opini publik mulai bergeser. Tadinya ingin menuntut keadilan, jadi tak peduli. "Bagaimana Westwood? Apa kau siap untuk sidang ini?" Salah satu partner senior bertanya ketika Jhon sedang mempersiapkan tas kerjanya. "Tentu saja. Akan tetapi, tolong cari semua informasi tentang Antonietti. Aku curiga bajingan tua itu sedang merencanakan sesuatu.""Baiklah, akan kucari semua cucian kotornya, walau harus menggali lubang neraka."Usai meninggalkan pesan penting pada partner kerjanya, Jhon segera beranjak menuju gedung pengadilan, yang sekarang sudah sesak oleh pemburu berita. "Apa Anda akan memenangkan kasus
"Wah, kau memang luar biasa, Mr. Westwood walau ... ini sedikit lebih lama dari yang kukira."Ketika mereka sudah diluar gedung, Mateo yang sengak mulai membual. "Kau tahu, aku yang merekomendasikanmu pada Papa. Kalau tidak, sudah pasti beliau tak akan memakai jasamu."Jhon menyeringai dingin, mengabaikan ocehan lawan bicaranya."Baiklah, karena urusan kita sudah selesai, aku pergi dulu," ujarnya tanpa memberi ruang bagi Mateo untuk membual lebih jauh. Akan tetapi, belum sempat dia menaiki mobil, sebuah Bentley metalik melaju kencang ke arah mereka. Bahkan ketika kendaraan tersebut masih agak jauh, sikap Mateo mendadak berbalik seratus delapan puluh derajat. Tadinya angkuh, sekarang buru-buru berdiri khidmat, penuh senyum, seperti anak yang patuh. Ketika pintu Bentley terbuka, barulah Jhon sadar apa yang membuat perubahan ini. "Papa, Anda tak perlu repot-repot... ."Plak! Plak! Sebelum kalimat tersebut seles
Julia dan Jhon akhirnya sampai di mansion, ketika waktu makan siang. Terbawa suasana akrab yang terjalin selama perjalanan, mereka berdua berjalan beriringan hingga tiba di ambang pintu. Mendekati ruang tengah, suasana asing langsung terasa, terlebih waktu terdengar gelak cekikikan seorang wanita. Keduanya bergegas menuju ke sana, dan dalam sekejap, Jhon langsung membeku. "Hai Jhon, kau terlihat hebat, persis aku waktu muda dulu," ujar seorang pria tua. Langkahnya gagah mendekati mereka, sementara perempuan berpakaian seronok, yang tadinya menggelayut manja, juga ikut membetulkan dress-nya yang sudah terbuka di sana-sini. Dengan antusiasme yang terasa palsu, pria itu merangkul Jhon sambil menepuk-nepuk pundaknya. "Son, kau akhirnya jadi dewasa." Akan tetapi, Jhon bergeming. Dia tetap berdiri mematung, hingga pria tua yang memeluknya mundur teratur. Mendapat sambutan dingin, pria tersebut m
hon habis. Dia mengusap mulut dan langsung meninggalkan meja. "Maaf, selera makanku hilang."Tentu saja tindakan ini diikuti oleh Julia dan si kembar. Dalam sekejap, ruang makan yang tadinya ramai, mendadak hening. Ketika Julia dan ketiga Westwood sudah di atas, mereka bisa mendengar pertengkaran sengit dari bawah sana. Tampaknya, David juga amat gusar dengan perilaku wanita muda yang dibawanya. "Menurutmu, besok mereka sudah pergi?" tanya Julia seraya menelengkan kepala.Saat ini, mereka berdua tengah duduk santai di atas ranjang Jhon. Tadi, setelah meninggalkan ruang makan, anak-anak langsung beranjak ke kamar masing-masing. "Kurasa tidak. David pasti akan memaafkan wanita itu secepatnya.""Kenapa begitu?""Sebab Mel adalah mainan favoritnya."Terang saja, Julia agak risih mendengar istilah suaminya. Akan tetapi, dia sendiri pun tak bisa menemukan istilah yang lebih pas untuk perempuan seperti Mel
Tak terbersit dalam benak Julia ketika dia bangun esok harinya, hal pertama yang dia lihat adalah kemesraan ayah mertua beserta sang selir di meja makan. "Pagi Julia, kau nampak mempesona hari ini." Pria tua itu menyapa dengan keramahan yang terasa tak wajar. Mel yang duduk di sebelahnya jadi agak gusar. Wanita itu beringsut makin dekat, seolah takut pria tua yang jadi kekasihnya bakal menghilang. "Tapi, aku tetap lebih mempesona, kan?""Tentu saja, Darling." Mulut David memuji, namun matanya tetap memandang menantunya, terpesona. Pagi ini, Julia memang nampak berbeda. Sejak menyadari perbedaan dirinya lewat pantulan cermin, dia jadi lebih semangat merias diri. Sebab itu, dia tampil berbeda dalam dress krim bermotif floral dengan rambut ikal yang tergerai lembut. "Ehem, apa aku ketinggalan sesuatu? Terdengar sangat ramai pagi ini." Jhon mendekati meja. Julia langsung berbalik, dan detik berikutnya, Jhon